Cerita ini sebenarnya terinspirasi dari banyak hal yang berhubungan dengan pernikahan. Yes, marriage! Hari Sabtu kemarin, saya menghadiri pesta pernikahan teman saya di Bandung (maen ke Bandung lagi deh) dan saya benar2 terharu dibuatnya. Pernikahan itu adalah suatu hal yang suci, sakral, dan sangat indah. Jagalah selalu keindahannya...
#1

Mungkin, keputusan terbesar yang pernah aku ambil dalam hidup kali ini adalah menikah dengannya. Sebenarnya bukan karena kata MENIKAH itu, tapi karena usia kita. Kita baru aja pacaran dan orang tua kita langsung mendesak kita untuk menikah. Sempat terbersit beberapa pertanyaan konyol di kepalaku. Salah satunya adalah, kenapa aku harus menikah dengannya?
Dia lebih muda 5 bulan dariku, berarti masih sebaya sih. Dia baru aja di sumpah sebagai dokter baru. Umur kita sama2 masih 24. Untuk seorang wanita, umur segitu sih udah pas buat nikah. Lagian aku udah kerja di Jakarta dan dia di Aceh. Sebenarnya aku pengen nikah sama cowok lebih tua. Banyak kan yang bilang kalo lebih tua, lebih dewasa.
Allah punya rencana lain. Dia mendapat beasiswa mengambil spesialis di UI Salemba Jakarta. Dengan catatan, ketika dia balik ke Aceh, dia akan menjadi dosen Unsyiah. Maka dari itu orang tua kami pun memaksa kami untuk menikah karena kita akan sama2 tinggal di Jakarta. Karena aku cinta dia, kita pun menikah.
#2

Kantorku cuma ngasih waktu libur seminggu dan dia juga harus segera masuk kuliah spesialisnya. Aku pindah ke kontrakan dekat UI. Murah, cuma 10 juta per tahun. Cukuplah untuk pengantin baru seperti kita. Cuma, sangat jauh dari kantorku. Jujur saja, gaji perbulanku mungkin 2 sampai 3 kali lipat dari suamiku. Bahkan bisa berlipat2 kalo aku mendapat komisi proyek. Cuma, aku masih harus menanggung adikku yang masih kuliah. Karena aku cinta dia, aku mengambil cicilan motor untuk memudahkan kita berpergian dan sekalian mengirit. Karena dia cinta aku, setiap pagi dia mengantarku pergi ke kantor dan juga menjemputku. Aku sangat takut kalo kita sulit berkomunikasi. Maka dari itu, aku selalu mengusahakan pulang cepat, mengerjakan urusan kantor sebaik mungkin, sehingga di rumah, waktuku hanya buat suamiku. Ada rasa senang menemaninya belajar, membuatkannya sarapan plus makan siang (karena siang aku di kantor), juga makan malam. Kadang sepulang dari kantor, kita masih sempat jalan2 berkeliling Jakarta kalo kita berdua tidak terlalu sibuk. Memang aku capek, pulang kantor terlalu sore, menyiapkan makan malam, dan tidur agak larut. Besok bangun pagi, menyiapkan makan, mengurusi rumah, dan pergi ke kantor. Tapi ini memang kewajibanku. Aku tidak boleh mengeluh karena aku cinta dia.
#3

Aku hamil, dan project di kantor semakin banyak yang harus aku tangani. Beberapa kali dia melihatku terlihat sangat pucat dan menyuruhku istirahat juga makan dan minum susu dengan yang banyak. Wajar saja, dia seorang dokter dan dia nggak mau aku dan anak kita sampai kurang gizi. Akhirnya kita mencari pembantu. Sejak itu mengurus rumah dan masak sudah tugas pembantu. Project yang aku tangani pun aku perkirakan selesai sebelum aku melahirkan. Mau nggak mau aku nggak boleh menelantarkan kerjaan juga kan. Ketika lebaran datang pun, kita nggak pulang kampung. Ini demi kesehatanku dan kerjaanku. Baru kali ini aku merasakan kalo wanita itu benar2 harus kuat. Tapi aku juga merasa waktuku mulai tersita karena aku terlalu banyak lembur untuk menyelesaikan kerjaan. Ini semua aku lakukan karena aku cinta dia. Kita pasti butuh banyak duit untuk melahirkan dan beli perlengkapan bayi. Aku sama sekali nggak mau buat dia memusingkan masalah uang. Aku ingin dia menjadi dokter yang hebat.
#4
Aku mendapat cuti 3 bulan sebelum sampai sesudah melahirkan. Orang tuaku juga datang menemaniku melahirkan. Dia selalu berada di dekatku. Tidak pernah mengeluh. Tidak pernah meninggalkanku walaupun ketika melahirkan, aku sampai meremas2 tangannya. Aku senang bisa di rumah dan bersamanya. Menunggunya pulang dari kampus, mengurusi anak kita, dunia serasa surga. Aku juga mulai bisa lebih dekat ke tetangga. Mungkin karena aku pergi pagi dan pulang terlalu sore, tetanggaku banyak yang mengira aku menelantarkan suami. Aku jadi merasa bersalah padanya.
#5

Aku harus kembali bekerja. Aku sering was-was dan mengkhawatirkan anakku. Memang, ada suamiku yang menjaganya. Kuliah memang nggak akan setiap hari, tapi tugas kan banyak. Aku agak merasa gimana gitu kalo sehari2nya anakku berada bersama pembantuku. Setiap pulang kantor, aku langsung menimang2 anakku. Suamiku selalu bilang kalo anak kita baik2 saja. Dia menjaga anak kita dengan baik. Setiap pulang kampus, suamiku selalu menghampiri anakku duluan. Tapi tetap aja, itu seharusnya tugasku sebagai ibu. Aku nggak pernah membayangkan kalo aku hanya bisa memperhatikan pertumbuhan anakku beberapa jam sebelum dia tidur malam. Aku sedih.
#6
Semakin banyak saja pekerjaanku karena posisiku di kantor yang sudah tinggi. Aku malah merasa tertekan. Sekarang anakku jadi rewel ketika berada di dekatku. Ketika aku dan suamiku pulang berbarengan, dia malah langsung menyambut suamiku duluan, bukan aku. Malahan ketika berada di pelukan suamiku dan pembantuku, dia merasa tenang. Aku sedih, aku nggak pernah mau seperti ini. Seharusnya aku bisa bertukar posisi dengan suamiku, biar dia yang kerja dan aku di rumah membesarkan anak2ku.
#7

Aku hamil lagi. Kali ini aku takut. Anakku yang pertama saja tidak bisa aku urus dengan baik. Bagaimana dengan yang kedua? Aku sudah menceritakan semua keluhanku pada suamiku. Dia merasa oke2 saja dengan kondisi kita seperti sekarang ini. Dia akan terus berada di dekatku, menjemputku, menjaga anak kita, dan tetap berkonsentrasi pada kuliahnya yang mungkin 1 tahun lagi akan selesai. Cuma tekanan batinku. Aku akhirnya mencari cara agar bisa mendapat project di kantor deket rumah. Untung saja aku dapat. Setidaknya, aku bisa sering pulang cepat dari kantor dan memonitor perkembangan anakku. Kadang tetap saja aku sedih. Anakku yang sudah mulai bisa bicara itu jarang memulai ngobrol denganku. Dia lebih senang memanggil Papa dan kakak (sebutan untuk pembantuku), daripada mama.
#8
Mengambil spesialis syaraf harus 4 tahun. Dari awal kita menikah sampai sekarang sudah punya anak 2, aku merasa kalau waktu banyak kuhabiskan di kantor. Aku selalu berusaha untuk selalu mendengarkan cerita2 suamiku di kampusnya, selalu datang ke event di kampusnya, begitu juga dengannya ketika ada acara di kantorku. Karena aku cinta dia, aku selalu mengkhawatirkannya. Aku selalu meneleponnya ketika jam makan siang sekedar untuk mendengar suaranya dan bertanya keadaan anak kami. Hari sabtu dan minggu kuhabiskan full di rumah. Memang, sebelum menikah, aku termasuk cewek yang suka jalan2 dan hura2. Tapi, karena aku cinta dia dan memutuskan untuk menjadi istrinya, aku berubah. Isi otakku hanya keluargaku dan kerjaan. Aku ingin jadi istri yang baik dan ibu yang baik juga. Aku kadang juga cemburu dengan pembantuku yang selalu bisa memonitor rumah, suami, dan anak2ku.
#10
Akhirnya suamiku lulus. Aku pun resign dari kantor dan memutuskan untuk balik ke aceh. Aku akan menjadi istri seorang dosen dan dokter. Mungkin aku harus cukup dengan gaji suamiku yang masih belum seberapa. Tapi aku punya banyak tabungan. Uang bukan segalanya. Setiap hari aku lalui dengan membesarkan anak2ku dan memantau perkembangan mereka. Aku juga bisa menunggu suamiku pulang kerja, bukan aku yang ditunggu. Allah memang punya rencana lain. Suamiku mendapatkan beasiswa lagi melanjutkan spesialis bedah syaraf di Inggris. Kali ini rumah sakit besar sudah mengontraknya. Gajinya perbulan pun berlipat2 dariku. Kita pun pindah ke Inggris, memulai hidup baru dan menata hari2ku sebagai seorang istri calon dokter besar.
#11
Ntah kenapa, kali ini aku sangat menikmati hari2ku. Aku mengantar anakku ke playgroup dan bisa menghabiskan waktu untuk masak, beres2 rumah (kita menyewa apartemen ukuran sedang di sebuah bukit dengan kampus), shopping, dan mengobrol dengan tetangga. Kali ini, anak2ku hanya akan mencurahkan perhatian mereka kepadaku, suamiku hanya tinggal belajar dan aku akan men-supportnya setengah mati. Karena latar belakang pekerjaanku dulu yang sempat bekerja di perusahaan besar lebih dari 5 tahun, aku banyak juga mendapatkan tawaran untuk bekerja di Inggris. Kalau kerjaannya bisa kukerjakan di rumah, tidak terlalu sulit, dan menurutku bisa membuatku belajar banyak hal, aku menerimanya. Aku hanya diminta untuk memasukkan data yang hanya butuh waktu 1 sampai 2 jam saja di kantor, setelah itu pulang untuk belajar banyak hal. Paling tidak, aku bias menimba ilmu di dunia barat tanpa harus ikut kuliah.
#12

Beberapa tahun kemudian, kami pulang ke Indonesia. Anakku sudah 3 dan semuanya kurasa cukup mendapat kasih sayangku termasuk suamiku tercinta. Kali ini aku yang melamar pekerjaan sebagai dosen agar ilmuku dapat menjadi amal di akhirat kelak. Dengan ilmu dan pengalamanku bekerja di dalam dan luar negri, aku merasa cukup untuk mengajar. Suamiku yang kucintai kini sudah menjadi dokter besar. Masih teringat wajahnya saat dia agak kecewa karena membiarkanku bekerja selagi aku masih hamil anak pertama, merawat dan mengganti popok anak kita ketika masih kecil, menjaga mereka sepenuhnya seperti seorang ibu. Dalam hal ini, tanpa sadar, aku tidak merasa menyesal dengan kehidupanku ketika aku murni menjadi wanita karir dulu. Aku bahagia, dengan begitu suamiku sangat menyayangi anak2 kita karena dia yang merawat mereka dari bayi. Aku semakin cinta dia. Biarkanlah ajal yang memisahkan kita. Karena aku cinta dia.
19 comments:
Wah...perjalanan hidup yang panjang, tapi dari cerita ini sepertinya kasih sayang, saling pengertian dan pengorbanan dapat menjadi pondasi yang kuat dalam membina hubungan sebuah keluarga. Betul begitu bu...? :)
-_-_-_-_-_-_-Cosmorary-_-_-_-_-_-_-
Assalamualaikum,
*******Salam ‘Blog’!!*******
“Salam kenal. Nama saya abdul azis....Kisah yang panjang ya mbak.....Pelajaran yang bisa diambil Kasih...
Betwe kok kotak komentarnya agak aneh sih, di bagian Comment as itu sub URL ya gak aktif..saya jadi ga bisa ketikin alamat website saya yang bener.
Oh ya, kalau ada waktu yuk main ke gubuk jelek saya di www.cosmorary.com
www.cosmorary.com”
-_-_-_-_-_-_-Cosmorary-_-_-_-_-_-_-
^noor : iya, pernikahan itu intinya memang saling pengertian, kasih sayang, dan pengorbanan sehingga bisa langgeng sampe akhir hayat. amiin
^abdul azis : salam kenal. saya pasti mampir kok..
buuu... tu suami dapet di "fb" ya?? hehehe..
klo dari ceritanya kayaknya gabungan dari cita2 ama terinspirasi dari ka2k tia ni, iya ga??
tp npy suka ceritanyaa, kayaknya tu love-nya bener2 bersih. dan pastinya ... i love happy ending.. hehehehhehe....
jd pengen punya cowok nih.
btw, tiyaaaa.. 2010 udah mau abis. Fighting !!!!
Panjang ceritanya, saya menikmati membacanya. Semoga rukun selalu.
^nopy syuuung : enak ya kalo suami dapat dari 'fb' trus kehidupannya so sweet gitu. =D
iya nih, 2010 tinggal 9 bulan lagii. huaaaaaaaaaaa!
^alris : terima kasih
Itu perjalan hidup mbak Meutia yaa...?
Semoga bahagia selalu..
slm kenal mbak, mksh sdh d follow..
Wuahhhhh kok aku jadi pengen nikah heheh..... tapi kok blm ada yang mau hiks hiks hiks........ mantap dan semoga selalu langgeng
Halo-halo !! thanks yak uda berkunjung,thanks juga uda di follow !! uda saya follow balik XD
salam kenal yak !
^Tyas : cerita ini gabungan dari beberapa perjalanan hidup. salam kenal...
^richo : sesuatu akan indah pada waktunya kok..
^Sou : yup, sama2..
good posting:)
wah perjalanan hidupnya cukup panjang, kayaknya hidupnya damai2 aja hehe..
mudah2an bisa terus rukun...
^reza : thank you
^dimas : amiinn~~
kisah keluarga muda yg menarik, semoga tetap awet ya rumah tangganya.
kak..
bagus bgt nie crita..
udh lma k'tia ga buat crita pjg2..
btw ni kisah siapa?
hahaha
bukan siapa2 kok.. just a story...
bgs posting nya
makasi bangg..
Rezeki tak akan kemana.
Semoga selalu lancar jaya ya mbak..Amin
Posting Komentar