Desember 05, 2015

Dear December Part 1 : My Life

Dear December,
Nggak terasa kita semua sudah berada di penghujung tahun 2015. Walaupun masih ada beberapa minggu lagi sebelum akhirnya resmi menikmati tahun baru 2016. Saya jadi ingin membuat beberapa summary kehidupan selama tahun ini karena menurut saya 2015 adalah tahun super melelahkan. Bukan hanya fisik, tapi juga mental. Bahkan dari awal tahun, pertengahan tahun, sampai akhir tahun, semuanya sangat melelahkan. Saya akan menceritakannya satu persatu dalam beberapa posting karena kalau dalam 1 postingan malah kepanjangan.

Januari 2015 seharusnya menjadi bulan pertama di tahun baru. Masih terasa euphoria tahun baru sepanjang bulan Januari. Apalagi saya dan teman-teman berencana pergi berlibur ke Macau - Shenzhen - Hongkong. Saat itu sangat bahagia. Rasanya hari demi hari menuju tanggal liburan itu kerjaannya hanya memposting counting down the days saja. Membahas itinerary bersama, mencari hotel, membooking tiket pesawat, dan sebagainya saat itu sangat menyenangkan.

Sampai saya mendengar Ayah saya divonis menderita kanker. Seakan hidup langsung terbalik. Semua orang pasti tau pada akhirnya penyakit kanker akan seperti apa. Waktu itu saya berada di kantor. Saya keluar dari gedung dan menangis. Menelepon bos saya untuk mengabari kalau besok saya harus terbang ke Penang seraya menangis terisak. Sebenarnya udah menahan supaya nggak nangis, tapi nggak bisa. Bahkan sewaktu membooking tiket ke Penang di kantor dan bersebelahan dengan teman-teman saya juga sambil meneteskan air mata. Sempat malu pada teman-teman karena saya menangis, tapi mau 'gimana lagi. Rasa sedihnya masih terasa sampai sekarang. Walaupun sudah hampir satu tahun.

Saya langsung terbang ke Penang untuk menjenguk Ayah saya. Biasanya kalau ke luar negri, saya melakukan persiapan sedikit, atau paling nggak saya sudah menukarkan uang. Waktu itu saya ingat, pulang kantor, ngeprint boarding pass, masukin baju ke koper, lalu tidur dan dihantui mimpi buruk sampai-sampai nggak bisa tidur nyenyak. Jam 3 pagi saya ke bandara karena penerbangan jam 6 pagi. Di pesawat, saya ketakutan setengah mati karena turbulensi sangat mengerikan. Mana Air Asia tahun baru kemarin jatuh. Tapi pikiran yang nggak-nggak tentang penyakit Ayah lebih menghantui lagi.
Ayah
Sampai Penang, setelah menukarkan duit di bandara, saya langsung mencari taksi menuju Lam Wah Iee Hospital. Disana saya melihat wajah Ayah sangat sehat. Bahkan tidak terlihat seperti orang sakit. Saya mulai lega dan bercerita banyak hal pada Ayah. Ayah bahkan menyuruh saya berkeliling Penang karena saya baru pertama kali ke Penang dan kebetulan waktu itu Om saya ikut. Akhirnya saya, Mama, dan Om berkeliling Penang sekitar 2 jam, lalu kembali ke rumah sakit. Setelah 3 hari di Penang, dan berdasarkan hasil diskusi keluarga, Ayah dan Mama saya bawa ke Jakarta untuk selanjutnya berobat ke RS Kanker Dharmais.

Saya selalu berusaha hadir setiap Ayah berobat jalan. Saya sangat ingin mengetahui perkembangan penyakit Ayah. Setiap hari saya browsing tentang kanker, membaca puluhan bahkan ratusan artikel tentang kanker, supaya kalau konsultasi dengan dokter bisa nyambung. Semakin saya baca, saya semakin tahu betapa bahaya dan mengerikannya penyakit itu. Sampai sehari sebelum saya berangkat ke Macau, dokter menceritakan kondisi Ayah saya secara detail. Saya syok, langsung nggak mood, sedih, kacau, terpukul, dan semua perasaan lainnya. Dan Ayah masih mengizinkan saya untuk pergi ke Hong Kong karena sayang dengan teman-teman saya. Saya teringat dulu sepulang dari RS Dharmais, saya cerita ke Felix (teman saya) secara detail tentang penyakit kanker karena otak saya sudah kepenuhan. Setelah bercerita, saya pulang ke kosan untuk packing berangkat ke Macau. Mana waktu itu hujan deras, busway nggak ada, dan taksi pun penuh. Terpaksa jalan kaki dari Plaza Semanggi. Hanya bisa berdoa agar Allah menjaga Ayah saya selama saya di luar negeri.

Saya berangkat ke Kuala Lumpur dengan penerbangan paling pagi baru siangnya ke Macau. Teman saya Novi juga pada saat itu sedang mengkhawatirkan ibunya yang sakit. Tapi kami berdua serasa ingin melarikan diri. Ingin bersenang-senang dan tidak mau memikirkan cerita-cerita sedih selama berlibur. Bahkan sama sekali tidak mau membahas tentang keluarga. Hanya fokus pada berlibur saja. Waktu itu perjalanan ke Macau - Shenzhen - Hong Kong sangat menyenangkan. Kami pergi kesana-kemari, mencoba ini itu, dan tertawa lepas dimana pun dan kapan pun. Walaupun saya nggak terlalu menghabiskan uang untuk belanja karena masih mau menyisihkan uang untuk Ayah berobat. Alhamdulillah juga setiap saya bertanya kondisi Ayah, semuanya baik-baik saja. Saya juga sempat menelepon Ayah sewaktu berada di Hong Kong dan Mama bilang kalau Ayah baik-baik saja.
Happy
Sepulang dari Hong Kong, saya diopname di RS Jakarta selama 8 hari karena asma dan terlalu lelah. Salah satu faktor pemicu asma adalah kondisi mental. Mungkin karena banyak pikiran juga. Setelah keluar dari rumah sakit, saya mengantar Ayah saya diopname di RS Dharmais. Semakin hari saya semakin khawatir dengan kondisi Ayah sampai pada tanggal 27 Februari 2015, Ayah pergi meninggalkan kami semua untuk selamanya. Masih teringat di saat-saat terakhir Ayah, saya berada disisinya. Mencoba membangunkannya sementara dokter terus memompa jantungnya. Masih teringat ketika menshalatkannya, mengantar jenazahnya pulang ke Aceh, sampai ke liang kubur, rasa sakitnya masih terasa sampai sekarang. Ibu teman saya yang berangkat bersama ke Hong Kong juga meninggal beberapa hari sebelum Ayah. Kondisi mental saya hancur berantakan saat itu. Rasanya nggak mood ngapa-ngapain. Teringat terus pada Ayah bahkan sampai sekarang. Ketika kembali ke Jakarta pun saya merasa hidup saya hambar. Saya sempat berhenti mengurusi toko makeup, malas kerja, malas kemana-mana, dan melakukan apa pun. Kehilangan orang yang paling kita cintai itu sangat menyakitkan, tapi harus diikhlaskan.

Mungkin kalau saya hitung, total kehadiran saya di kantor selama bulan Januari - Maret 2015 hanya beberapa minggu. Memang sangat melelahkan, tapi saya hanya bisa bersabar. Anggap aja ini ujian dari Allah SWT yang harus saya jalani. Ntah berapa banyak air mata ketika mengingat Ayah dan ntah berapa banyak senyuman ketika mengingat liburan ke Macau - Shenzhen - Hong Kong.

Ini baru Part 1, masih ada beberapa part lagi...

3 comments:

Cipu Suaib Wittoeng mengatakan...

Al Fatihah untuk Almarhum Ayah yah Mut.

Gak enak memang berlibur meninggalkan keluarga yang sakit. Dilema selalu ada karena perjalanan nya sudah direncanakan lama-lama. Berangkat tapi kepikiran, gak berangkat juga sayang rasanya.

MiawGuk mengatakan...

Mut,,, tina setuju. Maybe kalo Mumut coba tulis segala kenangan mumut sama Ayah mumut, kenangan itu bisa last forever. Someday segala kenangan itu bisa di ceritain lagi sama anak anak Mumut kelak. Keep Strong, Teman!!

Rere mengatakan...

doakan ayah selalu ya mut... semoga beliau tenang disisiNya. Amiin

Follow me

My Trip