Mei 31, 2012

Klenteng Sam Poo Kong

Setelah dari Jalan Pendanaran, saya naik taksi ke tempat istimewa ini dengan ongkos 20rban. Saya lupa tepatnya berapa. Tidak begitu jauh juga mengingat taksi di Semarang tarif bawah adalah Rp. 4500. Pasti kalian bingung dengan namanya. Apaan sih kelenteng yang satu ini? Orang Indonesia keturunan Cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya berarsitektur Cina sehingga mirip sebuah kelenteng.  Jujur saja, pertama sampai kesini, saya takjub dan bingung. Saya berpikir, saya tuh sedang berada di Semarang atau di China yah? Gedungnyaaaaa, benar-benar membuat saya takjub. Oh iya, masuk kesini harus membayar tiket masuk Rp. 3000.
Pintu gerbang
Lapangan Parkir
Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang. Di wikipedia ditulis ada Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an". Cuma saya tidak menghampiri Gedung Batunya karena masuk kesana untuk sembahyang dan membayar Rp. 20.000. Kalian disini juga bisa menyewa kostum China untuk berfoto seharga Rp. 75.000. Jadi kan udah mantap bener suasana China-nya.
Tempat penyewaan kostum
Nggak tau ini gedung apa
Area sembahyang
Patung Laksamana Cheng Ho
Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Awalnya saya bingung lagi kenapa banyak patung-patung pemujaan, padahal laksamana cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.
Ada beduknya
Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut jawa ada seorang awak kapalnya yang sakit, ia memerintahkan membuang sauh. Kemudian ia merapat ke pantai utara semarang dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa selalu mangalami pendangkalan diakibatkan adanya sedimentasi sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.
Pintu gerbang belakang
Konon, setelah Zheng He meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawin dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang ditempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam.

Mei 30, 2012

Bandeng Juwana - Erlina

Setelah selesai jalan-jalan dari Watugong ke Lawang Sewu, kami memutuskan untuk istirahat dan makan. Huft, capek sekali rasanya jalan terus. Kaki sampai pegel. Sempat bertanya sama tour guide ketika di Lawang Sewu, makanan khas Semarang apaan ya? Katanya Nasi Mawut dan oleh-oleh Lumpia dan Bandeng di jalan Pandanaran. Kebetulan jalan itu dekat juga dengan Lawang Sewu, ya sudah, tinggal jalan kaki.
Tampak depan
Rada heran melihat jalan Pandanaran ini kiri-kanannya semuaaa oleh-oleh. Paling banyak Bandeng dan Lumpia. Wingko babat juga ada, tapi saya kurang suka rasanya. Setelah berjalan dan memilih-milih, akhirnya pilihan jatuh di pusat oleh-oleh dan tempat makan yang berada di Jalan Pandaran no. 57 (024 - 8311488), Bandeng Juwana.
Suasana dalam Cafe
Ketika masuk, tempatnya persis sama dengan pusat oleh-oleh kebanyakan. Kurang lebih sama dengan Kartika Sari atau Primarasa di Bandung, atau Bakpia 25 di Yogyakarta. Karena lapar dan diatas ada tersedia resto, kami langsung memutuskan untuk menyantap makan siang terlebih dahulu. Baru sadar kalau ternyata sudah jam 2 siang dimana waktu makan siang sudah lewat. Resto nya jadi sepi.

Karena khas bandeng dan lumpia, pesanan kami juga tidak jauh-jauh dari 2 makanan itu. Saya mencicipi:
Bandeng Pepes Lombok Ijo (Rp. 8000),
Bandeng Bumbu Bali (Rp. 7000),
dan Bandeng Penyet (Rp. 8000),
Nasi (Rp. 2500)
Sayur Asem (Rp. 3500)
Es Dawet (Rp. 4000)
Es Jeruk (Rp. 4000)
Es Teh (Rp. 2500)
Aqua Botol (Rp. 2000)
Lumpia (Rp. 9000/buah)
Lumpia Kepiting (Rp. 12.000) 
Es Dawet dan Es Jeruk
Makanan siap disantap
Saya senang lihat harganya, murah sekaliiii.  Saya makan ber-3 hanya dengan total Rp. 76.350. Itu udah 2 kali tambah minuman. Kalau masakan Bandeng, saya paling suka yang penyet. Sambal khas Jawa itu memang pedas-pedas gurih dan bikin nagih. Kalau yang bumbu Bali, sambalnya lebih berminyak, tapi rasanya sama-sama enak sekali. Untuk lumpia, hmm, berhubung saya nggak suka rebung, jadi saya no comment deh. Saya nggak ngerti rasanya, hehehe.  

Silahkan mampir kalau ke Semarang. Kalian bisa mendapatkan banyak pilihan oleh-oleh yang bisa dibawa pulang ke kampung halaman :D

Mei 28, 2012

Lawang Sewu

Puas berkeliling Vihara Watugong, agenda saya kali ini adalah berangkat menuju Lawang Sewu. Keluar dari gerbang Watugong, saya menyebrang jalan untuk menunggu bus ¾. Sebenarnya agak aneh kalau masyarakat disini bilang mini bus dengan bus ¾. Saya jadi penasaran apa ada nggak ya bus ½ atau ¼, hahahaha. Nah, kali ini saya bilang kepada kernetnya (kondektur) kalau saya mau ke Tugu Muda, saya berikan uang Rp. 10.000. Dia nanya, “berapa orang mbak?” saya jawab “2”, trus teman saya minta dibayarin, jadi saya bilang “3”. Saya takut duitnya kurang karena kemarin naek bus ini Rp. 5000 dalam jarak dekat. Ternyata dia mengembalikan Rp.1000 yang berarti perorang harganya Rp. 3000. Huft, kemarin saya dibohongin. Malah saya merasa Rp. 3000 itu terlalu murah untuk jarak dari Watugong ke Tugu Muda yang jauhnyaaaaaa.

Sampai di Tugu Muda, saya beristirahat di pinggir jalan sambil minum dulu. Capek juga berdiri di minibus yang gerah. Mana Semarang ini ya Subhanallah panas. Setelah duduk dan berleha-leha sejenak, saatnya saya masuk ke tempat paling bersejarah di Semarang ini.

Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein. Tiket masuk Rp. 10.000 perorang dan setiap rombongan harus di dampingi seorang guide dengan membayar Rp. 30.000. Jadi, sekalipun kalian datang ber-2 atau ber-20, kalian tetap harus membayar Rp. 30.000.
Tampak samping
Tampak dari atas

Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu, hanya sekitar 600 lebih. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Ratusan Pintu
Tempat unik untuk berfoto
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Kereta api
Lawang Sewu adalah salah satu bangunan bersejarah yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda, pada 27 Februari 1904. Awalnya bangunan tersebut didirikan untuk digunakan sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya kegiatan administrasi perkantoran NIS dilakukan di Stasiun Samarang NIS. Namun pertumbuhan jaringan perkeretaapian yang cukup pesat, dengan sendirinya membutuhkan penambahan jumlah personel teknis dan bagian administrasi yang tidak sedikit seiring dengan meningkatnya aktivitas perkantoran. Waluapun sebenarnya Lawang Sewu ini bukan sebuah museum kereta api seperti di Ambarawa.
Seluruh proses perancangan dilakukan di Negeri Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangi di Amsterdam tahun 1903. Kalian bisa merasakan udara sangat sejuk di dalam setiap ruangan meskipun tidak ada AC. Anginnya membuat suasananya jadi adem. Penjelasan tour guide mengatakan kalau bagian atap gedung berfungsi untuk menyerap panasnya matahari juga.
Bagian dalam atap
Kalau kalian ingin masuk ke ruang bawah tanah, kalian harus membayar Rp. 10.000 perorang. Katanya sih, banyak sekali hantu di dalam sana. Sampai-sampai, tour guide kami memotret setiap ruangan dulu, dan memastikan kalau preview di kamera tidak menunjukkan hal-hal aneh, baru dia jalan. Di dalam ruangan lembab, becek, yang mengharuskan kita menggunakan boots itu memang suasananya sangat angket. Ada ruang pemenggalan dan penjara di bawah sana. Huft, serem yah.
Ruang bawah tanah

Mei 27, 2012

Vihara Buddhagaya Watugong

Akhirnya saya memutuskan untuk jalan-jalan di kota Semarang. Kalian tau, saya membawa buku catatan tempat rekreasi di Semarang. Memang sih tidak mungkin mengunjungi semua satu-persatu. Tapi setidaknya saya bisa berkeliling kota dengan puas.

Saya menunggu bus di Jalan Semarang – Solo ketika berada di Salatiga. Akhirnya lewatlah bus yang semalam saya naiki dari Semarang ke Salatiga. Saya sudah mengeluarkan uang 60rb untuk bertiga. Ternyata saya ketika saya berikan 50rb, dikembalikan 20rb. Saya tanya, “berapa ongkosnya?” “10rb mbak”. Wah, semalem saya dibohongin 2x lipat. Huft! Ya sudahlah, nggak dibo’ongin ya nggak belajar. Saya bilang sama kondekturnya untuk berhenti di Watugong (sesuai dengan referensi yang saya baca). Ternyata pas banget saya berhentinya di depan plang bertuliskan Viharanya  persis di depan Makodam IV/Diponegoro Semarang.
Tulisan di pinggi jalan
Nah, hasil googling saya, Watugong adalah nama sebuah kawasan di tepi Selatan Kota Semarang. Namanya seunik ikon kawasan ini, yaitu sebuah batu berbentuk gong. Itulah sebabnya masyarakat setempat saat membina jalan raya di kawasan ini menyebutnya “watugong” atau batu seperti gong. Jujur aja, saya saya sama sekali nggak tau asal nama ini sendiri dari mana.

Vihara ini sempat terlantar selama kurang lebih 8 tahun namun sekarang bangkit kembali di bawah binaan Sangha Theravada Indonesia. Keindahan menara vihara ditambah keunikan ornamen dan eksterior bangunannya telah menarik banyak para pelancong maupun peziarah untuk mendatanginya, termasuk saya. Pertama datang kemari itu berasa seperti sedang berada di China ketika melihat menara pagodanya. Keren sekali. Rencananya di vihara ini nantinya akan dibangun Buddha rupang setinggi 36 meter yang terbuat dari perunggu. Udah ada plang lokasi pembangunannya.
Pagoda tertinggi di Indonesia
Ketenaran nama Watugong tidak hanya terbatas di sebuah batu yang sekarang masih ada dan dilindungi. Watugong selalunya dikaitkan dengan nama vihara Avalokitesvara di kawasan Vihara Buddhagaya yang berdiri tak jauh dari bukti fisik Watugong. Vihara ini tinggi menjulang 7 tingkat  dan diresmikan tahun 2006. Seorang donatur pengikut Buddha bernama Po Sun Kok memprakarsai pembangunan vihara setinggi 45 meter ini dari yang asalnya sebuah vihara kecil. Karena ketinggiannya, Museum MURI menetapkan vihara ini sebagai vihara tertinggi di Indonesia.

Didalam pagoda
Istimewanya, beberapa bahan vihara sengaja didatangkan dari Cina, seperti railing tangga batu, tiang batu yang berjumlah dua dengan ukiran menawan, serta genting pun diimport dari Cina. Sisanya didatangkan dari sumber tempatan. Tahun 1955 YM Bhante Narada dan Bhante Ashin meresmikan vihara ini.


Bangunan vihara ini berbentuk segi delapan dengan tingkat 2 hingga 6 menampilkan patung Dewi Kwan Im, dewi welas asih, yang dipuja di vihara ini. Hanya saja di vihara ini tidak terdapat anak tangga untuk menuju ke puncak vihara. Dewi Kwan Im ditempatkan menghadap 4 penjuru mata angin guna memancarkan kasih sayangnya ke segala sudut arah mata angin. Dimaksudkan, agar Dewi yang selalu menebarkan cinta kasih tersebut bisa menjaga Kota Semarang dari segala arah. Selain itu sedikitnya ada 20 patung Kwan Im dipasang di sini. Saya hanya mengambil foto-foto narsis disini. Oh iya, Vihara Buddhagaya Watugong merupakan vihara pertama di Indonesia setelah keruntuhan kerajaan Majapahit.
Kura-kura lucu
Di tingkat teratas, patung Amitaba, guru besar para dewa dan manusia ditempatkan sebagai simbol bahwa ditingkat ke-7, kesucian tercapai. Di puncak vihara terdapat stupa yang menyimpan butir-butir mutiara yang keluar dari Sang Buddha.
Patung buddha di dalam pagoda
Bangunan lainnya yang tak kalah penting ialah Gedung Vihara Avalokitesvara atau Dharmasala. Ruangan besar dengan patung Buddha di dalamnya yang digunakan untuk memaparkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Dharma. Tempat ini sudah berdiri sejak 1955 dan nilai pentingnya ialah bahwa disinilah pertama kali semua persatuan Buddhisme dihimpunkan.
Gedung Vihara Avalokitesvara
Patung buddha di dalam Gedung Vihara Avalokitesvara
Seorang biksu bernama Naradha dari Srilanka datang tahun 1955 ke tempat ini membawa dua bibit pohon Bodhi dimana Buddha mendapatkan pencerahan saat duduk di bawahnya. Pohon tersebut ditanam di Watugong dekat vihara dan tumbuh subur. Di bawah pohon ini, akan didapatkan patung Buddha duduk dalam posisi mudra. Satu pohon lagi ditanam di dekat Candi Borobudur tetapi sudah hilangkan karena dianggap merusak bangunan candi. Saya ada berfoto juga dibawah pohon ini. Ada hal unik, saya melihat aqua gelas di dunia budha. Teman saya mengambilnya, lalu menaruhnya lagi karena takut aquanya itu merupakan sesaji untuk budha. Tapi iseng banget juga yah ada orang menaruh aqua disitu.
Pohonnya
Salah satu peninggalan vihara tua di Watugong ialah patung Buddha tidur di bawah pohon Sala. Sejarah mencatat bahwa Sang Buddha dilahirkan di bawah pohon Sala, dan begitu pun saat meninggalnya, Buddha menghembuskan nafas terakhir di antara dua pohon Sala. Pohon ini harum bunganya menyebar sesaat berada di dekatnya.  Selain itu, dikenal juga dari buahnya yang jatuh ke tanah dan terbelah akan mengeluarkan bau tak sedap. Nampak ada nilai filosofi yang terkandung dari pohon ini.
Buddha lagi bobo'
Lingkungan sekitar vihara ditata apik dan asri dengan banyaknya pepohonan ditanam sehingga membuat suasana rindang untuk Anda beristirahat atau bersantai. Ada juga rumah-rumah kecil disekitar vihara yang mungkin untuk ditinggali para biksu. Semua ruangan dan bangunannya terawat. WCnya juga sangat bersih. Saya jadi betah berlama-lama disini karena angin semilir dan membuat ngantuk.
Rumah-rumah kecil
Tempat nyantaiiii

Mei 25, 2012

Dari Karimun Jawa ke Salatiga

Terbangun pagi-pagi dan menikmati sarapan. Tour guide bilang, kapal akan berangkat jam 8 pagi dan kami akan dijemput ke homestay antara jam 6-7. Sempat kecewa karena nggak bisa mengambil foto Sunrise karena harus beres-beres untuk pulang. Katanya jam 6 pagi bakalan di jemput, ternyata baru jam 7. Seandainya beneran di bilang dari awal jam 7 dijemputnya, kami masih bisa pergi sebentar ke Nirwana untuk mengambil foto Sunrise. Sempat berfoto dulu dengan keluarga tempat kami homestay sebagai kenang-kenangan. Semoga suatu saat nanti bisa berlibur kesini lagi, amin.
Bersama keluarga homestay
Kami menuju dermaga dengan mengendarai mobil bak terbuka yang sama. Duduk dibelakang dengan penumpang yang lain. Ketika sampai di dermaga, mas tour guide membagi-bagikan tiket VIP dan kami langsung masuk kapal.  Kenapa tidak menggunakan kapal cepat? Karena jadwal kapal cepat tidak ada di hari Selasa minggu kedua setiap bulannya. Tapi tenang, kami tetep mengambil foto di depan kapal karena kapalnya berbeda dengan ketika berangkat. Lihatlah wajah kami yang gosong, hahaha.
Depan kapal KMP Muria
Kelas VIP
Ternyata fasilitas dalam ruangan VIP emang enak banget. AC-nya dingin, kursinya empuk, ada LCD TV supaya kita bisa nonton. Maklumlah perjalanan 6 jam harus nyaman. Teringat dulu pas perjalanan ke Pulau Tidung, pas perginya saya hampir muntah. Pas pulangnya karena tidur selonjoran, makanya nggak muntah. Kerjaan saya ketika perjalanan pulang adalah tidur, nonton, tidur lagi, nonton lagi. Nggak terasa, patung penyu raksasa yang menandakan Pantai Kartini terlihat. Sampai juga akhirnya di Jepara.
Penyu raksasa
Dari dermaga menuju terminal, saya menaiki becak dengan harga Rp. 10.000 untuk berdua. Sampai di terminal, saya makan Soto kudus dulu dengan harga Rp. 5000 dan minum es jeruk Rp. 2000. Subhanallah murah sekali. Saya juga makan bakso malang dengan harga Rp. 5000. Kenapa semua makanan disini goceng ya?
Soto Kudus Goceng
Kami menaiki minibus menuju Semarang. Inilah nggak enaknya naik angkutan umum. Selain selalu berputar-putar dulu mencari penumpang, sudah penuh penumpang juga masih di desak agar muatannya lebih banyak. Bayarannya Rp. 11.000 lagi. Ini pasti ditipuin deh bayaran segitu. Saya naik minibus dari Jepara jam 15:30. Seharusnya jam 18.00 itu sudah sampai Terminal Terboyo. Tapi ini masih belum sampai juga. Malah kami disuruh ganti mobil di sebuah terminal yang membuat kami harus bayar lagi Rp. 5000 sampai ke terminal Terboyo (padahal udah dekat). Teman saya udah khawatir ketinggalan pesawat jam 20.10. Kalau saya sih melanjutkan perjalanan lagi ke Salatiga untuk menginap di rumah best friend saya dan melanjutkan liburan. Enaknya naik angkutan umum mungkin bisa sekalian berkeliling kota. Saya bisa berkeliling Demak sampai alun-alunnya, Welahan, dan kota-kota sepanjang jalan menuju Semarang.
Saya menaiki bus tulisan PO - Ismo yang AC jurusan Semarang - Solo menuju Salatiga dengan ongkos Rp. 20.000. Saya kira ongkosnya murah karena saya dapat bus AC. Ternyata, setelah lama saya berada di Salatiga dan bolak-balik Semarang - Solo, saya baru tau kalau tarifnya nggak segitu. Huft! Kota Salatiga itu berada diantara kota Semarang dan Solo, tepatnya terletak 49 km sebelah selatan Kota Semarang atau 52 km sebelah utara Kota Solo. Nah, hal unik dari kota ini adalah udaranya dingin. Saya baru tau kalau Salatiga ini seperti kota Bandung dinginnya.

Sesampai di rumah teman, saya langsung beristirahat. Awalnya sih ingin tidur cepat. Ternyata, ketemu teman lama itu membuat saya harus tidur jam 2.30 pagi. Wah, wah, wah!
Hmm, ada beberapa blogger meminta rincian dana yang dikeluarkan ketika ke Karimun Jawa. Berikut penjelasannya :
  • Saya menggunakan tour Sukawisata yang memang nggak ada rincian harganya. Cuma ada paket ini termasuk penginapan, snorkeling, dll. Bisa kalian buka websitenya. Karena harga sebenarnya adalah Rp. 495.000 dengan menggunakan kapal KMP Muria kelas ekonomi Pulang - Pergi, saya meng-upgrade paketnya dengan kapal ekpress bahari untuk Pergi dan KMP Muria kelas VIP untuk pulang karena jadwal kapal cepat tidak ada di hari Selasa minggu kedua setiap bulannya (saya ingatkan lagi). Jadi total yang harus saya bayar ke sukawisata.com adalah Rp. 665.000/orang dimana dalam 1 rombongan saya ada 5 orang.
  • Perjalanan dari Jakarta - Semarang menggunakan Airasia Rp. 159.000 + airport tax Rp. 40.000, sehingga totalnya Rp. 199.000.
  • Perjalanan dari Semarang ke Jepara Rp. 90.000 karena saya menggunakan taksi bandara. Untuk lebih jelasnya, silahkan baca Perjalanan Menuju Karimun Jawa 
  •  Jajan dan beli oleh-oleh mungkin sekitar Rp. 200rban. Ini optional sih. 
  •  Naik banana boat Rp. 60.000 (optional).
  •  Naik becak ke terminal Rp. 10.000 (Bisa bagi 2 atau 3). 
  •  Jajan makan siang Rp. 12.000. 
  •  Naik minibus ke terminal Terboyo Rp. 16.000 (ini kalau nggak dibohongin bisa lebih murah). 
  •  Taksi dari terminal - bandara Rp. 50.000. 
  •  Tiket pesawat balik ke Jakarta (kalian tidak bisa menggunakan Airasia, karena harus menggunakan pesawat malam dan Airasia cuma sampai siang) Rp. 361.000 (Lion Air) + airport tax Rp. 30.000.
  • Total kotor Rp. 1.693.000.
Tips dari saya:
  • Kalian bisa naik bus dari Jakarta sampai ke terminal Jepara begitu pula sebaliknya. Ini bisa menghemat sampai ratusan ribu, tapi tidak menghemat waktu.
  • Kalian bisa mengirit di pembelian oleh-oleh dan jajan di Karimun Jawa.
  • Kalau kalian kuat terombang-ambing selama 6 jam, silahkan menggunakan kapal KMP Muria kelas ekonomi pulang pergi. Hal ini bisa membuat kalian hemat sampai Rp. 170.000
  • Kalau kalian mau, sewa penginapan di Semarang yang murah, lalu berangkat besok ke Jakarta dengan menggunakan pesawat AirAsia yang harganya bisa Rp. 160.000 juga.
  • Kalau tetap mau melakukan trip seperti saya, supaya uang 1.7 juta nggak terlalu kelihatan habisnya, kalian bisa beli tiket pesawat 2 bulan sebelumnya, membayar DP paket wisata sebulan sebelumnya, sehingga sisa uang yang kita bawa tidak perlu terlalu banyak.
Ini baru perjalanan ke Karimun Jawa saja. Ikuti terus perjalanan saya yang masih panjang. Jangan lupa membaca postingan saya sebelum ini atau bisa klik di Label Karimun Jawa untuk lebih jelasnya.

Follow me

My Trip