Desember 16, 2015

Premier Film Bulan Terbelah di Langit Amerika

Kemarin sore, teman saya Anida nge-whatsapp dan ngajakin nonton Premier film Bulan Terbelah di Langit Amerika. Ada dua tiket sisa untuk nonton dan gratis, tis, tis! Wah, tiba-tiba dapat rejeki, masa' ditolak? Apalagi beberapa hari yang lalu, saya menonton wawancara para pemain film ini di .NET TV dan jadi pengen nonton. Langsung aja saya terima tawaran nontong barengnya, sekalian mengajak teman saya nonton juga. 

Acara nonton bareng ini berlokasi di Epicentrum Walk XXI. Ini pertama kalinya saya datang ke Premier film. Saya kira hanya nonton film biasa dimana jadwal nonton saya jam 8 malam dan saya datang jam 6.30 dari kantor. Rencananya sih mau makan malam dulu, baru nonton. Ternyata saya baru tau kalau Premier film itu dihadiri aktris dan aktor yang memerankan filmnya. Saya sempat bingung melihat orang-orang pada dandan dan best dress untuk datang kesini, sedangkan saya masih dengan style ngantor dengan ransel laptop dan sepatu kets. Wah gaya saya kebanting nih. Tau 'gitu paling nggak touch up makeup atau pakai lipstik lagi. Ini malah dengan wajah kucel datang ke acara ini.
Pamer tiket
Kami menukarkan selebaran dengan tiket nonton, kemudian beli cemilan untuk dimakan sambil nonton. Ternyata jadwal nontonnya jam 9 malam. Yahh, tau 'gitu kan bisa makan berat dulu baru masuk. Ada beberapa orang tetap masuk ke Studio 1 dan saya ikut-ikutan masuk. Ternyata penontonnya nyaris penuh. Teman saya sempat duduk di paling depan dan saya juga sempat berbagi kursi (satu kursi di dudukin 2 orang). Ah, daripada nonton nggak nyaman, film juga udah diputar setengahnya, akhirnya kami keluar lagi dan bersabar menunggu jam 9 malam.
Abimana
Selagi menunggu, barulah saya melihat banyak artis bersliweran di bioskop. Kalian bisa minta foto bareng mereka, tapi harus cepet-cepetan. Karena mereka kadang-kadang jalan ke sana sini untuk menyapa teman-temannya sesama artis. Paling enak fotoin Abimana, tapi agak susah minta foto bareng karena dia jalan kesana kemari. Saya melihat Raline Shah, artis yang super tinggi, cantik bangettt, dan kurusss. Apa mungkin badannya model emang begitu kali yah, tinggi dan kurus. Saya melihat Paramita Rusady, Acha, Mona Ratuliu, Al dan El, Hanum Rais dan suaminya Rangga, suaminya Dian Pelangi, beberapa artis sinetron, dan banyak lagi. Banyak juga Selebriti Instagram (SelebGram) yang hadir tadi malam. Beberapa ada yang mukanya beda dengan yang di Instagram. Ada SelebGram yang ketika difoto di IG bagus banget, cantik, tapi aslinya nggak secantik itu, hehehe (bukan sirik lho yahh).
Pak Anies Baswedan
Ketika mendekati jam 9 malam, kami langsung mengantri di depan studio 1. Duh, orang-orang pada berdesak-desakan karena banyak banget reporter TV yang ingin mewawancara orang penting. Semalam saya melihat Pak Amien Rais, lalu Pak Anies Baswedan yang berhasil selfie bersama kami. Walaupun fotonya agak blur, yang penting udah pernah punya foto sama beliau. Hahahaha.

Baiklah, pintu studio 1 dibuka dan penonton masuk dengan agak berdesak-desakan. Mungkin karena kelamaan menunggu dan orang-orang yang mengantri udah rameee banget. Untungnya saya duduk di posisi bagus, jadinya enak banget nontonnya. Ada beberapa penonton yang sudah duduk di kursi, tapi ada panitia penyelenggara menyuruh mereka pindah karena kursi yang mereka duduki udah di tag untuk para artis. Padahal penonton itu 'kan punya tiket. Maunya kalau memang nggak boleh diduduki, ketika penukaran tiket tadi seharusnya nggak dikeluarkan tiket untuk nomor kursi tersebut.

Baiklah, cukup untuk ulasan suasana film Premier. Bagaimana filmnya? Berhubung saya fans beratttt bukunya karena sungguh sangat hebat dan menyentuh, jadi saya menaruh ekspektasi sangat tinggi dengan film ini. Memang saya sudah agak lupa dengan ceritanya tapi masih tau lah inti ceritanya. Saya bagi dua aja ya menjadi nilai plus dan minus.

Minus:
  • Saya kurang suka kisah percintaan Stefan di film ini. Mungkin karena di novel nggak ada. 
  • Cara berpidato Philips Collins pun terlalu lembut dan lambat. Seharusnya agak sedikit lebih tegas karena dia yang menegaskan kalau The world wouldn't be better without Islam.
  • Film ini mengambil lokasi di Amerika. Seharusnya para pemain menggunakan bahasa Inggris secara keseluruhan (jangan setengah bahasa Indonesia, setengah bahasa Inggris) seperti film Habibie dan Ainun dimana Reza Rahadian menggunakan bahasa Jerman full selama di Jerman atau berinteraksi dengan orang Jerman. 
  • Adegan ketika gedung WTC runtuh kurang greget. Padahal di novel, adegan ini klimaksnya.
  • Banyak iklan juga di film ini.
Plus:
  • Kalian akan dimanjakan dengan pemandangan kota New York yang keren, Ground Zero, Central Park, dan berbagai tempat yang benar-benar ingin saya kunjungi jika suatu hari berkesempatan mengunjungi kota keren itu.
  • Para pemain yang berwajah bule' semuanya pas, sangat merepresentasikan warga negara Amerika, seperti Rianti, anaknya Rianti, Philips Collins, dan lainnya. Memang beberapa akting agak dibuat-dibuat, tapi cukup memberikan kesan kalau film ini adalah film luar negri.
  • Acha dan Abimana emang keren deh aktingnya. Terasa banget sewaktu mereka berdua berantem, kalau akting merek keren.


Overall, filmnya nggak begitu menyentuh hati saya. Beberapa adegan klimaks yang seharusnya menyampaikan pesan kalau Dunia tidak akan lebih baik tanpa Islam, agak kurang 'dapet'. Sewaktu baca bukunya, tersampaikan banget jawaban Would the World be Better Without Islam ke pembaca, sampai saya nangis tersedu-sedu. Mungkin karena banyak hal di dalam novel harus dihilangkan untuk kepentingan bersama. Mungkin juga imajinasi pembaca 'kan tanpa batas, jadi kalau mau digambarkan dalam sebuah film ya pasti ada yang tidak sesuai ekspektasi. 

Well, selamat menonton :)

2 comments:

MiawGuk mengatakan...

Selebgram mana mut yang beda sama insta nya.. PM plisss
*salahfokus

hehehe

Puputse mengatakan...

wakkaak sama kayak yg di atas, selebgramnya siapaaaaaaa :D

Follow me

My Trip