Mei 24, 2014

Anak Dosen

Kemarin sempat terpikir sebuah cerita. Awalnya cerita ini dibuat karena banyak banget orang yang menyangka saya masih kuliah. Mungkin karena tubuh saya kecil dan wajah saya baby face kali ya, hahaha. Tapi nggak apa-apa lah, mending dibilang masih muda daripada dibilang tua sebelum waktunya. Oke, cekidot!

***

Waktu itu, aku sedang duduk di kantin kampus. Tiba-tiba seorang dosen Teknologi Informasi favoritku parkir di depan kantin dan dia membawa seorang cewek. Aku mendengar cewek itu bilang, "Ntar Karina tunggu di perpus aja ya, Pa!" sambil melambai kepada dosenku dan berlari ke perpustakaan. Dosenku melihat ke arahku dan tersenyum, lalu masuk ke ruang dosen. Wah, tumben pak dosen bawa anaknya ke kampus. Wajahnya cute lagi. Pikirku, jangan-jangan baru lulus SMA dan sedang melihat-lihat kampus ini.

Besoknya aku berpapasan dengan anak dosenku di perpustakaan. Bukan karena aku sengaja mencarinya ke perpus, tapi memang aku sedang Tugas Akhir dan sebentar lagi sidang kelulusan. Aku melihat Karina, begitu yang aku dengar namanya, sedang mengetik di laptopnya. Wajahnya begitu serius, tapi tetep lucu. Karena aku penasaran, aku menyapanya, "Hai dek!" Tapi tidak ada reaksi. Aku sapa lagi, "Dek, dek!" 
Dia melirikku, lalu melihat ke kiri dan ke kanan. "Maksud 'dek' itu saya ya?" tanyanya tersenyum.
Aku mengangguk dan tersenyum. "Anaknya pak Sahrul ya?" Sahrul adalah nama dosenku.
Dia mengangguk, lalu bertanya, "Udah semester berapa?"
Aku jawab, "udah mau sidang nih, dek. Doain abang ya." aku mulai flirting.
Dia tersenyum. "Oke bang, adek doain. Semoga sukses yah bang."
Aku tertawa, "Hahaha, ada-ada aja adek ini lah."
Dia lalu bertanya, "Abang kelahiran tahun berapa?"
Aku jawab, "1992. Kalau adek?"
Dia terdiam sebentar, lalu tersenyum lagi, "1997."
"Wah pas banget ya," kataku senang.
"Pas apanya ya bang?" dia tertawa lagi dan aku tersipu malu.
"Okelah dek, abang nggak mau ganggu adek. Kayaknya sibuk banget ketak-ketik daritadi."
Dia masih tersenyum, "Oh ya bang, jurusan IT juga ya?"
Aku mengangguk, "Kenapa dek?"
"Sabtu besok ada seminar di Aula Barat. Datang ya!" pintanya.
"Oh adek boleh nonton ya?" tanyaku. "Oh, karena anak dosen kali yah."
"Iyah, adek penasaran aja sama topiknya. Kayaknya seru. Namanya siapa bang?"
"Fatih," jawabku.
"Angkatan?"
"2009,"
"Oke bang, Fatih, IT, 2009."
"Kenapa kok pengen tau abang terlalu detail dek?" tanyaku tersipu-sipu.
Dia tertawa, "Hahaha, nggak bang. Biar inget aja."
Akhirnya aku keluar perpustakaan dengan hati berbunga-bunga.

Besoknya, para dosen sudah mengumumkan kalau bakalan ada seminar seru dan semua mahasiswa angkatan akhir wajib datang. Padahal aku tidak terlalu suka sama seminar, tapi aku antusias kali ini karena Karina yang mengajakku. Kalau perlu, aku akan datang tepat waktu karena harus mencarinya terlebih dahulu.

Sampai hari Sabtu, aku datang paling pagi ke Aula Barat dan melihat sekeliling. Kali aja bisa ketemu dengan Karina. Detik-detik berlalu, mahasiswa terus berdatangan, tapi aku tidak melihat Karina. Cuma bertemu dengan Pak Sahrul saja tadi di depan Aula. Ah, mungkin saja dia berbohong. Lagian, baru aja ketemu, langsung ngajak nonton seminar, agresif juga 'tu cewek. Aku mulai berpikir macam-macam.

Moderator membuka seminar. Kata sang moderator, kali ini nara sumbernya adalah seorang wanita yang masih muda tapi sudah berkeliling dunia untuk melihat applied science di bidang transportasi dan ingin berbagi di seminar ini. Moderator lalu berkata, "Saudara-saudara, mari kita sambut KARINA!"

Aku tertegun. Cewek yang ada di perpustakaan itu adalah nara sumber seminarku kali ini. Dia terlihat sangat dewasa, dengan pakaian seperti orang kantoran dengan rok span dan blezer. Wajahnya tetap imut-imut, tapi dia tampak dewasa. Dia menjelaskan tentang teknologi yang benar-benar canggih dengan cara ringan dan gampang dicerna oleh pikiranku yang terkadang suka melenceng kemana-mana. Ah tidak, aku ngecengin anak dosen yang ternyata dosen juga.

Pada sesi tanya jawab, aku suruh temanku yang duduk di sebelah bertanya tentang berapa usianya. Memang nggak ada hubungannya dengan seminar, tapi aku membujuk temanku sampai memelas. Akhirnya temanku bertanya, "Bu, usia anda sekarang berapa? Sepertinya terlalu muda untuk berkeliling dunia dan melihat semua teknologi yang ada." Dan Karina menjawab, "Saya 27 tahun, kelahiran 1987." Dan aku langsung lemes. Bukan 5 tahun lebih muda, malah 5 tahun lebih tua, OMG!

Ada sebuah sesi dimana Karina menunjuk nama secara acak sesuai dengan absen mahasiswa yang hadir untuk dimintai komentar tentang seminarnya. Disesi ini jantungku seakan mau copot saking kencangnya berdetak. 

Dan benar, dia menyebutkan, "Fatih, IT, 2009. Bisa minta komentarnya, dek?" Semua mata mahasiswa seminar tertuju padaku dan aku nyaris tewas saat itu. Ahh tidak, kenapa harus ada sebutan abang dan adek sih? Sejak itu aku kapok memanggil semua cewek dengan panggilan dek.

8 comments:

Blogs Of Hariyanto mengatakan...

ternyata wajah imut bisa menipu juga ya..usia tua terlihat muda....,
btw- kok kapok manggil adek lagi...jangan dong...siapa tahu bisa ktemuan adek beneran...
keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)

Andryxzx mengatakan...

seru kak! hahahaha
gak nyangka endingnya. bener-bener gak ketebak. 1987 ke 1997. perbedaan 5 tahun. :)))

Damar mengatakan...

gluntang, nggak kebayang perbincangan abang adek berakhir "tragis" seperti itu.
Penampilan fisik ternyata nggak selalu menunjukkan usia

Nuel Lubis, Author "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" mengatakan...

Hahaha.... Aku juga pernah gitu... Masih suka disangka lebih muda dari penampilan kalau orang lihat aku langsung. LOL. Bahkan gara-gara penggunaan bahasa, sampai-sampai di blogosphere juga...

Muhamad Ratodi mengatakan...

suka banget endingnya dengan kalimat "nyaris tewas" nya :D pelajaran nih buat yang masih muda2 #apasih :D

Adi Yulianto mengatakan...

pupus lah sudah modus pedakate nya..

Irly mengatakan...

abang terjebak wajah muda "adek". hihi.. :p

Bimbel online mengatakan...

seru

Follow me

My Trip