Februari 05, 2016

Rumah Miring (Cloud 9)

Sepulang dari Farmhouse, saya dan keluarga memutuskan untuk nongkrong di Dago Pakar, daerah favorit saya karena banyak Resto dan Cafe keren. Kali ini tujuan saya adalah Rumah Miring (Cloud 9), Jl. Dago Giri 119, Lembang Bandung. Mumpung saya belum pernah ke tempat ini dan ternyata tempatnya pojoook banget Dago Pakar. Eh, belum pojok banget sih, masih lebih pojok lagi Cafe D'Pakar.
Plang Cafe
Perjalanan kesini dengan taksi sedan itu sangat menyeramkan. Jalanannya terlalu menanjak, berkelok-kelok, dan berliku-liku. Mana beberapa kali taksinya nggak sanggup nanjak dan membuat Mama panik. Ini mobilnya yang nggak sanggup apa sopir taksinya yang nggak mampu ya? Sampai akhirnya ketemu bangunan dari papan yang bertuliskan Rumah Miring. Alhamdulillah sampai dengan selamat. Ketika masuk, kami harus menuruni beberapa anak tangga sampai akhirnya menemukan kursi dan meja untuk nongkrong.
Suasana Cafe
Gunung
Terasiring
Cafe ini berada di sisi tebing, jadi kita dapat menikmati panorama gunung yang sangat indah. Sore itu, tempat-tempat untuk duduk yang menghadap langsung ke gunung sudah penuh. Jadi kami duduk agak kedalam. Menjelang magrib, pemandangan gunung masih terlihat dan lampu-lampu kota juga mulai tampak. Sayangnya, view lampu-lampu kota agak jauh. Kursi dan mejanya nggak ada yang langsung menghadap kesana. Sebenarnya ada sih bagian Cafe yang menghadap ke citylight, tapi sewaktu saya kesana sedang tutup.
Pohon kayu
Kursi dan meja kayu
From where I sit
Untuk menambah suasana hutan, semua meja dan kursi terbuat dari kayu. Pondasi, hiasan pohon-pohon, meja bar, bahkan lantainya juga semuanya dari kayu. Mungkin kalau kita lihat dari arah gunung, Resto yang satu ini seperti rumah diatas pohon. Apalagi pemandangan alam setelah hujan sungguh indah  Sangat nyaman untuk duduk sore sambil bersantai. 
Tempat duduk
Jalan menuju bagian Cafe lainnya
Buku menu pun datang. Kalian bisa memilih menu Western dan Asia. Menurut saya pilihan menunya agak sedikit. Untuk pilihan pasta dan steak saja cuma ada 4 atau 5 pilihan. Saya jadi bingung sendiri mau milih apa. Akhirnya saya dan keluarga memutuskan untuk memilih menu makanan yang berbeda. Kami memesan nasi timbel, nasi sapi lada hitam, spageti, dan steak.
Memilih menu
Minuman
Makanan
Nasi Timbel Miring Rp. 52,000
Black Pepper Beef Rp. 52,000
Tenderloin Miring Rp. 115,000
Meat Lover Supreme Rp. 65,000 (medium)
Beef Stroganoff Rp. 45,000
Hot Ginger Tea Rp. 44,000
Hot Tea Latte Rp. 19,000
Hot Jasmine Tea Rp. 38,000

Seperti biasa, minuman pasti datang duluan. Kami semua memilih teh seduh dengan berbagai pilihan rasa. Lumayan untuk menghangatkan tubuh yang kedinginan setelah hujan. Saya memesan teh jahe, berhubung tenggorokan agak gatel juga sih. Porsinya menurut saya terlalu sedikit dan harganya lumayan mahal. Untuk teh yang didalam poci, biasanya kan bisa refill air panas saja. Sewaktu saya minta refill sama pelayannya, dia bilang nggak bisa. Trus saya bilang biasanya bisa kok kalau air panas aja. Lalu pelayan balik ke dapur dan akhirnya dia bilang boleh refill air panas. Hmmm, aneh sekali.
Minuman
Untuk makanan, pesanan nasi timbel saya porsinya sangat besar. Ditambah lagi cara menghidang makanannya sangat unik. Nasi merah dibungkus dengan daun pisang dan dibentuk seperti bambu yang ditebas. Lauk-pauknya banyak, ada sayur asam, tempe, dan pastinya dada ayam bakar yang besar. Saking banyaknya, saya harus bagi dua sama Mama.
Nasi Timbel Miring
Untuk western food,  Steak Tenderloin yang dipesan porsinya kecil sekali. Awalnya mau makan rame-rame, tapi jadi nggak tega berbagi karena ukuran dagingnya kecil. Cara penyajiannya juga unik. Kentang goreng disusun seperti pagar diatas piring, sangat menarik perhatian. Rasa steaknya enak, sausnya juga mantap, tapi ya porsinya terlalu kecil. Apa karena saya pesan yang Medium ya? Tapi biasanya yang Medium juga gede. Saya juga suka dengan Pizza di Resto ini. Topingnya banyak dan roti pizzanya tipis. Porsinya pas, nggak kebanyakan, nggak terlalu sedikit. Pokoknya pas banget deh.
Tenderloin Miring
Meat Lover Supreme
Menu selanjutnya adalah sapi lada hitam. Lada hitamnya sangat terasa, jadi pedas banget. Menu yang satu ini agak sepi, hanya ada nasi dan sapi lada hitam saja. Untuk spagethi, enak juga. Rasanya sama enaknya dengan resto lainnya yang menghidangkan spagethi juga. Saya belum menemukan keunikan rasa di spagethi ini.
Nasi Sapi Lada Hitam
Beef Stroganof
Ketika malam tiba, suasana Cafe ini jadi terkesan agak menyeramkan. Kenapa? Mungkin karena lampunya terlalu remang-remang, pemandangan gunung yang gelap gulita tanpa ada lampu sedikit pun memberi kesan sunyi senyap. Saya sempat ke toilet dan merasa angker. Seolah-olah hanya suara langkah saya, derikan pintu toilet yang saya buka, suara air di wastafel ketika mencuci tangan, dan bayangan saya di cermin. Semua terkesan agak mencekam. Tapi berhubung saya nggak takut sama hantu-hantuan, jadi saya cuek aja.
Suasana Resto di malam hari
Citylight
Selesai makan, kami kembali menaiki tangga untuk menunggu taksi di luar. Agak capek juga karena ternyata baru terasa kalau anak tangganya banyak dan agak tinggi. Saya juga sedikit terkejut melihat patung-patung dengan muka besar di sudut-sudut tangga seolah-olah sedang duduk di pojok. Sebenarnya tempat ini enak untuk bersantai, makanannya juga enak, pelayannya baik banget, cuma terlalu remang-remang doang. Jadi kurang cocok kalau membawa orang tua nongkrong disini, hahaha. Ada lampu disko di atas meja kami makan, tapi nggak dinyalain. Mungkin belum jamnya kali ya.

Baiklah, semoga bisa jadi referensi kamu untuk nongkrong di Dago Pakar. Sampai jumpa :)

1 comments:

mila mengatakan...

gw sering lewat cafe ini nih. kirain dalemnya kayak rumah miring di Dufan, ternyata enggak hahahaa..
masa sih tu taksi ga kuat nanjak? mobil gw city car bolak balik lewat situ ga pa pa kog, itu kan jalan tembus Dago ke Lembang, vice versa :p

Follow me

My Trip