Masih banyak waktu tersisa buat saya ketika jalan-jalan ke Bandung. Akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Dago Pakar. Sewaktu kuliah dulu, saya tidak pernah pergi adventure kesana. Kalau ke dago pakar, pasti yang teringat oleh saya adalah Restaurant yang sangat romantis. Tapi untuk berwisata alam, hmmm... baru sekarang deh saya perginya. Hehehehe.
 |
Plang nama |
 |
ada prasasti |
Gua Jepang dan Belanda ini berada didalam Taman Hutan Ir. Juanda - Bandung. Untuk masuk kesini dikenakan tarif Rp. 7.500/orang dan Rp. 5000/motor. Kalau kalian ingin sekalian olahraga, bisa masuk melalui pintu depan dan jalan kaki ke arah gua. Menurut saya jauh sih, makanya saya pake motor aja. Hihihi. Dua buah gua yang hanya terpisahkan jarak kurang lebih 400 meter tersebut memiliki nama yang disesuaikan dengan negara penjajah yang berkuasa saat gua tersebut di bangun. Gua Belanda yang dibangun pada tahun 1918 memiliki umur yang sedikit lebih tua dibandingkan Gua Jepang yang baru dibangun pada tahun 1942.
Pertama, saya menuju Gua Jepang. Sebenarnya bisa mengendarai motor sampai ke depan gua. Cuma males juga banyak tukang parkir abal-abal. Guanya gelap dan lembap. Ukuran gua yang cukup besar ditambah dengan lorong-lorong ventilasi udara di beberapa sudut, mengakibatkan suasana didalam gua tidaklah pengab. Lorong-lorong panjang dan banyaknya persimpangan didalam gua tersebut cukup membingungkan bagi mereka yang pertama kali memasuki gua. Jujur aja, saya takut gelap. Udara lembab juga membuat alergi saya kambuh. Jadi saya tidak masuk terlalu dalam.
 |
jalan menuju gua |
 |
Pintu masuk Gua Jepang |
Gua Jepang masih memiliki struktur bangunan seperti asalnya.
Dinding-dinding gua dari batu karang yang keras masih belum dilapisi
dengan semen seperti apa yang terjadi pada Gua Belanda. Di dalam gua ini
juga tidak terdapat instalasi penerangan. Sepertinya gua ini belum
selesai sepenuhnya semenjak dibuat tahun 1942. Bukan hal yang aneh,
melihat dinding gua yang keras pastilah membutuhkan waktu yang lama
untuk membikin gua selebar dan seluas itu. Terlebih pada saat itu alat
yang digunakan untuk membuat gua masih berupa alat-alat tradisional
semacam linggis dan cangkul yang tentunya dibutuhkan pekerja dalam
jumlah yang banyak sekali.
 |
Pintu masuk Gua Belanda |
Setelah puas di Gua Jepang, saya ke Gua Belanda. Lorong-lorong yang berada dalam gua pada bagian dindingnya sudah dilapisi dengan semen, sementara pada bagian atas terdapat instalasi penerangan yang sudah ada sejak dulu, tapi sudah tidak berfungsi dengan baik. Mungkin memang sengaja tidak diaktifkan untuk memberi peluang pada penduduk sekitar menawarkan jasa penyewaan lampu senter. Harganya lumayan mahal, Rp. 3000, trus tukang senternya rada maksa lagi agar barangnya mau kita sewa.
 |
Pintu belakang |
Karena saya 'masih' takut gelap, saya harus duduk dulu untuk mengatur napas dan bersin-bersin (alergi kumat). Saya takjub melihat ada gua yang dijadikan didalam sebuah gunung sebesar ini. Bahkan tidak terjadi longsong. Subhanallah.
Kedua gua tersebut memang merupakan bagian saksi sejarah yang mewarnai perjuangan bangsa Indonesia. Telah banyak korban yang berjatuhan untuk membangun kedua gua tersebut. Keberadaan kedua gua tersebut nampaknya pantas menjadi bukti masa lalu yang coba mengingatkan bahwa bagaimanapun juga perang ataupun penjajahan adalah salah satu bentuk karya manusia untuk menghancurkan dirinya sendiri, suatu hal yang sebaiknya tidak boleh terjadi lagi di masa-masa mendatang.
13 comments:
baru denger tempat ini di Bandung :D
catet ah klo swaktu2 ke bandung lg mau mampir :D
Bale komentar yang dipostingan gue hehe, kabar baik kakak mutiaaa B)))
Oh ya.. Waktu dipesta blogger yang di epicentrum gue sempet ngeliat elo loh. Berdua sama cowok. Iya bukan?
Asik yah jalan-jalan kebandung. Infonya lengkap bangeeeetsss B))
goa semacam itu dulu buat apa yah?:P
penasaraaaaan... hehehe
@sudhai : iya saya dateng. trus, kok ngga nyapa?
kalau aku prihatin mba,kalau liat situs budaya kaya goa tsb yang menjadi warisan leluhur,
yang kondisi'a saat ini banyak yang rusak oleh tangan2 jahil manusia yang dengan sengaja merusak cagar budaya tsb
rumah gw dulu wkt di Bandung deket situ loh, klo libur gw suka lari pagi di Dago Pakar situ kelilingin goa belanda, kan banyak monyet itu di pohon2nya.. klo jalan nya diterusin bisa sampe air terjun maribaya, lembang.
Gue juga pernah kesono. Emang nyolotin banget tuh tukang senternya.. :D
Mut, itu goanya dibangun dengan tujuan yang sama yah dengan goa jepang di bukittinggi, sebagai tempat tinggal nya romusha?
Lihat judulnya tadi, saya pikir Goa Jepang yang di Sumatera Barat.
Rupanya ada juga di bandung yak :)
padahal kalau di Aceh dibikin jadi begitu pelan2 pasti menarik, toh di Aceh banyak sekali gua, bungker, dan sejenisnya :D
Seperti di Bireuen dan Sabang serta di wilayah Aceh lainnya :)
@Cipu : Hmm, kurang tau gw. hehehe
di posting blogger lain juga disebutkan kalau tukang sewa senter memaksa pengunjung untuk menyewa senternya
ikut ng'share y
hehehee
Posting Komentar