April 27, 2014

Jeju Part 2 : Seongeup Folk Village

Destinasti wisata selanjutnya adalah sebuah desa yang sangat mengilustrasikan kehidupan masyarakat Pulau Jeju jaman dahulu kala. Saya memilih destinasi ini karena saya ingin tau, sebenarnya di Jeju itu rumah penduduknya seperti apa sih? Sewaktu melihat gambar desanya di web Visit Jeju, saya langsung tertarik mau kesini. Ada satu lagi Jeju Folk Village Museum dengan biaya masuk 9000 Won. Mahal sih, tapi mungkin kalian akan menemukan informasi lebih lengkap lagi. Saya sih yang gratis aja deh, nggak terlalu suka sama Museum juga, hihihi.
Seongeup Folk Village
Perjalanan menuju Seongeup Folk Village dari Seongsan Ilchulbong sekitar satu jam. Enaknya kemana-mana naik mobil, kami selalu tidur sepanjang jalan. Mau melihat pemandangan kiri dan kanan juga cuma ada kincir raksasa. Pulau ini penduduknya relatif sedikit tapi jalannya lebar-lebar, nggak mungkin macet disini. Seoungeup Folk Village ini berada di kaki gunung Halla di Pulau Jeju. 
Gaya dulu
Desa ini sangat tradisional dan tidak terlalu luas. Kalian bisa berjalan kaki mengitari seluruh desa. Pertama kali saya masuk ke pekarangan rumah Goh Pyeongoh. Disini kalian bisa melihat situasi dalam rumah, toiletnya, cara menggiling padi, tempat beternak babi hitam (makanan khas Pulau Jeju yang katanya penuh nutrisi), situasi di dalam rumah, dan lainnya.
Sejarah Goh Pyeongoh
Mari masuk
Penggilingan padi
Kandang babi
Toilet
Dinding rumah terbuat dari bebatuan hasil lahar gunung berapi yang dicampurkan dengan tanah liat. Kalau tidak salah, atap rumah terbuat dari jerami. Ada beberapa orang pekerja disini yang sedang menumpuk-numpuk jerami di atap rumah, mungkin mengganti jerami yang sudah rusak.
Dinding dan pagar dari bebatuan merapi
Bersebelahan dengan desa terdapat kuil dan kantor pemerintah. Beberapa rumah di desa ini juga ditinggali beberapa orang, mungkin untuk menjaga dan merawat desa kali yah.
Pintu gerbang
Pemandangan dari atas gerbang
Kuil
Mari masuk
Kuit atau gedung pemerintahan
Saya menemukan pohon jeruk, orang disini menyebutnya Tangerine. Saya minta ijin sama tourguidenya untuk mencicipi satu buah, lalu tourguide bilang, "No, it is very sau'wah." Apa? Very sawah? Saya malah berpikir benar-benar sawah dan ladang di Indonesia. Saya dan teman-teman langsung saling pandang-pandangan mencoba menerjemahkan very sauwah. Dan saya menemukan jawaban ketika melihat wajahnya si mbak seperti orang merasa 'kecut', "Oh very sour, right?" Tourguidenya langsung mengangguk-angguk. Well, meskipun dia seorang tourguide, logat Koreanya masih sangat kental. Otak saya mulai pintar untuk menerjemahkan Korean English dan Japanese English, hihihi.
Very sawah
Setelah puas berkeliling, mbak tourguide bertanya, "Do you eat pork?" Saya menggeleng dan teman saya ada yang mengangguk. Berhubung black pork adalah makanan paling populer di Pulau Jeju, mungkin si mbak mau mengantar kami kesana. Tapi karena banyak yang nggak makan babi, jadilah tourguidenya mengantar kami ke salah satu resto seafood yang menurut saya paling mantep selama saya pernah makan seafood.
Plang resto
Disini kami disarankan untuk memilih menu sharing satu wajan seafood yang cukup untuk 6 orang menurut saya. Banyak banget isinya. Kebayangkan menu 6 orang kami makan ber-4? Oh ya, tourgudienya meninggalkan kami sementara untuk makan siang dan dia nggak ikut makan. Beda banget dengan tourguide di Indonesia yang selalu dihitung makan siang. Semula kami mengajaknya makan bareng, tapi dia nggak mau. Ya sudahlah, alhasil kami makan seafood se-wajan.
Makanan utama dan makanan sampingan
Makan seafood sewajan
Harga sewajan adalah 45,000 Won atau sekitar 470,000 rupiah. Ditambah nasi, jadi total pesanan kami 50,000 Won. Mahal sih, tapi rasa masakannya benar-benar worth it! Khas resto Korea adalah banyak makanan tambahan sebelum makanan utama datang. Ada sayuran, teri, kimchi yang pasti, kentang, dan lainnya. Pelayan resto datang membawa wajan berisi kerang bermacam bentuk, lobster, kepiting, lalu mengaduk dan menambahkan kuah kedalamnya. Saya mencicipi side dish dulu karena lapar, lalu pelayan resto melihat saya dan saya melihatnya. Dia lalu mengambil kol, menaruh nasi kedalam kol, menaruh teri dan sambal, membungkusnya, lalu menyuruh saya membuka mulut untuk disuapin. OMG! Terpaksa saya pasrah disupin sama pelayannya. Teman-teman saya lalu tertawa melihat kejadian itu.
Gaya dulu
Saya melihat cara orang-orang makan dulu karena kami disediakan banyak piring dengan berbagai bentuk. Oh ternyata, ada piring untuk sampah, ada yang untuk mengambil makanan dari wajan. Paling susah makan kepiting karena nggak disediakan jepit seperti di beberapa Resto di Jakarta. Pemandangan diluar resto langsung menghadap laut, menambah nafsu makan berkali lipat. Subhanallah indahnya :)
Pemandangan di luar resto
Laut
Selesai makan, kami keluar Resto dan tourguidenya sudah menunggu di dalam mobil. Dia mengantarkan saya ke money changer karena duit Won saya mulai menipis. Setelah ke money changer, kami melanjutkan perjalanan ke Air Terjun. Let's go!

4 comments:

Blogs Of Hariyanto mengatakan...

rumah di desa jeju kuno juga ya...mirip2 rumah di desa sande pulau lombok...,
keep happy blogging always..salam dari Makassar :-)

Gerobak Cokelat mengatakan...

kerenn banget kak tempatnyaa ini sumpahh, jadi ingat drama2 korea ini.

Ave Ry mengatakan...

Sampai sekarang penasaran dengan kimchi, apa rasanya ^^ ., katanya pulau Jeju itu pulau wisata paling populer di Korea ya? Soalnya kalau lihat serial drama pasti perginya ke Jeju lagi, ke Jeju lagi. Tapi ternyata lebih tradisionil dari yang saya kira... masih ada kuil, kincir angin sampai penggilingan padi...

Meutia Halida Khairani mengatakan...

@ave Ry : kimchi tuh asem asem pedas bgt. hihihi. enak bgt juga.. sebenarnya nggak tradisional sih. ini karena di folk village aja makanya tradisional.

Jeju itu kekayaan alamnya keren :D

Follow me

My Trip