Sewaktu ke Bandung kemarin, saya sempatkan nonton film yang diangkat dari buku novel bestseller Negeri 5 Menara. Ntah kenapa, saya suka film Indonesia yang diangkat dari novel. Selain ceritanya saya sudah tau, saya mengharapkan banyak hal yang sama dengan novelnya divisualisasikan.
Baiklah, saya review sedikit. Di filmnya, para pemain masih agak kaku. Tapi pemeran Alif bisa berakting dengan baik walaupun menurut saya banyak diam. Sebenarnya di Pondok Madani itu bahasa sehari-harinya adalah bahasa arab dan inggris. Saya ingin melihat para pemerannya menggunakan setidaknya bahasa inggris dan kalau bisa malah bahasa arab. Tapi di film masih bahasa Indonesia. Teringat film Ayat-ayat Cinta dulu para pemainnya benar-benar menggunakan bahasa Arab.
Untuk para pemain, saya membayangkan tokoh yang benar-benar lembut hatinya untuk berperan sebagai Ayah Alif. Setidaknya yang lebih tua dari David Chalik. Bisa saya tokoh Ayah di 3 Cinta, 2 Dunia, 1 Hati. Di film itu, ayah Rosid, walaupun cerewet, tapi pas tuanya, pas wibawa ke-Ayah-annya. Lulu Tobing juga terkesan terlalu muda dan cantik, hehehe. Teringat film Merantau dimana Emak diperankan oleh Christin Hakim. Waah, itu sih mantap bener. Tokoh Randai diperankan oleh si Kipli. Nah, ini sih sangat pas. Semua adegan bagus. Alif sendiri juga bagus mainnya, nggak kaku sama sekali. Untuk tokoh Kiai Rais, saya ingin kalau tokoh tersebut diperankan oleh Deddy Mizwar. Mungkin karena beliau sudah terkenal dengan akting dan religiusnya yah. Saya bayangkan tokoh Kiai Rais benar-benar orang yang sangat cerdas, sudah tua, berilmu, religius, seperti Buya Hamka.
Beberapa scene film ada yang diubah dan dihilangkan. Kalau di novel diceritakan kalau Kiai Rais bermain sepak bola, sedangkan di film bermain gitar. Mungkin karena Ikang Fawzi jago maen gitar kali yah. Trus Sarah juga keponakan Kiai Rais, sedangkan di novel dia adalah anak salah satu ustadz. Scene tersebut tidak menghilangkan keindahan cerita kok.
Beberapa yang saya agak bingung adalah ketika Baso harus pulang karena neneknya sakit. Di film diperlihatkan Alif menulis surat. Karena saya sudah membaca bukunya, saya tau kalau Alif menulis surat untuk Amak karena tidak ingin lagi di Pondok. Tapi teman-teman saya yang belum membaca bukunya akan bertanya-tanya maksudnya. Maunya ada suara seolah menceritakan si Alif sedang apa dan bagaimana perasaannya ketika kehilangan Baso.
Well, overall filmnya bagus. Saya sangat menikmatinya. Semoga film Ranah 3 Warna lebih baik lagi. Aminnn..
Baiklah, saya review sedikit. Di filmnya, para pemain masih agak kaku. Tapi pemeran Alif bisa berakting dengan baik walaupun menurut saya banyak diam. Sebenarnya di Pondok Madani itu bahasa sehari-harinya adalah bahasa arab dan inggris. Saya ingin melihat para pemerannya menggunakan setidaknya bahasa inggris dan kalau bisa malah bahasa arab. Tapi di film masih bahasa Indonesia. Teringat film Ayat-ayat Cinta dulu para pemainnya benar-benar menggunakan bahasa Arab.

Beberapa scene film ada yang diubah dan dihilangkan. Kalau di novel diceritakan kalau Kiai Rais bermain sepak bola, sedangkan di film bermain gitar. Mungkin karena Ikang Fawzi jago maen gitar kali yah. Trus Sarah juga keponakan Kiai Rais, sedangkan di novel dia adalah anak salah satu ustadz. Scene tersebut tidak menghilangkan keindahan cerita kok.
Beberapa yang saya agak bingung adalah ketika Baso harus pulang karena neneknya sakit. Di film diperlihatkan Alif menulis surat. Karena saya sudah membaca bukunya, saya tau kalau Alif menulis surat untuk Amak karena tidak ingin lagi di Pondok. Tapi teman-teman saya yang belum membaca bukunya akan bertanya-tanya maksudnya. Maunya ada suara seolah menceritakan si Alif sedang apa dan bagaimana perasaannya ketika kehilangan Baso.
Well, overall filmnya bagus. Saya sangat menikmatinya. Semoga film Ranah 3 Warna lebih baik lagi. Aminnn..
18 comments:
penasaran bangeet nih ama film ini ,,,,,,,,,,
follow sukses di posisi 396,,,,,,,,,,
follow back di tunggu sobat,,,,,,,,,,,
pegennn nontonnn...
baca diinternet katanya memang ada beberapa yang gak sesuai ama bukunya..
Amin-wah, ngebaca reviewnya mbak Mut jd mau2 nggak nonton filmnya-hahaha
nungguin the hunger games aja deh >.<
ya maklum lah mbak kalau para sohibul menaranya msh rada kaku-kan baru main film. Padahal saya jg pengen liat semangat mereka berbahasa Arab sm inggris di pondok. Kurang greget ya mbak filmnya, hiks.
saya nungguin buku ketiganya :D
wew, sudah ada filmnya to novel ini..
bisa jadi tambahan referensi nih..
makasih ya mbak..
salam kenal :D
ajib udah diflmkan nih mantaps saya belom nonton :D
makin banyak aja yg review film 5 menara jadi tmbah pengen ntn :(
Waaah. Harus segera nonton ini maaah. :D Makasih reviunya. Memotivasi saya untuk nonton filmnya. Hehe.
samaaaa mbaaak.... aku juga kecewa... soalnya 70 % alurnya emang beda dari novelnya... :(
aku juga pernah review hal yang sama.
http://immanuels-notes.blogspot.com/2012/03/review-film-negeri-5-menara.html
Huhuhu, saya juga sudah nonton mbak, tapi menurut saya filmnya kurang menarik, bahkan cenderung membosankan.
Yang bagus dari film ini adalah, film ini berformat Digital, sehingga gambarnya yang dihasilnya manteb banget!
Wah gue belum nonton nih. Film penuh sarat moral nih.. :)
Aku belum nonton nih film, tapi juga gak penasaran. :)
btw, izin follow ya...
salam kenal :)
nah itu lah biasanya yang terjadi klo kita baca buku nya dulu baru nontoon filmnya, kayaknya selalu ngerasa ada bagian yang ga komplit. Pdhal klo nonton ga baca bukunya biasanya ga akan ngerasa ke tidak komplitan ceritanya hehehe...
film baru ya?
wah saya blm nonton. nonton ahh. makasih ya buat informasinya :D
visit back :D
ktanya sih namanya visualisasi ada ada aja yg kurang hehe..
kata temen sih,, ada yg bagian okeh..
ada yg kurang bumbu hii
tapi blum nonton :P
wah aku belom gedor gedor bioskop nih. . . . harus cepet2 nih. . .
wah ga suka nonton jadi bingung juga nih maukoment apa. hehee
saya juga udah nonton hehe paling suka sma tokoh baso wah senyumnya, gaya bicaranya semuanya natural gak kaya main film. nah ada catatan yg mingkin buat saya agak risih: ketika alif msh di pondok orangnya cute matanya sendayu nah pas udah gede dia malah mirip penulisnya, yaitu ahmad fuadi.
tapi baguslah dari keseluruhan filmnya, cuma msh bagusan laskar pelangi.
waktu laskar pelangi, aku merasa kecewa. lebih bagus baca bukunya dibanding filmnya. filmnya bikin bingung.
semoga yang ini berbeda ya
Posting Komentar