Oktober 15, 2015

Surat Kecil Untuk Ayah

Dear Ayah,
Sudah hampir 8 bulan, Ayah pergi. Ntah kenapa, saya jadi ingin menulis surat. Anggaplah sekarang saya sedang berada sungguh jauh dari Ayah. Atau, anggaplah saya sedang berada di luar negeri menyelesaikan sekolah, dimana belum ada telepon atau handphone, sehingga membuat saya harus menulis surat kecil untuk Ayah. Teringat dulu ketika saya mengunjungi Ayah yang sedang sakit di Penang, saya lalu bercerita banyak hal yang membuat Ayah tidak bisa tidur siang saking semangatnya mendengarkan saya bercerita. Anggaplah masih seperti itu, walaupun hanya melalui surat.

Dear Ayah, 
Bulan puasa kemarin tanpa Ayah itu menyakitkan buat saya. Teringat dulu kita selalu semangat mencari buka puasa bersama. Bahkan sebulan puasa kemarin Mama nggak bikin kue onde-onde, makanan untuk buka puasa kesukaan Ayah. Rumah terasa sepi. Walaupun Ayah hadir di dalam mimpi saya tepat sehari setelah ulang tahun Ayah. Paling nggak bisa mengobati rasa rindu yang menyesakkan dada. Idul Adha juga terasa sepi. Teringat dulu Ayah adalah orang pertama yang mengingatkan untuk berQurban. Ayah tenang saja, kita masih terus menjalankannya kok.

Dear Ayah,
Sebulan yang lalu saya putus cinta nih. Dia yang dulu pernah janji mau membawakan brownies ketika Ayah sakit, eh sekarang malah pergi begitu saja. Dia yang dulu selalu Ayah suruh 'lempar ke mesjid', mengingat itu saya jadi tersenyum. Sebenarnya sangat menyakitkan mengingat dia pergi begitu saja. Seolah dia memberikan garam pada luka kehilangan Ayah yang belum sembuh. Rasanya ingin marah, sayangnya hanya bisa diam saja. Tapi rasa sakit luka karena garam itu pulih dengan cepat. Kalau saya menceritakan ini pada Ayah langsung, Ayah pasti menyuruh saya berpikir positif tentangnya. Paling nggak, selama 4 tahun ini, dia yang menjaga saya dimana pun dan kapan pun saat adik dan abang nggak ada. Dia yang menemani saya pergi ke berbagai penjuru dunia dan pulang dengan selamat, lalu membawa semua cerita indah yang bisa diceritakan untuk Ayah dan menuliskannya dalam sebuah blog untuk menginspirasi banyak orang. Mungkin benar sebuah kutipan (Lao Tzu) mengatakan, "A journey to a thousand miles begin with a single step." And my single step to the world for the first time together with him. Walaupun mungkin sekarang udah nggak bisa bersama lagi, walaupun udah nggak ada rasa cinta lagi, tapi paling nggak menurut saya, dia sudah menemani saya mengukir kenangan indah yang bertumpuk di dalam benak saya. Dan saya nggak akan menyesal.
Dear Ayah,
Sekarang sedang banyak-banyaknya tawaran pekerjaan datang kepada saya. Ayah tau 'kan, sebenarnya saya nggak begitu suka bekerja kantoran. Lebih enak jadi pedagang. Bukankah 9 dari 10 pintu rezeki dari perdagangan? Kalau begitu, hanya 1 pintu saja dong dari kerja kantoran. Huff! Padahal profile di Linkedin nggak bagus-bagus amat, diupdate juga paling setahun sekali, tapi adaaaa aja tawaran kerjaan. Bahkan sampai ada yang menawar gaji dua kali lipat. Giliran mendengar jobdesknya, ah, langsung nggak bersemangat. Malah saya rekomendasikan teman yang lain, hihihi. Kalau saja ada Ayah, pasti Ayah akan memberikan masukan yang sangat berarti, yang selalu saya jadikan acuan karena Ayah sangat mengerti dunia perkantoran. Ayah adalah orang yang paling pintar mempertimbangkan banyak hal. I missed the time when you're around, Dad!

Dear Ayah,
Beberapa kali saya mencoba mencari tahu tentang keberadaan Ayah. Mungkin bahasa kerennya adalah stalking Ayah sedang apa atau sedang dimana. Hal ini super sulit mengingat kita sudah berbeda dunia. Mungkin kalau Ayah bisa dicari melalui social media atau apa pun itu yang berhubungan dengan dunia nyata dan dunia maya, saya akan mencarinya. Saya akan melakukan apa pun untuk mencari dimana Ayah berada. Tapi situasi kali ini lain. Mungkin cara terbaik dalam men-stalking Ayah adalah melalui penjelasan Al-Quran dan Hadist. Apa yang terjadi ketika ruh pergi meninggalkan tubuh, naik ke langit, menjawab pertanyaan malaikat, lalu seterusnya dan seterusnya. Mencari tau tentang maut membuat saya takut. Serasa belum siap menghadapi semua itu. Saya juga memilih untuk membaca buku karangan ulama favorit M. Quraish Shihab tentang Kehidupan Setelah Kematian karena beliau sangat mengerti hadist. Tapi tetap, banyak hal yang membuat saya jadi takut. Padahal kematian adalah keniscayaan, tapi tetap saya hanya manusia biasa yang tidak sanggup untuk menghadapinya. Dikutip dari buku Kematian adalah Nikmat,
Kematian adalah salah satu tahapan perjalanan yang pasti dilalui oleh semua manusia. Jika dipahami dan disikapi dengan cara yang benar, sesungguhnya kematian adalah nikmat yang patut disyukuri. Inilah poin yang ingin disampaikan penulis. M. Quraish Shihab, dalam buku ini. Lewat penelusuran terhadap pandangan pelbagai kalangan, mulai dari filosof, ilmuwan, agamawan, dan tentu saja al-Qur'an, penulis hendak menegaskan bahwa tak ada manusia yang luput dari kematian. Percuma saja menghindarinya. Cara terbaik menghadapinya adalah mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Karena dengan kematian sesungguhnya manusia tengah memasuki babak baru dalam kehidupannya.

Dear Ayah,
Tahun ini Yuni menikah. Rasanya kurang lengkap tanpa Ayah yang menikahkannya. Tapi tidak mengapa. Semua persiapan sudah matang kok. Insya Allah semua berjalan lancar sampai hari H ya. Doakan saja.

Sampai disini dulu surat dari saya. Daritadi mau nangis menulisnya tapi malu diliat sama Amad yang lagi serius nonton film di sebelah saya. Sebentar lagi dia jadi barista. Keren 'kan, Yah? Insya Allah nanti saya akan menulis surat lagi. Baik-baik ya disana. I love you!

Teringat masa kecilku
Kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu
Buatku melambung
Disisimu terngiang
Hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi
Serta harapanmu

-Ada Band-

7 comments:

Ferfau mengatakan...

Ini surat kecil yang maknanya besar. Baguuss...

Nuel Lubis, Author "Misi Terakhir Rafael: Cinta Tak Pernah Pergi Jauh" mengatakan...

Udah lama ga ke sini. Baru tau juga Mbak juga baru kehilangan. Turut berduka yah. Sekarangaku beneren paham bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita cintai, Mbak. :'(

ade rosiva mengatakan...

Lu membuat gw harus berkedip-kedip di tengah penatnya kerjaan kantor biar ga ada yang tau kalau air mata sebenarnya udah di ujung tanduk. ='/

Pengobatan Tumor Otak mengatakan...

kangen ayah

Monika Yulando Putri mengatakan...

Duh... :')

Tiananda mengatakan...

Meutia... Semoga Ayahnya tenang ya di akhirat sana :')
Semangat buat kehidupanmu, insyaaAllah ketemu jodoh yang terbaik juga, dipilihkan Allah...

Ceuceumeo mengatakan...

Saya merasakan hal yg sama mba.. Hiks.. Kita hanya bisa berusaha jadi anak shalehah u bekal ayah kita di syurga.. Semoga almarhum tenang disana ya mba :)

Follow me

My Trip