November 08, 2015

My Boss

Cerita berikut ini adalah kumpulan beberapa obrolan ringan dengan teman-teman saya yang mau saya tuliskan dalam blog. Supaya teringat terus, sampai kapan pun. Apalagi ceritanya seru, hihihi. Selamat menyimak :)

***

Kehidupan di kantor tidak melulu asyik. Ada susah, ada senang, ada canda tawa, ada tangis. Begitulah yang aku alami selama menjadi bos dalam sebuah divisi. Aku dituntut untuk mengetahui tentang jalannya projek dan mengenal anggota tim. Aku nggak mau menyebut mereka anak buah, karena agak terkesan aku meremehkan, walaupun sebenarnya aku memang atasan mereka. 

Kali ini aku nggak akan membahas pekerjaan, tapi tentang dua orang anggota timku yang mau resign (berhenti bekerja). Yang satu namanya Ferdi. Dia terlihat sangat rajin. Semua pekerjaan mampu dia kerjakan dengan baik. Dia sangat bersemangat ketika berdikusi denganku tentang pekerjaan. Dia juga sering nge-Line atau nge-Whatsapp aku tentang pekerjaan. Bahkan dia juga sering memberi ide untuk nonton bareng atau makan bareng. Sebagai atasan, terkadang memang aku mau mengajak timku untuk nonton bareng atau makan bareng dengan menggunakan duit kantor atau duit pribadiku. Tapi, kalau udah nonton bareng, Ferdi pasti selalu ingin duduk di sampingku. Kalau makan bareng juga begitu. Pasti dia sangat bersemangat menyerobot kursi di sebelahku. 

Sampai suatu hari, aku merasa aneh pada Ferdi. Dia dengan sangat tiba-tiba mau resign. Padahal projek masih jalan dan aku kesulitan mencari penggantinya. Akhirnya aku panggil Ferdi ke ruanganku. 
"Kenapa mau resign, Fer? Sejak kapan berpikir begitu?"
"Sejak gw ngeliat undangan lo mau nikah."
Aku kaget setengah mati. Memang, 2 minggu yang lalu aku menyebarkan undangan karena aku mau nikah. 
"Lu tau nggak, Ren? Lu ngasih gw undangan lu itu sesaat sebelum gw nembak lu. Lu tau nggak betapa hancurnya perasaan gw?"
Aku masih terdiam.
"Kenapa lu mau nikah nggak kasih pengumuman dari awal? Biasanya 'kan cewek kalau mau nikah suka heboh sendiri ngomong sana sini masalah baju, undangan, venue. Eh, lu malah diem aja. Lu juga nggak terlihat punya pacar. Nggak pernah update status di social media, nggak pernah pasang foto berdua dengan pacar, kenapa lo tiba-tiba mau nikah?"
Aku masih diam saja, mencoba mencerna omongan Ferdi yang menurutku absurd.
"Pokoknya gw mau resign. Titik!"
Aku menjawab, "OK."
Lalu Ferdi berdiri dan marah lagi padaku, "Kenapa lu cuma jawab 'OK'?"
"Trus, kamu mau mengharapkan jawaban apa?"
"Lu nggak mencoba menahan gw 'gitu? Gw 'kan pintar dan rajin, Ren!"
Aku mendengus dan mencoba menjawab, "Kamu memang rajin dan pintar. Tapi kalau kamu mau resign ya silahkan. Dan aku bukan tipe cewek yang heboh ngomongin ke orang-orang kalau aku mau menikah, update status, atau pasang foto bareng pacar. Nanti aku pasang deh foto dengan suamiku."
Ferdi lalu keluar dari ruanganku, seraya membanting pintu. Aku masih keheranan sendiri dengan alasan dia barusan. Ya sudahlah, biarkan saja.

Yang kedua bernama Jessica. Cewek ini super manis didepanku. Selalu bertanya aku udah makan apa belum? Tadi aku kena macet apa nggak? Kalau aku pusing sedikit, dia langsung heboh nyariin minyak kayu putih. Awalnya aku senang banget punya tim yang baik hati dan perhatian, tapi hal itu tetap nggak bisa membuatku mengurangi pekerjaan dia. Apalagi setelah Ferdi resign. Terkadang Jessica memang agak ceroboh kalau dalam mengerjakan pekerjaan. Menurutku sih dia agak kurang teliti yang membuat aku harus cek ulang kerjaannya sampai malam hari. Pernah suatu kali aku menelepon dia jam 11 malam hanya karena dia salah memberikan informasi login ke client yang membuat kita semua ketar-ketir.

Sampai suatu hari aku datang telat karena kena macet. Sebelum masuk ruangan, aku mendengar Jessica ngomong ke Rina (anggota timku juga). 
"Gw mau resign aja. Mbak Rena nyebelin banget akhir-akhir ini. Masa' dia nelpon gw jam 11 malam nanyain login. Kan udah gw tulis di dokumentasi."
"Kenapa dia nanya lagi?" tanya Rina.
"Nggak tau tuh. Suka banget ngerecokin gw malam-malam. Ngasih kerjaan gw sore-sore supaya gw nggak bisa pulang cepat lagi."
Aku hanya bisa mengelus dada. Padahal itu semua salah dia sendiri.
"Pokoknya gw mau resign aja, biar Mbak Rena kesusahan. Apalagi, Ferdi 'kan udah resign. Pasti dia tambah repot nanti. Hihihi." Nada bicara Jessica agak mengancam.

Akhirnya aku masuk ke dalam ruangan. Jessica melihatku dan menyapa seperti biasa, "Wah baru datang mbak? Macet yah?" Dengan wajah seperti malaikat. Aku hanya mengelus-elus dada melihat cewek bermuka dua seperti dia. Aku menunggu dia memberikan surat resign secepatnya agar aku tidak perlu lagi melihat wajahnya. Sayangnya, sudah sampai 6 bulan sejak aku mendengar obrolannya itu, dia belum memberikan surat resign. Huff, ntah apa lagi rencananya.

0 comments:

Follow me

My Trip