Saatnya menceritakan tentang makanan khas Brunei. Nggak lengkap rasanya pergi ke suatu negara tapi nggak mencicipi makanan lokal. Memang sih negara-negara Melayu seperti Malaysia, Singapore, Brunei, dan Philipinnes, biasanya makanan lokalnya agak mirip. Tapi pasti ada yang unik dari masing-masing negara. Mari kita simak!
Nasi Katok
Makanan yang satu ini lumayan murah, hanya 1 BND harganya kalau take away, dan 1.5 BND kalau makan di Resto. Bahkan harga minuman masih lebih mahal daripada makanannya. Saya minta sama guide untuk dibawa ke tempat makan Nasi Katok yang lumayan enak. Jadilah kami mampir ke Restoran dan Khidmat Sajian Kaka. Agak lucu sih baca nama Restonya, hahaha.
Restorannya Kaka! |
Bangku-bangku resto |
Sewaktu buka buku menu, tersedia berbagai macam makanan. Kebanyakan sih western food seperti burger, sandwich, dan lainnya. Tapi saya tetap maunya makan Nasi Katok. Karena takut nggak kenyang, saya pesan juga otak-otak (lupa nama di Brunei apa). Untuk minuman, saya memesan teh tarik, biar khas.
Buku Menu |
Buku Menu lagi |
Minuman datang terlebih dahulu. Teman saya memesan Lemon Squash dingin, teh O (teh tawar), dan ada yang pesan teh tarik juga. Overall rasanya sama saja. Teh tariknya sih menurut saya lebih enak yang di Malaysia.
Minuman |
Sewaktu bungkusan Nasi Katok datang, saya antusias sekali. Pas dibuka, jeng! jeng! Hanya nasi dengan ayam goreng tepung doang. Wah, wajar deh harganya murah. Bahkan nggak ada sayuran sama sekali. Porsinya juga cuma sedikit. Mana kenyang? Tapi nggak apa-apa deh. Untung udah pesan otak-otak walaupun cuma beberapa potong. Untung juga tadi di Gadong Night Market sempat ngemil banyak makanan.
Nasi Katok |
Otak-otak |
Seandainya ada sambal seperti di Indonesia, mungkin rasa Nasi Katok ini bisa lebih mantap. Biar ada pedas-pedasnya, hehehe. Kami menghabiskan waktu di Resto sambil ngobrol banyak dengan guide yang ternyata umurnya masih 21 tahun. Muda sekali yah? Dia kerja part time sebagai Guide. Oh ya, kata dia, gaji PNS di Brunei starting from 3000 BND atau Rp. 30 juta. Super mantap!
Ambuyat
Makanan yang satu ini super unik. Kalian wajib mencicipinya juga kalau nanti main ke Brunei. Resto yang paling terkenal menjual Ambuyat enak adalah Restoran Aminah Arif. Tempatnya dekat dengan Parkview Hotel, tapi agak jauh dari bandara. Sewaktu kesini, saya agak terburu-buru karena waktunya agak mepet dengan jadwal balik ke Indonesia. Menikmati makanan pun jadi terburu-buru.
Depan Resto |
Ketika membuka buku menu, agak kaget juga melihat harga paket Ambuyat yang lumayan mahal. Paket untuk berdua 16 BND, dan paket bertiga 21 BND. Karena kami berlima, jadinya kami memesan 2 paket. Agak menyesal sih karena porsi Ambuyat ternyata banyak banget. Seharusnya pesan porsi untuk ber 3 dan disantap ber 5.
Buku menu |
Minuman datang terlebih dahulu. Saya seperti biasa memesan teh tarik. Ada teman saya memesan cincau dan Lemon Squash juga. Rasa minuman masih standar. Enak sih tapi biasa ajalah.
Minuman |
Nah, agak takjub ketika makanan datang. Lebih tepatnya ketika Ambuyat datang. Ambuyat adalah makanan dari sagu seperti lem. Seharusnya 'kan kalau makan nasi, kita taruh dulu nasi ke piring masing-masing. Berbeda dengan Ambuyat yang langsung makan di wadah dengan menggunakan kayu semacam sumpit yang ujungnya nggak terpisah.
Ambuyat di tengah |
Untuk lauk-pauk yang dimakan bersama Ambuyat sama saja seperti di Indonesia. Ada kangkung, ikan kuah, ikan goreng, daging gulai (mirip konro dan rendang), dan lalapan. Untuk makan Ambuyat ada sambal tersendiri. Kata guide sih, resep membuat sambalnya diracik oleh orang Indonesia juga. Cara makannya, sodok Ambuyat, pelintir-pelintir mengunakan sumpit, lalu cocol ke sambal, baru masukkan ke dalam mulut. Nggak usah di kunyah, langsung di telan aja.
Kangkung, sambal, daging |
Lalapan |
Awalnya sih saya merasa Ambuyat enak, apalagi sambalnya. Lama-kelamaan jadi nggak bisa menelan lagi. Udah 'seret' di tenggorokan dan saya nyaris tersedak beberapa kali. Ya udah deh, daripada ntar Ambuyatnya malah masuk ke saluran pernapasan, saya nggak meneruskan makan lagi. Hanya menghabiskan lauk-pauknya saja. Teman-teman saya juga sudah nggak kuat lagi makan Ambuyat. Mungkin karena nggak biasa makan sagu juga kali yah?
Suasana Resto |
Pose |
Total harga yang kami bayar lumayan mahal, sekitar 40an BND lebih. Udah hampir Rp. 500rb aja sekali makan disini. Untung sharing sama teman-teman bayarnya. Oh ya, sagu ternyata membuat perasaan lapar lebih lama daripada nasi. Sampai di Kuala Lumpur juga saya belum lapar, padahal udah waktunya makan malam. Biasanya di pesawat juga saya sering kelaparan, tapi kali ini nggak.
Baiklah, postingan selanjutnya adalah Kesimpulan Perjalanan ke Brunei. Ditunggu ya!
5 comments:
Sedapnya,... 😀
hihihi lucu ya nama restorannya. katok = bahasa Jawa = celana :D
waw..lumayan mehoong ya mbaa..hehe
Kak, tau nggak minuman khas dari Brunei Darussalam? Aku tanya, ini ada tugas sekolah soalnya. Makasih ya kak.
@unknown : ga tau ya.. kemaren minum sejenis es campur gitu..
Posting Komentar