Sepertinya saya sudah kewalahan menulis postingan tentang kegiatan saya sejak dari New Zealand yang menelurkan sekitar 20 postingan dan Malang. Seharusnya saya masih harus melanjutkan postingan Malang, lalu Makassar, tapi saya sudah lelah. Saya mau posting tentang sebuah cerita indah untuk mengawali hari senin kalian. Mari disimak!
***
Sekitar jam 10 siang suatu hari di tahun 2014, aku datang ke kampung, pulang ke rumah, untuk menemui Papaku. Aku tau, jam segini biasanya beliau sedang menjaga toko kelontong milik kami. Setelah Papa pensiun, beliau membuka toko kelontong untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
"Assalamu'alaikum Papa..." kataku sambil tersenyum gembira. Sebenarnya ada rasa sesak di dada, tapi aku tetap berusaha semaksimal mungkin untuk menorehkan senyuman termanis yang pernah aku punya. Tapi ternyata aku nggak kuat, aku langsung memeluk Papa erat.
Papa terkejut setengah mati, "Wa'laikum salam. Mika?? Kok ada disini, nak? Kapan pulang? Kenapa nggak kasih tau Papa biar dijemput ke bandara."
Aku melepas pelukanku dan bilang, "Papa percaya nggak kalau Mika datang dari masa depan?"
Papa masih melongo dan tertawa, "Ada-ada saja..."
Aku mencari hp Papa, Nokia slider yang masih sangat aku ingat. Rasanya tetap menyesakkan, tapi aku langsung memencet no.hp-ku dan menyuruh Papa menelepon 'aku' di tahun itu.
"Halo Mika?" tanya Papa.
Mika menjawab, "Ya Pa, kenapa Pa? Tumben jam segini menelepon? Mika lagi miting."
Aku hanya diam.
Papa jawab, "Nggak, tadi Papa mau menelepon Mama malah nyambung ke Mika. Ok Mika, selamat miting."
"Iya, Pa!" dan telepon pun di tutup.
Papa terdiam melihatku. Antara percaya dan nggak. Untungnya Papa nggak pernah punya penyakit jantung jadi nggak akan syok. Papa menarik 2 kursi dan menyuruhku duduk di sebelahnya.
Aku bilang, "Pa, ini beneran Mika kok. Anak Papa. Mika cuma punya waktu 2 jam untuk datang kesini menemui Papa. Mika juga tau kalau pada saat ini Mama sedang ke luar kota, jadi Papa sendirian."
"Mungkin di masa depan teknologi udah canggih kali ya, jadi Mika bisa pulang ke masa lalu?" kata Papa sambil tersenyum.
Aku lega, akhirnya Papa nggak melihatku sebagai hantu lagi.
"Coba ceritain ke Papa, Mika kok bisa pulang kesini dengan mesin waktu? Papa kira mesin waktu itu cuma ada di dalam dongeng."
"Ceritanya Mika datang dari tahun 2028. Tepat setahun sebelumnya, perusahaan Mika untung besar dan Mika membentuk tim para ilmuwan untuk membuat sebuah mesin waktu."
"Mika punya perusahaan?" takjub Papa.
"Iya Pa, Alhamdulillah. Mika kerja siang malam untuk membuat perusahaan itu untung besar. Papa tau nggak baju yang Mika pakai ini harganya 50jt dan sepatunya 25jt." kataku sambil menunjukkan baju dan sepatu.
Papa terbelalak, "Ha??? Udah sama dengan modal toko kelontong ini."
"Mika juga masuk majalah Forbes, Pa!"
"Majalah apa itu?"
"Majalah orang-orang kaya."
"Alhamdulillah ya nak." Papa tersenyum antusias.
"Papa tau, ruko kelontong ini udah jadi kantor dengan desain paling keren pada tahun itu. Mika merenovasinya dengan memperkerjakan arsitek Indonesia yang lulusan luar negri juga. Rumah Mika di Jakarta juga gede banget, tapi Mika memilih membangun rumah di sisi bukit dengan landasan helikopter supaya nggak kena macet."
"Trus Papa dan Mama tinggal dimana?"
Aku terdiam berpikir sejenak. "Mama tinggal di dekat rumah tante. Mika bikin rumah besar untuk Mama."
"Papa dimana?"
Aku terdiam. Mataku langsung panas.
Seolah-olah mengetahui maksudku, Papa langsung tiba-tiba lunglai, "Papa udah nggak ada ya?" tanyanya lirih.

Seketika aku memeluk Papa erat dan menangis karena udah nggak tahan lagi.
"Pa, Mika mengumpulkan semua ilmuwan terbaik di dunia hanya untuk membuat mesin waktu agar bisa menemui Papa. Mika kangen Papa. Setiap hari Mika bertanya-tanya terus dalam hati, dengan uang sebanyak ini, kalau Papa masih ada, Papa mau buat apa ya? Mau ngapain ya? Dan kadang hal itu membuat Mika stress."
Papa mengelus kepalaku.
"Sejak Papa nggak ada, Mika berusaha keras untuk mewujudkan semua mimpi yang pernah Mika ceritakan dulu. Setiap hari rasanya ingin menunjukkan semua hasilnya ke Papa."
Aku melepas pelukanku dan mengeluarkan hp. Aku menunjukkan semua foto-fotoku, Mama, keluarga kami, semuanya.
Papa masih terdiam membisu dan membuat hatiku tambah sakit.
Sambil terus terisak, aku berkata, "Pa, bilang sama Mika, Papa pengen apa? Perusahaan seperti apa? Pulau dimana? Mobil seperti apa? Jet pribadi? Rumah? Bilang sama Mika apa pun itu. Jangan sampai Mika terus-terusan penasaran tentang keinginan Papa dimasa depan."
Papa menghapus air mataku, lalu berkata, "Tetaplah menjadi anak yang salehah. Itu keinginan Papa. Karena hal itu lebih baik dari dunia dan seisinya."
"Memiliki anak shaleh itu akan menolong Papa di akhirat." Kata Papa lagi. "Jaga Mama baik-baik ya!"
Dear Ayah, terima kasih untuk terus mengingatkanku tentang hidup, bahkan dari dalam mimpi....
4 comments:
SERIUSAN NANGISSSSSS.......
Aduh, aduh...gua nangis bacanya...T.T
Terharu banget...
Cerita yang bikin haru
semoga bener bakal ada mesin waktu doraemon, hukkksss..
kangeeeeen papaaaaaa juga..
Posting Komentar