September 29, 2015

Kesimpulan Perjalanan ke Brunei

Baiklah, ini adalah postingan terakhir saya tentang perjalanan ke Brunei. Karena hanya 2 hari disana, tidak perlu Visa, dan pakai guide, jadi kesimpulannya mungkin agak sedikit. Tapi mau nggak mau tetap harus memberikan kesimpulan. Ok, let's check out!
Mesjid Sultan Oemar
Transportasi
Agak susah menemukan transportasi umum di Brunei. Ada sih bus warna ungu yang berkeliling halte. Tapi selama saya berada di dalam mobil, mungkin hanya 2 atau 3 kali melihat bus ungu itu. Kata guide sih dia berhenti di halte setengah jam sekali. Tapi kok jaraaaang banget. Sebaiknya memang sewa mobil (kalau pergi beramai-ramai). Selain irit, kalian bisa pergi ke mana pun dan menghemat waktu.

City Explore and Shopping
Tempat-tempat wisata di Brunei sedikit. Kalian bisa sampai kemana pun hanya dalam 2 hari (saya merasakan sendiri). Mungkin kalian bisa mencoba wisata mesjid, sekalian shalat 5 waktu di mesjid yang berbeda karena memang mesjid dibangun dengan sangat mewah dan megah di Brunei. Kota Bandar Seri Begawan menurut saya sangat adem ayem. Jalanan gede-gede dan nggak macet, banyak pohon, mobil-mobil mewah, orang-orang juga ramah. Kalau mau belanja agak susah disini. Barang-barang khas agak jarang, mungkin mirip Indonesia. Saya malahan lebih suka belanja di Kuala Lumpur. Souvenir di Brunei nggak terlalu banyak macamnya. Super menghemat uang kalau kesini buat yang hobi belanja, hihihi.
Jalanan sepi
Kuliner
Saya ada membahas kuliner Brunei di postingan sebelum ini, yaitu Nasi Katok dan Ambuyat. Duh, membayangkan ambuyat masih eneg, hahaha. Tapi wajib dicoba kalau kalian berwisata ke Brunei. jangan lupa membeli cemilan di Gadong Night Market yah. Biar komplit wisata kulinernya.
Ambuyat
Budget
Saya akan merinci budget selama saya disana:
1 BND = Rp. 9,980 (sewaktu tanggal 31 Agustus 2015)

Hotel dan sewa mobil (80 BND untuk 2 hari selama 10 jam) 216 BND = Rp. 2,155,680 bagi 4 = Rp. 538,920
Tiket pesawat AirAsia PP CGK - Brunei Rp. 4,467,000 bagi 3 = Rp. 1,489,000
Makan di Pesawat Rp. 40,000
Kampong Ayer 15 BND = Rp.  149,700

Total Rp. 2,217,620 (tidak termasuk jajan ya)

Sekian postingan saya tentang Brunei. Semoga bisa bermanfaat buat kalian yang mungkin punya rencana ke negara Sultan Hassanil Bolkiah yang aman, damai, dan tentram.

September 25, 2015

Brunei Culinary

Saatnya menceritakan tentang makanan khas Brunei. Nggak lengkap rasanya pergi ke suatu negara tapi nggak mencicipi makanan lokal. Memang sih negara-negara Melayu seperti Malaysia, Singapore, Brunei, dan Philipinnes, biasanya makanan lokalnya agak mirip. Tapi pasti ada yang unik dari masing-masing negara. Mari kita simak!

Nasi Katok
Makanan yang satu ini lumayan murah, hanya 1 BND harganya kalau take away, dan 1.5 BND kalau makan di Resto. Bahkan harga minuman masih lebih mahal daripada makanannya. Saya minta sama guide untuk dibawa ke tempat makan Nasi Katok yang lumayan enak. Jadilah kami mampir ke Restoran dan Khidmat Sajian Kaka. Agak lucu sih baca nama Restonya, hahaha.
Restorannya Kaka!
Bangku-bangku resto
Sewaktu buka buku menu, tersedia berbagai macam makanan. Kebanyakan sih western food seperti burger, sandwich, dan lainnya. Tapi saya tetap maunya makan Nasi Katok. Karena takut nggak kenyang, saya pesan juga otak-otak (lupa nama di Brunei apa). Untuk minuman, saya memesan teh tarik, biar khas.
Buku Menu
Buku Menu lagi
Minuman datang terlebih dahulu. Teman saya memesan Lemon Squash dingin, teh O (teh tawar), dan ada yang pesan teh tarik juga. Overall rasanya sama saja. Teh tariknya sih menurut saya lebih enak yang di Malaysia.
Minuman
Sewaktu bungkusan Nasi Katok datang, saya antusias sekali. Pas dibuka, jeng! jeng! Hanya nasi dengan ayam goreng tepung doang. Wah, wajar deh harganya murah. Bahkan nggak ada sayuran sama sekali. Porsinya juga cuma sedikit. Mana kenyang? Tapi nggak apa-apa deh. Untung udah pesan otak-otak walaupun cuma beberapa potong. Untung juga tadi di Gadong Night Market sempat ngemil banyak makanan.
Nasi Katok
Otak-otak
Seandainya ada sambal seperti di Indonesia, mungkin rasa Nasi Katok ini bisa lebih mantap. Biar ada pedas-pedasnya, hehehe. Kami menghabiskan waktu di Resto sambil ngobrol banyak dengan guide yang ternyata umurnya masih 21 tahun. Muda sekali yah? Dia kerja part time sebagai Guide. Oh ya, kata dia, gaji PNS di Brunei starting from 3000 BND atau Rp. 30 juta. Super mantap!

Ambuyat
Makanan yang satu ini super unik. Kalian wajib mencicipinya juga kalau nanti main ke Brunei. Resto yang paling terkenal menjual Ambuyat enak adalah Restoran Aminah Arif. Tempatnya dekat dengan Parkview Hotel, tapi agak jauh dari bandara. Sewaktu kesini, saya agak terburu-buru karena waktunya agak mepet dengan jadwal balik ke Indonesia. Menikmati makanan pun jadi terburu-buru.
Depan Resto
Ketika membuka buku menu, agak kaget juga melihat harga paket Ambuyat yang lumayan mahal. Paket untuk berdua 16 BND, dan paket bertiga 21 BND. Karena kami berlima, jadinya kami memesan 2 paket. Agak menyesal sih karena porsi Ambuyat ternyata banyak banget. Seharusnya pesan porsi untuk ber 3 dan disantap ber 5.
Buku menu
Minuman datang terlebih dahulu. Saya seperti biasa memesan teh tarik. Ada teman saya memesan cincau dan Lemon Squash juga. Rasa minuman masih standar. Enak sih tapi biasa ajalah.
Minuman
Nah, agak takjub ketika makanan datang. Lebih tepatnya ketika Ambuyat datang. Ambuyat adalah makanan dari sagu seperti lem. Seharusnya 'kan kalau makan nasi, kita taruh dulu nasi ke piring masing-masing. Berbeda dengan Ambuyat yang langsung makan di wadah dengan menggunakan kayu semacam sumpit yang ujungnya nggak terpisah. 
Ambuyat di tengah
Untuk lauk-pauk yang dimakan bersama Ambuyat sama saja seperti di Indonesia. Ada kangkung, ikan kuah, ikan goreng, daging gulai (mirip konro dan rendang), dan lalapan. Untuk makan Ambuyat ada sambal tersendiri. Kata guide sih, resep membuat sambalnya diracik oleh orang Indonesia juga. Cara makannya, sodok Ambuyat, pelintir-pelintir mengunakan sumpit, lalu cocol ke sambal, baru masukkan ke dalam mulut. Nggak usah di kunyah, langsung di telan aja.
Kangkung, sambal, daging
Lalapan
Awalnya sih saya merasa Ambuyat enak, apalagi sambalnya. Lama-kelamaan jadi nggak bisa menelan lagi. Udah 'seret' di tenggorokan dan saya nyaris tersedak beberapa kali. Ya udah deh, daripada ntar Ambuyatnya malah masuk ke saluran pernapasan, saya nggak meneruskan makan lagi. Hanya menghabiskan lauk-pauknya saja. Teman-teman saya juga sudah nggak kuat lagi makan Ambuyat. Mungkin karena nggak biasa makan sagu juga kali yah?
Suasana Resto
Pose
Total harga yang kami bayar lumayan mahal, sekitar 40an BND lebih. Udah hampir Rp. 500rb aja sekali makan disini. Untung sharing sama teman-teman bayarnya. Oh ya, sagu ternyata membuat perasaan lapar lebih lama daripada nasi. Sampai di Kuala Lumpur juga saya belum lapar, padahal udah waktunya makan malam. Biasanya di pesawat juga saya sering kelaparan, tapi kali ini nggak.

Baiklah, postingan selanjutnya adalah Kesimpulan Perjalanan ke Brunei. Ditunggu ya!

September 23, 2015

Royal Regalia Museum

Sepulang dari Kampong Ayer, kami melanjutkan perjalanan ke Royal Regalia Museum. Sebenarnya saya nggak suka dengan Museum dan jarang menjadikan kunjungan Museum di dalam itinerary saya. Walaupun saya selalu berkunjung ke museum setiap ke luar negri. Kali ini yang membuat itinerary bukan saya, jadi mau nggak mau harus ikut, hihihi.
Menuju Royal Regalia Museum
Di depan museum
Lokasi museum yang satu ini tepat di jantung kota Bandar Seri Begawan, di Jalan Sultan. Dari luar, Royal Regalia Museum ini sangat megah, dengan atap berbentuk kubah yang sangat besar. Yang menarik, tidak dipungut biaya masuk sama sekali untuk dapat berkeliling museum. Jadwal buka Royal Regalia Museum adalah:
Minggu - Kamis pukul 9.00-17.00.
Jumat pukul 9.00-11.30, dan 14:30-17:00.
Sabtu 9:45-17.00.
Di dalam museum
Kalian harus melepas sepatu ketika masuk ke gedung ini. Disediakan tempat di luar untuk menaruh sepatu. Sewaktu masuk ke dalam museum, terasa banget semilir dingin angin AC (berhubung diluar panassssss banget). Kayaknya keringat langsung kering. Kalian harus menitipkan tas, handphone, kamera, dan sebagainya ke locker. Nanti tinggal bawa kuncinya aja. Nggak boleh bawa apa pun ke dalam museumnya karena memang banyak barang berharga di dalam.
Di tengah museum
Saya mulai bereksplorasi di dalam museum. Royal Regalia Museum ini lebih luas dari yang saya bayangkan. Barang yang dipamerkan juga banyaaaak banget. Saya melihat replika singgasana Sultan, mahkota Sultan dan Permaisuri yang terbuat dari emas. Pedang Sultan, pakaian-pakaian kebesaran, foto-foto Sultan dari kecil sampai dewasa, dan lainnya. Saya lihat Sultan sewaktu menikah masih agak gemuk. Sekarang lebih langsing dan keren. Semakin tua semakin ganteng, hahahaha. Pokoknya kalau kalian ingin mengenal sejarah Brunei dari awal sampai akhir, silahkan datang ke Museum ini.

Banyak banget juga pajangan cinderamata yang berupa hadiah dari kepala negara-negara sahabat. Dari Indonesia juga banyak banget, ada dari Ibu Megawati, Bapak Alwi Shihab, dan sebagainya, sewaktu Sultan ulang tahun. Bagus juga sih semua hadiah di pajang di museum, sehingga semua orang bisa melihatnya. Daripada cuma dipajang di Istana Nurul Iman. 
Pelataran depan
Setelah puas berkeliling Museum, saya mampir ke toko souvenir yang kebetulan ada disana. Nah, saya sangat merekomendasikan kalian belanja disini. Selain karena bisa ditawar kalau beli banyak, toko ini bisa berfungsi sebagai Money Changer juga dan menerima hampir semua mata uang untuk berbelanja. Bahkan kalau kalian mau mengirimkan kartu pos, penjaga toko (yang kebetulan orang Jawa) bisa membantu mengirimkannya. Karena saya sedang kere, jadinya beli oleh-oleh hanya seperlunya saja. Padahal harganya jauuuh lebih murah daripada di hotel. Sekalian menukarkan uang dan mengirimkan kartu pos. 
Penjaga toko
Aneka souvenir
Setelah puas belanja dan berkeliling museum, kami makan siang dulu. Di postingan selanjutnya saya akan membahas kuliner di Brunei. So stay tuned!

September 21, 2015

Kampong Ayer - Venice of East

Sepulang dari Gadong Night Market, saya dan teman-teman makan Nasi Katok terlebih dahulu, baru pulang ke hotel. Sengaja saya nggak posting dulu makanan khas Brunei, karena nanti akan saya tulis dalam satu postingan saja. Setelah makan malam, kami pun balik ke Parkview Hotel.

Kalau kalian mau membeli souvenir, Parkview Hotel juga menjual beberapa oleh-oleh seperti magnet kulkas atau gantungan kunci. Tapi menurut saya harganya mahal banget. Mending beli di luar hotel aja. Teman saya juga sempat bertanya pada supir hotel yang membawa kami jalan-jalan, dimana beli souvenir yang murah. Katanya ada di depan The Mall. Oh ya, hotel tempat kami menginap kemarin bagus banget untuk harga Rp. 650rban permalam. Kamarnya luas, showernya derassss, tapi internetnya kadang mati kadang hidup. Pas mulai tengah malam, baru deh internetnya lancar dan kencang. Malam itu juga sedang ada pameran foto Prewed di hotel, bahkan kalau mau mencoba pakai baju pengantin pun bisa.
Suasana kamar hotel
Leyeh-leyeh
Dari dalam kamar, kalian bisa langusng melihat pemandangan kota Bandar Seri Begawan yang sepi. Mungkin karena masih pagi juga kali yah. Jam 7 pagi, saya dan teman-teman sarapan dengan menu hotel yang lumayan banyak. Saya sempat mencicipi semua jenis makanan, walaupun dengan porsi sedikit. Biar kenyang agak lama, hahaha. Setelah sarapan, kami check out dan melanjutkan perjalanan ke Kampong Ayer.
Foto di depan lift
Perjalanan dari hotel ke Kampong Ayer mungkin hanya sekitar 15 menit naik mobil dari Parkview Hotel. Sampai disana, kami memanggil water taxi, perahu untuk berkeliling Kampong. Setelah tawar-menawar, harga untuk sekali keliling (sekitar 30-45 menit) adalah 10 BND perorang. Supir water taxi menyarankan kami pergi sampai ke Hutan Manggrove dan saya pikir kapan lagi kesana mumpung sedang ada di Brunei. Kami setuju berlayar sampai Hutan Manggrove dengan menambah 5 BND peorang, jadinya masing-masing 15 BND.
Menuju water taxi
Naik water taxi
Kampung Ayer adalah sebuah perkampungan di atas air yang didiami oleh penduduk asli Brunei sejak tahun 1300-an. Kampung Ayer tekenal dengan sebutan Venice dari Timur (Venice of East - Antonio Pegafetta) yang merupakan kampung air terbesar di Asia Tenggara bahkan terbesar di dunia. Dari segi sejarah, perkampungan ini merupakan jati diri negara Brunei Darussalam. Kata supir water taxi, belum ke Brunei kalau belum pergi ke Kampong Ayer.
Mari berlayar
Rumah di Kampong Ayer
Penduduk di Kampong Ayer sekitar 39,000 orang yang tersebar di 42 desa. Disini, kalian bisa melihat sekolah, mesjid, bahkan mesjid Sultan Omar Ali Saefuddin dari pinggir sungai. Bangunan disini sengaja dibangun berbentuk rumah panggung (mungkin kalian pernah melihat rumah tipe seperti ini di Pulau Sumatera). Tapi jangan salah, perkampungan ini sama sekali tidak kumuh. Bangunannya bagus, ada AC juga, pondasi rumah yang kokoh, dan tatanan kampong yang rapi. Terlihat sekali proyek pembangunan kampong ini bukan asal-asalan. 
Mesjid Sultan Omar Ali Saefuddin dari pinggir sungai
Pemadam Kebakaran
Sungai Brunei pun mengalir tanpa sampah. Untuk persediaan air bersih, kalian juga bisa melihat pipa-pipa saluran air super besar untuk menyedot dan menyaring air sungai, yang kemudian menjadi air bersih yang mengalir ke rumah-rumah. Bahkan untuk pemadam kebakaran, air langsung disedot dan disemprotkan ke arah api.
Mesjid
Berkeliling Kampong
Awalnya saya ingin mampir di dermaga Kampong Ayer dan berjalan-jalan sekitar kampong. Tapi karena keterbatasan waktu, jadinya hanya berkeliling kampong via sungai saja. Sempat melihat beberapa orang sedang di dermaga menunggu water taxi untuk menyebrang ke daratan. Oh ya, untuk penduduk yang punya mobil, tersedia parkiran khusus untuk pemilik mobil yang rumahnya berada di Kampong Ayer. Memang konsep kampong ini sudah dipikirkan secara matang agar penduduknya betah tinggal disini.
Sekolah
Kapal pengangkut pasir
Setelah puas berkeliling kampong, kami mulai berlayar ke Hutan Manggrove. Kalau biasanya melihat hutan yang satu ini di National Geography, sekarang saya akan melihatnya langsung. Hutan Manggrove ini ditanam di sepanjang sungai Brunei, awalnya hanya untuk menutupi komplek Istana Nurul Iman. Tapi keputusan untuk menanam tanaman Manggrove memang tepat sekali karena bisa mencegah erosi sungai sehingga mencegah banjir.
Diantara hutan Manggrove
Supir water taxi memacu perahu lebih cepat karena katanya air di sekitar sini sangat tenang. Duh, sebenarnya saya agak takut karena nggak memakai pelampung. Takut perahunya kebalik, tapi alhamdulillah nggak apa-apa. Supir bilang, di hutan Manggrove ini banyak monyet hidung jambu yang ternyata adalah monyet icon Dunia Fantasi. Saya kira monyetnya gede (segede orang-orangan di Dufan), ternyata kecil. 
Pohon Manggrove
Pose dulu
Kami merapat untuk melihat monyet dari dekat. Saya nggak berani turun dari perahu karena katanya ada buaya yang suka nongkrong di pinggir sungai. Hiiii!! Jangankan mau turun ke hutan, sewaktu merapat aja saya udah ketakutan banget. Bahkan saya nggak mengijinkan teman saya untuk turun dan melihat monyetnya dari dekat. Takut tiba-tiba ada buaya loncat (mana mungkin buaya bisa loncat).
Keliatan nggak monyetnya?
Monyet Dufan lagi bergelantungan
Pose dulu
Setelah beberapa menit merapat ke hutan, kami kembali berlayar mengitari hutan. Saya sempat agak takut karena kiri kanan tidak melihat apa-apa selain pepohonan Manggrove. Sesekali melihat sebuah tempat yang katanya makam keluarga Sultan. Pemakamannya jauh sekali dari kota. Sekitar sejam kemudian, saya berhasil melihat Kampong Ayer lagi dari jauh. Alhamdulillah akhirnya bisa melihat bangunan lagi. Tiba-tiba supir water taxi memperlambat perahu dan bilang kalau ada buaya yang mengintip di bawah akar-akar pohon Manggrove. Perahu kami langsung mendekat ke buaya dan saya udah ketakutan bangettttt. Saya ambil foto buaya, lalu menyuruh supir untuk langsung pergi dari situ. Tetap takut buayanya loncat, hahahahaha.
Buayanya mengintip
Sepanjang sungai saya melihat Istana Nurul Iman, walaupun dari jauh. Supir water taxi bilang kalau shalat Tarawih di bulan Ramadhan di mesjid Istana (kalau nggak salah), para jamaah shalat mendapatkan 10 BND perorang sebagai wujud dari infak dari Sultan ke rakyat. Orang-orang yang shalat jadi ramee banget karena kata mereka, "Duit dapat, pahala pun dapat." Kebayang kalau yang datang shalat tarawih sampai 1000 orang permalam, betapa kayanya Sultan.
Istana Nurul Iman
Perahu terbalik
Saya juga melihat bukit seolah perahu terbalik. Kata supir, kalau di Padang ada Malinkundang anak durhaka (ternyata mereka tau), kalau di Brunei ada kapal ini. Tapi saya tidak bertanya bagaimana cerita rakyatnya lebih jauh karena memang kami mau merapat ke darat. Huff, akhirnya selesailah tur Kampong Ayer. Seru banget disana, terlepas dari ketemu buaya. Hiiiiii!!!! >_<

September 18, 2015

Gadong Night Market

Setelah puas berfoto dan shalat di Mesjid Sultan Omar Ali Saifuddin, kami meneruskan perjalanan ke Pasar Malam Gadong (Gadong Night Market). Menurut referensi yang saya baca, pasar ini memang wajib dikunjungi kalau jalan-jalan ke Brunei. Karena namanya Pasar Malam, tempat ini dibuka jam 4 sore sampai jam 11 malam. Kami memarkir mobil di tempat yang disediakan (dekat dengan The Mall) dan gratis seperti biasa.
Gadong Night Market
Melihat aksesoris
Awalnya saya mengira Pasar Gadong ini sama seperti Ladies Market di Hong Kong, Pasar Seni di Kuala Lumpur,atau Chatuchak di Bangkok, dimana kita bisa belanja banyak souvenir dan oleh-oleh untuk dibawa pulang ke Indonesia. Hanya saja saya merasa sedikit kecewa karena nggak ada oleh-oleh sama sekali yang bisa dibeli disini. Tempat ini sama saja dengan Pasar yang menjual sayuran seperti di negara kita, tapi lebih rapi dan sepi.
Sayuran
Dibeli, dibeli, dibeli
Yang menarik di Pasar ini hanya cemilannya karena memang banyak menjual makanan lokal. Kalau berkunjung ke suatu negara, yang wajib dilakukan adalah wisata kuliner. Gadong Night Market bisa menjadi tempat untuk ngemil dan menikmati minuman unik dengan harga rata-rata 1 BND saja. Kebanyakan sih jajanannya mirip dengan di negara kita seperti kue pukis, putu, puding, martabak dan sebagainya. Cuma namanya aja yang berbeda.
Cemilan lokal
Aneka kue
Saya mencoba membeli sate ayam yang dipipihkan baru dibakar. Rasanya agak sedikit manis. Sebenarnya ada sate kambing juga, cuma agak 'gimana gitu kalau mau ngemil sate kambing. Terlalu berat kayaknya. Untuk minuman, saya suka minuman yang ada jagungnya. Minumannya mirip Cha Time, tapi ada topping jagung dan whipped cream. Enak banget deh, karena kombinasi minuman jagung seperti ini nggak ada di Indonesia. Saya minum aja terus sampai habis.
Sate ayam dan sate kambing pipih
Minum dan pose dulu
Kami nggak berlama-lama disini karena bosan juga sih. Mungkin kurang lebih hanya 30 menit aja disini. Nggak tau mau ngapain lagi. Belanja barang nggak bisa, mau belanja sayuran buat apa? Hehehe. Selanjutnya mau makan malam aja deh :)

Follow me

My Trip