Agustus 31, 2016

Farewel Me (Again)

Saya pernah memposting tentang Farewell, tepatnya 4 tahun yang lalu. Sekarang saya memposting lagi karena saya resign lagi. Insya Allah ini resign yang terakhir. Karena saya memilih untuk berbisnis, jadinya udah nggak ada kata-kata resign lagi dong, hihihi. Sebenarnya tim saya di Metrodata adalah teman-teman yang paling saya sayangi. Meskipun dunia kerja tetap banyak drama, tapi karena teman-temannya asyik semua, jadi nggak terlalu terasa. Mungkin beberapa atasan agak kesusahan juga menghadapi saya yang (agak) males lembur. Mungkin karena trauma di kantor sebelumnya lemburrr terus-menerus. Masa muda saya diumur 22-24 dihabiskan dengan lembur setiap hari. Makanya di perusahaan baru saya nggak mau lembur. Mau mulai menikmati hidup, sampai sekarang.

Baiklah, saya jadi ingin menuliskan teman-teman saya di tim satu demi satu:

1. Ade Rosiva
Teman yang satu ini masuk Metrodata agak bersamaan dengan saya. Mungkin beda beberapa minggu saja. NIK kita juga agak deket dan kita hampir selalu satu projek. Saya memanggilnya Kakros dan dia salah satu teman yang paling banyak masuk blog saya. Mungkin persahabatan kami nggak selama saya dan Iwan yang sudah 11 tahun, tapi saya senang bisa berteman dengannya. Orangnya baik, nggak pelit, pendengar yang baik, cepat mengambil keputusan, enak diajak pergi, sabar menghadapi saya yang kadang agak pusing mikirin akuntansi (selalu pusing tampaknya). Dia adalah salah satu teman yang saya cari kalau mau cerita-ceriti. Lagian, di tim saya ceweknya cuma kami berdua. Karena saya resign, dia jadi yang tercantik di tim, hahaha. Tenang aja Kakros, gw akan selalu nyari lo walaupun udah resign. You're my CFO by the way.

2. Iwan
Saya paling suka panggil "Iwaaaaan" dengan nada panjang dan cuma manggil doang, nggak ada perlunya. Kami bersahabat (walaupun nggak pernah diakui sahabat) sebelas tahun. Ngerrri kan? Setelah Jeffry resign, Iwan adalah salah satu teman kuliah yang selalu ada di dekat saya selama kerja. Dia baik hati, kalau marah serem, pekerja keras, pintar, dan anaknya (si Tara) lucu. Beda banget lah rajinnya dia dan saya di dunia kerja. Kadang kami suka ngegosip sambil makan es krim atau sepulang dari mesjid (ngegosip pulang dari mesjid malah pahalanya habis). Biasanya sih saya yang cerita dan dia hanya mendengarkan. Jadi sedih deh berpisah dari Iwan.

3. Felix
Felix ini cowok yang paling enak diajak curhat, hahaha. Soalnya dia tuh mendengar dan menanggapinya dengan sepenuh hati dan nggak pernah meremehkan hal-hal kecil. Pokoknya kalau mau curhat sama Felix, temenin aja di merokok, trus nanti saya duduk di arah angin yang berlawanan. Dia salah satu sahabat terbaik saya, walaupun cuma temenan sama dia kurang lebih 5 tahun. Orangnya agak mellow karena lebih suka baca blog saya yang cinta-cintaan. Dia juga suka makan nasi sama satu daging doang, nggak pakai sambal, nggak pakai sayur, udah gitu doang. Mungkin setelah saya resign, kita nggak bisa bercerita seperti dulu. Tapi tenang aja, selama masih di Jakarta, kita bisa saling menghampiri, ihhhiyy.

4. Ricky
Abang yang satu ini adalah atasan saya yang pintar. Dari beberapa atasan saya, cuma Ricki dan Liana yang saya respect. Kalau sama atasan lain saya sering bohong dan kabur, kalau ke Ricki nggak enak. Soalnya dia baik sih, lucu lagi, hahahaha. Pernah ingat pas Papa saya sakitnya bertambah parah dan saya terpaksa ke rumah sakit di jam kerja, malamnya Ricki menelepon. Bertanya kabar saya dan bilang mau ke Dharmais untuk menemani saya. Waktu itu saya pikir Ricki so sweet banget, udah kayak abang beneran. Walaupun saya nggak ngasih dia dateng juga karena saya kebetulan mau pulang. Mungkin itu hal sepele tapi karena waktu itu lagi stress berat karena Papa sakit, jadinya teringat sampai sekarang. Sukses terus Ricky!! Makasih banget untuk semua perhatiannya.

5. Dapid
Teman Batak yang satu ini sangat lucu dan suka menyanyi. Gara-gara dia, logat Sumatera saya jadi terjaga walaupun sudah lama di Ibukota. Orangnya baik hati, suka bikin ketawa, dan santai. Enak banget diajakin curhat walaupun kadang saran-saran dia agak absurd dan malah bikin ketawa. Saya memanggilnya Pipid dan dia makannya banyak. Kita sama-sama jadi Anak Gaul Depok (AGD), anker (anak kereta) juga, walaupun kau sudah beli motor keren kali dan aku nggak pernah dibonceng. Kau tenang aja, Pid. Kita masih bisa kongkow-kongkow di Depok.

6. Dekwel
Kita sama-sama orang Aceh. Karena dia lebih muda dari saya, makanya saya manggilnya Dekwel (kalau di Aceh pakai Dek untuk yang lebih muda). Orangnya sering pusing dan nggak santai. Padahal hidup nggak usah dipusingin. Kalau udah marah, keluar deh kata-kata preman tanah abang. Untung nggak sekalian Ragunan di absenin. Dia suka kepo nanyain saya macam-macam. Kalau balik nanya malah ngeles, hahaha. Gimana sih lu?! Saran gw sih hidup itu terlalu indah untuk dibawa pusing. Hati-hati tensi darah naik.

7. Hafis dan Adit
Saya kenal kalian belum lama. Jadi belum bisa kasih testimoni. Kalau sama Hafis sih masih sering ngobrol dulu karena sering nebeng naik motor. Kalau udah hujan, biasa kita melipir makan malam dulu, baru pulang. Hafis anaknya polos banget. Masih ngutang bikinin mascot nih kamu.
Untuk Adit, saya agak jarang ngobrol sih. Adit lebih diem dari Hafis dan memang kita agak jarang berinteraksi. Sukses ya buat kalian berdua.

7. Baban
Mau ditulis disini juga nggak akan dibaca, hehehe. Jadi, nggak usah ditulis aja deh.

Overall, makasih banget untuk selama ini. Terima kasih karena sudah membuat tim EAD 8 jadi tempat yang nggak ngebosenin. Kalau dari kantor sebelumnya saya resign dengan rasa sedih dan bete, kalau kantor yang ini resign dengan bahagia. Tetap semangat ya semua. Mohon maaf apabila ada kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja. Sampai jumpa di lain kesempatan.
Foto dan video nanti saya update. Sampai jumpa di postingan New Zealand lagi. Belum kelar karena banyak banget yang mau ditulis.

Agustus 29, 2016

Hobbiton Movie Set

Melanjutkan postingan saya tentang kota Matamata, tempat dimana Hobbiton Movie Set berada. Tepat pukul 9.30, bus pun berjalan mengantarkan kami menuju The Shire. Supir busnya seorang ibu-ibu yang terus bercuap-cuap sepanjang jalan. Dia menyuruh kami duduk di sebelah kanan di deretan belakang supir agar bisa melihat pemandangan hamparan padang rumput dengan puas. Dia juga mengeluhkan betapa tebalnya kabut hari itu dan betapa dinginnya suhu udaranya. Semoga saja ketika matahari bersinar, hari bisa terik sehingga kita dapat menggambil gambar yang indah. Oh ya, buat kalian yang bukan pencinta Lord of The Ring, atau sama sekali nggak pernah menonton filmnya, agak susah mengikuti cerita saya di postingan ini. Tapi nggak apa-apa deh, sekedar ilmu pengetahuan bahwa ada tempat syuting film seindah ini di New Zealand.
Tiket dan Map
Map
Hobbiton Movie Set adalah sebuah lokasi yang digunakan untuk syuting film trilogi Lord of The Ring dan serial The Hobbit. Tempat ini berlokasi di sebuah lahan peternakan dengan luas 8 km ke barat Hinuera dan 10 km ke arah barat daya Waikato, New Zealand. Hobbiton juga menjadi destinasi utama para turis apabila mengunjungi New Zealand, sehingga banyak sekali tur yang disediakan untuk mengelilingi rumah Hobbit tersebut. Pemilik lahan Hobbiton Movie Set adalah keluarga Alexander. Luas lahan padang rumput mereka mencapai 500 hektar (mungkin lebih) yang merupakan tempat penggembalaan 13000 ekor domba dan 300 sapi. Beberapa orang bahkan masih bertanya-tanya seberapa luas lahan milik keluarga Alexander ini. Hasil utama dari peternakan tersebut adalah daging domba, benang woll, dan daging sapi.
Selamat datang
Petualangan dimulai dari The Shire's Rest. Sewaktu membooking tiket Hobbiton seharga NZD 79, kalian akan memilih mau naik bus menuju Hobbiton dari mana. Pilihannya ada dua, yaitu Matamata I-Site atau The Shire's Rest. Karena kami memilih Matamata I-Site, jadi di The Shire's Rest hanya untuk menjemput tur guide lokal saja. Setiba di Hobbiton, ketika turun dari bus, kalian akan melalui Gandalf Cutting, tempat dimana penyihir Gandalf pertama kali menemukan Hobbiton dan para penonton diperkenalkan pertama kali kepada The Land of Hobbit. Saya nggak bisa mengambil foto Gandalf Cutting yang sepi karena pengunjung ramai sekali hari itu.
Gandalf Cutting rame banget
Masih berkabut
Mungkin kalian pernah mendengar nama Peter Robert Jackson, seorang sutradara yang terutama dikenal karena film trilogi Lord of the Rings yang diadaptasi dari buku karya J. R. R. Tolkien. Beliau pertama kali menemukan lahan keluarga Alexander ketika sedang melakukan pencarian melalui udara di tahun 1998. Menurutnya, lahan Alexander tampak seperti negara Inggris pada jaman dahulu (daerah di novel Lord of the Ring). Bahkan Alan Lee (seorang dekorator) mengatakan bahwa lembah-lembah di lahan Alexander tampak seolah-seolah para Hobbit sudah mulai menggali dan membuat rumah mereka masing-masing. Daerah ini juga memiliki danau yang panjang, yang bisa dialihfungsikan sebagai sungai.
Foto keluarga
Rumah Hobbit pintu hijau
Setelah bernegosiasi dengan keluarga Alexander, pembangunan Hobbiton pun dilaksanakan. Pekerjaan dimulai pada bulan Maret 1999 untuk mengubah lahan pertanian ke Hobbiton dan beberapa bagian lain menyesuaikan lokasi di novel J. R. R. Tolkien's Shire. Bahkan Angkatan Darat New Zealand ikut diterjunkan dalam membantu membawa alat berat untuk membuat 1,5 kilometer jalan ke Hobbiton dari jalan raya terdekat. Pekerjaan lebih lanjut termasuk membangun antarmuka untuk 37 lubang rumah Hobbit beserta halamannya, kincir air, jembatan dua lengkung, dan mendirikan sebuah Pohon Oak seberat 26 ton di atas Bag End (lubang rumah Hobbit) yang tumbuh di dekat Matamata dan telah ditebang lalu di tancapkan dahannya di atas rumah Hobbit lengkap dengan daun buatan. Ilalang di pub dan atap kincir air terbuat dari rumput liar yang tumbuh di pertanian. Generator pembangkit listrik juga dipasang dan saluran pembuangan air juga harus dibuat. Hobbiton sengaja dibuat seperti benar-benar sebuah komplek nyata, dimana para Hobbit seolah-olah benar-benar tinggal di lubang-lubang rumahnya. Oleh karena itu, rumput, kebun sayur, dan taman bunga disini dirawat dan dibiarkan tumbuh secara alami
Eksplorasi
Jalan dulu
Total ada 44 rumah Hobbit yang ada di Hobbiton dengan berbagai macam warna pintu. Sayangnya hanya satu rumah saja yang pintunya terbuka dan itu pun tidak ada apa-apa di dalamnya. Semua syuting di dalam (indoor) rumah Hobbit dilakukan di Wellington. Hobbiton Movie Set ini seperti sebuah dunia fantasi yang menjadi nyata. Kalian bisa mencoba bermain, berjalan berkeliling, menikmati minuman khas Hobitton yaitu beraneka macam beer (ada yang non alkohol juga). Kalian juga bisa melihat kotak pos berukuran mini, gelas, piring, meja, kursi, perapian, ikan asin, jemuran, semua propertinya berukuran mini. Lucu banget deh!
Tok! Tok! Ada orang?
Dari atas tampak Birthday Tree
Salah satu rumah yang pintunya terbuka
Seharusnya bisa masuk, tapi lagi nggak boleh
Pembangunan Hobbiton memakan waktu kurang lebih 2 tahun, tapi syuting dilakukan hanya 12 hari saja. Sayang banget ya. Maka dari itu tempat ini dijadikan destinasi wisata untuk menambah devisa negara. Kalian juga bisa melihat halaman tempat Bilbo Bagin merayakan ulang tahun ke 111, termasuk pohon Birthday Tree yang dipanjatnya. Kalian bisa duduk-duduk di halaman, santai sejenak, dan merekam video. Kerjaan saya disini adalah mengambil foto dan merekam video. Tempatnya subhanallah indah. Kalian juga bisa melihat Black Swan (angsa hitam). Seumur hidup baru kali ini melihat angsa elegan yang satu ini.
Halaman tempat acara ulang tahun
Black Swan
Danau dengan kincir air
Berjalan ke arah jembatan, kalian akan sampai pada Green Dragon Inn. Disini kita akan mendapatkan secangkir beer dan bisa menikmatinya dengan duduk di pinggir perapian untuk menghangatkan tubuh. Sekalian yang mau ke toilet bisa disini. Kami tidak lama disini karena harus kembali ke bus lagi untuk mengakhiri petualangan di tempat indah ini.
Jembatan menuju Green Dragon Inn
Green Dragon Inn
Beer Barrel
Menikmati Ginger Beer di depan perapian
Suasana di dalam Green Dragon
Kincir Air
Danau dan jembatan
Menuju Green Dragon
Salah satu rumah Hobbit
Naik bus
Alhamdulillah ketika udah diatas jam 10.30 pagi, kabut hilang. Jadi saya bisa mengambil foto terindah disini. Kami menaiki bus karena tur telah berakhir. Bus singgah ke The Shire's dan saya turun untuk membeli oleh-oleh khas Hobbiton. Menurut saya harga souvenir mahal banget disini, tapi tetap dibeli karena kapan lagi bakal ke tempat indah ini. Insya Allah masih ada umur panjang biar bisa kesini lagi. 
Toko Souvenir di The Shire
Didalam toko souvenir
Saya tertidur di bus menuju Matamata I-Site. Mungkin karena kecapekan jalan-jalan dan pemandangannya terlalu indah dan syahdu. Oh ya, saya sempat mengirimkan kartu pos dari Hobbiton ke sahabat saya Kakros. Ditunggu ya, kartu posnya gambar salah satu tokoh di film Lord of The Ring yang aku cinta. Perangkonya juga gambar dia, hihihi. Semoga sampe dan nggak hilang dijalan. Aminnn...

Road Trip to Matamata

Pagi dini hari, saya mendengar ada yang mengetuk kamar hotel kami di Best Western Auckland dengan keras. Mas Wid membuka pintu dan ternyata resepsionis hotel. Dia bilang kalau air dari kamar mandi merembes ke kamar bawah kami sehingga tamu yang menginap komplen. Saya sempat terbangun karena suara resepionis hotel agak keras. Dia masuk ke kamar mandi dan ngomel kalau katanya lantai di bawah wastafel harus kering. Aneh sekali, basah atau kering kan terserah kita. Akhirnya si resepsionis itu pergi sebentar, lalu kembali lagi sambil membawa alat pel. Dia ngepel seluruh lantai wastafel sampai kering, lalu pergi begitu saja. Kami memang memutuskan untuk mandi malam hari supaya agak nyantai dan nggak rebutan kamar mandi besoknya. Kalau cuma sikat gigi dan cuci muka 'kan bisa dilakukan di dapur kamar hotel. Alhasil, lantai dibawah wastafel memang agak basah. Sebenarnya ada lubang pembuangan air sih, tapi aneh sekali kalau pihak hotel menyalahkan kami karena airnya merembes ke bawah.

Besoknya kami tetap bangun pagi sekali, mungkin sekitar jam 4.30 untuk bersiap ke Matamata (bacanya Metemete), sebuah kota dimana Hobbiton berada. Kami sudah booking tiket jam 9.30 pagi dan perjalanan dari Auckland ke Matamata dengan mobil ditempuh dalam waktu 2 jam. Kami semua bangun dan bersiap. Anis juga mempersiapkan Alys yang masih tidur untuk langsung digendong aja, nggak dibangunin lagi. Kasian Alys masih ngantuk banget kayaknya. Setelah semua beres, kami menurunkan koper dan check out hotel. Untung kejadian drama resepsionis ngomel-ngomel semalem nggak disuruh bayar sama pihak hotel. Jadi kita bisa pergi dari hotel dengan aman.

Awalnya mau menggerek koper sampai parkiran. Tapi karena kopernya banyak yang gede banget dan Anis agak kerepotan menggendong Alys yang masih tidur, akhirnya saya dan Anis terpaksa menunggu di pinggir jalan sementara Ferdi dan Mas Wid ngambil mobil di parkiran. Pagi itu dingin banget. Saya berusaha berjalan jalan mondar-mandir supaya agak hangat. Tiba-tiba Alys terbangun dan dia gemetaran kedinginan sambil bilang, "Mamma, Alys dingin Mamma." Saya panik dan Anis berusaha terlihat biasa saja. Saya membuka Heat-tech jaket yang saya pakai dan membungkus Alys, lalu dimasukkan ke dalam coat Anis. Alys mulai hangat dan dia tertidur lagi seketika. Fiuh, untung saja. Walaupun saya juga jadi gemetaran kedinginan, tapi saya bisa lari di tempat sambil olah raga pagi. Sekalian melihat orang-orang di Auckland yang sedang lari pagi atau sekedar parkir di pinggir jalan dekat kami menaruh koper untuk menurunkan barang yang akan di jual ke toko tempat kami berdiri. Beberapa saat kemudian, Mas Wid dan Ferdi datang. Kami langsung menaikkan koper dan masuk mobil untuk menghangatkan badan.
Kami setting GPS menuju Matamata dan perjalanan roadtrip kami yang pertama pun dimulai. Estimasi tiba di Matamata sekitar 1 jam 50 menit. Menyetir di New Zealand tidak boleh lebih dari 100 km/jam untuk ukuran di GPS. Realisasinya 100km/jam di GPS sama dengan 110 km/jam di mobil. Kalau lebih, GPS pasti bakalan bunyi ting tong! Sewaktu roadtrip di North Island, kami masih mengikuti peraturan dan tidak pernah lewat dari 100 km/jam. Bagaimana di South Island? 160 km/jam pun sampai, hahahaha. Mobilnya kece banget sih, bikin pengen ngebut. Perjalanan menuju Matamata sangat berkabut, bahkan jarak pandang sangat pendek. Saya lihat di dashboard mobil kalau outside temperature mencapai 1 derajat celcius. Mana tubuh kami belum menyesuaikan diri dengan udara ekstrim. Karena kiri dan kanan pemandangan di selimuti dengan kabut super tebal, jadinya saya hanya tidur saja di mobil. Sampai akhirnya kami tiba di Matamata lebih cepat dari perkiraan waktu di GPS.
Welcome to Hobbiton
Hobbiton I-Site
Di bookingan tiket tertulis kalau kami harus berada di tempat berkumpul Hobbiton I-Site 30 menit sebelum jadwal. Kami sampai jam 8.45 dan melihat Hobbiton I-Site masih ditutup. Suhu diluar dingin sekaliiiiii. Saya nggak kuat banget. Mulut sangat berasap, tangan dan badan sampai menggigil, mungkin suhunya udah dibawah 0, padahal masih pagi. Setelah memastikan Hobbiton I-Site belum buka, saya dan teman-teman masuk ke dalam Robert Harris Cafe. Duh, rasanya langsung hangat. Mungkin benar ungkapan Freezing is Killing karena saya udah sakit kepala dan berkunang-kunang tadi. 
Chicken Sandwich dan English Breakfast Tea
Pesan dulu
Saya langsung memesan sandwich dan teh panas untuk sarapan. Makanan favorit saya selama di New Zealand adalah sandwich dan croisant. Apalagi isi sandwichnya adalah salmon. Di negara kiwi ini, ikan salmon udah seperti ikan tongkol di Indonesia, dimana-mana ada, hahaha. Porsi makanan di New Zealand super jumbo, jadi walaupun sarapan, porsinya sudah seperti makan siang. Agak kesulitan untuk menghabiskannya tapi tetap saya habiskan biar badan jadi hangat. Selesai makan jam 9.15 dan Hobbiton I-Site sudah dibuka. Udara diluar mulai agak adem (sedikit). Kami masuk dan registrasi terlebih dahulu untuk mendapatkan tiket Hobbiton Movie Set. I-Site juga menjual berbagai macam souvenir khas Hobbiton, bahkan Ring of Power dengan berbagai ukuran pun dijual disini.
Patung Gohlum, serem banget >_<
Souvenir
Menunggu bus
Baiklah, dipostingan selanjutnya baru saya tulis ulasan lengkap mengenai Hobbiton. Penasaran nggak? Tempatnya keren bangetttt lohhhh!

Yuni's Baby

Tanggal 29 Agustus 2016, keluarga kami kedatangan bayi laki-laki mungil bernama Muhammad Khalif Irsyad. Adik saya Yuni telah melahirkannya dengan cara operasi. Sebenarnya si Khalif belum cukup bulan, tapi air ketuban udah merembes duluan, jadinya harus dilahirkan karena takut infeksi.
Hello world!
Yuni jadinya di induksi untuk diusahakan lahir normal. Ntah kenapa saya jadi membayangkan sakitnya ketika dia bilang sakittttt bangetttt sewaktu bayinya mencari jalan lahir. Baru pembukaan 2 aja Yuni udah kesakitan banget. Sewaktu Yuni selesai melahirkan dan bercerita ke saya, saya seolah bisa merasakan juga. Mungkin karena kita sedarah dan saling berkoneksi, jadinya seolah saya tau semua rasa sakitnya. Sampai saya pusing sendiri dan berkunang-kunang. Gimana kalau saya yang melahirkan?

Welcome to the world dear Khalif. Semoga menjadi anak saleh, kebanggaan dan penyejuk hati orang tua, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Aminnn! Saya dipanggil Mami Muti aja deh, biar kece. Hihihi.

Agustus 28, 2016

Auckland Culinary

Kali ini saya akan membahas makanan apa saja yang sempat saya cicipi selama di Auckland. Berhubung kami berlima pada jetlag, nggak ada yang ngantuk, jadinya jalan terus menghabiskan malam itu. Untung saja tempat makanan di Auckland rata-rata memang tutup malam hari. Kalian bisa melihat banyak Cafe, Pub, dan Bar di sepanjang jalan sehingga jadi punya banyak pilihan untuk nongkrong.
Berlima saja
Warung kopi pinggir jalan
Karena kita turis (sok sok turis), pasti udah browsing dulu tempat makan paling ngehits se-Auckland. Berikut 2 pilihan tempat makan yang bisa kalian jadikan referensi ketika mengunjungi kota terbesar pertama di New Zealand.

1. Giapo Haute Ice Cream
Lokasinya di 279 Queen St, Auckland 1010. Agak dekat dengan hotel kami. Tempat es krim yang satu ini penuhhhh terus. Padahal kota Auckland malam itu dingin banget tapi yang makan es krim disini ramenya setengah mati. Karena nggak mau ketinggalan, saya dan teman-teman ikut mengantri membeli es krim. Menurut saya harga es krim disini nggak murah, sekitar $8 - $25. Kebayang aja makan es krim Rp. 250rb, sebaiknya memang jangan ditranslate ke kurs rupiah, hahaha.
Giapo Haute Ice Cream
Daftar menu
Es krim Giapo termasuk Top Ten Best Ice Cream in New Zealand versi Tripadvisor. Toko ini sangat lihai dalam mengkombinasikan rasa es krim seperti Chocolate Evolution, Hokey Pokey, Siamu Popo (Coconut Caramel), Chocolate Chip Cookies, dan Pure Organic Mandarin. Nanti es krimnya di taruh didalam cone besar yang terbuat dari tepung dan mentega dari bahan organik. Oh ya, coklat yang disajikan disini adalah Belgian Dark Chocolate dengan serbuk emas yang bisa dimakan, dan juga bubuk coklat dari Belanda. Bentuk cone-nya juga macam-macam, lucu-lucu banget lagi, 
Corong es krim
Sedang memilih es krim
Untuk Muslim, mereka langsung memilihkan bahan dasar coklat yang Gluten Free, jadi kita bisa merasa aman dalam menikmati es krim enak ini. Saya memilih rasa Siamu Popo (rasa kelapa dan karamel) dan Chocolate Evolution. Agak kaget melihat ukuran es krimnya super besar. Duh, jadi takut meleleh. Tapi karena udara diluar dingin banget, es krimnya tetap beku. Yang bikin susah lagi adalah karena kegedean, susah ngegigitnya. Apalagi gigi saya agak sensitif, jadinya harus makan pelan-pelan deh.
Es krim kita
Tampak depan
Kami menikmati es krim sambil jalan-jalan keliling Auckland. Duh, karena saya memang nggak terlalu kuat makan yang terlalu manis, akhirnya nggak habis deh. Anis dan Ferdi bisa menghabiskan es krim mereka, kalau saya hanya sampai setengahnya aja. Udah capek juga makannya karena porsinya terlalu besar, udah eneg juga hahaha.

2. The Occidental Cafe
Tempat yang satu ini agak susah dicari. Kami sampai harus menyalakan Google Maps sepanjang jalan untuk menemukan lokasi 6 Vulcan Lane, Auckland. Bahkan udah jalan mutar-mutar dan hampir menyerah karena nggak ketemu. Walaupun akhirnya ketemu juga. Dari depan Cafe ini tampak klasik. Ntah kenapa, saya suka banget suasana Cafe di negara barat. Saya suka melihat Bartender membuat minuman, saya suka melihat orang-orang mengobrol, suasananya enak banget deh. Apalagi ada penghangat ruangan yang membuat suasananya jadi lebih adem.
Cafe dari depan
Meja Bartender
Makanan yang paling terkenal disini adalah Steamed Mussels (kerang hijau kukus). Kami memesan Steamed Mussels satu porsi untuk rame-rame dengan Celery, Onion, and Garlic (daun seledri, bawang merah dan bawang putih). Toppingnya bisa dipilih sih, pilihannya juga banyak. Saya memesan Beef Burger, Anis dan Mas Wid memesan Sirloin Steak. Sewaktu makanan datang, saya langsung syok dengan porsi makanan yang besaaar banget. Burger saya super besar, steak mungkin 250 gram ditambah dengan kentang goreng dengan potongan besar yang banyak dan telur mata sapi.
Sirloin Steak $20
Beef Burger $20
Pilihan saya untuk makan burger agak salah. Saya merasa burgernya bau banget, sampai eneg. Awalnya sih saya masih nahan untuk makan, tapi lama-lama jadi mau muntah. Sampai saya minta tisu basah ke Anis untuk ditaruh di hidung biar nggak muntah. Ferdi langsung memanggil pelayan Cafe dan bilang kalau burgernya bau. Lalu ada pelayan lagi yang mengklarifikasi kalau yang bau bukan daging sapinya, tapi keju. Mungkin karena keju dari susu domba, mungkin juga saya memang nggak biasa dengan bau seperti itu. Akhirnya saya hanya membantu Anis menghabiskan steak yang porsinya superr besar. Udah makan berdua dengan Anis, masih aja kami merasa terlalu kenyang. 
Kerang hijau kukus $20
Bagaimana dengan Steamed Mussels? Gila banget deh, porsinya itu udah satu dandang (periuk), bahkan dandangnya disajikan sekalian. Ferdi kewalahan menghabiskannya. Walaupun rasanya enak banget, tapi memang porsinya terlalu banyak. Kami sudah membantu Ferdi untuk makan kerang hijaunya tapi tetap aja nggak kuat. Duh, beneran deh orang New Zealand ini makannya banyak banget.
English Breakfast Tea $4.5
Untuk minuman, saya memesan teh dan ada juga yang pesan beer. Memang disini terkenal dengan Belgian Beer yang harus dicoba. Selagi kami berjuang untuk menghabiskan makanan, seseorang menghampiri kami. Katanya dia orang Malaysia dan sudah berada di New Zealand selama 2 minggu. Dia langsung tau kalau kami orang Indonesia, makanya menghampiri kami. Dia juga menyarankan kami untuk mengunjungi White Thermal Cave karena keren banget. Tempat itu nggak masuk dalam itinerary kami sih, tapi bisa diusahakan untuk dikunjungi.
Pose dulu
Setelah selesai makan, kami membayar bill lebih dari sejuta rupiah. Memang seporsi makanan disini 200rban keatas jadi agak syok melihat bill. Tapi ya sudahlah. Kami pulang ke hotel dan bersiap untuk istirahat karena besok pagi-pagi banget harus ke Matamata.

Ditunggu ya :)

Follow me

My Trip