September 28, 2016

I'm Coming Cambodia and Vietnam

Ketika tulisan ini di rilis, berarti saya sedang berada di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta untuk terbang ke Siem Reap, Cambodia, lalu beberapa hari kemudian dilanjutkan ke Vietnam. Sebenarnya 2 tahun yang lalu sudah pernah beli tiket ke 2 negara ini, tapi batal karena keluarga Nida teman saya ada yang menikah pas di tanggal kami berangkat. Akhirnya putar arah malah ke Filipina dan dapat tiket Malaysia Airlines hanya seharga Rp. 170rb pulang pergi. Ya, rejeki memang nggak akan kemana.
Let's go!
Alhamdulillah tiba-tiba dapat tiket promo ke Siem Reap sebulan sebelum terbang ke New Zealand, tapi tiket pulang dari Hanoi mahaaaal sekali. Karena belinya rada mepet sih, jadinya dapat tiket mahal. Tapi nggak apa-apa deh, demi misi mengkhatamkan Asia Tenggara. Insya Allah setelah 2 negara ini, sisa Laos dan Myanmar saja. 

Baiklah, berikut saya akan memparkan persiapan dan itinerarynya:
1. Money Changer
Kalian bisa menukar uang Vietnam Dong dimana saja karena mungkin Hanoi merupakan destinasi wisata yang lumayan terkenal di Indonesia. Nah, untuk mata uang Cambodian Riel (KHR) sudah cari kemana-mana nggak ada. Terpaksa deh saya bawa USD untuk ditukarkan disana.

2. Isi Koper
Sebenarnya saya adalah orang yang nggak bisa mengatur isi koper. Pasti berantakan deh. Saya lebih suka bawa koper gede untuk mengakomodir kebiasaan buruk saya itu. Nah, karena ingin mengubah kebiasaan itu, saya akan membawa koper 15 Kg dan cukup nggak cukup pokoknya harus cukup. Insya Allah nggak sampai beranak-pinak, hahaha.
Koper kecil saja
3. Isi Ransel
Laptop (tetap harus kerja disana), kamera Mirrorless dan Action Camera, dompet, dan passpor. Selebihnya hanya barang-barang kecil yang dibutuhkan tanpa harus membongkar isi koper. 

4. Perjalanan dan Itinerary
Kali ini saya hanya berdua dengan Nida berangkat ke 2 negara eksotis ini. Jujur aja saya nggak pernah jalan ke luar negeri tanpa ditemenin cowok (mau keluarga, teman, mantan, musuh). Makanya kali ini saya jadi membooking tur lokal dari masing-masing kota agar saya bisa menjamin keamaan saya sendiri. Tapi tetep doain saya ya teman-teman.

Berikut itinerarynya:
28 September 2016
Jakarta (T2) - Kuala Lumpur - Siem Reap
Check in Hotel 
Siem Reap Old Market
Pub Street

29 September 2016
Wakeup and check out Hotel 
Sunrise in Angkor Wat
Angkor Wat Tour
Flight to Ho Chi Minh City
Check in HCM Hotel

30 September 2016
Check out Hotel
HCM 1/2 Day Tour
Flight to Dalat
Check in Dalat Hotel
Dalat Night Market

1 Oktober 2016
Check out Hotel
Dalat Waterfall Tour
Flight to Hanoi
Check in Hanoi Hotel (Airport Transfer)

2 Oktober 2016
Ha Long Bay Tour
Walk around the city

3 Oktober 2016
Kembali ke Indonesia

Kalau persiapan khusus sih nggak ada karena saya masih merasa Asia Tenggara sama aja semua iklim dan cuacanya. Berbeda sewaktu ke New Zealand harus beli ini itu. Untuk yang mau melihat foto-foto saya selama disana bisa dari instagram IG: mu_mut.  Doakan saya selamat pergi dan pulang ya. 

بِسْمِ اللهِ مَجْريهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُوْرٌرَحِيْمٌ. 
 Bismillahi Majreha wa Mursaha inna Robbi la ghafurur Rohiim 
“Dengan nama Allah di waktu berangkat dan berlabuh, sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang”. (Surah Hud:41)

September 26, 2016

Mesin Waktu

Sepertinya saya sudah kewalahan menulis postingan tentang kegiatan saya sejak dari New Zealand yang menelurkan sekitar 20 postingan dan Malang. Seharusnya saya masih harus melanjutkan postingan Malang, lalu Makassar, tapi saya sudah lelah. Saya mau posting tentang sebuah cerita indah untuk mengawali hari senin kalian. Mari disimak!

***

Sekitar jam 10 siang suatu hari di tahun 2014, aku datang ke kampung, pulang ke rumah, untuk menemui Papaku. Aku tau, jam segini biasanya beliau sedang menjaga toko kelontong milik kami. Setelah Papa pensiun, beliau membuka toko kelontong untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

"Assalamu'alaikum Papa..." kataku sambil tersenyum gembira. Sebenarnya ada rasa sesak di dada, tapi aku tetap berusaha semaksimal mungkin untuk menorehkan senyuman termanis yang pernah aku punya. Tapi ternyata aku nggak kuat, aku langsung memeluk Papa erat.
Papa terkejut setengah mati, "Wa'laikum salam. Mika?? Kok ada disini, nak? Kapan pulang? Kenapa nggak kasih tau Papa biar dijemput ke bandara."
Aku melepas pelukanku dan bilang, "Papa percaya nggak kalau Mika datang dari masa depan?"
Papa masih melongo dan tertawa, "Ada-ada saja..."
Aku mencari hp Papa, Nokia slider yang masih sangat aku ingat. Rasanya tetap menyesakkan, tapi aku langsung memencet no.hp-ku dan menyuruh Papa menelepon 'aku' di tahun itu. 
"Halo Mika?" tanya Papa.
Mika menjawab, "Ya Pa, kenapa Pa? Tumben jam segini menelepon? Mika lagi miting."
Aku hanya diam.
Papa jawab, "Nggak, tadi Papa mau menelepon Mama malah nyambung ke Mika. Ok Mika, selamat miting."
"Iya, Pa!" dan telepon pun di tutup.

Papa terdiam melihatku. Antara percaya dan nggak. Untungnya Papa nggak pernah punya penyakit jantung jadi nggak akan syok. Papa menarik 2 kursi dan menyuruhku duduk di sebelahnya.
Aku bilang, "Pa, ini beneran Mika kok. Anak Papa. Mika cuma punya waktu 2 jam untuk datang kesini menemui Papa. Mika juga tau kalau pada saat ini Mama sedang ke luar kota, jadi Papa sendirian."
"Mungkin di masa depan teknologi udah canggih kali ya, jadi Mika bisa pulang ke masa lalu?" kata Papa sambil tersenyum.
Aku lega, akhirnya Papa nggak melihatku sebagai hantu lagi.
"Coba ceritain ke Papa, Mika kok bisa pulang kesini dengan mesin waktu? Papa kira mesin waktu itu cuma ada di dalam dongeng."
"Ceritanya Mika datang dari tahun 2028. Tepat setahun sebelumnya, perusahaan Mika untung besar dan Mika membentuk tim para ilmuwan untuk membuat sebuah mesin waktu."
"Mika punya perusahaan?" takjub Papa.
"Iya Pa, Alhamdulillah. Mika kerja siang malam untuk membuat perusahaan itu untung besar. Papa tau nggak baju yang Mika pakai ini harganya 50jt dan sepatunya 25jt." kataku sambil menunjukkan baju dan sepatu.
Papa terbelalak, "Ha??? Udah sama dengan modal toko kelontong ini."
"Mika juga masuk majalah Forbes, Pa!"
"Majalah apa itu?"
"Majalah orang-orang kaya."
"Alhamdulillah ya nak." Papa tersenyum antusias.
"Papa tau, ruko kelontong ini udah jadi kantor dengan desain paling keren pada tahun itu. Mika merenovasinya dengan memperkerjakan arsitek Indonesia yang lulusan luar negri juga. Rumah Mika di Jakarta juga gede banget, tapi Mika memilih membangun rumah di sisi bukit dengan landasan helikopter supaya nggak kena macet."
"Trus Papa dan Mama tinggal dimana?"
Aku terdiam berpikir sejenak. "Mama tinggal di dekat rumah tante. Mika bikin rumah besar untuk Mama."
"Papa dimana?"
Aku terdiam. Mataku langsung panas.
Seolah-olah mengetahui maksudku, Papa langsung tiba-tiba lunglai, "Papa udah nggak ada ya?" tanyanya lirih.


Seketika aku memeluk Papa erat dan menangis karena udah nggak tahan lagi.
"Pa, Mika mengumpulkan semua ilmuwan terbaik di dunia hanya untuk membuat mesin waktu agar bisa menemui Papa. Mika kangen Papa. Setiap hari Mika bertanya-tanya terus dalam hati, dengan uang sebanyak ini, kalau Papa masih ada, Papa mau buat apa ya? Mau ngapain ya? Dan kadang hal itu membuat Mika stress."
Papa mengelus kepalaku.
"Sejak Papa nggak ada, Mika berusaha keras untuk mewujudkan semua mimpi yang pernah Mika ceritakan dulu. Setiap hari rasanya ingin menunjukkan semua hasilnya ke Papa."
Aku melepas pelukanku dan mengeluarkan hp. Aku menunjukkan semua foto-fotoku, Mama, keluarga kami, semuanya.
Papa masih terdiam membisu dan membuat hatiku tambah sakit.
Sambil terus terisak, aku berkata, "Pa, bilang sama Mika, Papa pengen apa? Perusahaan seperti apa? Pulau dimana? Mobil seperti apa? Jet pribadi? Rumah? Bilang sama Mika apa pun itu. Jangan sampai Mika terus-terusan penasaran tentang keinginan Papa dimasa depan."

Papa menghapus air mataku, lalu berkata, "Tetaplah menjadi anak yang salehah. Itu keinginan Papa. Karena hal itu lebih baik dari dunia dan seisinya."
"Memiliki anak shaleh itu akan menolong Papa di akhirat." Kata Papa lagi. "Jaga Mama baik-baik ya!"

Dear Ayah, terima kasih untuk terus mengingatkanku tentang hidup, bahkan dari dalam mimpi....

September 25, 2016

Kuliner di Malang

Ada 4 tempat makan di Malang yang saya bakalan saya posting sekaligus. Kalau di postingan sebelumnya saya memposting Rumah Makan Inggil secara khusus, tapi kali ini postingannya akan saya gabung karena saya menganggap makanan atau tempatnya biasa aja. Baiklah, mari di simak:

1. Pos Ketan
Beberapa teman saya bilang, "Mut, kalau ke Batu, jangan lupa makan ketan." Sebenarnya saya alergi ketan dan memang nggak suka-suka banget sama makanan yang satu ini. Karena katanya harus nyobain, ya udah deh, bela-belain mampir ke Pos Ketan yang ada di Alun-alun Batu. Saya mampir kesana jam 4.25 sore kan katanya buka jam 4.30. Kebetulan jam tangan saya lebih cepat 5 menit dan saya nunjukin ke mereka, "Mas, udah setengah 5 nih." Mas-nya tetep bilang kalau belum buka.
Pos Ketan
Selagi nungguin warung ketan buka, saya beli susu stroberi dulu di toko sebelah. Katanya sih, Batu juga terkenal dengan susu murni. Kebetulan saya juga nggak begitu suka susu tapi tetap beli untuk nyobain. Saya memilih rasa stroberi seharga Rp. 7,000 biar nggak eneg dan menikmatinya sambil mengantri di depan Pos Ketan. Kalian tau, belum buka aja antriannya udah panjang banget. Untung saya datang cepet, jadinya langsung dapat tanpa perlu mengantri lama. Karena saya suka duren, jadi saya pesan ketan duren seharga Rp. 14,000. Teman saya memesan ketan meises seharga Rp. 6000.
Ketan dan susu
Menurut saya sih rasanya standar ya. Ntah kenapa orang-orang ramai kesini sampai antriannya panjaaaaaang banget. Ya mungkin karena saya nggak suka ketan tapi suka duren aja jadi menganggap rasa ketannya standar, hahaha. Ketan yang satu ini bisa jadi alternatif kuliner kalau kalian sedang main ke Malang.

2. Rumah Opa
Cafe yang satu ini berada di Jalan Welirang 41a, Oro Oro Dowo, Klojen, Kota Malang, Jawa Timur 65119, telepon: (0341) 365165. Sewaktu browsing, katanya Cafe ini salah satu tempat yang instagramable karena interior dan furniturnya yang klasik. Karena penasaran, saya samperin deh tempat yang satu ini sekaligus mau nge-WIFI untuk kerja.
Lampu blur
Crowded
Sayangnya, bayangan saya tentang Cafe nyaman dan suasana cozy untuk ngenet runtuh seketika. Saya masuk ke Cafe dengan disambut oleh mata-mata yang semuanya memandang ke arah saya. Saya bingung, kenapa mereka melihat semua ke arah saya. Apa karena saya pakai kerudung dan mereka semua sedang minum minuman beralkohol dan merokok, jadi saya agak aneh berada di antara mereka? Padahal saya sudah sering datang ke Bar paling keren di luar negeri tapi baru kali ini merasa nggak nyaman. Bukan karena tempatnya, tapi karena orang-orangnya.
Menu
Awalnya saya duduk di ruang tengah dimana banyak orang 'minum' dan ngerokok. Tapi karena saya nggak tahan bau rokok, saya pindah ke tempat yang agak depan. Nggak nyaman juga diliatin orang-orang. Saya juga jadi nggak enak ngeluarin laptop karena semua orang disana nggak ada yang main laptop. Duh jadi serba salah. Karena memang butuh, saya terpaksa tetap ngeluarin laptop sambil memilih makanan. Pilihan makanan tetap jatuh pada nasi goreng dan Green Tea Latte. Tapi sayang, nasi gorengnya terlalu asin dan saya nggak mau menghabiskannya. Harga makanan disini termasuk agak mahal untuk standar di Malang, sekitar Rp. 30rb keatas. Steak aja bahkan sampai Rp. 100rban keatas.
Saxophone 
Interior
Sebenarnya Cafe ini tempatnya memang bagus dan instagramable. Tapi keburu nggak nyaman, mau foto-foto juga jadi males. Mana suasananya berisik dan crowded banget (mungkin karena malam sabtu). Akhirnya hanya foto beberapa spot aja setelah selesai ngenet. Setelah itu saya langsung balik ke hotel aja. Sekitar jam 10 malam, saya pesan Salad lagi di hotel melalui room service karena masih lapar.
Pose satu-satunya
3. Kedai Rotbar
Hari Sabtu sore di Malang, saya nongkrong ke Kedai temannya Yoyok. Katanya sih baru buka dan dia belum pernah sama sekali kesini. Dan saya juga jadi pengen makan roti bakar. Nah, tempat nongkrong ringan kayak gini malah lebih enak dan nyaman. Suasana di bawah pohon, sepi, dan tentram. Saya memesan roti bakar coklat keju dan Green Tea Latte (lagi). 
Roti bakar coklat keju
Saya sempat bertanya pada Sandra (teman Yoyok) kenapa orang-orang di rumah Opa pada ngeliatin saya semalem sewaktu masuk ke Cafe. Sandra bilang memang orang Malang budayanya gitu. Kalau ada orang baru mereka merasa aneh dan asyik ngeliatin aja, bahkan kadang langsung digosipin. He? Digosipin? Kenal aja nggak. Apa karena gaya saya yang terlalu kece? (ini pendapat saya doang, hahaha). Selebihnya saya hanya jadi pendengar Yoyok dan Sandra curhat-curhatan, sedangkan saya asyik bermain dengan kucing. Ntah kenapa saya udah lama nggak galau dan melihat orang galau jadi lucu sendiri. I don't have time for ego and jealousy.

4. Burger Buto Kedai 27
Sehari sebelum pulang ke Jakarta, saya masih pengen kulineran di Malang dan akhirnya mampir di tempat ini. Cafe yang satu ini menyediakan burger, sosis, sandwich, yang super besar dan panjang dengan harga murah. Bahkan benar-benar murah cuma Rp. 17rb - Rp. 25rb saja.
Deretan motor depan cafe
Pengunjungnya rame
Saya penasaran karena yang mampir kesini memang ramai banget. Saya pesan Burger Buto dan teman saya pesan Buto Long. Saya berharap akan mendapatkan burger seperti di Chillis yang super besar. Sayangnya hanya roti besar yang agak kempes dengan isinya hanya dedaunan doang. Sama seperti Buto long yaitu hotdog super panjang. Saya sih lebih suka Buto Long karena lebih enak rasa rotinya. Kalau Burger karena kegedean jadi bikin eneg sampai saya bungkus bawa pulang ke hotel. Tadinya saya berharap bisa mendapatkan roti seenak di New Zealand tapi ya sudahlah....
Burger Buto dan Buto Long
Baiklah, itu saja ulasan saya ya. Sampai jumpa!

Rumah Makan Inggil

Nggak lengkap rasanya kalau ke suatu kota, tapi nggak nyobain tempat makan khas daerah tersebut. Setelah browsing beberapa resto paling ngehits seantero Malang, akhirnya pilihan saya jatuh pada Rumah Makan Inggil yang berlokasi di Jalan Gajah Mada No. 4, Malang, Jawa Timur, Telepon: (0341) 332110. Resto yang satu ini juga disebut dengan Inggil Museum Resto karena kalian bisa menemukan benda-benda unik Malang tempo dulu dan Jawa banget disini.
Pose di depan resto
Sewaktu masuk, kalian bisa memilih tempat di meja atau lesehan. Karena saya ingin lebih santai, jadi memilih lesehan dan dekat dengan panggung. Banyak bule' juga yang datang ke Resto ini untuk menikmati tarian Jawa yang memang dipentaskan di atas panggung. Suara angklung, gamelan, penari, dan interior Resto membuat saya kembali ke jaman kompeni. Jadi berasa sedang nonton film hitam putih, hahahaha.
Bagian meja menghadap ke panggung
Lesehan pilihan saya
Pelayan memberikan buku menu. Saya kira dengan banyaknya bule' dan merupakan salah satu tempat yang lumayan sering di review oleh food blogger, harga makanannya bakalan mahal. Ternyata murah banget. Saya jadi agak kaget dengan menu semurah ini. Range makanan hanya sekitar 15rb - 30rb saja. Apa mungkin harga makanan di Jawa murah-murah kali ya? Karena teman saya nggak mau makan dan nggak mungkin saya pesan ikan Gurame untuk dimakan sendiri, jadilah saya pesan Nasi Goreng Jawa dengan teh jahe (masih batuk nih). Saya juga lagi pengen ngemil pisang goreng, jadi pesan juga deh. Nggak lama kemudian, pesanan saya datang.
Menu makanan
Teh Jahe
Saya agak kaget melihat teh jahe karena beneran ada jahe di dalam teh. Biasanya kan hanya sari-sari jahe doang, ini mahal jahenya dicelupin sekalian. Mana gede-gede banget lagi. Jadi terasa banget di tenggorokan. Mantap deh. Untuk nasi goreng, menurut saya rasanya biasa saja. Nggak terlalu enak malah, tapi okelah karena saya lagi lapar. Untung aja saya pesan pisang goreng jadinya bisa menambah isi perut, hahaha. Kurus-kurus makannya banyak.
Nasi Goreng Jawa
Sambil ngemil pisang, saya ngobrol lama dengan Yoyok. Kita bicara tentang beberapa bisnis yang bisa di jalankan di Malang dan ide dari dia juga lumayan banyak. Suasana resto yang tenang dengan suara musik tradisional jadi bikin adem, membuat saya betah. Kami adalah tamu terakhir yang keluar dari Resto ini. Saya sangat merekomendasikan resto ini untuk kalian yang ingin merasakan suasana tempo dulu dan mencicipi makanan khas Indonesia.
Deretan topeng
Telepon kuno
Banyak pajangan dinding
Pose dulu
Topengnya agak serem
Setelah makan dan ngobrol, saya mengambil foto beberapa sudut resto yang unik. Ada berbagai topeng (Malang terkenal dengan pengrajin topeng), telepon kuno yang masih pakai putaran, pajangan dinding yang beberapa ada boneka wayang yang agak seram, dan sebagainya. Tempat yang menjadi favorit saya adalah di bagian depan dimana kotak kaset dijadikan pajangan dinding. Saya melihat satu demi satu kotak kasetnya. Ada M2M, NSYNC, NOW 3, NOW 4, dan berbagai kaset jaman saya masih SD sampai SMA. Jadi kangen dan benar-benar bisa bernostalgia disini.
Pajangan dinding dari kotak kaset
Buat yang mau belanja sovenir, kalian bisa mampir ke toko kecil di depan Resto untuk beli oleh-oleh. Saya hanya mampir untuk bertanya pada penjualnya dimana saya bisa mencari pengrajin dan nggak menemukan jawabannya. Ya sudahlah, balik lagi ke hotel. Baiklah, di postingan selanjutnya akan saya tulis jajanan ala Malang. Sampai jumpa!

September 24, 2016

Perkebunan di Batu

Tujuan utama ke Malang adalah mau melihat kebun. Kebun apa? Bunga? Sayur? Buah? Semuanya. Gile yah, dari sarjana Teknik Informatika, kerja jadi konsultan IT, giliran resign jadi petani, hihihi. Eits, jangan salah. Indonesia termasuk negara dengan lahan pertanian dan perkebunan terluas di dunia. Dan kalian akan takjub kalau tau setiap jengkal lahan yang menghasilkan bunga, buah, dan sayur, bernilai $$$$. Jadi, masih nggak mau jadi petani?

Mungkin karena keenakan tidur di hotel dengan double bed sendirian lagi, jadi agak susah bangun. Awalnya pas malam saya tidur di tengah-tengah ranjang, giliran bangun udah di pinggir ranjang. Waktu shalat Shubuh di Malang jam 4 pagi dong dan saya dengan berat hati harus bangun, shalat, dan tidur lagi. Sewaktu bangun lagi, langsung syok kalau Yoyok teman saya sedang on the way untuk menjemput saya. Paling nggak enak kalau syok, liat handphone low battery, dan harus buru-buru mandi. Semalem saya tidur jam 12 malam, jadi wajarlah ya kalau telat bangun.

Yoyok adalah teman saya sewaktu di komplek PIM dulu. Terakhir ketemu dia tahun 2009 dengan gayanya yang nyentrik banget. Alhamdulillah sekarang dia udah kayak Pak Ustadz, hahaha. Kami menyewa mobil Toyota Avanza seharga Rp. 350rb perhari termasuk supir (orang Flores). Kalian bisa membayangkan orang Aceh, orang Jawa, dan orang Flores dalam satu mobil. Walaupun logat saya sudah berubah jadi agak betawi, saya balikin lagi ke logat Aceh, dan hasilnya kami ketawa melulu selama di perjalanan. Asyiknya lagi karena sopirnya masih mahasiswa dan gaul banget, jadi nggak bosan deh di mobil.
Roses nursery
Perjalanan ke Batu hanya setengah jam dari Malang. Mungkin karena nggak macet karena saya berangkat kesini pas hari kerja. Katanya sih kalau weekend macet banget, seperti orang Jakarta yang mau ke puncak. Saya masih membayangkan kalau macet ke puncak sih udah nggak gerak. Sesampai di Batu, kami langsung meluruskan niat mau ke kebun yang sudah saya stalking dari beberapa bulan yang lalu dan sampailah kami kesana.
Mawar warna-warni
Mulai mekar
Mawar kuning
Saya takjub melihat perkebunan mawar potong selereng gunung. Luaassss bangetttttt. Subhanallah! Saya terdiam, takjub, dan teringat kartun Candy-Candy dulu yang dimana Pangeran Antoni punya kebun mawar (kok saya masih ingat). Saya berjalan kesana-kemari menikmati kebun bunga sampai lupa tujuan utama kesini kan mau menjalin kerjasama. Akhirnya saya ngobrol sama seorang petani, menginterviewnya, dan minta dipotongin bunga mawar, hahaha. Bagus banget sihhh....
Bunga Peacock
Bunga pink ke ungu-unguan
Putih
Pucuk merah
Kopi
Tomat
Hari itu saya banyak mengobrol dengan para petani. Saran saya sih kalau kalian mau berbisnis perkebunan, pedekate dulu ke petaninya. Buat mereka nyaman. Waktu itu ya, saking berhasilnya pedekate dengan petani, sampai dipotongin satu bucket bunga mawar warna-warni, dan diajak makan siang. Saya udah nolak berapa kali tapi beliau maksa saya untuk menyantap makan siang buatannya. Duh, saya jadi nggak enak. Tapi nggak bisa nolak juga, ya udah deh. Lauknya juga enak, pepes ikan yang agak pedas, ikan asin, sayur, dan kerupuk. Sayurnya langsung dari ladang, hmmm enyak-enyak.
Timun ungu
Di suruh makan siang
Sambil menunggu Yoyok shalat Jumat, saya tetap berkeliling kebun sendirian dan menemukan berbagai macam bunga. Tapi disini nggak ada sayur-mayur. Bahkan mereka nggak menjual bibitnya juga. Aneh sekali. Kalau kalian mau survey kebun, pakailah topi, kacamata hitam kalau bisa yang untuk glare protect karena puanaassss dan silauuuu buangettt! Untuk muka sih saya selalu pakai Cushion Makeup dengan SPF 50 PA+++ tapi kalau tangan dan kaki malah lupa pakai sunscreen. Jadi belang banget, hahaha.
Petani sayur
Interview
Bunga mawar
Setelah Yoyok datang dan sudah jam 2 siang, kami pun pamit pulang. Kesalahan saya disini adalah hanya meminta nomor handphone satu petani saja dan sudah percaya kalau dia bisa diajak kerjasama. Kenyataannya malah bikin repot. Bulan depan saya balik lagi dan nggak akan melakukan kesalahan yang sama. Destinasi selanjutnya adalah kebun bunga matahari. Karena lahan bunga tiba-tiba longsor, jadi tempat ini di tutup sementara untuk umum. Waduh, sayang banget. Oh ya, waktu itu di Batu cuacanya aneh. Dari panas banget, tiba-tiba berubah mendung dan hujan mengguyur sangat deras. Terpaksa nggak bisa melanjutkan survey kebun. Kami melanjutkan survey besok lagi.

Hari Sabtu, saya check out Solaris Hotel karena bakalan pindah ke Best Western OJ Hotel Malang. Ternyata saya nggak bisa pulang cepat dan akhirnya membeli tiket pesawat untuk pulang hari Senin. Lumayanlah bisa lebih lama di Malang. Saya sempat mengira bakalan macet ke Batu karena weekend, tapi taunya jalan lancar. Rejeki anak sholehah, hahaha.
Apel Malang
Pertama saya ke kebun apel, berharap bisa ada pohon kecil apel yang bisa diperdagangkan. Nyatanya, hanya kebun petik apel biasa. Saya baru tau kalau apel Malang itu kecil dan kuning. Maklumlah, ke Malang aja baru kali ini. Selama saya berjualan pohon apel, saya baru tau ada apel jenis ini. Biasanya hanya jenis-jenis seperti Jonathon Apple, Granny Smith, dan lainnya. Lahan di sekitar kebun apel juga nggak bagus dan kurang subur. Saya jadi nggak tertarik. Untuk masuk ke kebun Apel, kalian harus bayar Rp. 25,000 sekalian bisa petik apel sepuasnya.
Menyusuri kebun apel
Tukang bibit di depan kebun apel
Setelah puas di kebun apel, saya bertanya kepada petani disitu dimana kebun sayur. Katanya sih kalau mau ke kebun sayur agak ke puncak gunung. Jadilah kami melanjutkan perjalanan dari Batu terus naik sampai saya bisa check in Path di Coban Talun. Jujur saja saya nggak tau sama sekali ini dimana. Mulai banyak kebun teh, udara jadi lebih dingin, dan mulai agak redup suasananya. Tadinya saya mengira salah kostum, karena salah pakai baju heattech (sejenis long john untuk musim dingin) sebagai dalaman karena baju saya jaring-jaring. Ternyata untung juga pakai baju ini karena bisa menghangatkan tubuh.
Lahan kubis
Kebun wortel
Anak Kubis
Di daerah ini, saya hanya bisa bertanya ke orang-orang dimana kebun sayur. Mereka mulai menunjukkan arah kesini dan kesana tapi nggak ada yang pas. Rata-rata kebun sayur disini bukan untuk pembibitan. Saya jadi malah jalan-jalan keliling kebun sawi, wortel, kubis, paprika, dan sebagainya. Yang paling unik ketika masuk ke Green House paprika karena langsung pedesss di mata, hahaha. Saya sampai ngedip-ngedip mata bahkan pakai kacamata hitam lagi dan nggak mempan. Ada-ada aja.
Pose dulu
Selfi dulu
Jamur pohon
Green House Paprika
Selebihnya saya disini hanya mengobrol dengan petani dan balik lagi ke Batu. Di Batu, saya membeli beberapa Lucky Bamboo yang dipercaya mendatangkan keberuntungan. Saya sih beli bukan karena hoki juga sih, tapi karena memang tanamannya unik dan bisa tumbuh di dalam ruangan. Saya beli 3 pohon, 2 bambu hijau dan 1 putih. Setelah itu baru deh pulang. Cuma jalan-jalan begini doang bisa menghabiskan waktu setengah hari lho. Badan langsung capek banget. Sewaktu check in hotel, saya langsung menghempaskan tubuh ke kasur sejenak sebelum akhirnya mandi dan lanjut bekerja.
Lucky Bamboo
Nanti saya lanjutkan cerita lagi ya, sampai jumpa!

Follow me

My Trip