Januari 19, 2014

Sebuah Ketukan Pintu

Jakarta hujan terus beberapa hari ini. Sempat mati lampu juga, tapi untung nggak separah tahun lalu. Jemuran nggak ada yang kering, pengungsi banjir semakin banyak. Ya Allah, semoga segera berakhir. Kasihan orang-orang yang rumahnya kebanjiran tinggi. Mau keluar untuk nongkrong nonton bioskop pun males. Bawaannya pengen boboooo aja.

Baiklah, hujan itu biasanya membuat suasananya mellow. Daripada saya berpikir banyak hal yang negatif, mending nge-blog dan blogwalking. Akhir-akhir ini saya sering blogwalking lho, hihihi. Sedang nyari inspirasi untuk menulis buku kembali. Semoga kesendirian itu menjadi hal yang paling produktif untuk saya.

***

Baru bangun jam 10 pagi dan diluar hujan. Rasanya malas beranjak dari kasur. Weekend kali ini terlalu sepi. Hanya bisa memandangi laptop, facebook, streaming, baca detik.com (berita banjir dimana-mana), dan berbagai hal membosankan. Mungkin karena aku masih sedikit flu, ditambah dengan perasaan hati yang sebulan ini sangat tidak enak, rasanya lengkap sudah persyaratan untuk tidur-tiduran aja di kasur.

Tok! Tok! Tok! Seseorang mengetuk pintu kamar kosanku. Aneh bener. Bukannya banyak yang pulang kampung kalau weekend atau belum bangun ya jam segini. Aku beranjak dari kasur dan membuka pintu. Aku kaget setengah mati. Ntah ada angin apa yang membuatnya datang ke kosanku.

Aku masih terbelalak. Dia masuk dan bilang, "Aku kangen...," sambil berkaca-kaca. Aku langsung memeluknya erat (padahal aku belum mandi). Dia menyuruhku mandi dan mengajakku makan siang bersama. Sambil masih kebingungan dan keheranan, aku mandi kilat. Selesai mandi, kita berjalan ke warung Padang tempat biasa kita makan.

"Kehilanganmu itu seperti kehilangan teman cerita," katanya. "Kalau diibaratkan dengan gunung merapi, aku udah meletus karena menahan semua cerita-cerita yang selalu ingin aku sampaikan setiap pulang kerja atau berangkat kerja bareng sama kamu."

Aku mengelus kepalanya. "Oke, aku akan bersikap seperti tidak pernah terjadi apa-apa diantara kita, jadi kamu bisa cerita sepuasnya. Aku akan mendengar." Saat itu, melihat sorot matanya, rasanya aku mau mati dan dipenuhi perasaan bersalah. Mungkin aku yang sengaja memilih menghilang darinya dan hal itu memang sangat menyakitkan kita berdua.

Setelah memesan nasi Padang dan duduk di lantai dua (supaya nggak ada yang nyuruh kita pulang cepat dari warung), dia memulai cerita. Aku menempatkan posisiku sama seperti dulu, dimana kita selalu bercerita. Dia sangat suka bercerita dan aku sangat suka mendengarkannya. Ekspresinya lucu, dia sangat antusias, benar-benar seperti seseorang yang sudah memendam lama. Kami tertawa terbahak-bahak, sama-sama mengecam orang-orang yang menyebalkan, menggosip, dll. Aaah, banyak sekali hal tentangnya yang sudah aku lewatkan.

Dia bercerita tentang kantornya, bagaimana teman-temannya yang suka becanda, bagaimana kerjaannya, dan bertanya kerjaanku yang mulai membosankan. Dia juga bercerita tentang makanan enak yang dia makan, dan seperti biasanya dia tak lupa bilang, "nanti aku ajak kamu kesana...," lalu di berhenti dan terdiam, "mungkin nanti kita pergi rame-rame ya." Kata-kata itu membuat hatiku agak sakit. Dulu setiap dia menceritakan dia menemukan tempat bagus dan makanan enak, dia pasti akan mengajakku. Tak peduli nonton film yang sama 2 kali, pergi ke Resto yang jauh di pelosok dan Restonya malah tutup, tapi dia selalu berusaha mengajakku kesana. Hmmmph, hanya bisa menghela napas panjang dan terus mendengar dia bercerita.

Setelah 2 jam, akhirnya kita pulang ke kosanku. Aku meminum obatku dan berbaring (hidung masih mampet, dan suara masih serak). Dia duduk di dekatku sambil menatapku. Kami kembali bercerita. Kali ini sisi negatif dan positif masing-masing. Bercerita dengan nyantai dan tidak ada beban. Sambil tertawa-tawa. Beberapa kali aku melihat matanya berkaca-kaca, tapi ya sudahlah, dia tetap tertawa. Sampai akhirnya pengaruh obatku yang membuatku sangat mengantuk. Dia bilang, "Tidur aja. Aku memang ingin hari ini nggak cepat berakhir, tapi paling nggak, bebanku udah hilang. Suatu hari ketika aku kangen, aku akan muncul tiba-tiba lagi. Tapi mungkin tidak akan dalam waktu dekat."

Aku mengangguk dan memejamkan mataku. Tanpa terasa aku tertidur pulas, dan ketika aku bangun, kamar ini sepi lagi. Hanya melihat angin sepoi-sepoi yang menerbangkan gorden jendela kamarku. Rasanya kedatangannya tadi seperti mimpi, dan kini dia sudah pergi. Ntah kapan akan ada ketukan pintu lagi. Mungkin minggu depan, bulan depan, atau tidak akan datang lagi. 

Selamat tinggal sayangku, semoga Allah terus menentramkan hati kita dengan cara apa pun.

5 comments:

resep obat herbal maag mengatakan...

yang sabar yah

Mr Bubu mengatakan...

Yang sabar yah mba mut semoga mendapatkan yang terbaik untuk kalian berdua

Penghuni 60 mengatakan...

ciyeee, yg abis ketemuan, dalam mimpi atau kenyataan tuh...

hujan2 emang terkadang meimbulkan rasa kangen ya ama seseorg

Mila Said mengatakan...

emang ujan2 gini paling enak bobo dirumah hehee.. ayo ditunggu bukunya yang kedua

obat alami diabetes melitus mengatakan...

nice infonya gan

Follow me

My Trip