September 06, 2016

Mitai Maori Village

Karena agak sibuk beberapa hari ini, jadi saya agak telat mengupdate blog tentang New Zealand. Baiklah destinasi selanjutnya setelah Rainbow Spring adalah Mitai Maori Village. Kalau kalian pergi ke suatu negara, jangan lewatkan pertunjukan dari penduduk asli negara itu. Kalian akan melihat bagaimana suku asli di negara tersebut menyambut kalian dengan masakan dan tarian tradisional yang sangat indah.

New Zealand memiliki suku budaya asli bernama Maori. Mungkin sama seperti di Australia ada suku Aborigin, kalau di New Zealand ada suku Maori. Kalian bisa memilih-milih paket tur ke desa Maori dengan beragam harga dan kegiatan selama tur. Karena saya tertarik mau melihat Glowing Worm (cacing yang tubuhnya bisa menyala seperti kunang-kunang), jadi saya memilih Mitai Maori Village dengan harga NZD 116. Mahal sih, tapi memang acara ini nggak boleh dilewatkan. Sebenarnya kalau kalian ingin puas melihat Glow Worm, kalian bisa mengunjungi Waitomo, yang merupakan rumah dari populasi terbesar glowing worm. Karena saya nggak sempat kesana, ya udah deh cukup puas melihat di Mitai Maori Village saja.

Setelah dari Rainbow Spring, sebelum ke Mitai Maori, kami cek in Aywon Motel dulu. Hampir semua hotel dan Motel di New Zealand harus cek in lebih awal karena kantor resepsionis mereka terkadang tutup jam 8.30 malam. Nah, karena udah menyentuh kamar, kami santai-santai dulu baru deh jalan ke Mitai Maori Village. Di tiket reservasi sih ditulis kalau kami harus berada di tempat 30 menit sebelum acara tur dimulai yaitu pukul 5 sore. Kami baru datang kesana pukul 5:45 sore dan untung aja baru mulai kenalan doang. Oh ya disini Ferdi nggak mau ikut nonton pertunjukan suku Maori. Dia lebih memilih jalan-jalan keliling kota Rotorua daripada harus menonton tarian katanya.
Ayam dan Domba
Selama perkenalan berlangsung, seorang MC mengajak kami mengobrol. Ternyata para tamu yang ikut dalam acara ini berasal dari 17 negara. Hebatnya, si MC bisa menyapa para tamu dengan berbicara sedikit bahasa negara mereka. Untuk kita dari Indonesia, MC bilang kalau beberapa kata dari Maori mirip bahasa Indonesia.
"Maori says ear is Telinga, Sky is Langit, and Mango is Mangga. We're the same right?"
Saya langsung takjub. Walaupun tiga kata tapi tetep aja merasa ada kesamaan dengan suku asli Maori, hahaha. Setelah acara berkenalan, kami dibawa ke tempat memanggang makanan untuk Hangi Dinner. Hangi Dinner adalah makan malam yang disuguhkan oleh suku Maori atas penghormatan kepada tamu. Mereka memasak ayam dan domba dengan menggunakan energi panas bumi (geotermal), sehingga bumbu masakan menyerap sempurna ke ayam juga domba dan dagingnya menjadi sangat sangat empuk. Ayam dan domba ditaruh di dalam suatu wadah besar, lalu ditutup dengan kain dan dibenamkan ke dalam tanah. Karena kami mau melihat ayam dan dombanya, wadah panggangannya di keluarkan dulu dari pemanggangan jadi kami bisa melihat isinya. Duh, keren  dan wangi banget deh. Bikin laper...
Ayam dan domba dibelakang saya
Setelah melihat ayam dan domba, kami disuruh berjalan menuju hutan desa Maori untuk melihat suku Maori yang  datang dengan mendayung kano (waka) di sungai Wai-o-whiro. Mereka mulai mengeluarkan suara-suara yang tidak saya mengerti dan bersahut-sahutan. Setelah itu mereka naik ke darat dan masuk ke desa. Kami kembali ke tempat semula. Kali ini kami bisa melihat para wanita desa Maori dengan tubuh gendut, mata mendelik, dibawah bibir di tato, dan terlihat seram. Kepala desa pun datang menyambut kami dengan bahasa Maori yang otomatis membuat kami terdiam dan berpikir, "Doi ngomong apa siy?" Baru setelahnya dia bilang, "I'm speaking english by the way." Dan kami semua langsung lega.
Kepala suku
Kita akan terpikat oleh dekorasi alam yang ada di desa Maori karena memang suku ini sengaja mensetting segala hal sesuai dengan aslinya. Kalian bisa melihat pohon pakis, rumah dan tenda untuk tempat tinggal, perapian api unggun, dan lainnya yang semua sangat khas. Para prajurit suku Maori juga menggunakan pakaian tradisional yang agak mirip dengan pakaian di Papua. Yang menjadi pertanyaan adalah, apa mereka nggak kedinginan ya? Malam itu suhu mencapai dibawah 5 derajat. Saya aja udah pakai heatteach shirt, jacket thermal, ditambah syal aja masih agak-agak kedinginan. 

Kami disuguhkan dengan aksi teatrikal suku Maori dengan tarian dan nyanyian yang sangat asyik untuk dinikmati. Walaupun kami nggak ngerti lirik dari lagu-lagu tersebut, tapi kepala suku menceritakan arti dari tarian. Misalnya tarian penyambut tamu, tarian akan berperang, dan berbagai macam tarian lainnya. Coba kalau cewek-cewek Maori lebih langsing ya? Soalnya cowok-cowoknya pada berotot dan cakep banget deh. Banyak yang six pack lagi. Tapi ada juga sih yang buncit, hahaha. Saya kok jadi memperhatikan fisik ya. Dari sebagian besar tarian mereka, saya menyadari sesuatu kalau mereka suka menjulurkan lidah. Agak serem sih tapi mungkin termasuk dalam budaya kali yah. Semakin malam, udara semakin dingin. Beberapa penghangat mulai dinyalakan lagi mungkin karena orang-orang suku Maori mulai lebih kedinginan, hahaha.  Kalian bisa melihat dari video yang saya upload, tapi masih terpisah-pisah. Nanti saya satuin deh kalau udah nggak padat banget jadwal saya.
Setelah menikmati tarian selama sekitar satu jam, kami masuk pada sesi Hangi Dinner. Nah, ini yang saya tunggu-tunggu karena sudah lapar. Kita bisa menikmati makanan parasmanan dengan menu lebih mewah daripada hotel. Wah, saya langsung takjub. MC bilang, jangan lupa mencicipi Chocolate Cake karena itu adalah keahlian Chef suku Maori nomor 2 setelah memasak ayam dan domba menggunakan energi panas bumi.
Deretan makanan 
Ubi, kentang, dan nasi kuning
Ayam dan domba
Saya langsung bahagia karena bisa makan sebanyak ini di negara orang. Pertama saya makan ayam dan domba yang enaaaak banget dan empuuuuk banget. Semua bumbu meresap kedalam daging. Kita bisa bebas makan dengan sendok garpu karena nggak usah memisahkan daging dari tulangnya. Semua daging udah nggak ada tulang. Ada nasi juga disini jadinya bisa makan kenyang. Saya sih udah makan nasi, kentang, jagung, semua karbohidrat dicobain. Setelah makan besar, semua kue saya coba termasuk chocolate cake yang super duper lezat. Menurut saya kue coklat paling enak itu di Indonesia dari toko Dapur Coklat atau Harvest. Tapi jauuuh lebih enakan kue disini. Saya juga suka Pavlova walaupun agak terlalu manis tapi nggak eneg.
Makan dulu
Setelah makan, kami diajak masuk ke hutan suku Maori dengan dibekali senter yang sorotan cahayanya tajam banget. Jadi pengen punya senter kayak gini, hehe. MC memamerkan tumbuhan pakis yang sudah tumbuh sejak puluhan tahun yang lalu. Hmm, sebagai orang Indonesia sih tumbuhan pakis mah banyak. Bule-bule lainnya pada takjub sedangkan saya santai aja. Di negara kita tumbuhan pakis malah lebih gede lagi. Yang menakjubkan menurut saya adalah glowing worm. Kami harus mematikan senter dan harus benar-benar gelap baru keliatan cahaya cacingnya. Saya nggak bisa mengambil gambar karena terlalu gelap. Butuh kamera yang lebih canggih lagi baru bisa memotretnya. Saya ambil gambar di google aja ya biar kalian tau gimana sih glowing worm itu. Tapi yang saya posting foto di Waitomo ya. Kalau yang di Maori Village nggak sebanyak ini glowing wormnya. Kita juga diperlihatkan semburan belerang dari dalam tanah di hutan. Ah ini di Indonesia banyak, hahaha.
Waitomo Glowing Worm
Oke, setelah masuk hutan, acara pun selesai. Kami langsung berjalan keluar ke parkiran dan melihat Ferdi sudah duduk manis di dalam mobil. Dia baru aja makan Mc.D dan nongkrong sendirian sambil ngecengin bule' kali yah. Oke deh, besok kami akan melanjutkan perjalanan ke Lake Taupo. 

Sampai jumpa!

1 comments:

Mirwan Choky mengatakan...

Foto-foto pemandangan alamnya keren mbak.

Follow me

My Trip