Agustus 29, 2014

Tas Disayat

Agak lama udah nggak posting blog. Sedang ada orang tua di Depok karena adik saya hari ini wisuda, jadinya agak sibuk ngajakin mereka jalan-jalan sepulang kerja. Sebenarnya ada hubungannya postingan saya kali ini dengan kedatangan orang tua saya. Mau tau? Begini ceritanya...

Dua hari yang lalu, ketika orang tua saya datang, saya memutuskan untuk pergi ke Depok sepulang kerja. Biasanya saya jemput di Bandara dan jalan bareng naik mobil atau taksi ke tempat tujuan. Berhubung saya sakit flu, demam, batuk, dan ingus mengucur melulu, jadinya saya nggak mau terlalu capek jemput ke Bandara. Pengen langsung samperin aja ketika udah sampai Depok.

Nah, saya 'kan nggak pernah naik KRL (Commuter Line) atau kereta sepulang jam kantor. Asumsi saya masih biasa aja deh desak-desakannya. Masih sanggup saya hadapin. Saya naik dari stasiun Sudirman (terdekat dari kantor klien saya), trus tap kartu Flazz BCA, dan turun ke bawah untuk menunggu kereta datang. Sebenarnya nggak rame-rame amat penumpang yang menunggu kereta, saya masih bisa masuk kereta dengan aman dan nggak terlalu berdesakan.

Sayangnya setiap berhenti di stasiun-stasiun berikutnya, orang yang masuk kereta banyak bangetttttt! OMG! Saya udah kayak pepes. Handphone saya jagain banget di saku, dan merasa kalau dompet masih aman karena saya taruh di sarung laptop. Sekitar 20 menit kemudian, alhamdulillah sampai juga di stasiun Universitas Indonesia. Itu aja saya harus jalan ke pintu keluar sejak stasiun Lenteng Agung. Desak-desakan banget deh. Gile banget! Sampai di stasiun UI, sebelum keluar stasiun saya duduk dulu dan minum. Keringetan banget badan saya. Untung flu saya udah mendingan, kalau nggak bisa sakit lagi nih. Duh, kebayang adik saya setiap hari begini. Apalagi bulan Ramadhan dan orang-orang pada puasa yah?! Kesabaran bakal di uji banget kalau begini sih.

Adik saya datang menjemput dan membawa saya di kos-kosan yang orang tua saya sewa untuk beberapa hari. Saya duduk melepas lelah dan melihat ransel pink kesayangan saya. Saya heran, kenapa body wash Lifebuoy yang biasa saya bawa kemana-mana sedang mengintip keluar? Sewaktu saya ambil body wash-nya, barulah saya sadar kalau tas ransel saya disayat. Ah, disayatnya ditengah-tengah lagi. Saya sediiihhh! Ransel ini udah ikut saya jalan-jalan ke seluruh negara yang saya kunjungi. Rencana saya masih mau bawa dia jalan-jalan ke Hongkong Januari nanti dan sekarang udah nggak bisa. Hiks, sedih banget!!!

Saya heran, kapan yah disayatnya? Perasaan saya berdiri di depan ibu-ibu lagi menelepon. Apa pas masuk kereta ya? Atau pas mau keluar kereta? Saya jadi mengira-ngira. Tapi alhamdulillah nggak ada yang hilang. Mungkin copetnya mengira botol body wash itu seperti handphone kali yah. Pas waktu disayat dan ketemunya sabun cair, si copet seolah mendapat ZONK! Anda kurang beruntung, hahaha. Kali ini anda hanya mendapatkan sabun cair.

Buat kalian yang setiap hari pulang-pergi naik kereta, hati-hati yah. Kata adik saya sih, bisa jadi si copet tau kalau gerak-gerik saya seperti orang baru pertama kali naik KRL. Padahal saya sering naik kereta kalau weekend. Canggih banget para copet sekarang ini. Alhamdulillah saya masih selamat :)

Buat adikku tercinta, Happy Graduation Day yah! Setelah mengarungi bertahun-tahun bersama kakak di Jakarta, kena omel, jalan sana-sini, jadi kere sama-sama, alhamdulillah lulus juga dari Universitas Indonesia. Nanti saya posting di blog ^_^

Agustus 20, 2014

Dusun Bambu Lembang

Melanjutkan jalan-jalan saya di Bandung weekend kemarin. Udah lama banget pengen ke Dusun Bambu. Apalagi setelah melihat instagram Pak Ridwal Kamil dan Dian Pelangi yang pernah kemari. Jadi penasaran banget dan mumpung lagi ke Bandung, main kesini deh. 
Ignore the woman
Dusun Bambu ini berada di Kampung Cijanggel Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Letaknya tak jauh dari tempat wisata alam Curug Cimahi, tapi jauh banget dari pusat kota. Perjalanan saya dari rumah sepupu di Buah Batu ke Dusun Bambu tanpa macet aja sekitar satu jam. Mana harus melewati Parongpong yang jalanannya agak rusak dan terus menanjak. Kasian teman saya yang nyetir dan kasian mobilnya juga, hahaha. Saya sih tinggal duduk manis menikmati bunga-bunga di sekitar jalan Parongpong.

Sesampai di pintu masuk Dusun Bambu terlihat ada antrian kendaraan. Ternyata parkiran atas udah penuh, jadi semua mobil diarahkan ke bawah. Untuk tiket masuk perorang Rp. 10,000 dan permobil Rp. 10,000. Jadi, karena kita bertiga dalam mobil bayarnya Rp. 40,000. Lapangan parkirnya lumayan luas, tapi kalau mau naik ke bagian atas (resto, pasar, saung) harus naik Wara-Wiri (free shuttle).
Wara-wiri
Monumen bambu
Dinamakan Dusun Bambu karena daerah ini juga tempat konservasi bambu. Kalian bisa melihat bermacam-macam bambu dari seluruh Indonesia. Saya melihat Bambu Bali yang warnanya hitam seperti tebu. Ada juga beberapa bambu unik lainnya. Sudah seperti museumnya bambu deh. Kita juga akan disuguhi pemandangan hamparan sawah yang luas serta saung-saung di sekitar tempat parkir. 

Di Dusun Bambu ini terdapat banyak tempat. Saya nggak mampir ke semua tempat soalnya pake sendal wedges dan nggak bawa sendal jepit. Agak susah jalan di pematang sawah dan terasiring dengan alas kaki tebal. Saya kira Dusun Bambu ini sejenis Restaurant mewah seperti Maja Hause. Tapi ternyata banyak tempat bermain dan berfoto untuk semua kalangan. Baiklah, saya akan ceritakan satu persatu.

1. Pasar Khatulistiwa
Namanya juga pasar, pengunjungnya rameeee banget deh. Disini kalian bisa menikmati jajanan pasar bermacam ragam. Mulai dari batagor, tahu gejrot, donat, sosis, kupat tahu, dan lain-lain. Bahkan kerak telor pun ada. Awalnya saya mau makan disini. Ternyata setelah berkeliling pasar, kursi untuk makan udah penuh. Mungkin karena hari minggu juga kali yah?! Mana lagi suasanana 17 Agustusan. Jadinya emang rame banget deh pengunjungnya.
Antrian voucher dan tahu gejrot
Yang bikin ribet disini adalah kita harus menukar voucher, sejenis uang kertas. Sayangnya kalau kita belanja senilai kurang dari nilai voucher, nggak ada kembaliannya. Misalnya saya beli Tahu Gejrot Rp. 12,500, dan memberikan voucher Rp. 15,000, saya nggak akan mendapatkan kembalian Rp. 2,500. Hangus aja duitnya. Nggak enak banget 'kan? Maunya pakai kartu Top up begitu yah. Jadinya nanti ada tempat Refund.
Jajanan
Untuk harga makanan menurut saya nggak murah-murah amat. Tahu Gejrot Rp. 12,500, Sosis Rp. 20rban bahkan yang gede Rp. 40rban. Trus air tebu harganya Rp. 20,000. Gila yah? Biasanya saya beli di Ciwalk cuma Rp. 7,000. 

Yang nggak enaknya lagi, jadi di dalam pasar ada sejenis warung. Kalian bisa beli minuman, kripik-kripik khas Bandung, macem-macem deh. Tapi kalian nggak boleh pakai Voucher disini. Harus pakai uang beneran. Sialnya, saya masih punya banyak voucher dan nggak bisa di belanjain. 


2. Burangrang
Kalau kalian mau merasakan kenyamanan nongkrong, ngobrol, makan enak, dan pelayanan nomor 1, Restaurant Burangrang adalah tempatnya. Karena banyak yang mau makan disini, kita harus waiting list terlebih dahulu. Enaknya disini kalau waiting list, kita wajib meninggalkan nomor handphone. Daripada menunggu di sekitar Resto, saya jalan-jalan ke Pasar Khatulistiwa untuk jajan. Sekitar setengah jam kemudian, saya di telepon Restonya untuk mengabari kalau tempat untuk saya sudah tersedia. Ya udah, tinggal jalan aja ke Resto.
Interior Resto Burangrang
Restaurant Burangrang ini memiliki dua konsep. Ada Parasmanan dan Order dari Menu. Saya duduk di bagian resto Order dari Menu. Awalnya pengen parasmanan aja karena ngeliat kokinya langsung masak di depan kita. Sayangnya Parasmanan udah full booked. Interior di dalam resto unik dan mewah. Banyak sofa dan kursi-kursi unik yang bisa menghadap langsung ke Saung Purbasari (danau buatan).
Background langsung saung Purbasari
Baiklah, saya pesan Nasi Goreng Dusun Bambu (Rp. 45,000). Rasanya enak banget lho! Bumbu nasi gorengnya berasa banget. Ntah karena udah jam 3 sore dan saya belum makan siang, jadinya saya merasa makanan saya enak banget. Ada ayam, udang gede, dan telur mata sapi untuk menemani nasi goreng. Berhubung saya lagi flu, saya pesan minuman Geulis Nyari (Rp. 30,000), gabungan dari beberapa jus seperti strawberry, nenas, jeruk, dan sebagainya. Yang uniknya lagi, piring untuk menyajikan makanan gede banget dan terbuat dari bambu juga.
Nasi Goreng Dusun Bambu dan Geulis Nyari
Teman saya memesan Bebek Goreng Dusun Bambu (Rp. 72,000). Bebeknya empuk, sambalnya enak banget, tapi porsi sambalnya sedikit. Ada lagi Ayam Penyet (Rp. 62,500), tapi saya nggak nyobain. Untuk minuman ada Bodas Nyacas (Rp. 30,000), gabungan dari beberapa jus dan sirup, lalu ada juga Orange Juice (Rp. 27,500). Harga minuman rata-rata di Resto ini 30rban dan makanan diatas 40rban. Nasi goreng Dusun Bambu termasuk murah berarti. Oh ya, untuk makanan penutup, saya pesan Pisang Goreng Saus Caramel (Rp. 25,000). Ada 3 buah pisang dan 1 scoop es krim diatasnya. Hmm, enak banget deh untuk menikmati suasana sore.
Bebek Goreng Dusun Bambu dan Bodas Nyacas
Ayam Penyet dan Orange Juice
Pisang Goreng Caramel
Kalian bisa memilih duduk di sofa, meja makan standar, atau duduk di luar menghadap ke danau. Sewaktu saya pergi kemarin, sinar matahari menyinari meja saya dan membuat kepanasan, jadinya saya pindah meja. Nah, sewaktu pindah meja yang sama sekali nggak terpapar sinar matahari, kami malah kedinginan. Mungkin karena daerah Lembang memang masih sangat dingin. Padahal saya udah pakai sweater tetap aja dinginnnnn.
Meja makan sofa
Kursi untuk duduk di balkon menghadap Saung Purbasari

3. Lutung Kasarung (Bird Nest Restaurant)
Salah satu tempat unik lainnya yang ada di Dusun Bambu adalah Resto dalam sangkar. Sebenarnya saya pengen makan disini, tapi waiting listnya kelamaan. Kalian harus membayar sewa tempat perjam Rp. 100,000 untuk nongkrong di tempat ini. Untuk menikmati suasana sangkar burung sebenarnya harga segitu nggak terlalu mahal karena kalian bisa masuk berdelapan orang kedalam sangkar.
Bird Nest
Gaya dulu
Menu yang ditawarkan untuk Resto Sangkar ini adalah makanan Sunda seperti soto, ayam penyet, dan lain-lain. Nggak terlalu banyak menunya dan harganya sekitar Rp. 40rban, makanya saya memutuskan untuk makan di Burangrang aja. Di Lutung Kasarung ini saya cuma berfoto disepanjang jalan ke sarang burung. Banyak banget juga orang yang berfoto disini.

4. Saung Purbasari
Salah satu restaurant lainnya adalah Saung Purbasari yang terdapat di pinggir danau buatan. Kapasitas di dalam saung 6-12 orang, lebih besar dari Lutung Kasarung. Sewaktu saya kesana, tempat ini penuh juga. Aahh, semua tempat penuh deh. Sebenarnya nggak ada yang terlalu spesial di Saung ini. Memang sih lebih private, bisa sekalian tidur-tiduran di saung. 
Saung Purbasari
Untuk mengitari danau, ada fasilitas Sampan Sangkuriang yang gratis. Kemarin itu di tengah danau ada pertunjukan angklung yang suaranya menggelegar sampai ke Resto Burangrang. Orang-orang bisa duduk di terasiring atau dibawah payung-payung untuk menikmati pertunjukan angklung. Sangat tradisional tapi saya sangat menikmatinya. Mungkin karena saya anak kampung kali yah, jadi saya suka yang serba tradisional. Jadi pengen buat seperti ini di belakang rumah, mumpung ada sawah terhampar.
Terasiring dan payung-payung
Sebenarnya masih banyak tempat seru lainnya di Dusun Bambu ini. Berhubung saya nggak mau kemaleman karena harus balik ke Jakarta, jadinya sekitar jam enam sore, saya pulang. Anehnya ketika pulang, waktu tempuh terasa lebih cepat. Nggak sampai 30 menit, saya dan teman-teman sudah sampai di Dago. Mungkin karena jalan pulang ini menurun kali ya, jadinya lebih cepat.

Baiklah, sekian review dari saya. Dusun Bambu ini bisa menjadi tujuan wisata baru di Bandung. Selamat mencoba ^_^

Agustus 18, 2014

Kopi Progo

Weekend kemarin saya main lagi ke Bandung. Akhirrnyaaaaa.... setelah 10 bulan nggak ke kota yang bisa disebut rumah kedua (setelah Aceh) bagi saya. Kangen banget suasana Bandung. Alhamdulillah pas kesana kemarin nggak macet sama sekali. Kemana-mana enak, jalanan pada kosong. Mungkin karena baru arus balik mudik Lebaran, jadinya orang-orang nggak main dulu kali yah ke Bandung. Ternyata walaupun saya sudah menghabiskan 4 tahun di Bandung, sekarang saya mulai agak lupa jalan. Mungkin karena dulu mahasiswa langganan angkot kali ya?!

Kemarin saya ke Bandung dalam rangka menghadiri salah satu pernikahan teman dekat saya, Erick Felix. Pesta pernikahannya keren banget. Baru kali ini saya datang ke nikahan dengan konsep yang unik. Ada video, dancers, macem-macem deh acaranya. Pasti mahal tuh! Sebenarnya saya sangat suka menghadiri pernikahan mewah. Sekalian berdoa supaya bisa membuat pesta semewah itu suatu hari, aminnn!

Baiklah, sesuai dengan judul. Kali ini saya mau me-review salah satu Cafe di Bandung bernama Kopi Progo. Alamatnya di Jl. Progo no. 22 Bandung Telp. 4203820, belakangnya Jonas Photo kalau kalian bingung. Ada juga cabangnya di Jl. Sumatera No.20 Bandung, Telp. 4213568. Sejak kuliah dulu, pengen banget nyobain nongkrong disini, cuma belum kesampaian. Mungkin karena anak kuliah sering bokek kali yah, hahahaha.

Sekalian killing time sebelum ke pesta pernikahan Erick Felix, kami nongkrong disini. Ntah karena weekend juga kali yah, jadi pengunjungnya rameeee bangett. Rata-rata mahasiswa yang nebeng wifi gratisan juga disini. Lagian, daripada ber-wifi ria di Starbucks yang harga minumannya mahal untuk kantong mahasiswa, emang mendingan nongkrong disini.
Suasana Cafe rame banget
Menurut saya harga minuman di Cafe ini murah. Range harga hanya sekitar Rp. 15,000 sampai Rp. 22,000. Murah kan? Minumannya juga enak, hampir semua minumanan ada float diatasnya. Saya pesan Chocolate Caramel Rp. 21,500. Teman saya pesan Karleta dan satu lagi lupa namanya. Di daftar harga saya nggak menemukan Karleta, jadi saya langsung nunjuk foto minumannya aja di buku menu.
Karleta (pink), Chocolate Caramel, dan satu lagi lupa
Saya nggak nyobain makanannya disini. Kebanyakan sih makanan western seperti pancake, sandwich, dan lainnya. Harganya juga murah. Paling mahal Rp. 35,000 doang. Roti bakar cuma Rp. 15,000. Seneng banget ngeliat harganya karena murah. Berhubung mau ngosongin perut karena mau ke nikahan, jadi nggak nyicip deh. Cafe ini cocok kok buat nongkrong menghabiskan waktu ngumpul bersama teman. Internetnya juga kenceng. Saya mengupdate semua aplikasi di handphone disini, hihihihi. Cuma kalau kalian pengen suasana tenang dan romantis, tempat ini kurang saya rekomendasikan sih. Karena banyak banget mahasiswa ngobrol keras-keras dan ketawa-ketiwi.

Selamat mencoba ^_^

Agustus 13, 2014

Bulan Terbelah di Langit Amerika

Udah agak lama saya nggak posting blog. Kali ini saya mau meresensi sebuah buku yang telah selesai saya baca bulan puasa kemarin, tepatnya ketika di dalam pesawat pulang ke Aceh. Buku ini saya beli karena Gramedia lagi diskon pakai kartu kredit waktu itu. Pengarangnya adalah Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, sepasang suami istri yang telah keliling dunia untuk menemukan jejak islam.

Mungkin kalian pernah membaca buku 99 Cahaya di Langit Eropa dan Berjalan di Atas Cahaya yang menceritakan pengalaman Hanum dan Rangga di Eropa. Kali ini mereka menuju benua Amerika untuk melaksanakan tugas. Sejak bekerja di sebuah surat kabar Austria, yang bernama “Heute ist Wunderbar”, Today Is Wonderful". Hanum terus diberikan tugas untuk meliput kabar yang luar biasa. Kali ini, Gertrud Robinson, bos Hanum, menantangnya untuk menulis artikel  berjudul “Would the world be better without Islam? Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?”. Bagi Hanum, hal itu adalah sebuah tugas yang menyakiti hatinya dan pekerjaan yang sangat besar. Ia harus membuktikan bahwa dunia dan islam adalah dua hal yang tak terpisahkan. Bagi Gertrud Robinson, Hanum adalah orang yang tepat untuk menjelaskannya, sebab ia muslim. Karena kalau saja Jacob (wartawan lain) yang menuliskan artikel itu, sudah pasti Jacob akan menjawab 'Ya'.

Hanum dan Rangga akhirnya terbang ke Amerika secara bersama-sama, namun mereka memiliki misi yang berbeda. Berbeda dengan Hanum, Rangga pergi untuk menghadiri Konferensi Ilmiah yang ternyata pada akhirnya mempertemukan mereka pada Philipus Brown, seorang pengusaha dermawan (selalu memberikan bantuan kepada negara-negara bertikai seperti Pakistan dan Irak) yang juga merupakan korban Black Tuesday 9/11. Seolah kejadian demi kejadian merupakan kebetulan, tapi semua tokoh yang ditemui Rangga dan Hanum menguak fakta sebenarnya tentang peristiwa 9/11. Semua rentetan cerita, berkumpul jadi satu dan membentuk sebuah fakta bahwa Amerika dan islam adalah dua hal yang tak terpisahkan.

Buku ini juga menceritakan sejarah mengenai hubungan Islam dan Amerika, seperti potongan surat An-Nisa yang tertulis di salah satu pintu gerbang fakultas Hukum Harvard USA. Oh ya, novel ini juga mengungkapkan fakta bahwa Christophorus Colombus sebenarnya bukan penemu benua Amerika. Sekitar 300 ratusan tahun sebelum Colombus datang ke Amerika, penghuni pertama benua ini adalah orang Indian, orang-orang bertubuh tegap berbalut jubah, berhidung mancung, dan berkulit merah. Hal yang mengejutkan lagi adalah ketika mengetahui bahwa dalam jurnal pelayarannya Colombus, ia melihat adanya kubah masjid yang indah di Selat Gibara. Hal itu menjadi bukti bahwa islam hadir di Amerika jauh sebelum Colombus datang.

Salah satu yang membuat saya menangis ketika membaca buku ini di pesawat yaitu cerita tentang detik-detik ketika suami Azima, Ibrahim Husein, yang tewas dalam peristiwa mengerikan pagi itu mencoba menyelamatkan Philipus Brown. Seolah kejadian demi kejadian di novel ini tergambar jelas di pikiran saya, sampai nangis dan nggak tidur di pesawat. Sempat malu juga sama penumpang yang duduk di kiri dan kanan saya karena saya menangis, tapi sekali-kali saya tutup wajah saya dengan jilbab biar nggak begitu kelihatan.

Novel ini cocok untuk dibaca oleh semua masyarakat, mau muslim atau nonmuslim, agar kita tau Muslim is Not a Terrorist. Pembaca akan paham bahwa dunia dan islam adalah dua hal yang tak terpisahkan. Dunia tanpa islam adalah dunia tanpa kedamaian.

Agustus 06, 2014

Keunikan Aceh Part 2 : Lisa Salon

Salah satu keunikan lainnya yang saya ketemu di Aceh adalah sebuah Salon. Sewaktu di Jakarta, saya kesulitan 'nyari salon untuk potong rambut karena rata-rata pasti campur sama cowok. Biasanya saya maen ke Bandung, baru deh potong rambut. Berhubung udah hampir setahun nggak ke Bandung, terakhir bulan Oktober tahun lalu dan cuma creambath doang, jadi bisa dibayangin betapa panjangnya rambut saya.

Saya udah niatkan mau potong rambut di Matang Glumpang Dua, Aceh, nama kota tempat tinggal saya. Adik saya mengajak ke salon bernama Lisa Salon di pasar. Papan nama toko sangat minimalis. Sepertinya tulisan 'Lisa Salon'nya ditulis sendiri dengan kuas cat. Nggak perlu papan nama toko yang keren, tapi pengunjung salonnya selalu rame.


Ketika saya datang, saya mengintip kedalam dan melihat beberapa pengunjung. Saya kira semua pengunjung mau potong rambut, tapi ternyata ada juga yang cuma mengantar. Kata adik saya, "Nggak apa-apa tunggu aja. Dia motongnya cepet kok." Kalau nggak salah saya mendapatkan antrian kelima untuk potong rambut. Saya berpikir kalau satu orang 20-30 menit, berarti 2 jam lagi baru kelar. Saya hanya bisa pasrah menunggu karena males untuk kembali keesokan harinya.

10 menit kemudian, saya lihat sudah 2 orang beres dipotong rambutnya. Kok cepet banget? Dan potongannya rapi. Saya heran, kok bisa yah? Dia lebih jago daripada hair stylist yang ada di Salon Jakarta. 30 menit kemudian, tibalah giliran saya. Keren ya, dia bisa memangkas rambut 5 orang dalam waktu 30 menit. Awalnya rambut saya beberapa kali disemprot air. Lalu dia mengambil rambut saya semuanya dalam genggamannya dan KREK! KREK! Saya syok! Dia potong rambut saya sekalian semuanya. Saya mengkode adik saya, apa potongannya rapi apa nggak? Adik saya bilang rapi.

Nggak sampai 5 menit, rambut saya selesai dipotong. Saya periksa ulang di cermin dan ternyata emang rapi. Tarifnya hanya Rp. 15,000 saja. Wah, senang banget dong saya. Udah rapi, cepat, dan murah. Jadi promosi begini, hihihihi. Lain kali saya potong rambut disini lagi deh, hahahaha.

Saya lagi minta foto papan nama toko Lisa Salon itu tapi belum dikirimin. Kalau udah dikirim, nanti saya update lagi ya :)

Agustus 03, 2014

Keunikan Aceh Part 1 : Apa Soi

Baru sembuh rasa capek setelah pulang mudik. Jadi baru bisa nulis blog lagi. Mumpung masih suasana lebaran, saya mohon maaf karena jarang update blog. Kalau ada pertanyaan yang kalian tinggalkan di blog saya, pasti akan saya balas. Cuma kalau mau posting blog 'kan harus lebih konsentrasi dan lebih menyita waktu, jadinya belum sempat terus. Saya akan mencoba blogwalking lagi untuk menebus kesalahan saya, hihihi. Kali ini saya akan memposting beberapa keunikan di Aceh yang saya temui ketika saya mudik kemarin. Ada beberapa hal, tapi saya urutkan berdasarkan yang menurut saya paling ingin saya ceritakan.

Postingan pertama kali adalah Apa Soi. Apaan itu Apa Soi? Sabar dulu. 'Apa' dalam bahasa Aceh artinya Paman. Jadi Apa Soi itu Paman Soi. Siapa dia? Dia itu pemilik warung Mie Aceh Apa Soi Ikue Alue yang berada di Jl. Medan - Banda Aceh (lintas Sumatera) Km. 204, Kabupaten Bireuen. Jadi kalau kalian suatu hari main ke Aceh Utara, warung ini berada antara kota Jeunieb dan Bireuen. Main ke Aceh makanya, biar saya anterin ke warung ini, hahaha.
Plang nama toko
Apa sih keunikan warung mie Apa Soi? Warung mie Aceh yang satu ini adalah salah satu warung mie Aceh paling rameeeeee. Kalau rame pasti enak 'kan ya? Nah, 2 tahun lalu, saya mampir ke warung ini tapi penuh nggak ada tempat. Trus mau pesan untuk bawa pulang. Saya langsung pesan ke kokinya si Apa Soi, tapi dia diam aja. Pikir saya, mungkin lagi ribet. Ya udah kami sekeluarga nggak jadi makan disitu dan pulang.

Pas lebaran tahun lalu, warung Apa Soi ini masih rameeee banget juga. Saya mau pesan lagi, paling nggak waiting list deh. Cuma karena warung di kampung, mana ada waiting list. Jadinya saya bilang ke Apa Soi (lagi) mau pesan. Eh dia nggak jawab juga. Papa saya nanya, "kok dia nggak mau jawab ya?" Trus ada istrinya jawab, "Jangankan sama bapak, pertanyaan saya aja nggak akan dia jawab karena dia nggak mau racikan bumbu mie Acehnya ada yang kurang. Harus konsentrasi." Saya dan keluarga kaget. Oh, makanya dia konsen banget sama wajan mie yang lagi dia aduk-aduk. Hihihihi.
Apa Soi lagi nggak masak jadi ngobrol
Sebenarnya sih saya bisa aja mencari warung mie yang lain karena di Aceh 'kan warung mie Aceh ada dimana-mana. Cuma tahun ini, lantaran 'masih penasaran' sama si Apa Soi, ya udah balik lagi. Pas sewaktu saya mau terbang ke Jakarta dan diantar oleh keluarga ke Banda Aceh, warung Apa Soi belum buka. Nah pas keluarga saya udah pulang, mereka mampir ke warung Apa Soi dan BERHASIL mencicipinya. Sayangnya, saya nggak ada disitu. Tapi testimoni keluarga saya yang harusnya rasa lidah kami sama, mie Aceh ini ternyata emang Subhanallah enak banget. Nggak rugi si Apa Soi sangat khusyuk dalam memasak mie.
Mie udang dan es kelapa muda
Untuk harganya, Mie Udang Rp. 20,000. Mie Biasa Rp. 7,000. Kepiting Rp. 17,000 per ons, jadi kalau pesan kepiting 1 ons (100 gr) tambah mie Rp. 7,000,- jadi total harganya Rp. 24,000. Minuman es kelapa muda 1 buah hanya Rp. 6,000 saja. Lumayan murah ya? Cuma untuk berhasil mencicipi masakan beliau, kalian harus rela mengantri. Apalagi saya udah ngantri di tahun ketiga. Hihihi. Suasana warung makannya pun adem karena tepat berada di bawah pohon rindang dan kiri kanannya adalah sawah. Pokoknya asik banget deh disini.

Selamat menikmati :)

Follow me

My Trip