Berhubung bulan November adalah bulan hujan dan hujan sangat menginspirasi untuk menulis cerita. Kali ini ceritanya tentang teman saya juga dan menurut saya ceritanya sangat menarik untuk dibumbui menjadi cerita lebih menarik lagi. Selamat menikmati :)
***
Sebagai mahasiswa tingkat akhir, aku harus magang kerja di sebuah perusahaan. Aku sangat antusias bisa bekerja selayaknya orang kantoran. Maklumlah, sebagai mahasiswa yang setiap hari digeluti dengan tugas yang tak kunjung usai, jadi karyawan beberapa bulan seolah menjadi tantangan baru bagiku.
Aku melamar kerja di sebuah perusahaan IT bernama PT. Oke. Perusahaannya nggak terlalu terkenal sih, tapi okelah (sesuai namanya) untuk magang. Awal masuk kerja masih biasa saja. Aku mendapat meja sendiri dan juga laptop. Wah, aku jadi merasa seperti beneran orang kantoran. Aku juga memiliki atasan bernama Mas Ricko yang akan memberikanku pekerjaan atau memeriksa pekerjaanku.
Beberapa hari sejak aku magang, suasana masih menyenangkan. Aku selalu berusaha untuk menyelesaikan pekerjaanku tepat waktu. Terkadang aku lembur demi menyelesaikan tugas, supaya bisa dapat nilai A nantinya. Aku bahkan masih bersemangat bekerja lembur. Aku suka suasana kantoran, seolah memancarkan energi kalau aku sudah dewasa, hihihi. Berarti sebentar lagi aku lulus kuliah, bekerja beneran di sebuah perusahaan, dan dapat gaji. Mau dibeliin apa ya gajinya? Pokoknya pikiran-pikiran seperti itu terus menari-nari di otakku.
Tapi ada hal yang mengganjal di hati. Awalnya aku nggak menyadarinya. Ini tentang Mas Ricko. Setiap dia mau menyapaku, dia selalu seolah sedang menangkap tangan kananku. Emang tanganku mau lari kemana sampai harus ditangkap? Ditambah dia menyebutkan kata-kata, "Heup!" Mungkin dia mau mengagetkanku yang sedang serius bekerja dengan mengucapkan "Heup!" dan menangkap tangan kananku. Kalau orang lain mungkin akan menepuk pundak seseorang ketika ingin mengagetkannya sambil mengucapkan kata-kata, "Dor!" atau apalah itu. Ini kenapa, "Heup?!" Aneh sekali. Kadang kalau lagi serius mengetik sesuatu, ketikanku jadi salah karena dia menggeser tangan kananku.
Sekali dua kali aku mencoba biasa saja. Walaupun jujur aku malas banget ada cowok yang notabene bukan siapa-siapa tapi malah selalu ingin memegang (menangkap lebih tepatnya) tanganku. Ditambah lagi beberapa minggu kemudian dia mulai sok akrab sama aku. Malam itu aku lembur dan kampret moment-nya adalah ketika dia bilang, "Hi Rika, kita cuma berdua nih di ruangan ini." Aku celingak-celinguk melihat sekeliling dan ternyata memang kami cuma berdua. Mati deh aku!
Langsung aku simpan pekerjaanku, mematikan laptop, dan langsung beberes sambil bilang, "Nggak kok, aku mau pulang karena ada janji ketemu teman."
"Ah masa' sih?" kata Mas Ricko. "Palingan itu alasan kamu aja nggak mau berdua sama aku."
OMG, kata-katanya membuat aku ngeri. Aku langsung kabur pulang. Suasana kayak begini 'kan jadi nggak enak banget.
Yang paling menyebalkan dalam keseharianku selama magang adalah hari ini. Mas Ricko sialan itu mengomentari pakaianku yang agak transparan (padahal aku sudah pakai baju dua lapis agar tidak menerawang). Sepanjang hari aku merasa risih dan sialnya lagi pekerjaanku belum beres. Mas Ricko kembali menangkap tanganku sambil mengucapkan, "Heup!" lalu bilang, "Besok pakai baju kayak gitu lagi. Aku suka kok."
Aku mendengus. Rasanya emosi mulai memuncak. Aku diam sambil menyelesaikan pekerjaanku. Untung tadi aku baru menyeduh secangkir kopi. Ketika pekerjaanku selesai, aku menyeruput kopi, sambil memastikan kopi sudah nggak terlalu panas lagi. Aku juga memastikan kalau di ruangan tinggal aku dan Mas Ricko. Setelah mematikan laptop, beberes isi tas, aku membawa cangkir kopi ke meja Mas Ricko dan, "Heup!" aku menumpahkan kopi ke baju Mas Ricko. "Ups, nggak sengaja." Kataku dengan wajah datar.
Mas Ricko terbengong-bengong.
Aku bilang, "Bisakah anda berlaku sopan pada saya? Jangan mentang-mentang saya anak magang, anda mengira bisa memperlakukan saya seenaknya? Saya akan laporkan anda ke atasan anda kalau anda masih berlaku seperti itu."
Mas Ricko masih bengong. Aku menaruh cangkir kopi di mejanya, lalu berjalan menuju lift seraya masih menatap Mas Ricko sinis.
Sejak peristiwa malam itu, suasana di kantor kembali menyenangkan. Mas Ricko hanya menghampiriku murni untuk urusan pekerjaan, tidak pernah menangkap tanganku, apalagi sambil mengucapkan, "Heup!" Alhamdulillah.
3 comments:
mau bilang suruh sopan aja kenapa musti numpahin kopi ya mut? hahahahaaa
nyebelin banget ya itu cowok~ ihh jadi gak suka sama cowok~ #eh
Lama gak baca cerita fiksi nih, kangen novel lanjutannya kak :3
Jiah, coba magangnya di tempat saya, pasti lebih asyik. :)
Posting Komentar