Well, ada yang menyuruh saya posting cerita tentang tsunami tahun 2004 lalu. Saat itu, saya memang masih jadi murid sekolah ingusan yang akan menghadapi ujian semester. Memang sebelumnya saya sama sekali tidak pernah menuliskan catatan kejadian ketika tsunami melanda. Setelah saya ngubek-ngubek email yang pernah saya kirimkan kepada teman saya Galuh pada tanggal 18 Januari 2005, saya berasa bersyukur bahwa saya pernah menuliskannya. Mungkin agak berantakan tulisannya karena ini ditulis tahun 2005, tapi saya akan mempostingnya disini.
Gal, aku benar-benar nggak nyangka banget tsunami. Siaapaa coba yang
kepikiran kalo tsunami 'tu bakalan datang ke Aceh, trus syerremm
buangget!!! Nih, aku ceritain kronologi ceritanya.
Kira-kira jam 8-an pagi, aku bersama
keluargaku yang di Banda Aceh baru selesai sarapan. Kebetulan waktu itu ada Yuni (adik perempuan saya)
di rumah. Karena libur natal tanggal 25 Desember, dia nginap dirumahku. Trus, aku 'kan lagi minum
obat, keluargaku yang lain masih duduk di meja makan, dan Yuni di wc.
Tiba-tiba Gal, gempa. Kuattt bangeeet. Keluargaku lari langsung keluar. Aku
tetap di dalam nungguin Yuni. Yang lain udah pada teriak-teriak gitu.
Sepupu-sepupuku sampe marah karena aku nggak keluar-keluar juga dari rumah. Aku nggak mungkin ninggalin Yuni. Tapi karena goncangannya terlalu hebat, akhirnya aku keluar.
Rupanya kakak sepupuku bersama anaknya juga belum keluar. Aku malah disuruh
panggil mereka didalam. Waktu aku nungguin Yuni, aku berdiri di pagar. Gila banget Gal, tanahnya miring kiri dan kanan.
Aku pegangan di pagar kuat-kuat. Mobil di garasi terlihat turun-naik. Baru setelah itu Yuni keluar. Sepupu-sepupuku sudah berada di luar pagar semua. Mereka suruh aku gabung sama mereka. Semua
tetangga juga sudah pada keluar dan duduk di jalan. Aku udah jongkok, tapi saking miringnya tanah, aku sampai jatuh terlentang ke tanah. Kuat baaaangggeettt
gempanya.. Pohon-pohon aja terlihat seperti mau lepas dari
tanah. Seperti lagi lompat-lompat pohonnya.
Sekitar 10 menit kemudian, gempanya reda. Sepupuku mengeluarkan mobil dari garasi
karena takut kalau ntar rumahnya roboh kena mobil. Rumahku Alhamdulillah nggak ada retak sama sekali. Hp mendadak nggak ada signal. Aku bingung bagaimana caranya menelepon Mama. Sepupuku yang
lain datang ke rumah karena kemarin ada pinjam motorku berhubung dirumahnya
ada acara. Dia bilang, kalo Pante Pirak (Supermarket paling besar di Banda Aceh) sudah hancur rata dengan tanah. Gila...., 'kan nggak kebanyang banget
tu?! Supermarket itu tiga lantai dan rata dengan tanah. Sepupuku yang lain pada pergi melihat Pante Pirak. Mereka pake mobil dan motor. Jadi, dirumah tinggal aku, Yuni, Kak Ijah (sepupuku), dan Mami (kakaknya mamaku). Kami berempat lagi sibuk-sibuk
ambil hp dan mencari signal.
Sekitar jam setengah 9-an, semua orang pada lari-larian. Aku nggak
tau kenapa. Tiba-tiba tetanggaku teriak kalo air laut naik. Aku heran dengan kata-kata "air laut naik". Aku langsung
panik, seingatku gelombang air laut itu 'tsunami'. Tapi, aku nggak
kepikiran kalo tsunami itu bakalan naik ke daratan. Aku takut juga. Aku
langsung bilang sama Mami kalo sebaiknya kita masuk dan ambil barang-barang yang
perlu dulu. Aku ambil hp, dompet, dan obat asma. Yuni sempat ganti celana
panjang. Trus aku sempat nungguin Mami pakai celana panjang juga.
Tadinya Mami cuma pake jubah. Waktu keluar ke garasi, aku liat Kak Ijah
udah naik mobil dan pergi. Aku teriak bilang, "Mami cepet ada tsunami!!" Mamiku
malah nggak tau lagi apa itu tsunami. Beliau malah nggak mau langsung
lari. Mami malah tutup pintu pagar dulu dan mengunci pintu garasi.
Tiba-tiba waktu aku nungguin Mami menutup pintu pagar, ada suara
ombak. BRUUUZZZ!! Mungkin, suaranya persis sama seperti ombak tinggi menghajar batu karang. Aku panik dan teriak, "SUARA APA ITU?" Aku langsung shock ketika menoleh ke belakang. Dari belakang rumah tetanggaku ada ombak tinggi, hitam, bawa pohon, seng,
kayu-kayu, dan tingginya mencapai 5-6 meter... Aku langsung teriak, "YUNI CEPATTT!!!"
Aku lari ke ujung lorong rumahku. Aku juga melihat anjing udah
lari, tapi masih lebih cepat aku lari. Aku takut melihat hewan panik. Seperti
mau kiamat. Yuni masi nungguin Mami. Aku udah teriak, "YUNI CEPAT!!!"
karena dari segala arah air datang. Air ombak itu kemudian jatuh dan pecah kejalan mendorong mobil-mobil yang terparkir. Aku langsung menyebrang jalan. Kakiku sudah
kesiram air bah sedikit.
Di jalan waktu aku lari, airnya semata kaki. Berselang beberapa detik sewaktu Yuni lari, air sudah mencapai lutut tingginya dengan arus sangat deras. Mami nggak sanggup lari lagi. Aku sudah sangat takut. Aku
suruh Yuni untuk berusaha lari terus. Waktu aku liat kerumahku, air turun seperti air
terjun hitam menghajar rumahku... Serem banget! Aku kira aku nggak akan hidup lagi waktu itu. Tawakkal
sama Allah, aku terus berlari. Waktu aku liat kebelakang, Yuni masi
ketinggalan dan pas dibelakangnya air hitam mengejar sangat kencang. Pikiranku kacau karena takut adikku tidak selamat. Aku balik untuk menggandeng Yuni. Aku nggak
mungkin 'ninggalin Yuni. Aku nggak mau adikku hilang. Walaupun saat aku berbalik menggandeng Yuni, aku merasa tidak akan selamat lagi. Seolah-olah aku menghajar ombak. Di otakku sempat terpikir, lebih baik mati bersama, atau Yuni yang hidup. Aku tidak sanggup cerita ke Papa dan Mama kalau Yuni terlepas dan hilang dibawa ombak.
Air sudah semakin tinggi dan Mami nggak keliatan lagi. Aku lari masuk kedalam
kampung seraya menggandeng Yuni erat. Kami nggak lari di jalan lurus, tapi belok kiri-kanan. Kalau
lari dijalan yang lurus, airnya nggak ada penghalang. Kami bisa
kegulung. Aku dan Yuni lari sprint (lari tercepat). Kita nggak bisa
lambat-lambat. Air mengejar terlalu kencang. Sampai di jalan besar, udah keluar
kampung, kami duduk sebentar. Capek! Ada orang yang bilang kalau di daerah
Peunayong (pasar), kapal boat penangkap ikan lompat ke jalan. Pikirkan bagaimana kencangnya air waktu itu. Aku pusing. Otakku kacau. Yuni malah nangis
kepikiran Mami.
Tiba-tiba Bang Oya (sepupuku, anaknya Mami) bersama istri dan anaknya datang. Mereka tanya aku ngapain disini. Kujawab kalo ada tsunami dan Mami ketinggalan. Bang Oya langsung pucat. Kak Nova (istri Bang Oya) juga hampir nangis. Aku bingung mendeskripsikan airnya pada mereka, pokoknya ombak hitam tinggi, lebih tinggi dari rumah kita menyapu seluruh yang dilewatinya. Lagi panik-paniknya Bang Oya, air malah sampai ke jalan. Tapi masih belum tinggi. Bang Oya menyuruhku dan Yuni untuk lari duluan. Oh iya, aku lari nggak pakai sendal, pakai baju dan celana pendek karena waktu itu hari minggu dan aku belom mandi. Males juga kemana-mana. Sukses membuat kaki lecet terkena pecahan kaca dan batu kerikil. Tapi saat itu, aku tidak peduli.
Tiba-tiba Bang Oya (sepupuku, anaknya Mami) bersama istri dan anaknya datang. Mereka tanya aku ngapain disini. Kujawab kalo ada tsunami dan Mami ketinggalan. Bang Oya langsung pucat. Kak Nova (istri Bang Oya) juga hampir nangis. Aku bingung mendeskripsikan airnya pada mereka, pokoknya ombak hitam tinggi, lebih tinggi dari rumah kita menyapu seluruh yang dilewatinya. Lagi panik-paniknya Bang Oya, air malah sampai ke jalan. Tapi masih belum tinggi. Bang Oya menyuruhku dan Yuni untuk lari duluan. Oh iya, aku lari nggak pakai sendal, pakai baju dan celana pendek karena waktu itu hari minggu dan aku belom mandi. Males juga kemana-mana. Sukses membuat kaki lecet terkena pecahan kaca dan batu kerikil. Tapi saat itu, aku tidak peduli.
Aku lari lagi masuk kampung berikutnya. Jauhhh banget sampai
akhirnya aku sampai di jembatan. Aku melihat ke sungai. Banyak sekali orang hanyut,
sampah-sampah, snack-snack gitu... Aku dan Yuni berdiri di atas jembatan. Sempat terdengar tadi orang sekitar bilang kalau air sungai meluap. Aku kira, bertemu dengan sungai adalah hal buruk. Ternyata sungai ini tidak meluap. Alhamdulillah. Tiba-tiba gempa
lagi. Aku takut jembatannya hancur. Jadi, aku lari lagi. Sampai di
simpang Surabaya (nama pertigaan di dekat jembatan), aku memang sudah tidak sanggup lari lagi. Napasku sesak. Aku lari sekitar 3 KM. Jauh nggak?? Nggak pakai sendal lagi.
Baru beberapa menit aku duduk, orang-orang lari seperti ada kerusuhan. Mungkin itu adalah pengalaman paling mengerikan seumur hidupku. Kata mereka, air laut naik lagi. Itu kalo nggak salah tsunami yang ke 2. Kan tsunaminya ada 2 kali. Aku benar-benar nggak sanggup lari lagi. Akhirnya, Yuni yang papah aku lari. Saat itu jembatan yang kami lintasi mulai retak, karena diguncang gempa susulan terus-menerus. Bahkan retakannya mengejar kami yang sedang berlari. Kebayang betapa ngerinya, seperti film-film Hollywood yang pernah aku tonton di tv. Untung aja Bang Oya lewat pakai mobil dan kami dibawa ke arah bandara (ke tempat yang lebih tinggi). Rasanya haus, gemetaran, lapar, capek, bercampur aduk jadi satu. Mana nggak ada yang jualan makanan lagi.
Baru beberapa menit aku duduk, orang-orang lari seperti ada kerusuhan. Mungkin itu adalah pengalaman paling mengerikan seumur hidupku. Kata mereka, air laut naik lagi. Itu kalo nggak salah tsunami yang ke 2. Kan tsunaminya ada 2 kali. Aku benar-benar nggak sanggup lari lagi. Akhirnya, Yuni yang papah aku lari. Saat itu jembatan yang kami lintasi mulai retak, karena diguncang gempa susulan terus-menerus. Bahkan retakannya mengejar kami yang sedang berlari. Kebayang betapa ngerinya, seperti film-film Hollywood yang pernah aku tonton di tv. Untung aja Bang Oya lewat pakai mobil dan kami dibawa ke arah bandara (ke tempat yang lebih tinggi). Rasanya haus, gemetaran, lapar, capek, bercampur aduk jadi satu. Mana nggak ada yang jualan makanan lagi.
Kira-kira 1 jam di Lambaro (nama kampung di arah ke Bandara), kami balik ke kota.
Bang Oya mau mencari Mami. Kami ketemu sama sepupu-sepupu yang lain. Udah ngumpul semua kami dirumah orang. Tapi mereka cemas karena Mami nggak ada. Mereka
semua anak dan
menantu Mami. Aku sampai takut dimarahi karena nggak berusaha menyelematkan Mami, tapi
untung aja mereka baik dan tidak menyalahkanku.
Kami mengungsi di mesjid di Leung Bata jam setengah 3 siang. Itu
jaraknya dari Simpang Surabaya 1 km. Kami jalan lagi. Bolak-balik kesana
karena mau liat keadaan ada sekitar 5 kali. Caaaapppeeekkk!!! Tapi mau bagaimana?? Terakhir, kami ke rumah sepupu. Dia bilang, Alhamdulillah Mami
selamat karena naik pohon. Gimana caranya??
Udah tau Mami baeik-baik aja, kami rencananya mau balik ke mesjid Leung
Bata. Baru setengah jalan, datang Bang Oya bersama Mami pakai mobil. Aku seneng
banget ketemu Mami. Semuanya kira mami udah nggak ada lagi. Udah banyak
mayat bergelimpangan di jalanan. Rasanya lututku gemetaran terus. Kami dibawa kerumah sepupu yang bernama Kak Titin. Kebetulan,
rumahnya baik-baik saja. Aku nginap disana. Mati lampu. Trus makanan cuma mie dan
telur. Tidak ada warung yang buka.
Lagi tidur malam, tiba-tiba gempa lagi. Kami lari keluar. Trus baru 2 jam tidur, gempa lagi. Kuat. Trus 1 jam lagi, gempa lagi. Aduh Gal, aku sampe mau muntah... Aku nggak enak makan dan tidur. Takut tiba-tiba ada air dan kami semua nggak sempat nyelamatin diri. Phuiiih...., besoknya, kami pindah tempat abangnya mamaku. Disana air sumurnya bersih. Kalo dirumah Kak Titin nggak terlalu bersih. Aku mandi. Kami 3 hari nggak sikat gigi. Ada abang sepupuku yang tinggal di Prada, dia hampir tidak diketemukan. Rupanya ada. Mama dan Papaku hari selasa datang menjemput. Hiks, aku nangis! Orangtuku juga nangis. Mereka takut juga aku nggak ada lagi.
Lagi tidur malam, tiba-tiba gempa lagi. Kami lari keluar. Trus baru 2 jam tidur, gempa lagi. Kuat. Trus 1 jam lagi, gempa lagi. Aduh Gal, aku sampe mau muntah... Aku nggak enak makan dan tidur. Takut tiba-tiba ada air dan kami semua nggak sempat nyelamatin diri. Phuiiih...., besoknya, kami pindah tempat abangnya mamaku. Disana air sumurnya bersih. Kalo dirumah Kak Titin nggak terlalu bersih. Aku mandi. Kami 3 hari nggak sikat gigi. Ada abang sepupuku yang tinggal di Prada, dia hampir tidak diketemukan. Rupanya ada. Mama dan Papaku hari selasa datang menjemput. Hiks, aku nangis! Orangtuku juga nangis. Mereka takut juga aku nggak ada lagi.
Udah ceritanya. Kaya'nya ini email yang paling panjang yang pernah
kukirim. Aku kirim ini duluan ya!! Takut nggak connect. Nanti sambung
lagi....
12 comments:
SubhanaAllah, sungguh dahsyat ya gelombang tsunami..
Hanya bisa berdoa semoga nggak ada lagi bencana seperti itu di bumi Indonesia.
subhanallah... serem yah...
sungguh beruntung orang-orang yang diselamatkan Allah pada saat itu
apa yg sebenarnya terjadi...
ada pergeseran zaman es lagikah..??
:P
semoga aceh diampuni kesalahannya jika memang membuat sang khalik marah....
:)
Astaghfirullah...
Peringatan Allah silih berganti, cerita yg jd refleksi diri sy pribadi, sesungguhnya bukan hanya aceh yg pendosa, indonesia pada umumnya mulai lari dari agama, solusinya hanya satu kembali ke agama, semoga pribadiku bisa semakin sadar akan ksalahan2 masa lalu. trims sharenya
aduh n geri ya . untung gak apa2 ya Meut...
dahsyatnya...alloh maha besar...
Astagfirullah..bacanya aja merinding aku, apalagi ada di posisi kamu mut..
semoga kita selalu dalam lindungan-Nya
Masih merinding bacanya :|
Bacanya merinding.. Pertama kalimya aku baca cerita dari orang yang merasakan langsung.. Dulu hanya dapet potongan-potongan berita dan kisah2 aja.. Ga pernah utuh...
Btw, salam kenal yaaa..
kantor imigrasi kelas 1 khusus surabaya
kepala kantoer imigrasi
no fax 0318531926
kanim_Surabaya@imigrasi.co.id
mhkrianan@yahoo.com
08121752427 ibu novi
wah serem kali ya tia. selama ini nggak ada yg cerita yg sedetil ini, rata2 gak mau ingat2 lagi. tia rumahnya didaerah mana?
daerah kp. keramat kak.. depan asrama polisi dkt MAN.
Posting Komentar