November 27, 2015

What's Up Cafe

Malam minggu lalu, saya akhirnya nongkrong di Cafe paling ngehits di Depok, namanya What's Up Cafe. Lokasinya berada di Jalan Margonda No. 463, Depok (021 2940 2434). Malam minggu dan setelah hujan itu adalah kombinasi sangat tidak mengenakkan untuk menyetir motor. Duh, macetnya minta ampunnnnn!!! Pinggang saya sampai encok saking lamanya duduk di motor, ngegas berhenti, ngegas lagi, berhenti lagi. Walaupun hujan deras, tetap mampir ke Cafe ini dengan menggunakan jas hujan. Niat banget 'kan?
What's Up
Setelah parkir motor, kami memilih tempat duduk. Mungkin karena setelah magrib, jadi masih agak sepi, Pelayan langsung memberikan menu kepada kami. Kebanyakan menu favorit disini adalah segala macam makanan yang berhubungan dengan Indomie. Pantas saja motto Cafe ini adalah The Next Level of Indomie. Kalian bisa menemukan Kebab Mie, Martabak Mie, dan lainnya. Menu nasi juga ada kok. Menu cemilan seperti roti bakar, pisang ceper, dan uwel-uwel (semacam donat) juga banyak variannya.
Menu
Pesanan saya adalah:
Indomie Spesial What's up Rp. 18,000 (bisa pilih level pedas)
Yoghurt Moci (Mango Leci) Rp. 15,000
Uwel Coklat Rp. 12,000
Choco Monkey Rp. 15,000
Kebab Indomie Rp. 18,000
Interior Cafe
Suasana Cafe
Setelah memesan makanan, saya shalat Magrib dulu. Disini Mushollanya hanya cukup untuk satu orang. Jadi pada ngantri deh. Mungkin sih cukup untuk 2 orang, cuma sajadah yang disediakan hanya 1 dan ukurannya juga besar. Mau nggak mau ya harus shalat sendiri. Pengunjung Cafe ini 90% adalah mahasiswa. Sisanya mungkin keluarga dan dosen seperti saya, hahahaha. Usia saya mungkin memang sesuai sebagai dosen, tapi wajah saya masih sesuai untuk mahasiswa semester 2 kayaknya, hihihi.

Minuman Choco Monkey dan Youghurt Moci pesanan kami akhirnya datang. Choco Monkey rasanya seperti Milo, tapi lebih manis. Kalau Youghurt Moci asem-asem seger. Maunya kami memesan minuman hangat karena baru saja hujan-hujanan. Tapi tetap aja pengen minuman dingin.
Minuman
Beberapa saat kemudian, makanan datang. Saya memilih Indomie Special What's Up dengan level pedas paling rendah. Takut kepedasan lagi. Ternyata yang level satu aja sambalnya sudah banyak, apalagi pesan level empat. Makanan yang satu ini disajikan dengan ikan rebus (kayaknya) dan kuah mie yang agak kental. Saya kurang suka dengan menu ini. Malah saya lebih suka dengan Kebab Mie yang kebetulan teman saya kurang suka. Jadilah kami bertukar makanan. Kebab Mie hampir sama dengan kebab-kebab kebanyakan dengan daging sapi. Hanya saja ada diselipkan mie di tengah-tengah. Menurut saya menu ini unik, makanya saya suka.
Makanan datang
Setelah kenyang makan mie, kami melanjutkan nongkrong dengan ngemil uwel-uwel. Awalnya saya udah agak eneg, tapi ternyata uwel-uwelnya enak. Seperti makan donat coklat yang dipotong-potong dan disajikan dengan taburan meises. Pokoknya enak banget deh. Kalian wajib mencobanya. 
Pose dulu
Oh ya, saya kurang tau apa mie di Cafe ini benar-benar dari merk Indomie atau Mie Sedap atau Sarimi. Saya juga nggak bertanya sama pelayannya. Cafe ini enak buat nongkrong karena ada Free Wifi juga. Meja dan kursi juga banyak, jadi bisa meminimalisasi waiting list. Semakin malam, semakin rame. Seharusnya 'kan banyak pasangan muda-mudi. Tapi ternyata nggak. Kebanyak yang datang gerombolan mahasiswa yang 'mungkin' sedang membahas kuliah (atau bahas kenapa nggak kesini bareng pacar, hihihi).
Gambar di dinding
Tampak dari parkiran motor
Semula saya mengira kalau tulisan What's Upnya seperti social texting, Whatsapp. Ternyata What's Up biasa. Okelah, semoga bisa menjadi tempat nongkrong alternatif kalian ketika berkunjung ke Depok, atau memang tinggal dan kuliah di Depok. Selamat menikmati :)

November 25, 2015

Waroeng SS Spesial Sambal

Sudah sekitar 4 bulan tinggal di Depok, tapi baru mencicipi tempat makan ini. Teman-teman saya sering menceritakan kalau Waroeng SS Spesial Sambal itu enak banget. Sambalnya mantap dan banyak macamnya. Sebenarnya saya suka makan sambal, tapi nggak begitu kuat makan banyak. Kalau udah kepedesan, pasti ingus ngucur dan air mata mengalir. Apa lagi kalau lagi galau makan di warung ini, wah, air mata mengalir semakin deras. Hahahaha.
Tampak depan
Waroeng SS Spesial Sambal ini berlokasi di Jalan Margonda Raya No. 280 (Ex. Kantor Desperindag). Hotline 0811 251 500. Berhubung saya jarang muter-muter di Depok, jadi dari rumah ke warung ini membutuhkan waktu sejam, ditambah kalau weekend Depok macet parah. Mana naik motor lagi, haduwh panasnya. Saya juga nggak begitu hafal dimana tanda putar balik di jalan Margonda, jadinya semakin telat sampai ke warung.
Lesehan
Menu paling ngehits bulan ini
Setelah sampai, awalnya saya mengambil tempat duduk di lantai 1. Tapi ternyata udah di reservasi orang. Akhirnya pindah ke lantai 2. Enaknya disini kalian bisa duduk berlesehan. Sekalian meluruskan kaki yang udah pegal ngangkang di motor. Pelayan langsung menyodorkan daftar menu dan saya kaget melihat harganya. Murah-murah bangeeeett....!! Berhubung udah kehausan, masing-masing orang pesen 2 minuman, hahaha.
Daftar Menu
Menu 1
Menu 2
Pesanan saya adalah sebagai berikut:
Teh Manis Rp. 3,500
Sambal Udang Pedas Rp. 7,000
Sambal Tubruk Rp. 2,500
Ayam Goreng Dada Rp. 11,000
Jamur Goreng Rp. 5,000
Sayur Asem Rp. 4,000
Jus Wortel Rp. 5,000
Nasi Putih Rp. 4,000

Untuk melihat menu komplit ada di foto yah. Minuman langsung datang ketika dipesan. Tau aja pelayannya kalau kami sudah kehausan abis. Makanan juga datang 5 menit setelahnya. Pokoknya salut banget deh dengan pelayanan yang cepat. Apalagi kalau pengunjung yg datang udah sangat kelaparan.
Nasi dan minuman udah datang
Menu komplit
Menurut saya, untuk rasa ayam goreng standar aja. Yang luar biasa adalah sambalnya. Untuk sambal tubruk (di foto yang porsinya agak sedikit) memang seperti sambal untuk menemani ayam goreng pada umumnya. Rasanya enak, asinnya pas, dan pedasss. Kalau saya suka sambal udang. Mungkin karena sambal yang satu ini baru untuk saya. Sambalnya mentah, ada rasa terasi, dan udangnya banyak. Awalnya sih nggak begitu pedas, tapi lama kelamaan, air mata pun menetes. hiks hiks. Duh, pedes banget deh.
Pose dulu
Untuk pelengkap lauk-pauk, jangan lupa memesan jamur goreng. Harganya murah banget dan rasanya enak. Kriuk-kriuk kalau dimakan. Rasa tepungnya juga enak. Sayur lodeh juga porsinya banyak. Seporsi cukup untuk berdua. Pokoknya saya kenyang banget deh setelah makan disini. Sampai harus istirahat dulu sebelum keluar dari warung karena perut udah buncit.

Baiklah, semoga bisa menjadi pilihan tempat makan kalian ketika mengunjungi Depok. Kata teman saya, Warung SS Spesial Sambal ini ada juga di Tanjung Duren, tapi saya belum pernah kesana. Selamat menikmati :)

November 23, 2015

Socolatte Khas Aceh

Saya mau mereview produk Home Made alias industri rumahan khas Aceh. Sekalian mempromosikan minuman khas Aceh. Kali ini namanya Socolatte, minuman coklat yang paling pas disajikan panas saat musim hujan seperti ini. Sebenarnya kalau musim panas sih enak juga disajikan dingin. Atau bisa di shake pakai es batu. Haduwh, jadi pengen segera pulang ke rumah dan membuatnya. Socolatte berarti coklat sehat karena tidak mengandung kolesterol dan dapat dikonsumsi tanpa takut gemuk, sesuai dengan definisi dari Socolatte itu sendiri. 

Mungkin kalau di Yogyakarta kalian tau coklat Monggo, Socolatte adalah produk makanan berbahan dasar coklat asli Aceh. Lokasi pabriknya berada di Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh. Socolatte telah memproduksi bermacam-macam jenis makanan mulai dari Chocolate Bar (termasuk chunky bar), Cocoa butter, Cocoa powder, dan Chocolate milk. Kemarin adik saya hanya membawa coklat bubuk untuk minuman. Jadi saya cuma bisa mereview jenis produk ini saja ya.
Bungkus Socolatte 450gr
Socolatte ini nggak murni dark chocolate, karena di komposisinya ada gula halus juga. Lagian, siapa yang sanggup minum Dark Chocolate 100%? Pahitnya minta ampun. Pas kemarin Depok sedang hujan super derassss. Nggak nyalain AC juga masih dingin. Jadilah saya memanaskan air, lalu menyeduh Socolatte. Sebenarnya cara membuatnya gampang sih, cuma pengen saya foto aja. Silahkan disimak.
Isi bubuk coklat
2 Sendok makan
Siap disajikan
Mumpung teman saya sedang berkunjung, saya sajikan Socolatte untuk 2 orang. Karena saya nggak begitu suka coklat pahit, saya menambahkan Creamer atau gula. Kalau pengen yang pahit banget dan kental, bisa menambahkan lagi coklat bubuknya ke dalam gelas. Rasa Socolatte ini enak banget, bisa dibandingkan dengan Cadbury dan coklat Delfi. Apalagi produk ini asli Indonesia dan non kolesterol.

Sedikit pengetahuan untuk kita yang saya ambil dari website resminya http://www.socolatte.com/2014/09/profil-socolatte.html yaitu:
Kenapa COKLAT asli itu SEHAT?
1. Coklat memperpanjang umur
2. Mencegah resiko penyakit jantung koroner dan kanker
3. Mencegah penuaan dini karena polusi dan radiasi
4. Memberikan rasa tenang dan perasaan gembira
5. Menyehatkan pembuluh darah
6. Bermanfaat untuk mengobati penyakit stroke
7. Tidak menyebabkan kegemukan

Karena coklat ini tanpa lemak, maka jika tidak dikonsumsi sebaiknya jenis chocolate bar (termasuk chunky bar) dan Cocoa butter disimpan di dalam lemari es agar tidak cepat meleleh.

Lokasi :
 Jl. Medan – Banda Aceh km 138, Baroh Musa, Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya , Provinsi Aceh - INDONESIA.
Kalian bisa membelinya melalui web http://www.socolatte.com/

Selamat menikmati :)

November 17, 2015

Rahasia Stalking

Cerita ini sebenarnya pernah terjadi dulu sekali. Setelah saya memposting cerita The Detective. Tiba-tiba teringat lagi karena nonton SPY dan Mission Impossible. Kalau dulu saya ceritakan, mungkin agak gawat karena takut ada yang men-stalking saya. Kalau sekarang sih cuek aja, hahaha. Seperti biasa, saya akan menceritakan dengan menambahkan bumbu, karena nggak mungkin 100% saya ceritakan semua. Silahkan menebak-nebak, mana yang asli dan mana yang rekayasa. Selamat membaca :)

***

Aku masih sibuk mengerjakan pekerjaanku di kantor tanpa mempedulikan apa pun. Sebenarnya hari ini aku cuma sok sibuk doang karena sebentar lagi pasti atasanku juga teman-temanku akan bertanya sebuah hal besar padaku. Aku hanya sedang menunggu waktu.

"Mily," sapa atasanku yang bernama Chika. Aku menatap wajahnya. "Kamu tau kalau Ian sudah hilang selama seminggu?"
"Oh, Ian? Pantesan seminggu ini nggak 'ngeliat dia." jawabku cuek. Sebagai informasi, aku dan Ian sudah bertengkar lama, karena masalah pekerjaan, dan Chika tau akan hal itu. Kami sudah tidak mengobrol mungkin selama 2 bulan.
"Tapi ini serius, Mily. Gw sudah menghubungi keluarganya, teman-temannya, tapi nggak ada balasan." Kata teman kerjaku.
Aku masih tetap diam saja.
"Kamu nggak khawatir?" tanya Chika lagi.
Aku menggeleng. "Kenapa harus khawatir? Seharusnya dia baik-baik saja. Trus, kenapa kalian serius banget menceritakan ini kepadaku?"
Tiba-tiba handphone Chika berdering. Dia kaget karena yang menelepon adalah Ian. Chika keluar dari ruangan dan aku masih cuek saja. Sampai kemudian Chika datang menghampiriku. "Tolong jelaskan apa yang terjadi!"
Semua orang di dalam ruangan mulai kebingungan dan mendekati meja kerjaku untuk mencari jawaban.
Aku mendengus. Aku menaikkan bajuku sedikit dan memperlihatkan balutan perban di pinggang sepanjang 15 cm. "Ini karena Ian." kataku.
Chika dan rekan kerjaku yang lain langsung kaget dan semakin tidak mengerti.
"Baiklah aku akan menceritakan apa yang terjadi."

Aku sadar betul ketika Ian menghilang. Dia sering pergi ke Puncak ketika weekend untuk mengurusi resort milik keluarganya. Hari Sabtu itu aku berniat untuk baikan dengannya dan meminta maaf atas semua kesalahanku. Sudah 2 bulan tidak menyapa teman itu rasanya aneh sekali. Tetapi ketika aku meneleponnya, handphonenya tidak aktif. Aku pikir, mungkin dia me-reject teleponku.

Senin tiba, Chika bertanya pada rekan kerjaku kemana Ian. Ditelepon nggak aktif. Semua menyangka masih wajar saja kalau orang nggak masuk sehari. Mungkin saja sedang sakit. Selasa juga begitu, Ian nggak masuk. Rekan yang lain malah mempertanyakan apakah Ian cuti? Tapi Chika meyakinkan kami kalau Ian nggak cuti. Ketika hari Rabu, Chika menelepon ke rumah orang tua Ian dan mereka bilang kalau Ian nggak pulang sejak hari Sabtu. Memang Ian sering nggak pulang dalam waktu lama dan keluarganya nggak khawatir. Chika agak panik dan aku agak cuek. Seolah-olah aku berpikir kalau palingan juga nanti Ian datang sendiri.

Tapi ternyata aku sama sekali nggak bisa cuek. Hari Kamis aku minta ijin kerja hanya setengah hari karena sakit (memang asmaku sedang kambuh). Aku mau mencari tau keberadaan Ian karena seluruh peralatan penunjang pencarian orang ada di rumahku. Sebenarnya aku beberapa kali kerja part time di perusahaan Intel untuk melacak banyak orang atau menyelesaikan sebuah kasus, bersama adikku Zaki. Karena rasa penasaranku yang besar, ilmu pengetahuanku bisa bermanfaat untuk mencari tau dimana seseorang berada, sedangkan Zaki sangat hebat dalam ilmu bela diri. Aku bisa juga bela diri, tapi aku punya asma yang sering kambuh. Kalau sudah menghajar terlalu banyak lawan, asmaku pasti kambuh (pahlawan penyakitan).

Di beberapa komputerku yang ada di rumah, aku punya software untuk mencari orang dan juga peralatan komputer dengan sangat lengkap dengan beberapa layar monitor. Mulai dari melacak melalui social media, jaringan komputer, sinyal handphone, dan juga langsung dari satelit. Aku hanya tinggal mengetak-ngetik sedikit untuk memerintahkan semua software menjalankan fungsinya masing-masing. Biasanya aku menunggunya sambil nonton TV atau menikmati secangkir teh. Karena sekarang aku sedang sakit demam dan asmaku kambuh, aku memilih untuk tiduran dulu sambil menunggu sistemku mencari dimana Ian berada.

Adikku Zaki tiba-tiba masuk ke ruang kerjaku. Padahal tadi aku sudah memastikan kalau Zaki sedang tidak ada di rumah. Adikku heran karena aku sedang menjalankan sistem. "Ada kerjaan intel lagi ya, Kak?" tanyanya sambil menatap ke seluruh layar monitor. Jujur aja aku kaget melihat adikku. Sebenarnya aku ingin mencari Ian sendiri, tanpa perlu Zaki.
"Um, teman kakak hilang udah seminggu." jawabku.
Zaki menatapku, "Tumben banget mau mencari teman sampai sedetail ini?"
Aku hanya diam saja sambil terus tiduran.
Zaki melihat layar monitor kembali, lalu mengatakan, "Udah ketemu, Kak."
Aku bangun dari tidurku dan mendekati monitor. Aku kaget melihat Ian ternyata berada di hutan. Berarti dia beneran diculik. Zaki menekan beberapa tombol untuk mencari tau suasana disana. Aku ikut memperhatikan.
"Kak, hutannya terlalu lembab dan dingin. Asma kakak disana bisa tambah parah."
"Nggak apa-apa. Ntar kakak bawa inhaler deh." Aku membuka lemari, mengambil beberapa jaket tebal, syal, dan beberapa obat-obatan.
"Zaki ikut, Kak!" kata Zaki.
Aku terkejut. "Jangan Zaki, ini urusan kakak!"
"Kalau kakak sehat sih Zaki nggak peduli, tapi ini kakak sakit."
Aku memang sedang sakit. Masa' lagi demam dan sesak napas malah mau menyelamatkan orang lain? Aku menyetujui permintaan Zaki dan mengangguk pelan. Hari itu memang dadaku sangat sesak. Biasanya kalau sudah begini aku sering diopname. Tapi kayaknya memang Ian sedang butuh bantuan. Terpaksa aku menunda kontrol ke dokter.

Adikku mempersiapkan berbagai senjata di mobil dan juga ransel. Takut terjadi sesuatu ketika disana. Aku masuk ke mobil dan kami pun berangkat. Sepanjang jalan aku hanya diam untuk menghemat nafas. Setelah 3 jam perjalanan menggunakan mobil, kami dikepung kabut tebal. Adikku terpaksa harus menyalakan lampu. Semakin ke dalam hutan, semakin tebal kabutnya dan semakin dingin. Kondisi seperti ini membuatku lebih sulit bernafas. Kami memarkir mobil di tempat yang tidak begitu jauh dari sebuah gudang kumuh yang ada di dalam hutan. Menurut radar, Ian berada disitu, dan yang pasti dia tidak sendiri.
Zaki berjalan di depan sambil bersiaga dengan sebuah pistol. Aku mengikutinya. Sayangnya dadaku terlalu sesak. Aku jadi sulit berjalan dan gampang ngos-ngosan. Adikku menendang pintu gudang dan mendapati lebih dari 20 orang dengan bersenjatakan golok, celurit, dan berbagai senjata tajam lainnya. Oh tidak, jumlah mereka banyak sekali. Ada urusan apa Ian dengan orang-orang seperti ini?
"Dimana Ian?" tanyaku.
"Oh, kau mencari anak ingusan itu? Tenang saja, dia belum mati kok." jawab salah satu diantara mereka.
"Kalian hebat bisa menemukan tempat ini."
Aku dan Zaki langsung mengarahkan pistol ke mereka.
"Kalian tidak takut mati?" tanya Zaki sambil mengarahkan pistol.
"Serbu!!!!" Mereka berlarian ke arah aku dan Zaki secara brutal. Kami menembak beberapa diantara mereka tanpa melesat sedikit pun. Sayangnya para musuh jumlahnya terlalu banyak sehingga untuk mengisi peluru pada pistol perlu berlari menghindar. Beberapa kali Zaki melawan mereka dengan tangan kosong, sedangkan aku berlari mencari tempat dimana Ian berada.

Aku menendang dan mendobrak beberapa pintu. Sayangnya aku hanya bisa melakukannya agak perlahan karena dadaku semakin sesak. Sambil terus mengisi peluru di pistolku. Akhirnya aku menemukan Ian. Aku sangat panik melihatnya. Wajahnya penuh darah dan memar. Untung dia masih hidup.
"Ian, lo nggak apa-apa?" tanyaku panik sambil mencoba menyentuh pipi dan kepalanya. Begitu banyak lebam dan darah.
Ian membuka matanya sedikit dan mencoba menatapku. "Akhirnya lo menemukan gw..." katanya lirih. Aku mencoba memotong tali di tangan dan kaki Ian. "Gw tau, lo pasti bakalan 'nyariin gw. Karena lo suka gw 'kan?" Aku kaget, dia masih bisa bercanda dalam situasi seperti ini. Aku berusaha untuk nggak mempedulikan Ian. Aku memapahnya. Tubuh Ian begitu lemah dan memberatkanku. Mana aku tambah sesak napas. Aku berharap saat itu Zaki datang, tapi malah para penjahat yang datang. Aku mempertahankan diriku dari penjahat, sekalian menyeret Ian. 

Ketika aku sedang mengisi peluru pistol lagi, JLEB!! Sebuah pisau menembus pinggangku. Seketika tubuhku membeku. Ian juga terjatuh dari papahanku. Dengan sekuat tenaga aku menarik pelatuk dan menembak penjahat itu. Aku melihat adikku berlari ke arahku dengan sangat khawatir. Aku menyuruhnya membawa Ian terlebih dahulu sementara aku sedang berusaha mencabut pisau dari pinggangku. Aku menyandarkan tubuh ke tembok, lalu menarik pisau dengan perlahan. Aku mengerang karena prosesnya super duper menyakitkan.

Aku tidak menyadari kalau di depanku masih ada penjahat yang sedang mengangkat golok tinggi-tinggi. Aku ketakutan setengah mati ketika dia menyeringai ganas. Aku mengumpulkan tenaga untuk menarik pelatuk pistol tapi sudah tidak kuat lagi. Dada semakin sesak dan darah yang mengalir semakin banyak. Ah, matilah aku!

DORR! Terdengar tembakan. Seketika penjahat dihadapanku jatuh tersungkur dan golok terlepas dari genggamannya. Untung nggak jatuh menimpaku. Zaki berhasil menembaknya tepat sebelum penjahat itu menebasku. Aku menatap adikku dan berusaha tersenyum. Dia mengangkatku dan melarikan aku ke dalam mobil. Setelah mendudukkanku di jok depan mobil, Zaki bergagas membuka bagasi mobil. Antara sadar dan nggak sadar, aku melihat adikku memasangkan oksigen ke hidung dan mulutku. Setelah itu semua gelap.

Aku terbangun dan melihat seluruh ruangan serba putih. Ternyata aku sudah berada di rumah sakit. Oksigen masih terpasang di mulut dan hidungku. Aku melihat perban sepanjang 15 cm menutupi luka tusukan di pinggang. Rasanya masih nyeri, tapi sudah jauh lebih baik.
Zaki menyadari kalau aku sudah bangun.
"Untung Zaki bawa oksigen kemarin. Coba kalau nggak, kakak bisa tewas di mobil."
"Sudah berapa lama kakak pingsan?" tanyaku.
"Jumat dan Sabtu. Berarti 2 hari."
"Senin pagi kakak harus masuk kantor. Kalau nggak, orang kantor akan curiga."
"Zaki udah bilang sama dokter dan katanya memang bisa kok keluar hari minggu malam. Asmanya juga udah stabil dan luka tusukan sudah terjahit dengan rapi."
"Bagaimana dengan Ian?"
"Hmmm.... Mungkin dia masih lama di rumah sakit. Badannya penuh luka lebam dan beberapa patah tulang."
"Jadi, kenapa dia diculik?" tanyaku.
"Ini terkait dengan utang Ayahnya yang belum lunas karena pembangunan resort. Sebenarnya Zaki agak malas mencari tau permasalahan seperti ini. Jadi, jangan tanya lebih jauh ya."

Dengan menggunakan kursi roda, aku menghampiri Ian di kamarnya. Tubuhnya sudah seperti mumi, ditambah lagi kakinya digantung karena patah tulang. Dia di kamar sendiri, tanpa ada yang menemani. Dia juga menyadari kedatanganku. Aku menyuruh Zaki menungguku di luar kamar Ian.
"Terima kasih karena telah menolong gw," katanya.
Aku hanya tersenyum. "Loe parah banget."
"Kalau loe nggak datang setengah jam lagi aja, gw sudah mati."
"Kenapa loe tau kalau gw pasti mencari dimana loe berada?" tanyaku penasaran.
"Sudah gw jawab 'kan disana, karena loe suka gw."
"Darimana loe tau?" 
"Karena gw sering mergokin loe sedang stalking gw. Hahahaha. Jadi walaupun kita berantem, loe pasti tau gw sedang apa dan dimana."
Aku hanya terseyum malu. Tapi bagian ini nggak kuceritakan ke Chika. Biarlah menjadi misteri antara gw dan Ian. Semoga Zaki juga nggak tau.

November 13, 2015

Heup!

Berhubung bulan November adalah bulan hujan dan hujan sangat menginspirasi untuk menulis cerita. Kali ini ceritanya tentang teman saya juga dan menurut saya ceritanya sangat menarik untuk dibumbui menjadi cerita lebih menarik lagi. Selamat menikmati :)

***

Sebagai mahasiswa tingkat akhir, aku harus magang kerja di sebuah perusahaan. Aku sangat antusias bisa bekerja selayaknya orang kantoran. Maklumlah, sebagai mahasiswa yang setiap hari digeluti dengan tugas yang tak kunjung usai, jadi karyawan beberapa bulan seolah menjadi tantangan baru bagiku.

Aku melamar kerja di sebuah perusahaan IT bernama PT. Oke. Perusahaannya nggak terlalu terkenal sih, tapi okelah (sesuai namanya) untuk magang. Awal masuk kerja masih biasa saja. Aku mendapat meja sendiri dan juga laptop. Wah, aku jadi merasa seperti beneran orang kantoran. Aku juga memiliki atasan bernama Mas Ricko yang akan memberikanku pekerjaan atau memeriksa pekerjaanku.

Beberapa hari sejak aku magang, suasana masih menyenangkan. Aku selalu berusaha untuk menyelesaikan pekerjaanku tepat waktu. Terkadang aku lembur demi menyelesaikan tugas, supaya bisa dapat nilai A nantinya. Aku bahkan masih bersemangat bekerja lembur. Aku suka suasana kantoran, seolah memancarkan energi kalau aku sudah dewasa, hihihi. Berarti sebentar lagi aku lulus kuliah, bekerja beneran di sebuah perusahaan, dan dapat gaji. Mau dibeliin apa ya gajinya? Pokoknya pikiran-pikiran seperti itu terus menari-nari di otakku.

Tapi ada hal yang mengganjal di hati. Awalnya aku nggak menyadarinya. Ini tentang Mas Ricko. Setiap dia mau menyapaku, dia selalu seolah sedang menangkap tangan kananku. Emang tanganku mau lari kemana sampai harus ditangkap? Ditambah dia menyebutkan kata-kata, "Heup!" Mungkin dia mau mengagetkanku yang sedang serius bekerja dengan mengucapkan "Heup!" dan menangkap tangan kananku. Kalau orang lain mungkin akan menepuk pundak seseorang ketika ingin mengagetkannya sambil mengucapkan kata-kata, "Dor!" atau apalah itu. Ini kenapa, "Heup?!" Aneh sekali. Kadang kalau lagi serius mengetik sesuatu, ketikanku jadi salah karena dia menggeser tangan kananku.

Sekali dua kali aku mencoba biasa saja. Walaupun jujur aku malas banget ada cowok yang notabene bukan siapa-siapa tapi malah selalu ingin memegang (menangkap lebih tepatnya) tanganku. Ditambah lagi beberapa minggu kemudian dia mulai sok akrab sama aku. Malam itu aku lembur dan kampret moment-nya adalah ketika dia bilang, "Hi Rika, kita cuma berdua nih di ruangan ini." Aku celingak-celinguk melihat sekeliling dan ternyata memang kami cuma berdua. Mati deh aku!

Langsung aku simpan pekerjaanku, mematikan laptop, dan langsung beberes sambil bilang, "Nggak kok, aku mau pulang karena ada janji ketemu teman."
"Ah masa' sih?" kata Mas Ricko. "Palingan itu alasan kamu aja nggak mau berdua sama aku."
OMG, kata-katanya membuat aku ngeri. Aku langsung kabur pulang. Suasana kayak begini 'kan jadi nggak enak banget.

Yang paling menyebalkan dalam keseharianku selama magang adalah hari ini. Mas Ricko sialan itu mengomentari pakaianku yang agak transparan (padahal aku sudah pakai baju dua lapis agar tidak menerawang). Sepanjang hari aku merasa risih dan sialnya lagi pekerjaanku belum beres. Mas Ricko kembali menangkap tanganku sambil mengucapkan, "Heup!" lalu bilang, "Besok pakai baju kayak gitu lagi. Aku suka kok."

Aku mendengus. Rasanya emosi mulai memuncak. Aku diam sambil menyelesaikan pekerjaanku. Untung tadi aku baru menyeduh secangkir kopi. Ketika pekerjaanku selesai, aku menyeruput kopi, sambil memastikan kopi sudah nggak terlalu panas lagi. Aku juga memastikan kalau di ruangan tinggal aku dan Mas Ricko. Setelah mematikan laptop, beberes isi tas, aku membawa cangkir kopi ke meja Mas Ricko dan, "Heup!" aku menumpahkan kopi ke baju Mas Ricko. "Ups, nggak sengaja." Kataku dengan wajah datar.
Mas Ricko terbengong-bengong.
Aku bilang, "Bisakah anda berlaku sopan pada saya? Jangan mentang-mentang saya anak magang, anda mengira bisa memperlakukan saya seenaknya? Saya akan laporkan anda ke atasan anda kalau anda masih berlaku seperti itu."
Mas Ricko masih bengong. Aku menaruh cangkir kopi di mejanya, lalu berjalan menuju lift seraya masih menatap Mas Ricko sinis.

Sejak peristiwa malam itu, suasana di kantor kembali menyenangkan. Mas Ricko hanya menghampiriku murni untuk urusan pekerjaan, tidak pernah menangkap tanganku, apalagi sambil mengucapkan, "Heup!" Alhamdulillah.

November 11, 2015

Sebuah Cafe

Cerita ini berkaitan dengan kejadian lucu yang saya alami ketika sedang nongkrong bareng adik saya di Depok. Yah, berhubung udah hampir 4 bulan menjadi Anak Gaul Depok (AGD), jadi ceritanya nggak jauh-jauh dari keseharian saya di kota Depok. Cerita ini sekali lagi saya ingatkan sudah dibumbui jutaan penyedap, sehingga rasanya udah berubah dari aslinya. Nggak apa-apa deh, yang penting enak dinikmati. Selamat membaca :)

***

Suatu hari sepulang dari kantor, adikku Rio menjemput di stasiun seperti biasa. Karena kami sama-sama belum makan malam, biasanya kami pasti nongkrong di sebuah warung atau Cafe atau Resto. Khusus hari ini, Rio mengajakku ke sebuah Cafe paling nge-hits se-Depok. Pembahasan tentang Cafe ini akan aku tulis terpisah yah.

Seperti biasa, kita memilih tempat untuk duduk. Aku bingung, pengunjung tempat ini mungkin 90% adalah mahasiswa. Untung hari ini adalah hari jumat, dimana aku bisa pakai pakaian casual ke kantor. Jadi nggak keliatan style kantoran dan semoga aja masih ada yang menganggap aku adalah mahasiswa hahahaha.

Setelah memilih-milih menu dan memesan makanan, aku melihat sekeliling. Ada beberapa cowok yang melihat ke arah mejaku. Mungkin mereka kenal dengan adikku.
"Dek, ada yang asyik ngeliat ke meja kita aja tuh." Kataku sambil menunjuk ke arah cowok-cowok itu.
Adik menoleh dan ternyata dia kenal dengan cowok-cowok itu, "Hai!" sapa adikku sambil mengangkat tangannya.
Aku bertanya, "Siapa itu, Dek?"
"Adik kelas di UI (Universitas Indonesia), Kak." Wah, bahkan mereka adalah adik kelasnya adikku. Aku jadi merasa tua, hiks!
Salah satu cowok itu kemudian datang ke mejaku. Aku agak kaget, tapi wajar saja mungkin mereka mau mengobrol dengan adikku. Mereka menyalami Rio terlebih dahulu, lalu menyalami aku.
"Siapa ini?" tanya salah satu cowok sambil menyodorkan tangan.
Sifat isengku mulai keluar, "Adiknya Rio!"
Rio heran, mengernyitkan dahi, dan menyipitkan mata, "Kak?"
"Nama gw Mika. Rio biasa manggil gw "Kak" doang." Aku langsung mengalihkan perhatian sambil menjabat tangannya.
Rio semakin menyipitkan matanya.
"Oh, gw Angga." Katanya sambil menjabat tanganku. "Baru masuk kuliah?" Pertanyaannya membuat aku jadi lebih muda 10 tahun. Aku mengangguk. "UI juga? Jurusan apa dan semester berapa?"
"Psikologi, semester 1. Baru masuk." jawabku.
Mendengar jawabanku 'semester 1', adikku tambah menyipitkan mata lagi.
"Lu kok nggak kasih tau gw kalau punya adik di UI juga?" tanya Angga ke Rio. 
Rio melihatku terlebih dahulu, baru menjawab pertanyaan Angga. "Iya, 'kan kita udah jarang ngobrol."
"Oke deh, gw balik ke teman-teman gw dulu. Mika, kalau mau tau tentang gw, tanya Rio aja yah. Bye, bye!" kata Angga sambil tersenyum ramah.
"OK," jawabku sambil terseyum ramah juga.
Rio semakin merasa aneh, sedangkan aku menahan tawa. Baru setelah Angga balik ke mejanya, Rio bilang, "Kak, masa' mau sama brondong? Itu brondongnya super duper brondong." Maksud super brondong adalah umurnya jauh dibawah aku.
Aku tertawa ngakak, super duper ngakak. "Mana mungkinlah. Tadi cuma iseng aja. Udah nggak usah dibahas lagi. Ayuk makan, laper."
Adikku hanya mendengus dan tertawa juga. Mungkin dia semakin keheranan dengan kakaknya.

Besoknya Rio bilang padaku, "Kak, Angga minta nomor handphone kakak nih. Nggak mau Rio kasih ah."
Aku tertawa lagi. Padahal aku sudah lupa kejadian semalam di Cafe itu. Aku bilang pada adikku, "Jawab aja, Mika udah punya pacar dan pacarnya galak. Hihihi."
Rio hanya mendengus dan lanjut membalas message dari Rio.

Mungkin wajahku awet muda kali yah, hihihihi.

November 10, 2015

MOIAA Silky Pudding

Beberapa hari yang lalu saya melihat foto-foto teman-teman saya tentang segelas puding enak di Facebook dan Instagram. Sebagai orang yang gampang tertarik dengan hal-hal berbau makanan enak, saya pesan deh pudingnya, hahaha. Kebetulan juragannya teman saya sendiri, Tiana Yusfita. Nama pudingnya MOIAA Silky Puding. Saya kira hanya dijual di Aceh, ternyata bisa pesan online dan memang produksinya di Jakarta.

Mungkin biasa kali yah orang-orang membeli bubuk puding di supermarket. Yang luar biasa dari puding ini adalah home made (hasil dari industri rumahan). Jujur aja, sekarang saya lebih suka makanan yang home made. Es krim home made, puding home made, permen home made, dan lainnya. Sekedar mengurangi bahaya pengawet yang berlebihan. Kan ceritanya lagi mencanangkan hidup sehat, makanya sedang menanam sayuran organik juga, hihihi.
MOIAA Silky Puding
Duh kelamaan membahas yang lain-lain, mari kita bahas puding enak yang satu ini. Saya memesan puding dengan 3 rasa, yaitu : Bubble Gum (kesukaan saya), Mangga (kesukaan adik), dan Strawberry (kesukaan saya dan adik). Berhubung di rumah cuma ada saya adik saja. Pilihan rasanya bermacam-macam, ada Swiss Choco, Hazelnut, Moca, Taro, Vanilla, Green Tea, Bubble Gum, Strawberry, Caramel, Durian, Mangga, Banana. Kalian bisa memilih sesuai selera.

Cara membuatnya juga super gampang. Hanya membutuhkan gelas takar dan panci untuk memasak. Panaskan 500cc air untuk bubuk puding 100gr, lalu dimasak diatas api sedang sambil diaduk perlahan. Pokoknya hanya membutuhkan waktu beberapa menit di dapur untuk membuat puding ini. Kalian bisa melihatnya dari foto-foto sebagai berikut:
Gelas takar dan panci
Bubuk puding
Memasak puding rasa Bubble Gum
Puding Bubble Gum siap dihidangkan
Memasak puding rasa Mangga
Puding Mangga siap dihidangkan
Memasak puding rasa Strawberry
Puding Strawberry siap dihidangkan
Saya membuat 3 rasa puding sekaligus mengingat nanti kalau hari kerja udah sibuk sama pekerjaan lain. Ternyata 1 bungkus MOIAA Silky Puding ini bisa menghasilkan 4-5 cup puding kecil. Tergantung ukuran cup dan takaran yang kalian pakai. Kalau kalian mau pudingnya lebih padat, airnya bisa dikurangi. Atau kalau kalian mau lebih manis, bisa tambahkan sirup (contohnya sirup mangga ke puding mangga), atau menambahkan gula.
Siap disantap
Dingin lebih nikmat
Sekarang kalau pulang kerja langsung buka kulkas dan ngemil puding dulu. Harus sering-sering mengkonsumsi makanan sehat dan enak nih. Oh ya, harga puding yang 100 gr Rp.15,000. Untuk yang 200 gr Rp. 27,000. Cuma untuk ukuran 200 gr jarang ada stok. Mungkin kalian bisa pesan terlebih dahulu di Instagram @moiaasilkypudding.

Insya Allah dalam beberapa bulan ke depan, adik saya mau membuka Cafe Dessert. Mungkin bisa bekerja sama untuk mensuplai puding MOIAA ya Tiana. Jadi semua dessert yang ada di Cafe seperti es krim, puding, jelly, semua home made dengan rasa terbaik. Ditunggu yah Cafenya :)

November 08, 2015

My Boss

Cerita berikut ini adalah kumpulan beberapa obrolan ringan dengan teman-teman saya yang mau saya tuliskan dalam blog. Supaya teringat terus, sampai kapan pun. Apalagi ceritanya seru, hihihi. Selamat menyimak :)

***

Kehidupan di kantor tidak melulu asyik. Ada susah, ada senang, ada canda tawa, ada tangis. Begitulah yang aku alami selama menjadi bos dalam sebuah divisi. Aku dituntut untuk mengetahui tentang jalannya projek dan mengenal anggota tim. Aku nggak mau menyebut mereka anak buah, karena agak terkesan aku meremehkan, walaupun sebenarnya aku memang atasan mereka. 

Kali ini aku nggak akan membahas pekerjaan, tapi tentang dua orang anggota timku yang mau resign (berhenti bekerja). Yang satu namanya Ferdi. Dia terlihat sangat rajin. Semua pekerjaan mampu dia kerjakan dengan baik. Dia sangat bersemangat ketika berdikusi denganku tentang pekerjaan. Dia juga sering nge-Line atau nge-Whatsapp aku tentang pekerjaan. Bahkan dia juga sering memberi ide untuk nonton bareng atau makan bareng. Sebagai atasan, terkadang memang aku mau mengajak timku untuk nonton bareng atau makan bareng dengan menggunakan duit kantor atau duit pribadiku. Tapi, kalau udah nonton bareng, Ferdi pasti selalu ingin duduk di sampingku. Kalau makan bareng juga begitu. Pasti dia sangat bersemangat menyerobot kursi di sebelahku. 

Sampai suatu hari, aku merasa aneh pada Ferdi. Dia dengan sangat tiba-tiba mau resign. Padahal projek masih jalan dan aku kesulitan mencari penggantinya. Akhirnya aku panggil Ferdi ke ruanganku. 
"Kenapa mau resign, Fer? Sejak kapan berpikir begitu?"
"Sejak gw ngeliat undangan lo mau nikah."
Aku kaget setengah mati. Memang, 2 minggu yang lalu aku menyebarkan undangan karena aku mau nikah. 
"Lu tau nggak, Ren? Lu ngasih gw undangan lu itu sesaat sebelum gw nembak lu. Lu tau nggak betapa hancurnya perasaan gw?"
Aku masih terdiam.
"Kenapa lu mau nikah nggak kasih pengumuman dari awal? Biasanya 'kan cewek kalau mau nikah suka heboh sendiri ngomong sana sini masalah baju, undangan, venue. Eh, lu malah diem aja. Lu juga nggak terlihat punya pacar. Nggak pernah update status di social media, nggak pernah pasang foto berdua dengan pacar, kenapa lo tiba-tiba mau nikah?"
Aku masih diam saja, mencoba mencerna omongan Ferdi yang menurutku absurd.
"Pokoknya gw mau resign. Titik!"
Aku menjawab, "OK."
Lalu Ferdi berdiri dan marah lagi padaku, "Kenapa lu cuma jawab 'OK'?"
"Trus, kamu mau mengharapkan jawaban apa?"
"Lu nggak mencoba menahan gw 'gitu? Gw 'kan pintar dan rajin, Ren!"
Aku mendengus dan mencoba menjawab, "Kamu memang rajin dan pintar. Tapi kalau kamu mau resign ya silahkan. Dan aku bukan tipe cewek yang heboh ngomongin ke orang-orang kalau aku mau menikah, update status, atau pasang foto bareng pacar. Nanti aku pasang deh foto dengan suamiku."
Ferdi lalu keluar dari ruanganku, seraya membanting pintu. Aku masih keheranan sendiri dengan alasan dia barusan. Ya sudahlah, biarkan saja.

Yang kedua bernama Jessica. Cewek ini super manis didepanku. Selalu bertanya aku udah makan apa belum? Tadi aku kena macet apa nggak? Kalau aku pusing sedikit, dia langsung heboh nyariin minyak kayu putih. Awalnya aku senang banget punya tim yang baik hati dan perhatian, tapi hal itu tetap nggak bisa membuatku mengurangi pekerjaan dia. Apalagi setelah Ferdi resign. Terkadang Jessica memang agak ceroboh kalau dalam mengerjakan pekerjaan. Menurutku sih dia agak kurang teliti yang membuat aku harus cek ulang kerjaannya sampai malam hari. Pernah suatu kali aku menelepon dia jam 11 malam hanya karena dia salah memberikan informasi login ke client yang membuat kita semua ketar-ketir.

Sampai suatu hari aku datang telat karena kena macet. Sebelum masuk ruangan, aku mendengar Jessica ngomong ke Rina (anggota timku juga). 
"Gw mau resign aja. Mbak Rena nyebelin banget akhir-akhir ini. Masa' dia nelpon gw jam 11 malam nanyain login. Kan udah gw tulis di dokumentasi."
"Kenapa dia nanya lagi?" tanya Rina.
"Nggak tau tuh. Suka banget ngerecokin gw malam-malam. Ngasih kerjaan gw sore-sore supaya gw nggak bisa pulang cepat lagi."
Aku hanya bisa mengelus dada. Padahal itu semua salah dia sendiri.
"Pokoknya gw mau resign aja, biar Mbak Rena kesusahan. Apalagi, Ferdi 'kan udah resign. Pasti dia tambah repot nanti. Hihihi." Nada bicara Jessica agak mengancam.

Akhirnya aku masuk ke dalam ruangan. Jessica melihatku dan menyapa seperti biasa, "Wah baru datang mbak? Macet yah?" Dengan wajah seperti malaikat. Aku hanya mengelus-elus dada melihat cewek bermuka dua seperti dia. Aku menunggu dia memberikan surat resign secepatnya agar aku tidak perlu lagi melihat wajahnya. Sayangnya, sudah sampai 6 bulan sejak aku mendengar obrolannya itu, dia belum memberikan surat resign. Huff, ntah apa lagi rencananya.

November 02, 2015

Menanam Bunga

Beberapa hari yang lalu saya posting tentang menanam sayuran. Kali ini menanam bunga. Sebagai seorang cewek, udah pasti sukaaa banget sama bunga. Dulu sewaktu saya dikasih buket bunga, sebenarnya saya senang sih. Tapi kasihan juga karena nanti bunganya pasti akan kering dan mati. Beda halnya dengan menanam sendiri. Tahap-tahap perkembangan bunga bisa diperhatikan hari demi hari. Kalau bunga udah mekar dan kering, tinggal gunting, lalu seminggu lagi juga mekar kembali. Jadi bunga saya terus ada sepanjang hari dan bermekaran secara bergantian. Senang banget 'kan?

Bunga favorit saya adalah mawar. Saya membeli 10 macam jenis bunga mawar dengan beraneka warna. Rata-rata harga mawar di pasar Rp. 15,000 per pot. Kalau beli di online shop harganya sekitar Rp. 30,000. Sempat membeli mawar merambat dengan harga Rp. 55,000, tapi malah mati. Sedihhhh! Mana harganya paling mahal lagi. Saya menyiram semua bunga saya 2 kali sehari, pagi dan malam (setelah pulang kantor). 
Mawar Oranye
Mawar putih besar
Menanam bunga mawar sebenarnya sungguh mudah. Tinggal siram aja, atau diberi pupuk kompos. Kalau ada daun atau bunga kering, saya gunting. Nanti langsung tumbuh lagi. Kesulitannya adalah ketika warna kelopaknya ada bercak hitam. Saya baca di web Agromaret, kalau hal itu penyebabnya adalah jamur. Bisa dipangkas aja daunnya atau disemprot pestisida. Lain halnya bunga mawar yang harusnya tipe besar, tapi malah mekarnya kecil. Kata Mama sih karena media tanamnya udah kesempitan atau kurang besar, tapi saya rasa karena kurang sehat juga deh.
Mawar putih kecil
Add caption
Selanjutnya bunga yang saya suka juga adalah bunga pukul 10 (Japanese Rose). Bunga yang satu ini super gampang hidupnya. Bahkan saya membelinya di pasar dengan harga Rp. 2000 - Rp. 2,500 saja. Murah banget 'kan? Saya punya 2 jenis bunga ini, yang kelopak besar dan kecil. Kalau kalian tanam ke tanah, bunga ini gampang menjalar dan terus berbunga. Paling suka melihat mereka memang sekitar pukul 8-10 pagi karena semua bunga bermekaran. Subhanallah!
Bunga besar
Bunga kecil
Bunga lainnya adalah Bougenville. Dulu saya beli di pasar dengan harga Rp. 25,000 dengan bunga berwarna pink. Anehnya, kok sekarang ketika berbunga malah berwarna oranye? Walaupun bunganya tetap banyak dan merasa aneh karena warnanya berganti, tapi saya tetap suka bunga ini. Beberapa bunga ini pernah saya ambil di kantor dengan cara mematahkan batang bunga dan di tanam ke tanah. Sayangnya yang hidup hanya 1 dan itu pun masih sangat kecil.
Bunga Bougenville
Sekarang giliran bunga Morning Glory. Bunga yang satu ini satu jenis dengan kangkung. Seharusnya sih gampang menanamnya dari biji. Saya sudah beli beberapa bijinya, tapi yang saya foto di bawah ini saya beli dari online shop kebunbibit sudah ada daunnya seharga Rp. 75,000. Mahal banget yah?! Dalam sebulan sejak saya rawat, tanaman Morning Glory ini sudah berbunga, dan bunganya gede banget. Katanya sih kalau bunganya besar berarti tanaman tumbuh subur. Yeay!
Bunga Morning Glory
Bunga selanjutnya adalah bunga Zinnia (bunga kertas). Bibit bunga ini dikasih Mama saya sejak lebaran. Sempat saya tanam diantara ilalang tapi malah hilang dimakan ilalang. Apa kecabut sewaktu saya cabut ilalang juga ya? Akhirnya saya siapkan tempat sendiri khusus untuk bunga kertas ini. Ternyata tumbuhnya gampang banget. Mungkin hanya 2-3 hari setelah saya semai, langsung tumbuh daunnya.
Bunga kertas
Halaman belum ditanami rumput
Baiklah, saya sudah menceritakan sedikit tentang pengalaman menanam bunga. Nanti saya ceritain lagi deh karena saya sudah membeli beberapa bibit bunga lagi. Sampai jumpa!

Follow me

My Trip