September 21, 2015

Kampong Ayer - Venice of East

Sepulang dari Gadong Night Market, saya dan teman-teman makan Nasi Katok terlebih dahulu, baru pulang ke hotel. Sengaja saya nggak posting dulu makanan khas Brunei, karena nanti akan saya tulis dalam satu postingan saja. Setelah makan malam, kami pun balik ke Parkview Hotel.

Kalau kalian mau membeli souvenir, Parkview Hotel juga menjual beberapa oleh-oleh seperti magnet kulkas atau gantungan kunci. Tapi menurut saya harganya mahal banget. Mending beli di luar hotel aja. Teman saya juga sempat bertanya pada supir hotel yang membawa kami jalan-jalan, dimana beli souvenir yang murah. Katanya ada di depan The Mall. Oh ya, hotel tempat kami menginap kemarin bagus banget untuk harga Rp. 650rban permalam. Kamarnya luas, showernya derassss, tapi internetnya kadang mati kadang hidup. Pas mulai tengah malam, baru deh internetnya lancar dan kencang. Malam itu juga sedang ada pameran foto Prewed di hotel, bahkan kalau mau mencoba pakai baju pengantin pun bisa.
Suasana kamar hotel
Leyeh-leyeh
Dari dalam kamar, kalian bisa langusng melihat pemandangan kota Bandar Seri Begawan yang sepi. Mungkin karena masih pagi juga kali yah. Jam 7 pagi, saya dan teman-teman sarapan dengan menu hotel yang lumayan banyak. Saya sempat mencicipi semua jenis makanan, walaupun dengan porsi sedikit. Biar kenyang agak lama, hahaha. Setelah sarapan, kami check out dan melanjutkan perjalanan ke Kampong Ayer.
Foto di depan lift
Perjalanan dari hotel ke Kampong Ayer mungkin hanya sekitar 15 menit naik mobil dari Parkview Hotel. Sampai disana, kami memanggil water taxi, perahu untuk berkeliling Kampong. Setelah tawar-menawar, harga untuk sekali keliling (sekitar 30-45 menit) adalah 10 BND perorang. Supir water taxi menyarankan kami pergi sampai ke Hutan Manggrove dan saya pikir kapan lagi kesana mumpung sedang ada di Brunei. Kami setuju berlayar sampai Hutan Manggrove dengan menambah 5 BND peorang, jadinya masing-masing 15 BND.
Menuju water taxi
Naik water taxi
Kampung Ayer adalah sebuah perkampungan di atas air yang didiami oleh penduduk asli Brunei sejak tahun 1300-an. Kampung Ayer tekenal dengan sebutan Venice dari Timur (Venice of East - Antonio Pegafetta) yang merupakan kampung air terbesar di Asia Tenggara bahkan terbesar di dunia. Dari segi sejarah, perkampungan ini merupakan jati diri negara Brunei Darussalam. Kata supir water taxi, belum ke Brunei kalau belum pergi ke Kampong Ayer.
Mari berlayar
Rumah di Kampong Ayer
Penduduk di Kampong Ayer sekitar 39,000 orang yang tersebar di 42 desa. Disini, kalian bisa melihat sekolah, mesjid, bahkan mesjid Sultan Omar Ali Saefuddin dari pinggir sungai. Bangunan disini sengaja dibangun berbentuk rumah panggung (mungkin kalian pernah melihat rumah tipe seperti ini di Pulau Sumatera). Tapi jangan salah, perkampungan ini sama sekali tidak kumuh. Bangunannya bagus, ada AC juga, pondasi rumah yang kokoh, dan tatanan kampong yang rapi. Terlihat sekali proyek pembangunan kampong ini bukan asal-asalan. 
Mesjid Sultan Omar Ali Saefuddin dari pinggir sungai
Pemadam Kebakaran
Sungai Brunei pun mengalir tanpa sampah. Untuk persediaan air bersih, kalian juga bisa melihat pipa-pipa saluran air super besar untuk menyedot dan menyaring air sungai, yang kemudian menjadi air bersih yang mengalir ke rumah-rumah. Bahkan untuk pemadam kebakaran, air langsung disedot dan disemprotkan ke arah api.
Mesjid
Berkeliling Kampong
Awalnya saya ingin mampir di dermaga Kampong Ayer dan berjalan-jalan sekitar kampong. Tapi karena keterbatasan waktu, jadinya hanya berkeliling kampong via sungai saja. Sempat melihat beberapa orang sedang di dermaga menunggu water taxi untuk menyebrang ke daratan. Oh ya, untuk penduduk yang punya mobil, tersedia parkiran khusus untuk pemilik mobil yang rumahnya berada di Kampong Ayer. Memang konsep kampong ini sudah dipikirkan secara matang agar penduduknya betah tinggal disini.
Sekolah
Kapal pengangkut pasir
Setelah puas berkeliling kampong, kami mulai berlayar ke Hutan Manggrove. Kalau biasanya melihat hutan yang satu ini di National Geography, sekarang saya akan melihatnya langsung. Hutan Manggrove ini ditanam di sepanjang sungai Brunei, awalnya hanya untuk menutupi komplek Istana Nurul Iman. Tapi keputusan untuk menanam tanaman Manggrove memang tepat sekali karena bisa mencegah erosi sungai sehingga mencegah banjir.
Diantara hutan Manggrove
Supir water taxi memacu perahu lebih cepat karena katanya air di sekitar sini sangat tenang. Duh, sebenarnya saya agak takut karena nggak memakai pelampung. Takut perahunya kebalik, tapi alhamdulillah nggak apa-apa. Supir bilang, di hutan Manggrove ini banyak monyet hidung jambu yang ternyata adalah monyet icon Dunia Fantasi. Saya kira monyetnya gede (segede orang-orangan di Dufan), ternyata kecil. 
Pohon Manggrove
Pose dulu
Kami merapat untuk melihat monyet dari dekat. Saya nggak berani turun dari perahu karena katanya ada buaya yang suka nongkrong di pinggir sungai. Hiiii!! Jangankan mau turun ke hutan, sewaktu merapat aja saya udah ketakutan banget. Bahkan saya nggak mengijinkan teman saya untuk turun dan melihat monyetnya dari dekat. Takut tiba-tiba ada buaya loncat (mana mungkin buaya bisa loncat).
Keliatan nggak monyetnya?
Monyet Dufan lagi bergelantungan
Pose dulu
Setelah beberapa menit merapat ke hutan, kami kembali berlayar mengitari hutan. Saya sempat agak takut karena kiri kanan tidak melihat apa-apa selain pepohonan Manggrove. Sesekali melihat sebuah tempat yang katanya makam keluarga Sultan. Pemakamannya jauh sekali dari kota. Sekitar sejam kemudian, saya berhasil melihat Kampong Ayer lagi dari jauh. Alhamdulillah akhirnya bisa melihat bangunan lagi. Tiba-tiba supir water taxi memperlambat perahu dan bilang kalau ada buaya yang mengintip di bawah akar-akar pohon Manggrove. Perahu kami langsung mendekat ke buaya dan saya udah ketakutan bangettttt. Saya ambil foto buaya, lalu menyuruh supir untuk langsung pergi dari situ. Tetap takut buayanya loncat, hahahahaha.
Buayanya mengintip
Sepanjang sungai saya melihat Istana Nurul Iman, walaupun dari jauh. Supir water taxi bilang kalau shalat Tarawih di bulan Ramadhan di mesjid Istana (kalau nggak salah), para jamaah shalat mendapatkan 10 BND perorang sebagai wujud dari infak dari Sultan ke rakyat. Orang-orang yang shalat jadi ramee banget karena kata mereka, "Duit dapat, pahala pun dapat." Kebayang kalau yang datang shalat tarawih sampai 1000 orang permalam, betapa kayanya Sultan.
Istana Nurul Iman
Perahu terbalik
Saya juga melihat bukit seolah perahu terbalik. Kata supir, kalau di Padang ada Malinkundang anak durhaka (ternyata mereka tau), kalau di Brunei ada kapal ini. Tapi saya tidak bertanya bagaimana cerita rakyatnya lebih jauh karena memang kami mau merapat ke darat. Huff, akhirnya selesailah tur Kampong Ayer. Seru banget disana, terlepas dari ketemu buaya. Hiiiiii!!!! >_<

4 comments:

HM Zwan mengatakan...

seru ya mbak bisa jalan2 pakai boat,tapi ngeri juga kalau ada buayanya hehehe

Shudai Ajlani mengatakan...

Halo Mba Meutia, baru sempet ngeblog lagi dan baca artikelnya mba yang tentang Kampong Ayer. Apakabar mba? Hehe seru ya serba di atas air, pemadam kebakarannya lucu bisa kayak gitu. Jadi pengen cobain kesana :D

Meutia Halida Khairani mengatakan...

@Shudai : shudaiiiii lama bgt ngga liat kamu di blogsphere..

Shudai Ajlani mengatakan...

Iya mbaaaaa, terlalu asik sama kehidupan lain. Ini mulai aktif lagi, tapi pake start-up radio ku, blog personalnya masih dalam perbaikan hehehe

Follow me

My Trip