Sudah masuk bulan ber...ber...ber... nih. Siap-siap hujan akan datang ke seluruh Indonesia. Alhamdulillah hujan. Teringat kemarin sewaktu Idul Fitri, sumur di kampung dan sawah jadi kering karena kemarau. Hawa panas terik lagi. Sekarang sudah sangat bersahabat. Dingin dan lembab.
Ngomong-ngomong soal hujan, saya jadi ingin menulis. Well, hampir semua novel saya tulis ketika sedang hujan. Tampaknya, melihat banyak serbuan air membasahi bumi itu sesuatu yang indah. Apalagi, ketika dulu rumah saya di komplek PT PIM Lhokseumawe, saya memiliki halaman luas yang ditanami berbagai macam bunga. Suasana setelah hujan adalah PERFECT. Melihat tetesan air turun dari kelopak bunga ke daun yang berada di bawahnya. Ahh, saya sangat merindukan suasana seperti itu. Romantis.
Bagaimana kalau di Jakarta? Mungkin dulu ketika di kantor lama saya selalu pulang jalan kaki dan tidak terlalu peduli dengan hujan. Sederas-derasnya hujan, saya tinggal pakai payung dan menerjang genangan air dengan sepatu crocs macan kesayangan saya. Paling lambat 15 menit pasti sudah sampai ke kosan tercinta. Kalau sekarang saya harus melihat berbagai macam pemandangan orang berteduh. Saya juga harus berlomba-lomba dengan rintik hujan untuk menyetop taksi.
Pernah suatu kali saya pulang setelah magrib. Ketika keluar kantor, hujan mulai rintik-rintik dan saya berlari menaiki jembatan penyebrangan yang tinggi, teruuus berlari sampai ke seberang jalan. Alhamdulillah saya cepat dapat taksi dan saya tidak basah. Tapi ngos-ngosan banget deh. Pas sekali ketika saya sudah di dalam taksi, hujan datang dengan derasnya. Jalanan otomatis jadi macet. Sebenarnya saya tidak terlalu bermasalah dengan jalanan yang macet karena daerah Slipi walaupun macet pasti gerak, nggak akan macet total. Cuma saya jadi melihat pemandangan banyak orang terutama pengendara motor berteduh di bawah jalan layang atau jembatan penyebrangan, warung-warung pinggir jalan, dibawah pohon, walaupun tetap aja kena tempias hujan. Saya juga melihat orang berteduh di jembatan busway dimana tempatnya sempit dan orang masih banyak yang berlalu-lalang disana. Termasuk para polisi lalu lintas dengan jas hujan tetap mengatur lalu lintas agar tidak terlalu macet.
Saya hanya duduk diam di dalam taksi, menyaksikan semua hal itu. Somehow saya bersyukur dalam keadaan kering, nyaman, duduk dan berharap tiba di kosan dengan selamat. Ini mungkin sepele, tapi semua kenikmatan yang Allah berikan adalah hal yang patut disyukuri. Bahkan Allah mengulangnya hingga 31 kali dalam Al-Quran :
![]() |
Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan? |
11 comments:
Jadi membayangkan perjalanan saya pulang pergi Cibubur- Kuningan untuk beberapa bulan ke depan. Kudu beli boots anti air nih :)
saya di bogor, memang secara naluri harus siap payung di tas.
alhamdulillaah, pasti Allah menetapkan rejeki ini dengan adil dan bermanfaat.
ikut menyimak gan
thanks gan informasinya
keren artikelnya
sedia payung sebelum hujan :)
gw juga pernah merasa gitu mut, duduk di dalam taksi dalam kemacetan bersukur kalo tetat kering sementara pejalan kaki basah kuyup & pengendara motor berteduh di bawah jembatan dan bersyuku. tapi abis itu misuh2 abis bayar argo taksi yg jd mahal gara2 kena macet bwahahaa...
kunjungan sore gan
sip deh gan
ikut menyimak artikelnya sob.. sukses terus yah..
makasih banyak atas semua info nya ,,,,,
Posting Komentar