Minggu ini hanya menghadiri pesta ulang tahun anaknya teman saya. Mau cerita di blog tapi sedang tidak punya banyak waktu. So, selamat menikmati cerita berikut ini ya.
***
Wawan jalan ke dapur. Disana dia liat Ibu masih sibuk meng-ungkep ayam dengan bumbu. Sejak Ayahnya meninggal, setiap malam Ibunya Wawan berdagang ayam bakar dan ayam goreng dengan membuka warung kecil di samping rumah. Wawan bertugas menjadi kasir dan membungkus makanan. Karena otaknya yang cerdas, Wawan hampir tidak pernah menggunakan kalkulator untuk menghitung total harga makanan dan uang kembalian. Padahal dia masih kelas 3 SD.
“Bu, Wawan pengen bakso. Boleh?”
Ibu menggeleng.
“Kan minggu ini Wawan belum makan…”
Ibu hanya menatap Wawan yang berarti, “Sekali nggak boleh, tetap nggak boleh.”
“Bu, Wawan pengen bakso. Boleh?”
Ibu menggeleng.
“Kan minggu ini Wawan belum makan…”
Ibu hanya menatap Wawan yang berarti, “Sekali nggak boleh, tetap nggak boleh.”
Wawan mendengus dan bilang, "Wawan mau jalan-jalan aja deh.”
Wawan mengeluarkan sepeda dan menyusuri jalan-jalan setapak di kampung. Semula dia mau pergi ke rumah Budi, tapi pagar rumah Budi di gembok. Sepertinya Budi sedang pergi. Wawan kembali mengayuh sepedanya. Tanpa sengaja di sebuah sudut rumah, Wawan melihat seorang anak laki-laki sedang celingak-celinguk melihat ke kiri dan kanan. Keliatannya dia bukan anak kampung ini. Wawan mendekatinya. Anak itu kaget setengah mati.
“Kamu ngapain disini?”
Anak itu menggeleng dan menaruh telunjuknya di bibir, “Ssssttt…”
Wawan tambah bingung. “Kamu lagi ngumpet ya?”
“Sssstttt!!” katanya dengan mata melotot.
Wawan merasa aneh. “Ya udah deh, selamat ngumpet ya. Saya mau nyari makanan dulu.”
Tiba-tiba terdengar suara, “Kruuuuk!” Wawan kaget dan sepertinya suara itu berasal dari perut anak itu. “Kamu lapar ya?”
Mata anak itu berkaca-kaca sambil memegang perutnya. Wawan jadi bingung, ‘gimana caranya ngajak anak ini makan ya? Kalau dibawa pulang ke rumah, ntar bisa ditanyain abis-abisan sama ibu. “Kamu punya uang nggak untuk beli makan?”
“Kita cari tempat yang aman untuk ngobrol ya,” kata anak itu tiba-tiba.
“Ya udah, sini aku bonceng. Nama kamu siapa? Aku Wawan.”
“Aku Haekal. Biar aku saja yang bonceng kamu. Aku kuat kok.”
“Setidaknya aku lebih kenyang dari kamu. Ayo naik.”
Yang terpikir oleh Wawan pertama kali adalah membawa Haekal ke kebun miliknya. Disana banyak buah jambu dan pisang. “Haekal, kamu makan buah dulu aja ya. Daripada kamu kelaparan di jalan.”
Haekal mengangguk cepat. Ketika sampai di kebun, Wawan menyandarkan sepeda ke pohon jambu. Iya langsung memanjat pohon dan membiarkan Haekal melongo di bawah karena melihat Wawan yang memanjat dengan cepat. Setelah dapat banyak, Wawan kemudian memanjat ke pohon di sebelah pohon jambu, kemudian mencoba meraih beberapa buah pisang (mana mungkin memanjat pohon pisang). Kemudian dia turun dan menyerahkan semua buah ke Haekal. Setelah makan, gantian Haekal membonceng Wawan menuju rumah Wawan. Sampe di rumah, Wawan memperkenalkan Haekal pada Ibu dan bercerita kalau Haekal sedang kabur dari rumah. Ibu merasa kasihan karena Haekal belum makan, jadinya Haekal disuruh makan. Sebagai rasa terima kasih, Haekal bersedia membantu Ibu berjualan di warung nanti malam.
Wawan mengeluarkan sepeda dan menyusuri jalan-jalan setapak di kampung. Semula dia mau pergi ke rumah Budi, tapi pagar rumah Budi di gembok. Sepertinya Budi sedang pergi. Wawan kembali mengayuh sepedanya. Tanpa sengaja di sebuah sudut rumah, Wawan melihat seorang anak laki-laki sedang celingak-celinguk melihat ke kiri dan kanan. Keliatannya dia bukan anak kampung ini. Wawan mendekatinya. Anak itu kaget setengah mati.
“Kamu ngapain disini?”
Anak itu menggeleng dan menaruh telunjuknya di bibir, “Ssssttt…”
Wawan tambah bingung. “Kamu lagi ngumpet ya?”
“Sssstttt!!” katanya dengan mata melotot.
Wawan merasa aneh. “Ya udah deh, selamat ngumpet ya. Saya mau nyari makanan dulu.”
Tiba-tiba terdengar suara, “Kruuuuk!” Wawan kaget dan sepertinya suara itu berasal dari perut anak itu. “Kamu lapar ya?”
Mata anak itu berkaca-kaca sambil memegang perutnya. Wawan jadi bingung, ‘gimana caranya ngajak anak ini makan ya? Kalau dibawa pulang ke rumah, ntar bisa ditanyain abis-abisan sama ibu. “Kamu punya uang nggak untuk beli makan?”
“Kita cari tempat yang aman untuk ngobrol ya,” kata anak itu tiba-tiba.
“Ya udah, sini aku bonceng. Nama kamu siapa? Aku Wawan.”
“Aku Haekal. Biar aku saja yang bonceng kamu. Aku kuat kok.”
“Setidaknya aku lebih kenyang dari kamu. Ayo naik.”

Haekal mengangguk cepat. Ketika sampai di kebun, Wawan menyandarkan sepeda ke pohon jambu. Iya langsung memanjat pohon dan membiarkan Haekal melongo di bawah karena melihat Wawan yang memanjat dengan cepat. Setelah dapat banyak, Wawan kemudian memanjat ke pohon di sebelah pohon jambu, kemudian mencoba meraih beberapa buah pisang (mana mungkin memanjat pohon pisang). Kemudian dia turun dan menyerahkan semua buah ke Haekal. Setelah makan, gantian Haekal membonceng Wawan menuju rumah Wawan. Sampe di rumah, Wawan memperkenalkan Haekal pada Ibu dan bercerita kalau Haekal sedang kabur dari rumah. Ibu merasa kasihan karena Haekal belum makan, jadinya Haekal disuruh makan. Sebagai rasa terima kasih, Haekal bersedia membantu Ibu berjualan di warung nanti malam.
***
Wawan masih menjadi kasir dan membantu membungkus makanan. Kali ini Haekal bertugas mengelap meja dan mencuci piring. Ia kelihatan sangat kaku mengerjakannya, tapi ia tetap berusaha. Perkiraan Wawan semakin kuat, kayaknya Haekal ini anak orang kaya deh. Mana mungkin cuci piring aja nggak bisa kalau bukan anak orang kaya.
Tiba-tiba Wawan ketakutan. Preman yang dulu pernah meminta uang jatah jualan datang. Udah beberapa bulan ini preman itu nggak pernah datang lagi karena di penjara. Sekarang dia udah bebas. Ibu terlihat kaget. Orang di warung sudah pulang semua dan nggak mungkin minta tolong. Dulu sewaktu teriak minta tolong, preman ini langsung mengobrak-abrik warung.
“Mana jatah saya?” tanya preman itu seraya melotot ke Ibu.
Ibu gemetaeran, lalu langsung membuka laci. Malam ini ibu untung dua ratus lima puluh ribu. Preman itu mengambil semua uang ibu sambil tertawa terbahak-bahak.
BYUUURRR! Haekal menyiram air bekas cuci piring ke preman itu. Wawan, Ibu, dan tidak terkecuali si preman terdiam mematung. Preman itu melihat ke arah Haekal. Ia menaruh uang diatas meja dan berjalan mendekati Haekal. Aneh, Haekal sama sekali tidak terlihat ketakutan. Ia menatap preman itu tajam.
Preman itu membunyikan seluruh jarinya, “Cari mati?”
“Kematian pasti akan datang, nggak usah dicari,” jawab Haekal ketus.
Wawan dan ibunya merinding ketakutan. Haekal tetap biasa aja. Preman itu langsung melayangkan tinjunya ke Haekal, dan dengan santainya Haekal menahannya. Haekal menggenggam tangan Preman, memutarnya sampai bunyi KRETEK! KRETEK! Preman itu langsung teriak kesakitan seraya memegang tangannya. Ia sampai membungkuk menahan sakit. Haekal menendang kepala preman sampai preman itu jatuh pingsan.
Wawan dan Ibu terkejut setengah mati.
“Panggil polisi, Wan… Orang kayak gini nggak bisa dibiarkan berkeliaran.”
Wawan langsung berlari memanggil Pak Hansip. Preman itu siuman dan merinding melihat Haekal. “Ampuun, ampuun…” katanya memohon.
“Kalau saya tau Anda datang lagi kesini, jangan pernah berharap bertemu hari esok.”
Pak Hansip datang dan membawa preman itu pergi.
Haekal membantu Wawan mengepel warung dan membereskan semuanya. Sebenarnya Wawan dan Ibu sangat ingin bertanya tentang Haekal, tapi mereka tidak berani. Setelah semuanya beres, Wawan mengajak Haekal tidur di kamarnya yang sempit dan panas. Haekal mengambil sebuah buku dan mengipas badannya.
“Wan, pasti kamu mau bertanya padaku, ‘kan?” tanya Haekal tiba-tiba.
“Iya Kal, tapi takut kamu marah.”
“Aku Superman, Wan…” kata Haekal. “Kamu percaya nggak?”
Wawan kebingungan. “Percaya aja deh. Kan kamu kuat.”
Haekal terkikik. “Tapi sayangnya aku bukan Superman, Wan.” Ia memejamkan matanya.
Wawan ikut memejamkan mata, walaupun dia masih nggak yakin.
***
Keesokan paginya, ada tiga orang pria dewasa menjemput Haekal ke rumah Wawan. Dua diantara mereka kembar. Ibu dan Wawan kembali terkejut. Haekal keluar dari kamar Wawan dan berjalan menuju orang-orang yang menjemputnya.
“Tuan…” ucap salah satu dari mereka.
Haekal memeluk Wawan. “Terima kasih ya untuk makanan dan tempat tinggalnya.” Ia juga mencium tangan Ibu. “Saya pamit, Bu. Maaf merepotkan.”
Wawan mengantarkan Haekal sampai pagar rumah. Tangan Haekal digandeng salah seorang dari tiga pria itu.
Tiba-tiba Haekal teringat sesuatu. Ia merogoh saku celananya dan mendapatkan sebuah buku. Haekal mendekati Wawan dan memberikan buku itu. “Sebagai hadiah dan kenang-kenangan dariku. Suatu hari kamu akan mengerti. Ketika kita beranjak dewasa dan masih diberi umur panjang, kita pasti akan bertemu. Saat itu aku yakin kamu mengerti arti buku ini. Sampai jumpa!”
Haekal pergi. Tanpa berpikir panjang lagi, Wawan membuka halaman pertama buku itu.
“Tuan…” ucap salah satu dari mereka.
Haekal memeluk Wawan. “Terima kasih ya untuk makanan dan tempat tinggalnya.” Ia juga mencium tangan Ibu. “Saya pamit, Bu. Maaf merepotkan.”
Wawan mengantarkan Haekal sampai pagar rumah. Tangan Haekal digandeng salah seorang dari tiga pria itu.
Tiba-tiba Haekal teringat sesuatu. Ia merogoh saku celananya dan mendapatkan sebuah buku. Haekal mendekati Wawan dan memberikan buku itu. “Sebagai hadiah dan kenang-kenangan dariku. Suatu hari kamu akan mengerti. Ketika kita beranjak dewasa dan masih diberi umur panjang, kita pasti akan bertemu. Saat itu aku yakin kamu mengerti arti buku ini. Sampai jumpa!”
Haekal pergi. Tanpa berpikir panjang lagi, Wawan membuka halaman pertama buku itu.
“Dunia ini dipenuhi oleh banyak hal. Baik terlihat maupun tidak terlihat. Diantara hal itu ada yang dikuasai oleh manusia dan ada yang tidak dapat. Sampai suatu hari hal yang terlihat itu meminta hak mereka untuk digunakan dalam peperangan hidup dan mati.
Untuk menguasai hal yang terlihat mungkin mudah, sedangkan sesuatu yang tidak terlihat sangat sulit. Nyawa taruhannya. Hanya orang-orang tertentu yang dapat melihat hal yang tak terlihat. Dan hanya orang-orang yang terpilih yang bisa menguasai hal yang tak terlihat itu. Hal itu adalah Guardian, penjaga dimensi lain.”

Wawan terkejut dan berhenti membaca. Dia melihat punggung Haekal dari kejauhan. Haekal terlihat sedikit menoleh dan melirik Wawan. Tiba-tiba Wawan melihat sebuah mata di punggung Haekal yang teramat sangat besar dengan bola mata kuning. Seperti mata seekor reptile. Wawan gemetaran sampai bukunya terjatuh. Mata itu pun seketika menghilang.
Pikiran Wawan kacau dan hanya bisa menerka satu hal, Haekal adalah penguasa Guardian, penjaga dimensi lain.
Cerita ini diikutsertakan pada Kontes Cerita Anak Immanuel's Notes. Cerita asli lebih panjang dari yang ada di blog. Happy Reading!
57 comments:
beruntung si Wawan dapet buku yang isinya kebijakan..
yah namanya juga dunia anak-anak, memang seperti itu dimaklumi aja..
#kruuukk..tiba-tiba perut saya ikutan lapar..hehehehe
wah, ada kontes bikin cerita anak ya... sayangnya saya tidak mahir membuat cerita, jadi semoga sukses saja deh
Cerita anak yg mendidik... Impressive...!!!
Keren ceritanya mbakkkk
eh mbak, ngomong2 si Haikal itu sebenarnya siapa mbak?
heheheeh
sukses buat kontesnya Mbak,,
mantap, Tia... keren ceritanya ;)
sambung lagi ya...:D
bener bener keren haikal . wawan sama ibunya gak tau siapa dia .
orang baik seperti haikal dan ibunya memang selalu dijaga ya :)
tunggu ya cerita selanjutnyaaa
Melongo saya membaca ceritanya mpe habis..,, keren, imajinasinya mantap, jadi pengin punya buku itu juga.. :D
hebat kisah ini..kamu yang hasilkan kisah yang sebegini hebat..ternyata imaginasi kamu sungguh menjangkau...
Jadi pengen kuat begitu jugaaa.. :D
keren euy! salut sama orang yg bisa bikin cerita2 kayak gini, imajinasimu luar biasa, Mut!
wah bermata dipunggung ya.. ada kelanjutannya ga nih??
jago bgd sih mbak bikin cerita, keren2 :)
mudah2an sukses bisa dijadiin buku yahh ;)
woww, kereeen..!! aku pengen tahu dimensi lain tuh kayak apa sih?? pasti penjaganya ganteng deh.. (hihi, aku selalu ngayal yang aneh-aneh deh) :P
okeee deh, tia, moga-moga kontesnya menang yah.. :)
wiih.. keren ceritanya...... sukses ya ngikut kontesnya..... ^__^
Mbak ini buat sendiri ya?!
bagus ...
makasih ya.. iya ini bikin sendiri..
jadi penasaran sama si haekal,,,,
btw sukses mbak buat kontesnya :)
Semoga menang deh kontesnya Mbak Meutia :)
keren.. aku rasa bisa menang nih. semoga..
Satu lagi ceritra yang menarik yang saya baca di blog anda yang menarik ini.
Semoga sukses!
hihihi, tokohnya bernama Wawan ya?
aku jd berasa ikutan main dlm cerita...
hehe..
:D
smoga menang ya, ini cerita imajinasi yg paling aku suka.
saya sudah tahu... hahahha....
btw makasih yah mbak udah nyumbang cerita.... hehehee
Wah Haekal Hebat Ya... :-)
Guardian Angel ya, kayak lagunya Cinta Laura.. :-D
hehehehe jd pngn jd ank2 lg...
ceritanya keren mbak.... :D
terlalu dongeng mbak, seharusnya Haikal cukup dikisahkan sebagai anak orang kaya yang berpengaruh
preman2 menjadi takut menganggu wawan dan ibunya krn dilindungi haikal
baru kali ini aku serius baca cerita kayak gini di blog orang. sesuai seleraku sih ceritanyanya hehe *nunggu lanjutannya*
okeh, ditunggu lanjutannya.. makasi kritikannya yaa
Hmm...aku juga pengin ikutan ini mbak
cuma idenya masih belum nemu yang bagus banget kaya gini
Ceritanya antara fantasi dan kenyataan
doh mbak...keren banget
saya salah menebak endingnya, cerita yang sangat menarik. Semoga menang ya Mbak.
>Salam kenal, salam silaturrahim
ini blog sangat cantik...sayangnya aku bertamu dah malam, besok aku kembali sini lagi...baru satu artikel yg ku baca. Salam!!
Maafff.... baru sempat mampir lagi #merasa bersalah
Cerita di atas ada sambungannya ya mbak..?
Cerita anak yg ada dalam bayanganku sih bukan spt cerita di atas. Kalau aku buat cerita yg spt itu jelas gak bisa deh.
Wah..., kalau Shasa pasti ngeri baca cerita yg spt itu... hehehe
makhluk yg punya mata di punggungnya? kalo dibayangin agak serem, eh tapi masih lebih serem kalo punggungnya bolong, hehe. keren euy imajinasinya! semoga juara!
semoga menang lomba ya
sukses selalu
semoga menang lomba ya
sukses selalu
ceritanya sungguh menarik
ditunggu cerita selanjutnya
keren keren..
jd kangen baca crush :D
keren nih ceritanya
semoga menang ya
semoga menang yah mutbray, tetangga kamar ku
salam kenal mbak.
versi lengkapnya dimana say bisa membacanya?
ntar di lanjutin di postingan.. hehe
wah jd gak sabar nunggu postingan lengkapnya...
bakat jd penulis besar nih...
assalamualaikum Mbak Meutia yang cantiiiik.....
kangeeen banget lama gak kesini.
eh begitu datang ke sini, semuanya sudah berubah drastis. sampe kaget..bener gak nih blognya Meutia's diary?
hehheee....
maaf ya baru bisa berkunjung, komputerku tewas beberapa minggu.... alhasil gak bisa online, gak bisa blogwalking. posting blog pake laptop pinjeman...
awalnya saya mikir, ga ada waktu kok malah posting panjang. taunya, hihi, sepenggal cerita untuk si nuel toh.. :D
^mbak elsa : wa'alaikum salam.. iya udah berubah nih sejak ultah yg kedua..
^all : insya Allah tgl 24 feb di posting lanjutannya. nunggin komen2 dulu utk liat feedbacknya. thanks yah atas pujian dan kritiknya :)
ceritanya bagus! semoga menang yaaaaa ;D inspiratif dan cocok untuk anak-anak.
mbak dapet inspirasi dari mana sih?! Hebat! bisa buat cerita ini, bagus ini kalo dibukukan :)
guardian pinter bgt mba koq bisa yah dapet ide menulis tentang itu
unik ^___^
baru baca nih hehe ketinggalan bacanya kmaren2 biasa lg M alias males :p
Cerita yang menarik Mbak. Saya yakin ini bisa membawa imajinasi anak yg membacanya..
Mantep Nih klo Ceritanya asli buatan sendiri
follow saya yah
yang lagi mau jual kebun sengon mau bagi info nich tentang bibit jabon dan kayu jabon bagi yang suka bertani
mampir nich dari jaksel...
Posting Komentar