Welcome to my personal diary. I really love capturing pictures and telling stories for every moments. I hope I'd remember the moments forever by writing it and you will enjoy by reading it.
Di postingan sebelumnya, kami baru sampai ke Lake Wanaka dan perjalanan menuju Te Anau masih sekitar 3 jam lagi. Kami terus menyusuri jalan, melewati gunung dengan puncak yang tertutupi salju dan akhirnya bisa melihat kota baru lagi yaitu Albert Town di Otago, sebuah kota kecil diantara gunung-gunung. Saya dan teman-teman sempat membahas apabila kita suatu hari beli rumah di New Zealand, dengan suasana begitu tentram, orang-orang sangat ramah, dan udara yang begitu dingin di musim salju. Mungkin sangat menyenangkan, mungkin juga kami malah nggak sanggup melawan udara yang terlalu dingin.
Albert Town
Pegunungan
Setelah keluar dari Albert Town, kami menjumpai pertigaan. Kalau mau belok kiri langsung ke Queenstown, dan belok kanan ke Te Anau melalui Wanaka. Kalau lihat di Google Maps sih, kita tetap harus melewati Queenstown kalau mau ke Te Anau, tapi kenyataannya kami sama sekali nggak masuk ke Queenstown. Selagi menyetir, ada satu tempat yang menyita perhatian kami karena banyak sekali bra tergantung di pagar. Sebenarnya kami sudah menyetir lebih 1 km dari tempat itu, tapi Anis memaksa suaminya untuk balik lagi dan berfoto di tempat bra. Kan kalau melihat gembok digantung di pagar udah biasa, makanya melihat bra yang tergantung baru kali ini. Sebelum balik ke tempat ini, kami sempat masuk ke pelataran parkir Alpine Ski Area hanya untuk putar balik arah. Banyak sekali orang bule' dengan mengendarai Higlander dan Land Cruiser naik ke atas gunung ski dan papan ski ditaruh di atap mobil.
Peta ke Te Anau
Bra digantung
Nama daerah bra yang digantung itu adalah Cardrona, sebuah lembah yang berada diantara kota Wanaka dan Queenstown. Dan nama tempat untuk menggantung bra adalah Bradona (di pagar masuk ke Cardrona Distillery). Bra digantung untuk mengenang arwah banyak orang yang sudah meninggal karena kanker payudara dan gerakan menggantung bra dimulai sejak Natal tahun 1998. Dulunya, menggantung bra hanya untuk iseng saja dan orang lokal sempat membuang semua bra yang digantung. Banyak juga yang bilang kalau bra tergantung disitu agak memalukan dan membuat pengemudi mobil melihat ke arah Bradona dan nggak melihat jalan lagi, akhirnya malah kecelakaan (itu pasti pengemudinya cowok). Sejak tahun 2006, Bradona menjadi tempat yang paling banyak difoto oleh wisatawan. Akhirnya, gerakan menggantung bra tidak hanya untuk mengantung bra jelek doang, tapi bra yang masih baru termasuk penggalangan dana untuk pasien kanker payudara.
Daerah sekitar Bradona
Setelah puas berfoto di Bradona, kami melanjutkan perjalanan menuju The Remarkable Ski Area. Kali ini Ferdi yang menyetir ke atas gunung es dengan jalan yang meliuk-liuk, berkerikil, dan bersalju. Walaupun Ferdi udah biasa menyetir di Jakarta, tapi ketika menyetir disini jadi seram. Mana jalanannya nggak ada pagar pembatas, jadi kalau jatuh dari tebing ya wassalam. Saya berpegangan erat dan berkali-kali bilang ke Ferdi jangan menyetir terlalu kencang karena seram banget medannya. Ntah berapa kali saya berdoa dalam hati dan akhirnya kami sampai juga di gunung es. Kaki masih gemetaran ketakutan dan udara disitu dingiiiiin sekali. Jaket thermal saya udah mulai mau menyerah menahan dingin, untung masih bisa.
Donat bertabur tepung gula
Dingin sekaliiiii
Kalian tau, pemandangan disini subhanallah indah. Kami berdiri di puncak gunung salju sehingga panorama yang disuguhkan hanya salju dan salju. Gunung Remarkable ini ternyata mengeliling kota di tengahnya dan terlihat seperti kue donat besar yang diatasnya ditabur dengan tepung gula. Sungguh indah, sungguh dingin, dan membuat saya terdiam terkagum-kagum. Sungguh lukisan Allah yang sangat indah. Saya mengambil banyak foto, merekam video, dan merasa hampir beku. Alys anaknya Anis saja nggak dikeluarin dari mobil karena takut toleransi dia terhadap suhu dingin nggak sebanding dengan orang dewasa. Sebenarnya kami masih bisa naik ke atas lagi tapi udah nggak ada yang berani. Maklumlah, kita orang Indonesia nggak pernah menyetir di tempat bersalju dan takut tergelincir. Kalau nggak salah, kalian bisa naik shuttle bus ke tempat ski dari parkiran di kaki gunung dan kalau kalian mengunjungi The Remarkable Ski Area di bulan Juni - September, jika beruntung, kalian bisa melihat Aurora. Sayangnya kami nggak mungkin menunggu Aurora disini sampai malam, takut mati beku.
Berada di puncak
Karena hari mulai gelap, suhu mulai turun drastis, kami pun masuk mobil dan turun dari gunung es. Sewaktu menyetir turun masih lebih mending daripada menyetir naik karena arah turun bersisian langsung dengan gunung dan arah naik bersisian dengan lembah tanpa pagar. Perjalanan pun dilanjutkan menuju Te Anau. Lokasinya berada di timur Danau Te Anau di Fiordland. Danau Te Anau sendiri berada di perbatasan Fiordland National Park, yang merupakan pintu gerbang ke daerah padang gurun terkenal untuk para pendaki gunung dan pemandangan yang spektakuler. Pada tahun 2014, majalah Wilderness New Zealand menobatkan Te Anau sebagai lokasi terbaik di negara ini untuk hiking.
Danau Te Anau menjelang magrib
Lake Te Anau adalah danau terbesar di South Island dan yang kedua di Selandia Baru (yang pertama adalah Lake Taupo). Pada tahun 2013 sensus mencatat penduduk kota ini hanya 1,911. Dikit banget ya? Kotanya juga memang sepi banget. Kami sampai ke Te Anau sekitar pukul 8 malam dan udah nggak ada orang yang berlalu-lalang di kota ini. Untunglah kami sudah menyiapkan bahan makanan untuk dimasak di Te Anau Lakeview Kiwi Holiday Park & Motels. Seperti biasa, karena lewat dari jam 8 malam, resepsionis hanya meninggalkan bungkusan untuk kami yang berisi peta ke Motel, kunci, dan akses WIFI. Kami terpaksa harus menyetir dulu mengelilingi komplek Motel untuk mencari tempat kami menginap.
Ayuk masak
Sesampai di Motel, cewek-cewek langsung ke dapur dan cowok-cowok menurunkan koper. Letak perabot di Motel ini agak aneh. Masa' ada ranjang pas di depan pintu masuk. Untung ranjangnya ada 5, dan 4 diantaranya nggak berada di posisi aneh. Anis menggoreng telur kesukaan Mas Wid dan Alys terlebih dahulu, baru saya membuat telur dadar dari 5 telur. Kebayang 'kan cara membalik terlurnya di wajan bagaimana dan saya berhasil membaliknya, hahaha. Masak sama Anis membuat kita ketawa terus, jadi teringat masa-masa masih di kosan dulu. Sekarang udah punya rumah masing-masing. Mana si Alys pengen lihat Mamanya masak lagi. Terpaksa saya menggendong Alys sambil oseng-oseng masakan. Kami memasukkan nasi ke microwave, menumis sayuran dengan minyak bunga canola, dan menghidangkan semua makanan di atas meja makan. Malam itu serasa sedang di rumah di Indonesia karena makanannya adalah hasil masakan sendiri. Walaupun cuma telur, sayur, dan sambal bawang, tapi sudah membuat kami senang sekali.
Foto sebelum makan
Kami menyantap makanan dengan lahap sampai menghabiskan 3 nasi microwave. Langsung makan pakai tangan dengan sambal bawang, teh upet manis, dan telur dadar. Malam itu kami hampir menghabiskan setengah papan telur tapi nggak apa-apa deh karena memang sedang pengen banget. Alhamdulillah masih bisa makan enak walaupun sederhana. Alhamdulillah juga fisik saya masih sehat banget walaupun si Ferdi udah tambah parah flu nya.
0 comments:
Posting Komentar