Januari 26, 2015

From Penang to Jakarta

Dokter di Rumah Sakit Lam Wah Ee bilang kalau Ayah saya boleh pulang. Kondisi beliau memang masih sangat lemah, tapi mau nggak mau harus pulang ke Indonesia. Awalnya sih mau dibawa pulang ke Aceh. Tapi rapat keluarga memutuskan agar Ayah saya langsung di bawa ke Jakarta. Selanjutnya akan berobat di Jakarta. Saya booking tiket Airasia dari Penang ke Jakarta jam 20:30, sehingga bisa agak nyantai beres-beresnya.

Oh ya, saya sempat mau menuliskan alamat rumah yang saya sewa di sekitar Rumah Sakit. Saya foto saja sekalian kartu nama pemilik rumah. Memang sih rumahnya sederhana, tapi semua peralatan rumah komplit. Harga sewa perkamar juga murah sekitar 50 MYR dan kalian bisa menginap berempat satu kamar. Jadi bisa berhemat 'kan? Lumayan lah buat bayar biaya Rumah Sakit.
Klik aja untuk memperbesar gambar
Saya dan Mama membereskan urusan administrasi rumah sakit terlebih dahulu. Kami harus bayar sekitar 4000 MYR atau 15 jutaan rupiah untuk biaya kamar, dokter, obat, dan ruang operasi. Masih terjangkau sih harganya, mengingat pelayanannya bagus dan nggak usah antri pengobatannya. Setelah administrasi beres, kami pulang ke rumah sewa untuk mengambil koper. Kami meminta si Achong (pemilik rumah) memesankan mobil untuk mengantar kami ke bandara. Jam 3 sore, mobil jemputan pun datang. Sayangnya karena bentuknya mini bus, Ayah saya nggak bisa naik. Udah usaha semaksimal mungkin pun tetap nggak bisa naik. Akhirnya kami membayar 5 MYR untuk sopir taksi karena nggak jadi memakai jasanya.

Kami memutuskan pakai taksi sedan. Pengennya sih naik taksi seperti kemarin karena mobilnya keren dan agak tinggi joknya. Sayangnya yang ada di depan rumah sakit hanya taksi kecil dan sempit. Untung aja Ayah bisa masuk ke dalam taksi walaupun sangat susah payah. Karena mobil sedan terlalu rendah, jadi setiap ada gundukan atau polisi tidur sangat terasa untuk Ayah, berhubung emang yang sakit tulang belakang. Perjuangan banget bawa Ayah ke bandara.

Sesampai di bandara, saya bertanya di konter informasi dimana bisa mendapatkan kursi roda. Awalnya mereka suruh saya langsung cek in Airasia. Tapi karena masih sore dan konter cek in belum buka, jadinya saya mohon pihak bandara untuk menyediakan kursi roda. Teringat Ayah pasti udah kesakitan banget. Untung aja, petugasnya baik hati. Saya hanya disuruh menitipkan KTP, lalu boleh mengambil kursi roda. Turun dari taksi dan duduk di kursi roda pun, Ayah saya kesakitan. Untung Om saya pinter banget menuntun Ayah secara perlahan-lahan untuk pindah ke kursi roda dengan bertumpu ke tongkat. Kasian banget melihat beliau merintih. Akhirnya Mama memberikan obat pereda sakit, baru Ayah bisa duduk dengan tenang.

Kami menyempatkan diri untuk nongkrong sejenak di Kopitiam agar Ayah bisa makan sedikit. Karena kalau minum obat 'kan nggak boleh kosong perutnya. Setelah makan, saya cek in di konter Air Asia. Sebenarnya saya udah cek in via web. Tapi sewaktu mau print boarding pass di mesin Self Check In, nggak bisa. Karena dalam satu kode booking, ada satu orang yang memerlukan kursi roda. Petugas Air Asia awalnya juga bertanya mana boarding pass? Trus saya bilang ada yang butuh kursi roda, jadi langsung disuruh cek in ke konter. Saya hanya tinggal menunjukkan kode booking ke petugas konter, memberikan passpor, lalu menaikkan bagasi ke timbangan. Saya bilang ke petugas kalau Ayah saya baru beres operasi, jadi sama sekali nggak bisa turun tangga.

Setelah cek in dan petugas Air Asia memberikan kursi roda, saya mengembalikan kursi roda milik bandara dan mengambil kembali KTP. Selanjutnya saya mendorong kursi roda Ayah masuk ke ruang immigrasi. Karena membawa orang sakit, kami nggak dipersulit. Seharusnya kita harus meletakkan 2 jari untuk finger print, tapi Ayah saya nggak. Hanya saya doang yang meletakkan jari. Ayah hanya diliat wajahnya saja untuk menyamakan dengan passpor. Setelah beres immigrasi, lalu pengecekan barang yang akan masuk kabin. Saya bawa botol minum berisi air 1,5 Liter. Saya bilang saja, "Untuk minum obat." Petugas melihat Ayah saya di kursi roda, lalu mempersilakan saya membawa air minum. Ayah hanya duduk di kursi roda, di dorong oleh petugas memasuki pintu detector. Setelah beres, kami masuk ruang tunggu.
Menunggu
Kejadian paling dramatis lainnya adalah ketika Ayah harus naik pesawat. Kursi roda hanya bisa di dorong sampai pintu pesawat, sedangkan Ayah saya harus berjalan untuk masuk ke kursi nomor 2B (setiap penumpang yang membutuhkan kursi roda, bisa duduk di premium seat). Lorong kursi yang agak sempit membuat Ayah sangat kesakitan, apalagi harus berjalan. Saya sudah khawatir banget. Ayah sampai menyandarkan kepalanya ke kursi depan saking sakitnya. Pesawat dari Penang ke Jakarta memakan waktu 2 jam 15 menit. Selama terbang, turbulensi pesawat pun lumayan banyak. Saya jadi sangat takut tulang Ayah sakit lagi. Jadi beberapa kali turbulensi, saya jalan ke depan untuk mengecek Ayah dan Om saya. Alhamdulillah nggak apa-apa.

Sampai di Jakarta, kami menunggu semua penumpang turun. Karena kesakitan, Ayah nggak bisa berpindah dari kursi 2B ke 2C. Saya dan Mama disuruh turun petugas karena biarkanlah Ayah ditangani oleh mereka. Udah sampai di landasan pesawat pun, saya dan Mama sangat khawatir. Awalnya petugas menaikkan kursi roda yang besar, lalu turun lagi mengganti kursi roda yang kecil. Beberapa petugas pun jadi naik keatas karena memang Ayah saya lama banget nggak turun-turun. Salut banget sama petugas Air Asia yang siaga banget dan punya persiapan matang untuk penumpang pasca operasi. Akhirnya Ayah saya diatas kursi roda diangkat 3 atau 4 orang petugas menuruni tangga pesawat. Petugas lalu menaikkan Ayah ke bus, lalu bus jalan sampai pintu kedatangan. Urusan passpor, sudah ditangani oleh petugas Airasia. Bahkan petugas mengantarkan sampai ke taksi Bluebird. Proses dari kursi roda ke taksi pun memakan waktu sekitar 15 menit, sambil diliatin banyak orang. Sopir taksi pun jadi nggak tega liat Ayah.

Saya turun di Central Park untuk pulang ke kosan, lalu dilanjutkan oleh abang saya yang membawa Ayah, Mama, dan Om ke kosannya di Kemanggisan. Malam ini terasa sangat panjang. Saya sedih, lelah, khawatir, semua jadi satu. Ya Allah, semoga Ayah cepat sembuh :'(

Januari 22, 2015

Around Penang

Di Penang, saya menginap di penginapan yang dekat dengan rumah sakit bernama Rumah Teras. Kata Mama memang orang Aceh banyak yang tinggal di rumah ini karena murah dan fasilitasnya lengkap. Kalian bisa menyewa kamar 50 MYR permalam tapi fasilitas yang kalian dapatkan seperti menyewa sebuah rumah dengan perabotannya. Kita bisa masak, mencuci pakaian di mesin cuci, pinjam kursi roda, ada rice cooker, panci, dan wajan yang bisa kita pakai. Mungkin karena orang berobat ke Penang biasanya memang lama. Jadi lebih baik tinggal di rumah sewa daripada hotel.

Hari ini kondisi Ayah saya sudah jauh lebih baik, walaupun belum bisa duduk dan berjalan. Sewaktu Ayah tidur siang setelah minum obat, saya, Mama, dan Om berencana untuk berkeliling Penang. Bahasa Melayunya "pusing-pusing" melihat kota. Berhubung saya baru pertama kali kesini. Kami turun dari rumah sakit dan mencoba menawar taksi. Ada supir taksi bilang kalau dia mau jalan-jalan 3 jam dengan harga 100 MYR. Wah, nggak mungkin meninggalkan Ayah selama itu. Akhirnya kami berjalan keluar pagar rumah sakit, siapa tau bisa dapat rental mobil, bukan taksi.

Tiba-tiba ada bunyi klakson mobil dibelakang saya. Saya menoleh lalu baru sadar ada taksi yang mengikuti kami. Mobilnya bagus, nggak seperti taksi sempit dan kecil yang biasa banyak terdapat di depan rumah sakit. Dia bilang mau mengantarkan kami jalan-jalan selama 2 jam dengan harga 70 MYR. Sebenarnya sama aja sih mahalnya, cuma mobilnya bagus. Mengingat cuaca di Penang super panas, mendingan pakai mobil yang ACnya bagus.
Jembatan Penang
Tugu Jembatan
Perjalanan pun dimulai. Tujuan pertama saya adalah Jembatan Penang yang merupakan salah satu jembatan terpanjang di dunia. Dengan panjang lebih dari 13,5 KM, jembatan ini adalah sebuah jalan bebas hambatan yang menghubungkan Seberang Prai di daratan Malaysia dan Bayan Lepas di pulau Penang. Jembatan yang resmi dibuka pada tahun 1985 ini telah menjadi salah satu ikon Malaysia, khususnya Penang, karena desainnya yang khas. Selain itu, Penang Bridge juga sangat berkontribusi dalam perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya. Kalian wajib membayar 7 MYR untuk menaiki jembatan. Awalnya saya ingin naik jembatan pas pergi, dan pulang naik Ferry. Ternyata hari itu nggak ada kapal Ferry yang jalan. Ya udah deh.
Pemandangan di sekitar jembatan dari dalam taksi
Pintu Tol 
Banyak Gunung
Selanjutnya saya menyempatkan diri mampir di Universitas Sains Malaysia (USM). Sebenarnya nggak ada yang terlalu spesial sama universitas ini. Sama aja seperti Institut Teknologi Bandung (ITB) di Bandung, atau Universitas Indonesia (UI) di Depok. Hanya saja, banyak banget teman saya di Aceh kuliah ke kampus ini. Dulu saya merasa seolah-olah mereka keren banget bisa kuliah ke luar negri. Tapi saya malah merasa lebih bersyukur bisa kuliah di Bandung, hahahaha.
Universiti Sains Malaysia
Selanjutnya untuk beli oleh-oleh khas Penang, saya dan keluarga mampir ke Chocolate & Coffee Museum. Kata sopir taksi, memang hampir setiap turis mampir kesini. Well, berhubung saya memang penggemar coklat, Museum ini adalah tujuan wajib bagi saya. Ketika di pintu masuk, petugas museum akan menempelkan stiker pada saya lalu kami dibawa untuk berkeliling ruangan kecil yang disebut Museum. 
Chocolate & Coffee Museum
Pintu Masuk Museum
Jalan menuju museum sangat unik. Banyak buah-buahan bergantungan di atap yang membuat bagian ini adalah tempat wajib untuk berfoto. Di dalam ruang Museum, bisa kita lihat asal mula coklat hitam (dark chocolate) dan coklat putih (white chocolate), cara pembuatannya dari awal masih buah coklat sampai jadi coklat batangan. Kami dipandu oleh seorang gadis India. Awalnya dia bertanya apakah penjelasannya lebih enak menggunakan bahasa Inggris atau Melayu. Saya jawab Inggris. Tapi ternyata Mama dan Om saya agak susah mengikuti omongannya karena terlalu cepat. Jadinya penjelasannya berubah menjadi bahasa Melayu, hihihi.
Atap buah-buahan
Kalian bisa melihat negara penghasil dan pengkonsumi coklat tertinggi di dunia sekaligus menjelaskan penjelasan petugas. Untuk proses pembuatan coklat bisa dilihat dari gambar-gambar yang tertempel di dinding. Sudah cukup jelas gambarnya.
Negara Pemakan Coklat Terbanyak
Coklat Hitan dan Putih
Cara Pembuatan Coklat
Selain coklat, di Museum ini juga dijelaskan cara pembuatan kopi. Berhubung negara kita adalah salah satu penghasil kopi terbaik, jadi kebanyakan penjelasan dari petugas tidak terlalu saya dengarkan. Palingan yang menarik adalah sejarah kopi di Malaysia. Pasti berbeda dengan Indonesia. Setelah puas di Museum, saya dan keluarga di bawa ke toko coklat dan kopi. Siap-siap uang banyak disini karena memang semua coklat sangat menggiurkan. Harganya menurut saya memang mahal, tapi kualitas coklat disini memang sangat baik. Apalagi pelayan toko selalu menyuruh kami mencicipi coklat ini dan itu, sehingga membuat saya nggak kuat untuk nggak beli. Hahahaha. Saya menghabiskan uang hampir Rp. 700,000 disini. OMG!
Cara Pembuatan Kopi
Sejarah Kopi di Malaysia
Tujuan selanjutnya adalah melihat Komplek Tun Abdul Razzak (KOMTAR). Bangunan ini termasuk 6 gedung tertinggi di Malaysia yang berlokasi di jantung George Town. Sama seperti KLCC, didalam KOMTAR terdapat Mall, kantor, dan pusat transportasi. Kalau kalian mau beli oleh-oleh seperti gantungan kunci atau magnet kulkas ya di sekitar KOMTAR. Banyak banget souvenir dijual dengan harga murah disekitar situ. Bahkan bisa ditawar lagi.
KOMTAR
KOMTAR dilihat dari jauh
Toko Souvenir
Magnet Kulkas
Gantungan Kunci dan aneka souvenir lainnya
Setelah 2 jam, akhirnya kami pulang ke Rumah Sakit Lam Wah Ee dengan membawa banyak tentengan belanjaan. Hehehe.

Januari 19, 2015

Hospital Lam Wah Ee

Hari Selasa minggu lalu, saya berangkat ke Penang. Perjalanan ini sama sekali nggak direncanakan dan begitu mendadak. Awalnya orang tua dan om saya berangkat dari Penang dari Medan untuk berobat. Memang Papa saya udah sakit sejak sebelum dibawa ke Penang, jadi sekalian mau periksa lebih mendalam lagi.

Ternyata sampai disana, Papa harus di opname. Mama menelepon saya menyuruh segera datang kesana untuk menemani beliau. Alhamdulillah punya manajer baik hati, saya diijinkan pergi menjenguk Papa di Penang. Sebenarnya saya nggak tega membiarkan orang tua saya di Penang tanpa anak-anaknya. Hanya saja kemarin saya kira Papa nggak sampai harus di opname.

Hari senin sore saya booking tiket Air Asia untuk selasa pagi seharga 1 jutaan udah termasuk bagasi dan biaya kartu kredit. Pukul 6:20 saya sudah berangkat ke Penang. Paling males pesawat pagi karena saya harus bangun sangat pagi dan malas mandi. Takut nggak enak badan kalau harus mandi jam 2 dini hari. Di pesawat juga saya terus berdoa. Masih teringat kejadian Air Asia yang jatuh di selat Karimata. Mana kemarin itu turbulensi pesawat terlalu terasa. Duh, saya gemetaran di pesawat. Oh ya, hampir semua penumpang pesawat adalah orang yang mau berobat ke Penang. Mulai naik antri imigrasi, menunggu bus, di dalam pesawat, semua orang membahas penyakit dan rumah sakit di Penang. Banyak banget dari mereka yang menyebutkan Rumah Sakit Lam Wah Ee.

Sesampai di Penang International Airport, saya melihat ada konter penjualan kartu telepon DiGi. Awalnya saya udah bersemangat mau beli, eh baru sadar kalau nggak punya uang Malaysia Ringgit sama sekali. Ah, jadinya harus keluar dulu dari bandara dan mencari Money Changer. Sialnya lagi, saya menukar uang di bandara dengan kurs 1 MYR = Rp. 4000. Mahal banget 'kan? Untung cuma menukar Rp. 600,000.

Keluar bandara, saya mutar-mutar sendiri sambil menyeret koper. Agak bingung mau naik taksi yang mana. Saya sama sekali nggak ada persiapan kesini, bahkan nggak browsing sedikit pun tentang Pulau Penang ini. Sewaktu menelepon Mama, katanya banyak orang yang menawarkan angkutan ke rumah sakit. Anehnya saya nggak ketemu satu pun. Akhirnya saya bertanya pada seseorang yang kebetulan adalah sopir mobil Kijang Krista. Saya menawar ke Lam Wah Ee Hospital seharga MYR 33. Lumayan juga sih.

Sepanjang jalan saya menikmati pemandangan Pulau Penang. Jalanan agak sepi dan nggak sembraut. Kata Pak Sopir, banyak 'Kilang' di Pulau ini. Saya takjub, "So this is mining area?" (Jadi ini area tambang). Pak Sopir bilang, "Bukan, kilang itu industry." Oh saya baru tau, hahaha. Kebanyakan pendatang yang tinggal di Pulau Penang, bukan orang asli Malaysia.
Hospital Lam Wah Ee
Sesampai di rumah sakit, saya mencoba menelepon Mama dengan masih menggunakan kartu Simpati. Sayangnya, dari Rp. 30rban pulsa saya ternyata sudah habis terkena roaming. Saya meminjam handphone sopir taksi untuk menelepon Mama. Hanya untuk mengabarkan kalau saya udah di depan rumah sakit dan minta dijemput. Untung sopir taksi baik hati dan meminjamkan handphonenya. Beberapa saat kemudian Om saya datang menjemput ke pintu depan.
Tepat di depan lobi Rumah Sakit
Saya disarankan untuk menitipkan koper. Petugasnya bertanya, "Kamu pesakit?" Saya heran, "Pesakit?" Emangnya Pesakitan?? Hahaha. "Are you patient?" (kamu pasiennya) tanyanya lagi. "No, my Dad is the patient." (Bukan, Ayah saya pasiennya). Beliau lalu mencatat nomor passpor dan memasukkan koper saya ke sebuah ruangan seperti gudang.

Saya dan Om berjalan menuju kamar Ayah saya. Alhamdulillah Ayah saya baik-baik saja. Mama pun senang banget karena saya datang. Memang kalau mengurus ini itu lebih baik anak muda seperti kita daripada membiarkan orang tua melakukannya sendiri. Mana Papa sakit, Mama sedih karena Papa di opname, dan Om saya nggak begitu mengerti internet dan bahasa Inggris. Saya lalu menemani Papa di rumah sakit, sementara Mama dan Om pulang ke penginapan untuk masak. Karena kami lama di Penang, dan kebetulan Pasar Petang dekat dengan penginapan, jadi Om saya belanja ke pasar dan Mama masak. Jadinya irit banget disana. 
Halaman Rumah Sakit
Papa
Selagi Papa tidur, saya berjalan-jalan sekitar rumah sakit. Hampir semua dokter disini orang Tionghoa. Untuk perawat, berasal dari berbagai etnis seperti Melayu, India, dan Tionghoa juga. Bahasa pengantar disini bahasa Inggris, tapi saya sering mendengar beberapa perawat bisa berbicara bahasa Melayu, Inggris, Tionghoa, dan India. Mantep banget 'kan? Sebaiknya kalian menggunakan bahasa Inggris disini daripada salah pengertian menggunakan bahasa Melayu. Beberapa perkataan dokter lebih baik diucapkan dengan menggunakan bahasa Inggris daripada bahasa Melayu karena artinya beda jauhhhh!! Pengalaman pribadi soalnya. Saya agak stress melihat orang sakit yang dirawat di rumah sakit ini. Ada yang patah tulang, ada yang disedot cairan lambung melalui hidung, dan lainnya. OMG!
Patung di lobi Rumah Sakit
Mungkin rumah sakit ini adalah favorit untuk orang Aceh dan Medan. Selain karena tiket pesawat dari Medan ke Penang murah banget, saya beli untuk orang tua saya hanya Rp. 120,000 perorang. Dokter disini pun sangat meyakinkan dan nggak usah antri. Saya tidak mengatakan rumah sakit di Indonesia jelek, tapi karena masyarakat Indonesia membludak yang berobat, jadinya harus ngantri. Kalau disini, kapasitas rumah sakitnya pun besar sehingga hampir semua pasien tertampung. Lagian, sepertinya orang Malaysia sendiri berobat ke rumah sakit Kerajaan, jadi yang ke Lam Wah Ee hampir semuanya pendatang.

Nanti saya lanjutkan ceritanya :)

Januari 09, 2015

Liburan ke Subang

Liburan Natal kemarin, saya menghabiskan long weekend di kota Subang, Jawa Barat. Ini bukan pertama kali saya ke kota ini. Dulu sih cuma singgah doang, tapi kalau sekarang saya menginap di rumah teman. Sebenarnya saya kurang fit sewaktu pergi ke Subang. Suara serak, batuk, dan badan masih meriang. Daripada sendirian di kosan karena semua pada liburan, mendingan saya ikut teman saya Nida pulang kampung.

Perjalanan dari Jakarta ke Subang kemarin 6,5 jam! Saya baru kali ini naik bus di Kampung Rambutan. Udah lama nggak merasakan banyak yang berjualan makanan di dalam bus karena biasanya naik bus dari Travel Agent. Sepanjang jalan macet banget deh. Tol Cipularang macet, masuk ke Sadang macet, sampai lutut udah cenat-cenut. Selama di bus cuma jajan, mumpung banyak yang menjajakan makanan. Jajanan favorit saya adalah tahu Sumedang, telur puyuh, kerupuk Cireng, dan lainnya. Alhamdulillah sampai juga di rumah Nida disambut dengan makanan enak buatan ibunya. Asik!
Daun Karuk
Ngapain aja di Subang? Saya hanya makan, bobo, makan lagi, bobo lagi. Hahaha. Sempat jalan-jalan di kota Subang juga sih. Cuma main ke Griya dan Yogya untuk beli baju seharga Rp. 70,000 dan bagus lho. Oh ya, mungkin karena udara bersih dan makanan sehat, saya jadi cepat sembuh. Ditambah dengan ibunya Nida menyarankan saya untuk minum rebusan Daun Karuk (daun sirih tanah) yang baik untuk asma, batuk, dan alergi. Mungkin saya memang nggak suka minuman herbal, tapi nggak ada salahnya dicoba. Saya minum rebusan daun Karuk 3 kali sehari terus menerus dan alhamdulillah besoknya suara saya nggak serak lagi dan nggak batuk lagi. Oh ya, seharusnya karena udara dingin dan lembab setelah hujan, saya pasti bersin-bersin. Ini nggak bersin sama sekali. Bahkan sampai sekarang saya jadi nggak pernah minum obat anti alergi seperti Cetirizine, Interhistin, dan Loratadine. Cuma minum rebusan daun itu aja setiap hari.

Selama di Subang, saya juga makan Tahu Lembang, tahu kesukaan saya. Saya bisa ngemil makan tahu itu sendirian sepiring. Enak banget soalnya. Trus saya juga makan Tahu Subang, bukan tahu Sumedang lho ya. Memang rasanya lebih enak Tahu Sumedang, tapi Tahu Subang juga mantap. Apalagi sambal cocolan tahu rasanya mantap pedasnya. Saya ngemil tahu sambil nonton acara 10 Tahun Tsunami. Ah, nggak terasa, Allah masih memberikan kesempatan hidup sampai 10 tahun ke depan. Masih menitikkan air mata ketika menonton cuplikan Tsunami 10 tahun yang lalu. Malamnya sebelum tidur, saya dan Nida makan Mangga Mana Lagi. Sempat ambil buah Markisah juga dari pohon dan langsung dimakan. Senang banget deh!
Tahu Lembang
Tahu Subang dan sambal cocolan
Karena suasananya masih kampung banget, setelah hujan gede, saya masih bisa menikmati suara kodok main orkestra, suara kumbang, masih ada kupu-kupu juga disana. Yang paling seram adalah TOKEK! Saya tidur dengan suara Tokek super keras, seperti pakai Mic. Haduuwwwh serem banget deh! Takut jatuh Tokeknya ke muka. OMG! Untung nggak jatuh, hahahaha.

Saya juga sempat jalan-jalan ke Bandung sehari untuk nongkrong di Ciwalk, sekalian nonton bioskop. Waktu itu hujan deras, walaupun saya pakai jas hujan sih. Eh pas pulang balik ke Subang, saya muntah di mobil. Hal yang udah nggak pernah saya alami selama belasan tahun yaitu mabuk kendaraan. Mungkin karena kena hujan dan kondisi emang belum fit banget. 

Baiklah, segitu aja ya ceritanya. Memang cuma segitu doang kegiatan di Subang. Hahaha.

Januari 06, 2015

Hantu Naik Taksi

Kali ini saya akan bercerita tentang kejadian yang saya alami sewaktu pulang dari kantor. Udah lama mau cerita ini tapi karena masih harus memposting banyak hal tentang petualangan saya, jadi deh harus ditunda dulu. Seperti biasa, cerita saya ini sudah dibumbui sedemikian rupa supaya enak dibaca.

***

Waktu itu selesai shalat magrib dan Jakarta baru selesai diguyur hujan deras. Saya mencegat taksi di daerah Slipi untuk pulang ke Setiabudi. Setelah menunggu sekitar satu jam, baru ada taksi yang mau saya tumpangi. Perjalanan pulang pun dimulai. Seolah-olah saya akan bercerita hal yang besar, padahal hanya obrolan biasa antara sopir taksi yang menyebalkan dan penumpang yang sudah pusing tujuh keliling karena kerjaan di kantor nggak kelar-kelar. Memang saat itu macet total dan kami stuck dijalan.

Sopir taksi bilang, "Ah mbak, coba kalau tadi kita lewat Semanggi. Kan nggak akan berhenti kayak gini macetnya." Aku tidak menanggapi. "Ini nih yang paling saya males kalau udah macet. Bensin abis, waktu terbuang, mana lapar." Aku tetap tidak menanggapi. Emangnya dia doang yang lapar dan kehabisan waktu? Dan sopir taksi terus mengeluh sepanjang jalan, ditambah dengan musik dangdut yang dia putar membuat saya jadi tambah pusing.

Aku mendapatkan sebuah ide. Dengan suara lirih, aku minta untuk belok kiri ke arah Bendungan Hilir, lalu belok jalan kecil dan sepi, lalu berhenti di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak. Aku suruh belok kesana dan parkir. Bapak sopir taksi pun bingung, tapi dia tidak terlalu peduli. Selagi dia mengangguk-anggukkan kepala sambil mendengar musik super kenceng, aku menaruh ongkos taksi di jok belakang, lalu turun dengan diam-diam, dan sembunyi di belakang pohon besar di balik salah satu batu nisan.

Aku menunggu reaksi bapak sopir taksi sambil memperhatikannya dari balik pohon yang sepi. Beliau lalu berkata sesuatu tapi nggak kedengaran, lalu menoleh ke belakang dan kaget setengah mati karena aku sudah hilang. Beliau turun dan melihat sekeliling. Aku lalu muncul sedikit dari balik pohon dan tersenyum kecil (persis seperti di film hantu). Sopir langsung terbelalak dan menutup muka dengan kedua tangannya, lalu ia jongkok. Selagi dia tidak melihatku, aku pindah pohon. Aku berjalan perlahan-lahan ke pohon yang lebih banyak batu nisannya, lalu memanggil pak sopir lirih, "Pak Sopir... sini dong..." Jujur aja aku sedang menahan tawa.

Pak Sopir langsung ketakutan lagi sambil bilang, "Ampun mbak... ampun!" Ia kemudian menutup mata lagi. Aku melepas sepatu karena kebetulan memakai kaos kaki hitam, lalu menggerai kerudung panjang ke bawah. Aku juga menaruh ransel di bawah pohon, kemudian naik ke pinggiran kuburan. Supaya terkesan aku nggak menapak bumi. Untung juga aku pakai rok panjang jadi beneran terlihat seperti hantu. Aku berkata dengan sangat lirih dan agak mendesah, "Lain kali jangan mengeluh lagi ya di taksi..." Sopir taksi jawab, "Iya mbak kunti.. iya...!" Ia berlari ke dalam mobil, memundurkannya dan keluar dari TPU. Lagian, mana ada kunti pakai rok bunga-bunga.

Aku kemudian tertawa terbahak-bahak sambil memakai sepatu dan mengambil tas. Tiba-tiba ada suara di belakangku, dan aku sempat kaget. "Dasar anak nakal," kata seorang kakek penjaga kuburan dengan tersenyum. Aku pun tersenyum, "Salah dia sendiri, Kek. Sepanjang jalan ngomel melulu karena jalanan macet." Kakek itu tanya, "Kamu nggak takut malam-malam ke kuburan?" Aku jawab, "Nggak Kek. Mereka yang sudah mati nggak mungkin bisa hidup lagi. Lagian saya masih shalat 5 waktu jadi nyantai aja." Kakek tersebut tersenyum seraya manggut-manggut dan aku berpamitan. Aku pulang ke kosan dengan mencegat taksi yang lain.

Beberapa minggu setelah itu, teman kosan bercerita padaku kalau sopir taksi yang dia kendarai menaikkan hantu. "Sopir bilang, 'tu hantu minta diturunin di Karet Bivak. Serem banget 'kan??" Aku pura-pura ketakutan, "Ya ampun sereeeemmmm." Padahal dalam hati masih tertawa ngakak.

Januari 02, 2015

Happy New Year 2015

Alhamdulillah masih diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk bertemu dengan tahun 2015. Malam tahun baru hanya saya lewatkan dengan menonton ulang film Lord of The Ring sampai tengah malam tiba. Agak malas keluar dari kosan untuk menghabiskan tahun baru karena ntah kenapa saya merasa suasana masih agak berkabung karena Air Asia kecelakaan. 

Tahun 2014 yang lalu sangat berkesan bagi saya. Sepertinya dalam tahun kemarin banyak sekali yang terjadi, mulai dari kehidupan saya sendiri secara pribadi, keluarga, teman-teman, bahkan Indonesia. Baiklah, saya mau menceritakan beberapa hal perbulannya.

Januari 2014
Perasaan waktu itu terlalu berkecamuk karena galau tingkat dewa. Ya mungkin kalian juga pernah merasakan diputusin pacar 'kan? Saya nggak mau terlalu membahas karena dulu tuh sakit hati banget, tapi sekarang udah biasa aja tuh, hehehe. Time heals... Masih ingat bulan Januari juga saya berangkat ke Singapore membawa adik saya jalan-jalan ke luar negri untuk pertama kalinya. Visa Jepang saya juga udah di approved dan anak kos berantem hebat dengan satu orang. Wuih, ternyata peristiwa itu udah satu tahun yang lalu. Masih tertawa sendiri memikirkannya.

Februari 2014
Hal yang paling saya ingat adalah Visa Korea saya ditolak. Huaaa, langsung mau nangis pas tau Visa ditolak. Mana udah booking hotel dan penerbangan ke Pulau Jeju. Ternyata memang dibalik kesusahan ada kemudahan. Alhamdulillah dari hasil browsing saya seharian karena Visa Korea ditolak, saya jadi tau kalau masuk Korea bisa hanya dengan Visa Jepang. Bahkan saya bisa menginformasi banyak orang untuk masuk Korea cukup hanya dengan Visa Jepang.

Maret 2014
Bulan ini adalah bulan terindah buat saya karena saya bisa mewujudkan cita-cita masa kuliah dulu, yaitu mengunjungi Jepang dan dapat bonus bisa mengunjungi Korea juga. Alhamdulillah banget! Bisa merasakan suhu dibawah 0, bisa melihat bunga Sakura, bisa makan takoyaki langsung di daerah asalnya, bisa belanja makeup Korea langsung ke tokonya, dan bisa ke Pulau Jeju. Ah, dulu nggak berani pun bermimpi akan ke Jeju karena merasa hal itu mustahil. Nothing is impossible in this world.

April 2014
Bulan ulang tahun saya. Pertama kalinya dapat surprise di Resto ada lagu Selamat Ulang Tahun kenceeeng banget suaranya. Sampai saya jadi kaget. Tapi saya senang. Dulu saya merasa wanita berusia 27 tahun itu udah tua. Tapi ntah kenapa, saya justru merasa lebih sehat, lebih segar, lebih cantik, lebih pintar, lebih open minded, lebih menghargai kehidupan, dan lainnya. Usia memang terus bertambah, tapi sebaiknya kita harus berpikir apa yang sudah kita capai di usia tersebut.

Mei 2014
Keponakan saya yang kedua lahir. Alhamdulillah ada cowok cakep datang ke keluarga besar kami. Oh ya, orang tua saya main ke Jakarta dan menginap di kos-kosan dekat dengan saya. Saya bisa mampir ke orang tua setiap pulang dan sebelum berangkat kantor.

Juni 2014
Memasuki Ramadhan tahun ini dengan memperdalam ilmu agama. Saya jadi suka membaca sejarah islam, kejayaan islam pada suatu negara, suatu masa, sampai penyebab runtuhnya islam. Ramadhan tahun ini juga adik saya Yuni datang ke Jakarta. Jadi ada teman untuk masak sahur bareng dan pergi shalat taraweh.

Juli 2014
Berusaha semaksimal mungkin untuk nggak golput. Baru sadar kalau bulan Juli tahun ini seolah Indonesia jadi terpecah dua. Banyak banget teman-teman yang memposting link di facebook yang nggak jelas sumbernya dan membuat banyak pihak jadi su'udzan. Jadi ada Quickcount-lah, Realcount-lah, dan ntah apa lagi. Walaupun alhamdulillah pilihan saya Pak Jokowi menang. Bulan ini juga Gaza diserang, dan Pak Quraish Shihab, ulama favorit saya, jadi sorotan media. Duh, bulan penuh dengan kepusingan. Alhamdulillah saya masih bisa pulang ke Aceh dalam waktu yang lama untuk Lebaran.

Agustus 2014
Tas kesayangan saya yang sudah menemani saya ke 5 negara, disayat orang tak dikenal di kereta. Waktu itu mau mengunjungi orang tua yang datang ke wisuda adik saya, Achmad. Sedih banget deh. Mana nggak bisa diperbaiki karena sayatannya dalam banget T_T

September 2014
Kemping ke Umbul Sidomukti dan mendapat tiket murah Malaysia Airlines ke Manila hanya Rp. 170,000 pulang pergi. Alhamdulillah. Seharusnya kami berangkat ke Boracay Island sebanyak 12 orang, tapi ternyata di cancel karena telat konfirmasi. Jadi cuma 4 orang aja yang bisa berangkat. Belum rejeki :(

Oktober 2014
Sempat sesak napas sewaktu pulang main di Bandung. Dokter sampai menyuruh saya untuk istirahat penuh atau di opname. Oh tidak! Alhamdulillah udah sembuh.

November 2014
Bulan ini agak capek. Dimulai dari Outing kantor dan berangkat ke Pulau Boracay dalam waktu berdekatan. Mana hujan melulu dan saya jadi sakit flu. Tapi Alhamdulillah bisa mengunjungi pantai terindah di Asia. Sebuah pengalaman yang paling berharga.

Desember 2014
Penutup tahun saya berkunjung ke rumah teman saya di Subang. Disana kerjanya makan, tidur, dan minum obat herbal untuk terapi sesak napas. Yang paling menyedihkan adalah ketika mendengar Air Asia kecelakaan. Mengingat saya sering banget naik pesawat yang satu ini. Memang kita nggak mengetahui takdir, tapi jujur aja jadi terbersit rasa takut. Walaupun saya nggak kapok naik Airasia tapi perasaan jadi sedih banget mendengar banyak jenazah. Semoga kita selalu diberi keselamatan oleh Allah SWT, aminnn.

Keinginan di tahun 2015 :
  1. Mau ke Hongkong - Macau - Shenzhen
  2. Mau ke Lombok
  3. Pindah Kerja
  4. Menikah
  5. Pindah dari Kosan
  6. Mau ke Bromo
  7. Mau ke Shanghai dan Beijing
Insya Allah urutannya benar. Tolong di-amin-kan ya semuaaaa!! Selamat Tahun Baru ^_^
http://img1.123tagged.com/en/happy_new_year_2015/23.jpg

Follow me

My Trip