Februari 25, 2013

Hardest Time

Udah 2 malam ini rasanya hati hancur berkeping-keping. Seolah-olah dunia berhenti berputar dan malah berjalan mundur. Teringat banyak hal tentang dia, dari awal sampai akhir. Menjadi teman yang selalu ada dalam suka dan duka, sehat dan sakit. Teman curhat, teman jalan-jalan, teman hunting kuliner, bahkan lebih dari itu. Dia bisa menjadi pengganti saudara kandung yang jauh disana. Dia lebih mengerti saya dalam banyak hal, bahkan lebih dari diri saya sendiri.

Mama bilang kalau berada dalam kesulitan itu lebih baik membaca surat Alam Nasyrah. Selepas saya menelepon Mama dan keluar dari kamar kosan, terdengar sayup-sayup suara imam mesjid yang sedang melaksanakan shalat Isya juga membaca Alam Nasyrah dengan sangat indah. Jadi berurai lagi air mata. Masih mengharapkan jalan keluar untuk masalah ini. Bahkan di Mozaik Islam Trans7 aja diceritakan bagaimana seorang muslim seharusnya dalam menghadapi kesedihan. Seolah-olah seluruh alam ikut menghibur saya.
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu, Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.(QS : Alam Nasyrah)
Ya Allah, seandainya dia adalah jodohku, maka mudahkanlah urusan ini. Kalau dia bukan jodohku, maka jodohkanlah kami. Kalau dia bukan yang terbaik, maka buatlah dia jadi yang terbaik. Walaupun rada maksa, ini mungkin adalah doa yang saya panjatkan tiap malam sekarang. Bukankah yang telah dipersatukan oleh Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia? Siapa yang salah sekarang?

Februari 20, 2013

Dieng Part 5 : Telaga Warna dan Mie Ongklok

Akhirnya, ini adalah postingan terakhir tentang Dataran Tinggi Dieng. Setelah menonton video tentang Dieng di Dieng Theatre, kami melanjutkan perjalanan ke Telaga Warna. Jarak antara Talaga dan Theatre tidak terlalu jauh. Padahal saya baru berencana untuk tidur lagi di mikrobus, eh belum lama jalan langsung turun lagi.
Telaga warna
Sebenarnya agak kurang bagus pergi ke Telaga ini musim hujan. Yang membuat telaga ini jadi berwarna-warni adalah pembiasan cahaya matahari. Ketika saya kesana, warna Telaganya hanya hijau tua, hijau muda, dan putih. Walaupun saya tidak yakin kalau warna telaga ini seperti itu, tapi cukup sangat indah. Saya jadi merasa di luar negri, apalagi suasana dingin-dingin seperti ini.
Dari samping
Dari bawah pohon
Oh ya, sebenarnya objek wisata Telaga Warna bukan satu-satunya tempat yang bisa kalian datangi disini. Ada beberapa objek lain termasuk goa. Karena waktu sangat singkat, jadinya teman-teman saya hanya mencoba bermain flying fox disini. Harganya sekitar 15rb - 20rb. Tracknya juga sangat pendek tapi lumayan uji nyali karena kalau sempat talinya putus, waahhh jatuh ke Telaga.
Flying fox
Setelah dari Telaga Warna, saya harus mengucapkan selamat tinggal pada Dieng. Ntah kapan bakalan kesini lagi tapi saya ingin main dan beristirahat sekali-kali disini. Selain karena super duper asri, tapi memang sangat nyaman. Oh ya, saya tidak bertemu Dodi (Domba Dieng). Katanya Domba disini seperti domba di Eropa bentuknya. Huff, penasarannnnn.... Kami kembali ke Wonosobo dengan mengendarai mikrobus. Kali ini saya tidur dengan pulas.

Perasaan baru 5 menit tidur, eh sampailah kami ke warung mie ongklok. Saya merasa kepanasan karena memakai jaket berlapis-lapis. Terpaksa langsung membuka jaket, sarung tangan, dan kaos kaki, baru melangkah ke warung mie. Nah, buat yang nggak tau mie ongklok, mie ini adalah salah satu makanan yang sangat enak menurut saya. Kuahnya seperti dicampur ebi, bumbunya mantep, porsinya banyak. Mienya kenyal dan lembut. Harganya cuma Rp. 5000. OMG! Saya beli sate sekalian untuk menemani mie. Kalau ditambah sate, totalnya hanya Rp. 12,500. Seandainya ada mie seenak ini di Jakarta dengan harga semurah ini. Saya pasti mampir setiap saat.
Mie Ongklok dan Sate
Perjalanan menuju Jakarta pun dimulai. Estimasi saya, kita semua tiba di Jakarta jam 3 pagi hari senin. Soalnya setiap berhenti untuk istirahat sekitar 30-60 menit. Lama banget. Sempat mampir di rest area (lupa daerahnya) dan membeli banyak oleh-oleh cemilan khas. Selama di bus saya tiduuur dengan pulas. Tiba-tiba saja udah waktunya makan malam. Dan benar saja, kita tiba di Plaza Semanggi jam 3 pagi. Huft, kebayang deh, masuk kerja jam 9. Remuk redam deh badan ini.

Yang pasti, perjalanan kali ini sangat menyenangkan. Semakin banyak berjalan, semakin banyak pengalaman, dan semakin menyadari keindahaan alam ciptaan Allah. Subhanallah!! Buat kalian yang belum pernah ke Dieng, ayo kunjungi Dieng. Nggak akan nyesel deh. Semoga bermanfaat :)

Februari 10, 2013

Dieng Part 4 : Candi Arjuna dan Dieng Plateu Theatre

Setelah dari Puncak Sikunir dan nggak dapat sunrise (sedih), kami berkumpul lagi ke Pendopo untuk sarapan. Kali ini sarapannya nasi goreng enak dan harganya Rp. 10,000. Menunya nggak terlalu mewah, tapi pedasnya pas. Saya sangat menikmati sarapannya.

Awalnya saya kira Candi Arjuna itu jauh dari pendopo. Ternyata tetanggan sama pendopo. Saya kira harus tracking lagi (teringat borobudur dan candi ratu boko), eh sebelahan banget. Oh ya, kalau kalian mau beli oleh-oleh khas Dieng, di depan pendopo banyak penjual oleh-oleh. Kebanyakan menjual makanan home industri seperti keripik kerupuk jamur, kentang, dll. Kalau mau kupluk, baju, atau syal bertuliskan Dieng juga ada.

Komplek Candi Arjuna
Baiklah, acara dilanjutkan berfoto-foto sekitar Candi. Ada beberapa Candi yang diberi nama sesuai dengan dewa-dewa Hindu disini. Yang paling besar adalah Candi Shiwa. Candi yang lain ada juga yang besar, tapi besar disini jangan bandingkan dengan Prambanan dan Borobudur. Kalau candi di Dieng ini ukurannya 'besar', Prambanan dan Borobudur itu TerraBesar deh.
Tugu batu
Narsis dulu
Salah satu candi
Candi yang beda lagi
Setelah puas berfoto, perjalanan dilanjutkan ke Dieng Plateu Theater. Kalian bisa menikmati pemandangan yang Subhanallah indah dari atas halaman Theater. Nah, menurutu saya, theater ini adalah bioskop versi Dieng. Jangan berharap mau nonton film-film Hollywood disini. Yang ada hanyalah proyektor dan layar besar. Jangan takut kepanasan karena theaternya nggak pakai AC. Didalam ruangan sangat dingiiin, bahkan kursinya ikut dingin.
Tulisan di depan Dieng Plateu Theatre
Pemandangan indah
So, apa yang dipertontonkan didalamnya? Dieng Plateu Theater ini menyuguhkan tontonan tentang Dieng. Sejarahnya, objek wisata, candi, kawah, dll. Yang menakjubkan buat saya adalah salah satu kawah di Dieng mengandung gas CO2 yang apabila terhirup manusia, pasti akan mati. Pada tahun 1979, terjadi gempa hebat disusul dengan keluarnya lahar dan patahan-patahan kawah. Saat itu, dari patahan tersebut tersembur gas CO2. Yang salah adalah, para penduduk yang menyelamatkan diri malah berlari menuju semburan gas CO2 (mungkin mereka masih menganggap asap yang keluar adalah mengandung belerang seperti biasa). Oleh sebab itu, 140 jiwa tewas saat keajadian. Tontonan ini memang hanya 30 menit, tapi sangat bermanfaat untuk kita.
Tampak samping
Tampak depan
Oh ya, setelah acara usai, tour guide kita membawa Anak Rambut Gimbal. Buat yang belum tau, anak rambut gimbal ini khas ada di Dieng. Perlu ada ritual tertentu untuk menghilangkan rambut gimbal tersebut. Saya melihat dengan teliti tekstur rambut anak ini. Memang benar-benar kusut, ribet, unik, dan lengket semua. Masih takjub juga melihatnya. Seandainya ada ilmuwan yang meneliti. Soalnya saya rada nggak suka percaya ritual-ritual karena takut malah syirik. Tapi memang kalau rambut dipotong biasa tanpa ritual, tetap tumbuh lagi. Wallahu'alam.
Anak rambut gimbal
Setelah ini saya akan mampir di Telaga Warna dan makan Mie Ongklok. Mau tau kan serunya? Ikuti terus ya :)

Februari 05, 2013

Dieng Part 3 : Puncak Sikunir

Jam 2 lebih 20 menit pagi, tour guide langsung membangunkan kita semua. Sebenarnya sekitar jam 2 saya juga sudah terbangun karena terlalu dingin. Ngambil pashmina untuk nambahin selimut. Tapi ya nggak bisa tidur lagi karena udah pada berisik karena orang-orang bersiap-siap. Oh ya, ada kejadian unik. Ketika saya membereskan tas, tiba-tiba ada tikus yang ngumpet dibelakang tas. Ternyata semalem ada yg jatuh dari atap kata temen saya. Karena dia udah terlalu lelah, jadi dia nggak peduli lagi sama apa pun yang jatuh dari atap.

Sempat kejar-kejaran sama tikus yang akhirnya kabur keluar pintu melewati kaki tour guidenya (Josh). Si Josh kaget karena tiba-tiba ada yang melintas di kakinya (suasana pada saat itu, Josh suruh orang-orang bangun). Kami semua kembali menaiki mikrobus untuk menuju Puncak Sikunir. Mikrobus juga berhenti sebentar di mesjid untuk yang mau wudhu karena nanti shalat bisa diatas puncak gunung. Sensasi shalatnya pasti beda.
Puncak Sikunir
Setelah berjalan kurang lebih 30 menit, akhirnya sampai di parkiran Puncak Sikunir. Ketika turun dari mobil langsung berasa dinginnnn sampai ke tulang. Disarankan kalau udah disini jangan diem aja. Langsung bergerak atau jalan-jalan deh. Rombongan kita juga langsung mendaki. Puncak Sikunir kurang lebih jaraknya 500 m mendaki. Kalau orang biasa, dibutuhkan waktu 30 menit untuk sampai ke Puncak. Sedangkan penduduk setempat hanya 15 menit saja. Semakin dingin dan semakin tinggi membuat saya susah bernapas. Apalagi saya memiliki asma, jadinya agak berat napasnya.
Istirahat setelah lelah mendaki
Menunggu matahari terbit
Alhamdulillah sampai juga ke Puncak. Saya mengatur napas perlahan-lahan dan merasa kepanasan karena lelah mendaki. Setelah duduk sebentar, rasa dingin langsung datang lagi. Tapi pemandangan sangat indah. Dari jauh terlihat gunung dan kabut seperti awan disinari cahaya bulan. Hanya beberapa menit beristirahat, udara mulai sangat dingiiiin. Tepat selesai adzan Shubuh, mulailah datang penjual makanan dan kita langsung menyerbu Pop mie dan minuman hangat. Fuih, rasanya seolah-olah paling enak sedunia. Oh ya, di puncak ini saya sangat hati-hati ketika berjalan karena kiri kanan juraaangg >_<
Berfoto di puncak, disisi jurang >_<
Mungkin pergi ke Dieng ketika musim hujan memang suhu udaranya masih bisa kita handle. Karena kalau musim kemarau suhu turun sama nol derajat. Tapi awan mendung dan kabut membuat kita nggak bisa menikmati sunrise. Seketika datang kabut sangat tebal menutupi puncak gunung. Pemandangan gunung tadi jadi lenyap ditutupi kabut. Huft, rada sedih sih, cuma nggak apa-apa deh.

Sekitar jam 7 pagi, saya turun dari puncak. Kali ini baru bisa menikmati indahnya pemandangan sekitar kaki gunung. Banyak sekali kebun dan sangat hijau. Ada pemain musik juga di sekitar situ. Ada danau juga terbentang dengan air sangat jernih. Subhanallah indahnya.
Maskot Puncak
Pemain musik khas daerah Dieng
Danau nan indah
Tidak berapa lama hujan kembali turun. Daripada kebasahan, kita semua naik mobil menuju Komplek Candi Arjuna. Ada apa disana? Silahkan ikuti cerita saya ya :)

Follow me

My Trip