April 30, 2014

Jeju Part 4: Jusaangjoli Cliff and Yakcheonsa Temple

Selesai main di air terjun, kami melanjutkan perjalanan menuju 2 destinasi terakhir yaitu tebing dan kuil. Seperti biasa, saya dan teman-teman tidur selama di dalam mobil dan tiba-tiba sudah sampai di parkiran, hihihi.

Jusaangjoli Cliff
Menurut saya, tebing yang satu ini adalah tebing paling keren yang pernah saya lihat. Berlokasi di Jisatgae Coast, kalian bisa melihat formasi bebatuan merapi berbentuk persegi yang berbaris rapi, Subhanallah indahnya! Jusangjeolli terbentuk ketika lahar hasil erupsi gunung Halla (gunung yang paling terkenal di Pulau Jeju) masuk ke laut Jungmun.
Jusaangjoli Cliff
Susunan tebing berbentuk persegi

Dari sudut pandangan yang berbeda
Pemandangan yang disuguhkan disini luarrr biasa indah. Kalian bisa melihat laut lepas berwarna hijau, dibatasi oleh tebing-tebing berbentuk persegi benar-benar memanjakan mata. Saya sempat gemetaran melihat ke bawah laut karena ada perasaan takut kalau sampai jembatan tempat kami berdiri roboh. Alhamdulillah baik-baik saja. Tebing ini termasuk salah satu pemandangan menakjubkan yang tergabung dalam 7 keajaiban dunia di Pulau Jeju.
Gaya dulu
Berdiri di pinggiran tebing
Paling takjub melihat tebing ini seolah berupa balok-balok yang disusun rapi, karena memang rapi bangettt!! Ombak yang pecah ke tebing juga gede banget dan lautannya berwarna hijau. Untuk melihat tebing ini, kita hanya perlu berjalan sedikit dari parkiran, lalu menuruni tangga. Tinggal berfoto sepuasnya lalu kembali pulang. Disini kalian bisa melihat banyak turis asing juga dan ada beberapa spot unik di parkiran seperti kerang raksasa.
Kerang raksasa

Yakcheonsa Temple
Perjalanan dari Jusaangjoli Cliff ke Yakcheonsa Temple nggak begitu jauh, karena saya nggak sampai tidur. Kuil Buddha yang satu ini adalah termasuk salah satu kuil Buddha terbesar di Asia. Gaya arsitektur Yakcheonsa Temple mengingatkan bahwa kuil Buddha dari awal Dinasti Joseon. Luasnya 3,305 meter persegi.
Lampion
Pohon jeruk
Di jalan masuk, kalian akan disuguhkan dengan pemandangan pohon jeruk (Tangerine) yang sedang berbuah dan susunan lampion. Orang-orang di Pulau Jeju memang menanam pohon ini hanya sebagai hiasan, bukan untuk dimakan. Saya sempat berfoto sambil memegang jeruk, eh tiba-tiba jeruknya copot dari batang. Wah, saya langsung panik dan menaruh jeruknya di dahan pohon. Nggak mungkin disambung lagi soalnya, hahahaha.
Kuil induk dan rumah biksu
Tampak samping ada bunga Lily dibawah
Jalan masuk kuil
Kuil di dalam komplek Yakcheonsa Temple teridir dari kuil induk (2.652 meter persegi) dan struktur perumahan 3 lantai untuk para biksu. Sewaktu saya kesini, karena sudah sore, jadinya para biksu lagi di dalam rumah. Saya hanya bertemu satu biksu saja. Ada sebuah toko souvenir yang merupakan hasil kerajinan yang dibuat oleh para biksu untuk dijual kepada para wisatawan. Rata-rata aksesoris seperti gelang, kalung, dan lainnya.
Toko Souvenir
Yakcheonsa Temple tidak hanya populer di kalangan umat Buddha tetapi juga merupakan baik dicari tujuan wisata. Kalian bisa melihat banyak patung gajah kecil di depan kuil. Saya kurang tau apa fungsinya. Mungkin hanya untuk hiasan gitu?
Diantara patung gajah kecil
Kuil yang lain
Gaya kungfu
Memasuki Yakcheonsa Temple, kita akan disambut oleh patung setinggi 5 meter, tertinggi dari patung-patung seperti di Korea, di atas alas yang tingginya 4 meter. Dinding pada kedua kanan dan kiri telah diukir menjadi potret altar besar Buddha. Tourguide kami sembahyang sebentar menyembah 3 patung Buddha yang super besar dan menyilaukan. Karena melihat hal itu, saya jadi nggak enak mengambil foto didalam kuil. Teringat dulu ketika di Thailand, pada patung emerald Buddha, karena dianggap sangat suci, jadi nggak boleh mengambil foto. Ternyata tourguide bilang saya boleh memfoto seluruh bagian dari dalam kuil sepuasnya. Alhamdulillah, akhirnya ada yang bisa jadikan kenang-kenangan ketika tiba di Indonesia. Saya juga takjub melihat ratusan patung Buddha terbuat dari emas berjejer di lemari. Sepertinya patung-patung ini merupakan sumbangan dari masyarakat sekitar Pulau Jeju.
Patung Buddha
Deretan patung kecil
Hiasan di atap kuil
Setelah puas memfoto banyak hal, saya belanja souvenir. Nah, disini barulah saya membeli beberapa magnet kulkas Jeju, coklat, sendok sumpit khas Pulau Jeju, dan tak lupa tangerine. Menurut teman saya Welly, di Pulau Jeju sangat khas rasa jeruknya. Enaknya pakai tourguide orang lokal adalah dia akan membantu kami menawar harga souvenir. Dia juga membelikan kami tangerine. Awalnya saya mau mengganti duitnya, tapi dia nggak mau. Murah sih memang cuma 2000 Won tapi kan nggak enak dibeliin, hihihi. Senang aja sih sebenarnya :D
Toko Souvenir
Akhirnya tour saya hari itu di Pulau Jeju telah usai. Saatnya kembali ke hotel. Di dalam mobil kami makan beberapa coklat yang ternyata bentuknya lucu banget, seperti patung khas Pulau Jeju. Jadi nggak tega menggigitnya. Kami juga makan jeruk dan telur hitam yang baru dibeli tadi. Hitung-hitung untuk mengurangi bibir pecah-pecah karena kekurangan vitamin C. Tourguide bilang telur hitamnya nggak enak. Tapi menurut saya rasanya seperti telum bacem, hahaha. Oh ya, kami melewati stadion World Cup di Pulau Jeju dan juga Cafe Hello Kitty. Sayangnya Cafe Hello Kitty tidak sempat di foto. Sedih deh :(
Telur hitam
Coklat patung jeju
Stadion World Cup
Ditunggu ya postingan saya selanjutnya, yaitu bermalam di Pulau Jeju. Sampai jumpa ^_^

April 28, 2014

Jeju Part 3 : Two Waterfalls

Setelah kenyang makan seafood se-wajan, kami semua tertidur di mobil. Pas bangun udah sampai di parkiran aja. Perasaan baru sebentar tidurnya, eh udah sampai di tempat tujuan. Pulau Jeju terkenal dengan air terjun yang termasuk dengan 7 keajaiban dunia. Saya mengunjungi 2 diantaranya yang berlokasi di Seogwipo, Jeju Selatan. Penasaran? Mari kita bahas.

Jeongbang Waterfall
Jeongbang Waterfall  adalah salah satu air terjun yang paling populer di Pulau Jeju. Tingginya 23 meter dan sangat dekat ke pesisir pantai. Pada musim hujan, lebar air terjun yang jatuh bisa mencapai 8 meter. Kemarin saya kesana sih lagi nggak hujan, jadi nggak terlalu lebar. Sumber airnya adalah sungai Donghong-chun. Beberapa sumber mengatakan kalau Jeongbang Waterfall adalah satu-satunya air terjun yang jatuh langsung ke samudra. Walaupun masih menjadi perdebatan, karena menurut penglihatan saya juga air terjunnya turun ke bebatuan dulu, membuat aliran dan mengalir ke pantai. Air terjun ini juga termasuk dalam Yeongjusipgeong, salah satu dari 10 pemandangan terbaik dalam Pulau Jeju sebagai salah satu 7 keajaiban dunia.
Air terjun menuju pesisir
Penuh bebatuan
Untuk mencapai air terjun ini dari parkiran mobil, kalian tinggal menuruni anak tangga sampai kebawah (pesisir pantai). Nah, karena banyaknya batu-batu besar dan licin karena percikan air terjun, saya sarankan untuk tidak menggunakan alas kaki yang rata. Sepatu yang saya pakai udah sangat powerful deh, nyaman, dan nggak licin. Saya harus naik diatas bebatuan dibantu oleh tourguidenya karena saya takut jatuh. Beda dengan teman-teman saya yang cowok langsung lompat sana sini sampai ke air terjun. Bahkan mereka berdiri di batu paling besar, OMG!
Foto sama tourguide
Air terjun Jeongbang
Menurut legenda yang beredar, ada naga yang tinggal di dalam air terjun (apa di dalam bukit itu ya?). Roh naga tersebut membuat air terjunnya bisa untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan dapat memanggil hujan apabila air terjun kering. Jadi serem ngeliat ke air tejun takut tiba-tiba ada kelopak mata yang terbuka, hiii!!
Naik ke batu gede
Kami cuma sebentar disini. Sekitar 10 menit untuk berfoto, lalu melanjutkan perjalanan ke Cheonjiyon Waterfall yang berlokasi hanya 300 meter dari Jeongbang.

Cheongiyeon Waterfall
Cheonjiyeon Waterfall (Pond of God) sedikit lebih jauh jaraknya dari parkiran menuju air terjun. Cheonjiyeon secara literatur berarti awan (Ch'eon) yang terhubung dengan tanah (ji). Tingginya hanya 22 meter dan lebarnya 12 meter. Ada kolam buatan yang banyak bebek berenang di kaki air terjun. Sumber air terjun adalah mata air dari sungan Sombam.
Plang air terjun
Lambang 7 keajaiban dunia
Untuk mencapai air terjun, kita harus berjalan kaki 200 meter. Sebenarnya saya udah malas jalan kaki karena pegal, tapi pemandangan yang disajikan sebelum tiba ke air terjun sangat indah. Beberapa pohon mulai tumbuh daunnya dan bunga-bunga bermekaran. Ternyata daerah air terjun ini memiliki banyak flora langka. Dari website Visit Jeju yang saya baca bahwa di tempat ini adalah habitat flora langka seperti semak berduri Songyeopnan serta pohon Gusiljappam, pohon Sanyuja (pohon jeruk China), dan bunga camelia yang semuanya terdaftar sebagai Natural Monumen No 379. Oh ya, disini saya bisa melihat bunga Sakura di Korea.
Jalan menuju air terjun
Bunga apa daun ya itu?
Sakura di Korea
Istirahat dibawah pohon sakura
Penjelasan tentang tumbuhan langka
Kalian bisa melempar koin ke dalam kolam yang ada patung kura-kura dan berdiri di atas jembatan. Kalau koin kalian masuk ke tempat kura-kura, ucapkanlah 3 permintaan yang konon katanya bakalan dikabulin sama si kura-kura, hihihi. Saya bisa berhasil memasukkan koin ke dalam kura-kura hanya dalam 1 lemparan, keren 'kan? ^_^
Patung kura-kura
Cerita si kura-kura
Berbeda dengan Jeongbang waterfall, Cheongiyon lebih banyak spot untuk berfoto. Suasananya sangat asri dan membuat udara sangat dingin. Kebayang kalau datang kesini di malam hari. Suara jangkrik, percikan air terjun, dan dinginnya malam malah jadi serem, hihihi. Udara terasa sangat segar disini.
Gaya dulu
Duduk di pinggir sungai
Cheonjiyon Waterfall
Air jernih Cheonjiyeon waterfall ditetapkan sebagai Natural Monument No. 27 dan terkenal sebagai habitat belut Mutae (Natural Monument No. 258). Katanya juga disini itu ada 7 peri yang menjaga air terjun dan bermain-main di pepohonan. Mungkin bukan peri sih, kunang-kunang kali ya? Oh ya, ada Seven Fairies Festival tahunan diadakan setiap Mei disini.
Bunga di musim semi
Harpa naga
Mari menyebrang sungai
Kesimpulan saya tentang air terjun di Pulau Jeju adalah pemandangan yang ada disekitarnya yang keren, didukung oleh tumbuh-tumbuhan langka yang setiap berganti musim, mereka berubah warna jadi sangat indah. Air terjunnya sendiri biasa aja karena kalau dibandingkan dengan Curug Cikaso atau Curug Cigangsa yang pernah saya datangi di Sukabumi, wahhhh, beda jauuuh. Curug-curug itu bisa membuat saya terpukau sampai bengong karena derasnya debit air, tingginya, dan bentuknya yang subhanallah keren. Mungkin kalau di teliti jangan-jangan sekitar Curug Cigangsa dan Curug Cikaso juga ada flora langka.

Selanjutnya kita berangkat ke tebing super keren di dunia, stay tuned!

April 27, 2014

Jeju Part 2 : Seongeup Folk Village

Destinasti wisata selanjutnya adalah sebuah desa yang sangat mengilustrasikan kehidupan masyarakat Pulau Jeju jaman dahulu kala. Saya memilih destinasi ini karena saya ingin tau, sebenarnya di Jeju itu rumah penduduknya seperti apa sih? Sewaktu melihat gambar desanya di web Visit Jeju, saya langsung tertarik mau kesini. Ada satu lagi Jeju Folk Village Museum dengan biaya masuk 9000 Won. Mahal sih, tapi mungkin kalian akan menemukan informasi lebih lengkap lagi. Saya sih yang gratis aja deh, nggak terlalu suka sama Museum juga, hihihi.
Seongeup Folk Village
Perjalanan menuju Seongeup Folk Village dari Seongsan Ilchulbong sekitar satu jam. Enaknya kemana-mana naik mobil, kami selalu tidur sepanjang jalan. Mau melihat pemandangan kiri dan kanan juga cuma ada kincir raksasa. Pulau ini penduduknya relatif sedikit tapi jalannya lebar-lebar, nggak mungkin macet disini. Seoungeup Folk Village ini berada di kaki gunung Halla di Pulau Jeju. 
Gaya dulu
Desa ini sangat tradisional dan tidak terlalu luas. Kalian bisa berjalan kaki mengitari seluruh desa. Pertama kali saya masuk ke pekarangan rumah Goh Pyeongoh. Disini kalian bisa melihat situasi dalam rumah, toiletnya, cara menggiling padi, tempat beternak babi hitam (makanan khas Pulau Jeju yang katanya penuh nutrisi), situasi di dalam rumah, dan lainnya.
Sejarah Goh Pyeongoh
Mari masuk
Penggilingan padi
Kandang babi
Toilet
Dinding rumah terbuat dari bebatuan hasil lahar gunung berapi yang dicampurkan dengan tanah liat. Kalau tidak salah, atap rumah terbuat dari jerami. Ada beberapa orang pekerja disini yang sedang menumpuk-numpuk jerami di atap rumah, mungkin mengganti jerami yang sudah rusak.
Dinding dan pagar dari bebatuan merapi
Bersebelahan dengan desa terdapat kuil dan kantor pemerintah. Beberapa rumah di desa ini juga ditinggali beberapa orang, mungkin untuk menjaga dan merawat desa kali yah.
Pintu gerbang
Pemandangan dari atas gerbang
Kuil
Mari masuk
Kuit atau gedung pemerintahan
Saya menemukan pohon jeruk, orang disini menyebutnya Tangerine. Saya minta ijin sama tourguidenya untuk mencicipi satu buah, lalu tourguide bilang, "No, it is very sau'wah." Apa? Very sawah? Saya malah berpikir benar-benar sawah dan ladang di Indonesia. Saya dan teman-teman langsung saling pandang-pandangan mencoba menerjemahkan very sauwah. Dan saya menemukan jawaban ketika melihat wajahnya si mbak seperti orang merasa 'kecut', "Oh very sour, right?" Tourguidenya langsung mengangguk-angguk. Well, meskipun dia seorang tourguide, logat Koreanya masih sangat kental. Otak saya mulai pintar untuk menerjemahkan Korean English dan Japanese English, hihihi.
Very sawah
Setelah puas berkeliling, mbak tourguide bertanya, "Do you eat pork?" Saya menggeleng dan teman saya ada yang mengangguk. Berhubung black pork adalah makanan paling populer di Pulau Jeju, mungkin si mbak mau mengantar kami kesana. Tapi karena banyak yang nggak makan babi, jadilah tourguidenya mengantar kami ke salah satu resto seafood yang menurut saya paling mantep selama saya pernah makan seafood.
Plang resto
Disini kami disarankan untuk memilih menu sharing satu wajan seafood yang cukup untuk 6 orang menurut saya. Banyak banget isinya. Kebayangkan menu 6 orang kami makan ber-4? Oh ya, tourgudienya meninggalkan kami sementara untuk makan siang dan dia nggak ikut makan. Beda banget dengan tourguide di Indonesia yang selalu dihitung makan siang. Semula kami mengajaknya makan bareng, tapi dia nggak mau. Ya sudahlah, alhasil kami makan seafood se-wajan.
Makanan utama dan makanan sampingan
Makan seafood sewajan
Harga sewajan adalah 45,000 Won atau sekitar 470,000 rupiah. Ditambah nasi, jadi total pesanan kami 50,000 Won. Mahal sih, tapi rasa masakannya benar-benar worth it! Khas resto Korea adalah banyak makanan tambahan sebelum makanan utama datang. Ada sayuran, teri, kimchi yang pasti, kentang, dan lainnya. Pelayan resto datang membawa wajan berisi kerang bermacam bentuk, lobster, kepiting, lalu mengaduk dan menambahkan kuah kedalamnya. Saya mencicipi side dish dulu karena lapar, lalu pelayan resto melihat saya dan saya melihatnya. Dia lalu mengambil kol, menaruh nasi kedalam kol, menaruh teri dan sambal, membungkusnya, lalu menyuruh saya membuka mulut untuk disuapin. OMG! Terpaksa saya pasrah disupin sama pelayannya. Teman-teman saya lalu tertawa melihat kejadian itu.
Gaya dulu
Saya melihat cara orang-orang makan dulu karena kami disediakan banyak piring dengan berbagai bentuk. Oh ternyata, ada piring untuk sampah, ada yang untuk mengambil makanan dari wajan. Paling susah makan kepiting karena nggak disediakan jepit seperti di beberapa Resto di Jakarta. Pemandangan diluar resto langsung menghadap laut, menambah nafsu makan berkali lipat. Subhanallah indahnya :)
Pemandangan di luar resto
Laut
Selesai makan, kami keluar Resto dan tourguidenya sudah menunggu di dalam mobil. Dia mengantarkan saya ke money changer karena duit Won saya mulai menipis. Setelah ke money changer, kami melanjutkan perjalanan ke Air Terjun. Let's go!

Follow me

My Trip