Dear December,
Cinta itu ibarat paku. Jika kita semakin sayang, semakin banyak aral melintang yang dilalui bersama, seolah palu yang menghantam paku, maka semakin dalam paku menancap dan semakin kokoh. Tapi, ketika cinta itu harus pergi atau dipaksa pergi, semakin sulit dan sakit ketika harus ditanggalkan sampai benar-benar lepas.
Mungkin hal ini yang terjadi pada saya. Bulan-bulan akhir di tahun 2015, saya memasuki masa-masa sulit lainnya. Menemukan kenyataan kalau orang yang selama ini saya sayangi, sudah tidak bisa bersama lagi. Orang yang selalu ada disisi saya, bahkan ketika Ayah meninggal, sekarang sudah tidak ada. Saya tidak akan menceritakan keburukan orang di postingan saya, karena bukan tipe saya untuk menuliskan hal yang negatif karena blog ini salah satu media sosial. Saya akan menulis dari sisi saya sendiri. Berat rasanya sudah kurang lebih tiga bulan sama sekali tidak menyapa satu sama lain. Padahal dulu, dia adalah orang yang paling dekat dengan saya.
Kurang lebih 4 tahun saya dan dia menjalani hubungan. Dari mulai tidak ada rasa cinta sama sekali, sampai sayang banget. Menyesuaikan diri dengan kebiasaan masing-masing selama hampir 4 tahun itu sebenarnya nggak gampang. Kita tertawa bareng, ngegosip bareng, nonton, makan, pergi ke berbagai tempat, mencoba hal baru, semuanya sama-sama. Sebelum jadi pacar, kita adalah best friend. Memang pacaran sama best friend itu sangat menyenangkan. Kita bisa menjadi diri sendiri, bisa nyaman bertingkah seperti apa pun, selalu ingin memperhatikannya, dan selalu mengkhawatirkannya. Apalagi pekerjaan kita sama, dimulai dari kantor yang sama, pindah ke kantor yang berbeda, dan berakhir di kantor yang sama pula.
Beberapa kali saya merasa hubungan kami sudah tidak sehat. Memang kita nggak pernah berantem sampai cakar-cakaran. Tapi dalam beberapa kondisi memang sudah tidak memungkinkan. Saya memilih bersabar. Menganggap hal ini mungkin adalah cobaan pacaran. Masih memegang prinsip kalau semakin banyak cobaan, maka semakin kuat hubungan kita. Apalagi kami sudah sering putus nyambung. Makanya saya kebanyakan mencoba cuek, menyibukkan diri dengan beberapa hal, sampai akhirnya saya malah dihantam berita buruk kalau kami memang harus benar-benar putus.
Putus kali ini saya mengambil sikap untuk sama sekali tidak mencari tau tentang dia. Di sisi lain, saya tidak mau dia mencari tau tentang saya. Semua social media dan social texting saya block. Hanya nomor handphonenya saja yang ada di handphone dan di otak saya (terlanjut terhafal). Saya tidak terlalu menceritakan tentang kehidupan saya kepada teman saya yang juga temannya, sekalian mengantisipasi kalau teman saya bercerita padanya tentang saya. Saya juga berharap agar dia tidak tahu lagi tentang saya dan saya tidak perlu tahu lagi tentangnya. Kalau kita sama-sama mau move on, berarti kita harus sama-sama menjaga perasaan satu sama lain untuk move on. Tidak perlu terus diceritakan hal baik yang membuat kita sedih dan bisa jadi balikan lagi. Tidak perlu juga terus menyakiti satu sama lain lagi, karena semakin tersakiti, semakin penasaran, semakin ingin membalas, dan semakin nggak bisa move on. Biarkanlah berjalan apa adanya dan biasa saja, agar kita sama-sama bisa ikhlas dan saling memaafkan.
Saya juga melarang semua teman-teman saya membahas dia. Pernah ada yang kelepasan membahasnya dan mengirim fotonya yang membuat rasa sakit di hati saya menganga lagi. Apalagi fisik saya juga akan bereaksi kalau sakit hati. Ya muntahlah, sakit kepalalah, sakit perutlah, dan lainnya. Alhamdulillah ada adik saya di rumah yang bisa menenangkan, sehingga saya nggak sendirian. Untung juga punya Mama yang super pengertian. Pernah bilang ke Mama kalau saya mendoakan hal buruk agar menimpanya, supaya dia juga bisa merasakan sakit hati yang saya rasakan. Tapi Mama bilang, "Allah paling tau bagaimana harus membalas kebaikan atau keburukan. Allah juga Maha Mengetahui rahasia yang paling rahasia. Jadi nggak usah mendoakan yang buruk-buruk, karena bisa jadi hal yang sedang menimpa kita itu sebenarnya baik ke depannya." Jadilah saya berdoa agar Allah mengampuni dosa saya karena telah berdoa yang buruk-buruk dan berdoa agar Allah mengampuni dosa dia juga. Dengan begitu jadi lebih lega.
Sebenarnya saya juga menginginkan hubungan kami selesai tahun ini dan seharusnya hal itu membuat saya lebih gampang move on. Pada kenyataannya nggak segampang itu bagi saya. Semula saya tetap menjalani kehidupan saya dan sedang menghindar dari kenyataan kalau harus ketemu dia setiap hari. Tapi setiap pergi ke Cafe atau Restaurant baru, punya gosip baru, pergi nonton bioskop, pasti teringat dia. Dulu setiap saya pergi ke Cafe tanpa dia, saya pasti akan menceritakan tentang keunikan Cafe itu dan berjanji padanya untuk suatu hari mengajaknya kesana. Sayangnya sekarang hanya bisa diam saja. Paling terasa ketika menonton film di bioskop yang berseri. Contohnya mungkin Film Hunger Games. Dari film pertama sampai Mocking Jay Part 1, masih menonton dengannya. Rasanya ada yang mengganjal apabila tidak menyelesaikan film dengannya sampai selesai. Apalagi tahun depan tayang Kung Fu Panda dan Captain America. Teringat kami selalu antusias untuk menonton film-film animasi dan superhero di bioskop.
Kehilangan dia itu seperti kehilangan teman dekat dan sahabat yang selalu ada dimana pun dan kapan pun. Membahas urusan pekerjaan bersama, menceritakan dan saling menjaga rahasia, mencari ide-ide bisnis, mencari solusi di setiap masalah, makan bareng, masak bareng, belanja bareng, mengantar ke dokter, menemani di saat salah satu diantara kita di opname, saling menunggu pulang kantor, saling membawakan makanan, saling memberikan hadiah, saling menghibur, merasa senang hanya ketika nggak punya duit tapi masih bisa makan Sushi Tei, merencakan jalan-jalan baik dalam dan luar negeri yang sering menguras dompet, mengoleksi ribuan foto berdua, dan lainnya yang nggak bisa disebutkan satu-demi satu.

Kalau ada yang berpikir cara untuk berpisah yang paling ampuh adalah
menyakiti hati saya yang akan membuat saya benci sama dia dan gampang
untuk move on, itu salah besar. Mungkin memang marah, tapi cuma
sebentar. Sisanya hanya sedang menahan diri. Karena melihat dia
terpuruk, mengulangi lagi kebiasaan buruk yang dulu sempat dia hentikan
ketika bersama saya, melihat matanya yang sendu, hal itu jauh lebih
menyakitkan lagi. Mau bagaimana pun juga, setelah selama ini bersama, saya adalah orang yang paling mengenal dia. Mungkin lebih dari dia mengenal dirinya sendiri. Bahkan jawaban 'iya' dia saja, saya bisa tau artinya hanya dari intonasi yang dia ucapkan.
Allah punya 1000 cara untuk memisahkan dua insan yang tak berjodoh dan memiliki 1000 cara untuk menyatukan dia yang berjodoh. Walaupun kali ini terlihat sakit, terlihat berakhir, tapi kita tidak tau apa yang akan terjadi di depan. Mungkin memang akan terus sakit, mungkin juga memang sudah berakhir. Tapi siapa yang tau? Bahkan hari esok saja masih misteri. Saya sedang sangat berusaha untuk bersabar dan berdoa. Kalau sudah tidak bisa lagi mendekati yang di bumi, masih selalu bisa mendekatkan diri pada Yang di Langit.
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).“Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (Qs. Az Zumar: 10).“dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”. (Qs Al Baqarah: 155).
Anyway, thank you very much www.HJ-STORY.com for the beautiful pictures. They show us how pure, kind, and sweet the love is. They represent all of my feelings now and these months. Me and him used to enjoy the pictures while we were on the train, heading to Jakarta from Bogor in the rainy day and we smiled to each other. The moment i never forget. Even though there are so many people out there thought that by killing the love i felt for him will makes everything better, but love will always there. Waiting and being patience, as your pictures show. Thank you again, with all my heart ♥
I'm going to Sabang, enjoying beaches, first time without you...
![]() |
Is it possible? |