Friends, saya memang suka bercerita di blog. Label "Story" di blog saya itu hampir semuanya terinspirasi dari kisah nyata atau cerita yang saya dengar dari teman2 saya. Setiap cerita biasanya saya tambahin bumbu penyedap biar lebih enak dibaca, hehehe. Jadi jangan pernah bosan baca ya.
***

Sesampai di RS, dia mengambil jas putihnya di jok belakang mobil dan berlari ke ruang emergency. Dia suruh aku tunggu di mobil dan menyerahkan kunci mobil kepadaku karena mana tau aja aku mau pulang duluan. Aku ikut2an turun dari mobil dan menuju UGD. Aku shock melihat seorang pasien dengan kepala banyak sekali darah. Seketika aku pusing, mual, dan langsung mencari kursi untuk duduk. Aku nggak sanggup melihat darah sebanyak ituuuuu... Setelah menenangkan diri, aku masuk UGD. Aku melihat dia dengan wajah ekstra stress dari balik jendela. Tangannya masih berusaha menjahit kepala pasien. Aku shock lagi, dan keluar dari UGD. Bisa2 kalo lama disitu, aku ikut2an masuk UGD. Beberapa saat kemudian, dia keluar dari UGD. Aku langsung menghampirinya tapi kalah cepat dengan keluarga pasien kecelakaan tadi. Dia mengatakan kalo pasien itu sudah meninggal dan aku tersentak kaget. Keluarga pasien langsung menangis dan nyaris pingsan. Dia melihatku lalu menghampiriku, "Kamu pucat banget?" Aku menjawab, "Mungkin karena kecape'an."
Dia nggak tau kalo aku melihatnya dari tadi.
Tiba2 seorang perawat menghampirinya. "Dok, untung bgt anda ada disini. Pasien yang masuk semalem mengalami pendarahan hebat. Dr. spesialis kandungan masih dalam perjalanan kesini. Kalo nggak segera di operasi, dia bisa meninggal." Dia melihatku sejenak dan bilang, "Tunggu ya!" lalu berlari menuju ruang operasi. Dia meninggalkanku lagi. Aku hanya bisa melihatnya dari belakang dan mencoba menyusulnya.

Di depan ruang operasi aku melihat suami pasien sedang menangis. Aku duduk di dekatnya dan bertanya, "kenapa pak?" "istri saya, saya takut terjadi apa2." Aku malah jadi lemas dan speechless. Nggak tau mau gimana caranya menenangkan bapak itu.
Sejam kemudian, perawat keluar dari ruang operasi dan membawa seorang bayi lucu. Bapak itu menyambut dengan bahagia. Dia keluar setelah suster dan mengatakan pada bapak itu kalau istrinya selamat. Kalau saja tadi harus menunggu dokter yang satu lagi, mungkin akan terlambat. Bapak itu tidak henti2nya mengucap syukur.
Dia kemudian melihatku dan aku melihatnya. "Kamu pucat." kata dia. "Gimana ngga pucat? Aku tuh hampir mati cemas nungguin kamu di depan ruang operasi." Dia ketawa, "Hahaha, kita makan yuk!"
Beneran, selera makanku hilang banget saat itu. Badanku jadi lemes banget. Lain dengan dia yang walaupun tampak stress, masih berusaha becanda denganku. Dia bilang, "Aku pengen banget kamu ngeliat gimana aku selama ini disini. Kenapa ngga bales sms, kenapa ngga nelpon, dan kenapa ngga maen kesana." Aku mengangguk pelan. Tiba2 ada seorang dokter menghampirinya, "Pasien yang 2 hari lalu masuk ruang isolasi, baru aja meninggal." Dia langsung kaget, "HA? Padahal tadi pagi sebelum saya ke bandara udah mendingan kok." "Setelah kamu pergi tadi, tiba2 dia sesak napas lagi. Perawat disana agak kalang kabut waktu nyari kamu nggak ada. Mungkin agak telat manggil dokter lain, ya udah deh."
Aku stress lagi. Gara2 aku maksa dia jemput, seorang pasien meninggal. Aku langsung nangis, saat itu juga. Dokter itu sampe heran melihatku nangis. Dia juga jadi takut melihatku nangis di Cafetaria yang begitu rame. Terpaksa dia mengajakku meninggalkan Cafetaria. "Kita pulang aja yuk."
Sewaktu jalan menuju parkiran, ada seorang anak kecil menghampiri kita. "Om dokter," panggilnya. Dia tersenyum dan jongkok untuk menyamakan tingginya dengan anak kecil itu. "Halo Fandi," jawabnya. "Om, Fandi mau kasi om coklat." Anak kecil itu memberikan coklat silverqueen. "Wah, ada apa ini?" Dia menerima coklat dengan tersenyum lebar. "Makasih ya om. Papa Fandi sekarang udah sembuh dan boleh pulang. Fandi sengaja nungguin om dokter di parkiran ini karena om pasti parkirin mobil disini kan?" Aku tersentuh lagi. Dia tersenyum lebar dan mengelus2 kepala Fandi. "Kalo udah besar, Fandi mau jadi dokter juga kayak om supaya bisa menolong orang2 seperti Papa." Dia bilang, "Janji ya!" Fandi mengangguk mantap lalu berlari menuju ruang pasien.
Dia menatapku lagi, "Dapat coklaat deh!" seraya tersenyum lebar.
Saat itu aku melihatnya sangat bahagia, tadi dia sangat stress. Dia cemas, ingin menangis, dan tersenyum lebar. Beberapa bulan ini aku hanya mendengar suaranya melalui telepon, nggak setiap hari tapi rutin, curhat2nya tentang pasien dan rasa stressnya. Sekarang aku melihat dan merasakannya langsung bagaimana dia disini. Aku merasa bersalah, merasa egois, dan merasa jahat. Aduuuh, maunya aku nggak usah dibawa kesiniiii...
Beberapa hari kemudian, dia menelponku setelah sekian lama ngga nelpon dan nggak mengangkat telponku.
"Sori ya, akhir2 ini sibuk. Jaga malem lagi nih." Aku menjawab, "Iya ngerti. Trus kapan maen kesini?" Tiba2 bunyi telpon masuk, tuuuut tuuuut... Dia bilang, "Nanti aku telpon lagi. Ada telpon masuk dari UGD. See you." Telpon mati. Well, huff!