Oktober 31, 2016

One Day in Ho Chi Minh City

Setelah mandi dan packing lagi (hari ini kami akan terbang ke Da Lat jam 6 sore), kami sarapan sebentar ke lantai paling atas. Makanannya sederhana sih, nggak begitu banyak pilihan. Saya hanya menyantap roti, telur, dan teh. Cukuplah untuk mengisi perut. Kalau lagi jalan-jalan, makanan sih nggak bisa terlalu pilih-pilih (kecuali karena kehalalannya). Apa aja dimakan untuk menjaga stamina tetap fit.
Jalanan di Ho Chi Minh
Suasana sekitar
Setelah makan, kami check out dan menunggu di lobby hotel untuk dijemput oleh pihak tour. Karena nggak pergi sama teman cowok dan waktu yang agak mepet, saya memutuskan untuk ikut local tour di Ho Chi Minh. Dari beberapa postingan blog orang yang saya baca dan juga kata teman-teman saya, kota ini memang nggak begitu menarik. Maka dari itu saya memilih tour karena biasanya tour akan membawa kita ke tempat-tempat yang (mungkin) menarik. Jam 8 pagi, ada seorang ibu-ibu agak berteriak di lobby hotel dengan menyebutkan nama saya 'Mewtya, where's Mewtya?" Untung saya tau kalau yang disebutkan ibu-ibu itu adalah nama saya. Kami mengikuti dia menuju ke kantornya yang ternyata hanya 50 meter dari hotel saya. Kami menggerek koper kesana untuk dititipkan selagi kami mengikuti tour. Beberapa menit kemudian ada bapak-bapak yang usiaya sudah lebih dari 60 tahun yang keluar dari kantor dan menyuruh saya dan Nida mengikutinya. Kami pasrah aja untuk ikut dengannya.
Antri naik bus
Setelah berjalan agak lama, saya bertanya pada si Bapak kemana kita akan pergi? Beliau menjawab kalau kita akan ke terminal bus. Kita akan berkeliling kota dengan menggunakan bus. Oh ya, kalian bisa membooking local tour seperti saya di http://www.saigoncafetravel.com/. Untuk tour Ho Chi Minh harganya $29 peorang dan saya sudah membayarnya lewat internet menggunakan kartu kredit. Jadi nggak usah bayar langsung ke tour guidenya. Sesampai di terminal bus, kami naik ke salah satu bus yang ditunjuk tour guide. Ternyata peserta tour banyak banget bule'. Saya lupa nama bapak tour Guidenya, beliau membuka tour dengan memperkenalkan diri kalau dia dulu pernah jadi tentara di Amerika sewaktu Vietnam masih masa embargo. Makanya dia fasih berbahasa Inggirs.
Sushi Tei
Saya akan memaparkan tujuan kami satu demi satu:

1. War Remnants Museum
Tiket masuk museum VND 15000, tapi kami tidak membayar tiket lagi karena sudah termasuk dalam paket tour. Sebelum mengeksplorasi lebih jauh tentang Museum ini, saya menemukan toko souvenir dan malah belanja dulu. Takut nggak keburu kalau mau beli oleh-oleh nanti. Berhubung banyak banget orang yang harus dikasih souvenir nih. Kami belanja agak terburu-buru karena memang waktunya mepet banget. 
Tiket museum
Toko souvenir
Museum ini resmi dibuka pada September 1975. Sebenarnya saya nggak suka museum, tapi karena saya ikut tour ya pasrah aja dibawa kemana pun. War Remnants Museum, seperti namanya, disini dipamerkan apa saja yang berhubungan dengan perang Vietnam. Mulai dari senjata, transportasi perang seperti pesawat dan tank, foto-foto perang, efek perang, yang semuanya menyeramkannn!!! Duh, foto-foto yang dipajang di dinding sedih-sedih banget. Saya nggak tega melihatnya. Untung kami disini cuma 30 menit doang.
Foto perang
Fotonya sedih banget deh
Tank dan pesawat
2. Moc Cafe
Seperti tour kebanyakan, kami akan dibawa ke sebuah tempat khusus untuk beli oleh-oleh khas Vietnam yaitu kopi. Saya sih nggak suka kopi, tapi nggak sah kalau ke Vietnam nggak minum kopi. Tour membawa kami ke sebuah warung kopi yang kece bernama Moc Cafe. Katanya sih kopi disini yang terbaik tapi menurut saya rasanya sama aja. Kami disuguhkan kopi dan beberapa kue yang bisa dicicip. Saya beli beberapa bungkus kopi yang kayaknya rasa nggak ada di Indonesia untuk oleh-oleh. Lumayan murah sih harganya masih dibawah Rp. 100rban.
Naik bus
Menunggu kopi
Kopi dan nastar coklat
3. Thien Hau Pagoda
Tempat yang satu ini adalah kuil Buddha tertua di kota Ho Chi Minh karena dibangun pada abad ke 17. Nggak ada yang terlalu menarik disini, jadi saya hanya berfoto saja. Beberapa turis yang beragama Buddha bisa sekalian sembahyang disini. Jadi teringat Sensoji Temple, Asakusa, yang termasuk kuil tertua di Tokyo.
Dupa
Patung Buddha
Kebetulan bus kami parkir disisi kiri jalan dan kuil berada di kanan jalan sehingga kami harus menyebrang. Baru sadar kalau menyebrang di Ho Chi Minh susaaaah banget. Orang nggak ada yang mau ngalah. Saya udah kasih tangan berkali-kali (seperti di Jakarta) tapi teteup aja nggak ada yang mau berhenti. Duh, ampun dah! Sampai harus tour guide yang membantu kita nyebrang.
Doa-doa
4. Benh Tanh Market
Tempat yang satu ini adalah Tanah Abangnya Ho Chi Minh. Suasana sangat ramai dan kita bisa belanja apa saja disini. Saya masuk dan berkeliling sejenak sampai merasa tertarik dengan kain baju Vietnam dengan motif teratai. Bagus deh bajunya, sekalian bisa dijahit dan dipakai untuk sehari-hari sebagai busana muslim. Harganya juga murah RM 25. Kami boleh membayar pakai mata uang ringgit disini.
Mari ke pasar
Tour Guide menghampiri saya dan bilang kalau ternyata paket tour yang saya booking bukan Half Day Tour (Tur setengah hari) tapi tur seharian penuh. Perasaan saya hanya membayar $29 dan benar-benar untuk setengah hari deh. Karena Full Day Tour itu harganya $50. Mungkin rejeki anak sholehah, jadi setelah makan siang kami boleh ikutan tour lagi. Yeay!
Suasana jalanan di Ho Chi Minh
5. Makan Siang di Hummus & Grill
Setelah belanja di pasar, kami makan siang terlebih dahulu. Saya dan Nida mengikuti rombongan orang Malaysia untuk makan di Resto halal yang menyediakan makanan Middle East. Sebenarnya tour hari ini sudah termasuk makan siang, tapi kami makan di resto halal dekat dengan resto yang sudah disediakan oleh tur guide. Kami makan banyak disini sampai-sampai orang malaysia pada heran kok kami bisa makan sebanyak itu, hahaha. Mereka semua sharing sepiring berdua.
Suasana Resto
Nasi Ayam Arab
6. Toko Souvenir
Kali ini kami dibawa ke toko souvenir (lagi) yang menjual berbagai macam kerajinan. Yang uniknya, pengrajin disini adalah orang-orang disable, jadi menambah nilai jual produknya. Saya selalu belanja kalau ada toko souvenir sih, hahaha. Oh ya, di tempat ini ada anjing gedeeee banget. Setelah masuk ke tokonya, saya hampir nggak berani berjalan ke bus karena ada anjing gede banget menunggu di depan pintu.
Penjual sedang menjelaskan kerajinan kerang
Kerajinan
7. Reunification Palace dan Notre Dame Cathedral
Sebenarnya saya nggak sempat ke Katedral karena waktunya udah mepet banget. Cuma sempat mengambil foto dari dalam bus saja. Setelah itu kami ke Reunification Palace yang dulunya tempat Ngo Dien Dimh yang menjabat sebagai presiden Vietnam selatan sampai tahun 1975. 
Notre Dame Cathedral
Bangunan bersejarah ini dibangun oleh Ngo Viet Thu, salah satu orang Vietnam yang paling berbakat dalam bidang arsitektur. Di dalam bangunan terdapat 100 ruangan dan kamar yang didekorasikan dengan benda-benda kerajinan tangan terbaik dan modern. Bahkan banyak sekali yang merupakan pemberian dari negara sahabat sebagai souvenir yang dipamerkan di tempat ini. Saya sudah capek berkeliling juga sih, jadi nggak begitu menikmati suasana di tempat yang terlalu luas ini.
Reunification Palace
Ruang meeting
Karpet dari Hongkong
Setelah selesai berkeliling, tour guide memesankan kami taksi untuk kembali ke kantornya untuk mengambil koper. Perjalanan dari Reunification Palace ke kantor tur guide hanya 15 menit, tapi saya sudah mulai was-was. Takut telat ke bandara. Setelah sampai di kantor, malah ada drama lagi deh, tapi karena postingan ini udah kepanjangan, saya potong dulu ya. Nanti saya tulis lagi, sampai jumpa!

Oktober 30, 2016

Welcome to Ho Chi Minh

Pukul 6 sore, Lychee (sopir mobil yang kami sewa) datang menjemput kami. Saya dan Nida pamitan kepada pemilik Resto yang sudah berbaik hati mau menampung kami karena, sekalian nebeng WIFI. Kali ini Lychee nggak ngeselin dan nggak terlihat mesum juga dia, jadi 'agak' aman. Lychee menyuruh kami untuk meng-add Instagram dia dan saya nggak mau, hahaha. Sempat ngecek Instagram Lychee memang nggak aneh-aneh sih. Banyak pemandangan bagus yang dia foto cuma kami udah il-feel duluang sama dia.

Sesampai di Bandara Siem Reap, Lychee merentangkan tangannya dan bilang, "Gimme a hug?" Saya kaget, "What? No... No hug hug!" Dia jawab, "Why? It's OK to hug me while your husband don't know?" (Ceritanya saya ngaku udah menikah). Duh, ini orang emang udah aneh banget ya. Masa' dia nanya juga, "suami lo bakalan ngecek nggak kalau lo ngapain aja di Kamboja?" Ampun dah. Saya hanya bersalaman dengan dia dan salaman saya juga nggak dilepas-lepas. Duh, udahan dong drama ini, hahahaha. Setelah tangan saya dilepas, saya masuk bandara dan ternyata belum boleh check in. Saya dan Nida duduk di lantai seperti yang dilakukan banyak orang disini karena kursi tunggu bandara terbatas banget.

Setelah konter cek in buka, saya cek in, proses ke imigrasi, lalu duduk di ruang tunggu sebelum boarding. Sebelumnya sempat mencari souvenir untuk keluarga dan teman, sekalian menghabiskan uang koin Kamboja. Setelah menunggu beberapa saat, saya boarding pesawat Cambodia Angkor Air. Kalian tau, ternyata pesawatnya kecil, yang hanya satu deret 4 kursi. Padahal harganya mahal sampai 1.7jt, huff! Perjalanan dengan pesawat memakan waktu 1 jam 15 menit. Alhamdulillah kami mendarat dengan selamat di Ho Chi Minh City. Bandara Tansonhat ini sangat besar, beda jauh dengan bandara di Siem Reap.

Setelah proses imigrasi (akhirnya punya stempel negara Vietnam) dan mengambil bagasi, saya lalu berjalan menuju konter taksi. Daripada naik bus takut nyasar, ya udah pesan taksi aja. Tarif taksinya VND 220,0000. Setelah membayar, kami diantar menuju parkiran taksi. Saya bilang sama petugasnya kalau mau beli Burger King dulu karena udah lapar banget. Baru setelah itu kami naik taksi ke Dragon Place 3 Hotel. Sepanjang perjalanan, saya menikmati pemandangan kota Ho Chi Minh di malam hari. Kurang lebih seperti kota Bandung dimana banyak jalan yang agak kecil dan nggak begitu macet. Jalan di depan hotel kami aja kecil, walaupun sebenarnya hotelnya lumayan keren.

Sewaktu cek in, resepsionis bilang kalau kamar kami akan di upgrade karena stok untuk twin bed sudah habis. Alhamdulillah, rejeki anak sholehah dapat kamar gede dengan 3 ranjang untuk 3 orang. Kamarnya termasuk mewah dan luas banget. Padahal harganya cuma Rp. 300rb permalam. Karena sudah lapar banget, sebelum beberes barang, saya dan Nida menyantap Burger King terlebih dahulu. Duh, rasanya enak banget deh makanan kita. Mungkin karena udah lapar banget kali yah.

Selesai makan, kami mandi, beberes sebentar, lalu tidur. Saya sempat menyetel alarm jam 5 pagi. Ketika alarm berbunyi, saya matikan, lalu pindah ranjang. Hahahaha. Bingung juga pas sadar kok malah tidur di kasur yang berbeda. Akhirnya setelah benar-benar bangun, saya foto dulu deh suasana kota Ho Chi Minh dari jendela kamar saya.
Ho Chi Minh City
Selamat datang di kota terbesar di Vietnam. . . 

Oktober 29, 2016

Temples and Gates in Angkor Thom

Kawasan Angkor Thom sangat luas menurut saya. Setelah janjian dengan si Lychee (sopir) untuk ketemuan di parkiran depan Bayon Temple, ternyata kami nyasar. Kalian tau, kesasar di komplek Angkor Thom sama saja dengan masuk labirin di siang bolong. Kalau mengikuti petunjuk jalan, siap-siap kecapekan turun naik tangga (tangga candi itu tinggi-tinggi) dan keluar masuk hutan. Semula kalian akan takjub melihat reruntuhan candi yang super keren. Tapi kalau udah nyasar? Fokus kalian bakalan berubah ke mencari jalan keluar dan kelelahan.
Di depan Baphuon Temple
Baphuon dari samping
Luas wilayah reruntuhan Angkor Thom hampir 2 km, sehingga banyak sekali tempat untuk dieksplorasi. Kawasan ini memiliki lima gerbang monumental dengan tinggi 20 m dan dihiasi dengan prasasti belalai gajah, dan motif favorit raja empat wajah Avalokiteshvara. Setiap pintu gerbang diapit dengan patung-patung dari 54 dewa di sebelah kiri dan 54 setan di sebelah kanan (ada di foto postingan Bayon Temple) yang merupakan dari mitos Hindu dari Churning of the Milk-Ocean (digambarkan di terkenal relief di Angkor Wat).
Cerita Baphuon
Sebelah utara dari Bayon adalah Baphuon, sebuah kuil yang dibangun pada tahun 1066 yang dalam proses pemugaran untuk memberikan pengunjung gambaran seperti apa konstruksi candi yang masih asli. Awalnya saya menaiki tangganya sampai ke puncak dan sempat beristirahat karena lelah. Lalu jalan lagi melanjutkan perjalanan.
Baphuon Temple
Pohon aneh kayak manusia
Karena saya buta arah mata angin, saya nggak tau deh mana selatan, timur, barat, dan lainnya. Tapi karena Gerbang Timur adalah tempat syutingnya film Tomb Raider, cuma pintu ini saja yang saya ingat, hahahaha. Menurut saya sih pintu yang satu ini agak seram. Selain karena sepi, banyak pohon rindang, dan kita hanya bisa berjalan kaki untuk masuk kesana. Nggak usah ngebayangin kalau main kesini di malam hari, hiiiiiii! 
East Gate
Phimeanakas Temple, yang terletak di lokasi istana kerajaan "yang sudah hilang", adalah representasi piramida lain dari Mt. Meru. Sebagian besar fitur dekoratif sudah rusak atau hilang, tetapi bangunan ini masih bisa dinaiki untuk dieksplorasi. Kalau menurut pendapat saya sih, candi yang satu ini terlihat kesepian, karena diam sendiri tanpa ada yang naik ke atasnya. Apalagi banyak lumut yang tumbuh di sela-sela dinding candi. Serem sih sebenarnya, hihihi.... Sebenarnya ketika tiba di candi ini, saya sudah berkesimpulan kalau kami nyasar. Tapi ada juga 2 orang cewek Jepang di belakang kami yang terlihat nyasar juga. Ya iyalah nyasar, kan mereka ngikutin kita jalan, hahaha. Sewaktu kami beristirahat, mereka ikut-ikutan istirahat. Mana mereka bawa kamera pro dengan lensa gede banget lagi.
Phimeanakas Temple
Setelah dari East Gate, kami menemukan Elephant Terrace, sebagai tempat apabila pihak kerajaan menggelar acara yang digambarkan dengan gajah dan garuda (makhluk mirip burung di mitos Hindu). Setelah itu kalian akan menemukan The Terrace of the Leper King, yang merupakan platform dekoratif yang dihiasi oleh patung yang dikelilingi oleh empat patung yang lebih rendah. Masing-masing menghadap jauh dari patung pusat. Tokoh sentral mungkin penguasa Khmer yang diduga meninggal karena kusta, baik Yasovarman I atau Jayavarman VII.
Tempat acara kerajaan
Elephant Terrace
The Terrace of the Leper King
Bagian dari The Terrace juga
Sampai Elephant Terrace, kaki udah mulai pegal banget, air minum habis, dan muka memerah karena kepanasan. Ternyata perjalanan belum selesai juga. Saya duduk (cewek Jepang itu ikut istirahat juga), dan disebelah saya ada pasangan bule' yang udah keringatan banget dan tampak sangat kelelahan. Sebenarnya untuk mengelilingin semua tempat ini kalian bisa membeli tiket Two Days Pass atau Three Days Pass. Jangan seperti saya yang menghajar semua candi dalam waktu setengah hari. Tepar deh! 
Pagar
Saya melihat beberapa bule' berjalan keluar komplek candi dan melompati pagar batas untuk keluar. Seolah seperti mendapat ilham, saya pun mengikutinya. Sewaktu ngeliat peta sih, tinggal satu atau dua candi lagi untuk kita jelajahi tapi tenaga udah terbatas banget nih. Jadi saya dan Nida menyerah saja dan keluar dengan melompati pagar. Di seberang pagar ada gerai penjual minuman yang terlihat menggiurkan. Tanpa berpikir panjang lagi, saya langsung mampir kesana. Saya memesan Iceblend jus nenas yang enaaak banget. Sekalian makan cemilan untuk menahan rasa lapar. Ketika meneguk minuman, rasanya seluruh tubuh tersiram deh. Enak banget. Agak mengherankan cuaca di Siem Reap yang tadi pagi hujan deras dan siang harinya panas terik.
Nongkrong di gerai minuman
Selesai minum jus, kami ke parkiran untuk mencari Lychee. Disini saya baru sadar kalau sopir kami agak suka flirting dan lama-lama jadi jijay. Mana dia suka ngaca di kacamata Ria Miranda saya yang memang seperti cermin. Pas ngajak kami selfi aja sudah kayak mau dipeluk, ampun dah! Terpaksa deh saya dan Nida mengaku sudah menikah. Yang mengherankannya lagi, dia malah mempertanyakan kenapa kami nggak punya anak dan dia ingin 'mengajarkan caranya'. Duh, ni orang 'agak agak' deh.
Tempatnya cakep
Awalnya saya ingin naik balon udara, tapi Nida nggak mau ditinggal sendirian dengan Lychee dibawah. Saya maklum sih karena si Lychee rada-rada begitu. Saya ajak naik balon udara bareng juga si Nida nggak berani. Ya sudahlah, akhirnya kami mampir lagi ke Muslim Restaurant dan nongkrong disana sampai jam 6 sore. Awalnya si Lychee bilang nggak tau dimana Muslim Restaurant sampai saya pinjam hp-nya untuk pakai Google Maps (sempat bingung karena keypad di hp-nya tulisan aksara Kamboja -_-). Baru deh dia mau nganterin kami, pakai acara sok curiga kalau saya melihat foto-foto dia di hpnya. OMG! 

Sesampai di Resto Muslim, kami menurunkan koper dan membayar Lychee $30 dulu, baru nanti $5 setelah mengantar kami ke bandara. Di resto ini kami makan makanan khas Kamboja lagi bernama LokLah. Sejenis nasi goreng kampung yang dicampur dengan paprika dan disajikan dengan oseng ayam atau daging. Saya dan Nida juga memesan jus anggur dan jus semangka yang sedapppp banget deh.
Loklah ayam dan sapi, jus semangka dan jus anggur
Untung pemilik Restonya baik, jadi kami boleh nongkrong disana sekalian shalat dan pakai WIFI sepuasnya. Mungkin karena kita pesan makanan juga kali yah, jadi mereka nggak komplain. Bahkan ada pelayan Resto bernama Zaki yang guantengg banget dan enak diajak ngobrol. Dia sangat suka tersenyum lho. Duh, saya lemah dengan cowok ganteng, hahaha.

Baiklah, nanti saya cerita lagi tentang perjalanan saya menuju Vietnam. Sampai jumpa!

Oktober 27, 2016

Ruins of Angkor Thom, Bayon Temple

Setelah selesai berkeliling Angkor Wat, hari pun mulai cerah, dan perut mulai lapar. Mana kebelet pipis lagi. Si Lychee (sopir kami) bilang kalau dia akan menunggu di parkiran depan candi sambil menikmati sarapan. Saya juga memutuskan untuk sarapan di parkiran. Yang sialnya adalah sekitar tempat makan banyak banget anjing yang suka mengendus-endus pengunjung yang datang. Otomatis saya teriak! Selain karena takut anjing, saya males banget ntar dijilatin lagi, hiiiiii! Saya beberapa kali bilang sama pelayan tempat makan kalau saya nggak suka anjing dan saya nggak bisa makan kalau diendus terus-menerus sama anjingnya. Pelayannya mungkin nggak ngerti bahasa Inggris, jadi cuma mengusir anjing seadanya aja. Saya nggak menikmati makan, seolah-olah hanya memasukkan makanan, mengunyah sedikit, menelan, dan minum air. Setelah itu saya bayar dan kabur ke parkiran mobil. 
Pintu masuk Angkor Thom
Saya bilang ke Lychee supaya kita mampir ke WC dulu. Sialnya lagi, di toilet umum pun ada anjing yang sedang santai duduk di depan pintu wc. Haduwh, mati deh! Tapi berhubung kebelet banget, udah nggak peduli lagi sama anjing, saya masuk aja ke toilet. Selesai dari toilet, Lychee mengantar saya ke reruntuhan candi Angkor Thom. Menurut saya candi yang satu ini agak menyeramkan karena ada prasasti wajah timbul di setiap sudut bangunannya. Kebayang kalau malam-malam kesini, pasti banyak hantu >_<!
Pintu Masuk Angkor Thom
Sebelum masuk ke Angkor Thom, ada seorang guide yang menawarkan jasanya pada kami untuk berkeliling Bayon Temple. Harga yang dia tawarkan awalnya $15 dan saya bilang nggak mau. Akhirnya turun jadi $10 karena dia memang bukan guide resmi komplek Angkor. Lumayan lah pakai guide supaya ada yang ceritain sejarah dan ada juru foto juga, hahaha. Sedikit tentang komplek Angkor Thom yang secara harfiah berarti "Kota Besar", adalah reruntuhan kompleks ibu kota kerajaan Khmer kuno di Kamboja. Angkor Thom melingkupi bagian tengah kompleks kota kuno Angkor. Ibu kota ini didirikan oleh raja Jayawarman VII dan mencakup kawasan seluas 9 km². 
Tampak depan
Di kawasan Angkor Thom terdapat beberapa monumen dari masa sebelumnya. Reruntuhan di dalam kompleks kota ini antara lain berbagai candi-candi dan istana-istana, serta terdapat arca-arca yang besar. Pada pusat kota ini berdiri candi Bayon (tempat yang saya kunjungi ini), candi Lokeswara, sementara situs-situs arkeologi penting lainnya berhimpun di sekitar lapangan kejayaan, semacan alun-alun tepat di sebelah utara candi Bayon. Kalau kalian mau, bisa dikelilingin semua candi dalam satu hari seperti yang saya lakukan, tapi super duper tepar!! Saya aja karena nyasar, makanya bisa mengelilingi semua candi. Nanti di postingan berikutnya akan saya ceritakan bagaimana suka dukanya terjebak diantara candi-candi tanpa tau dimana jalan keluar (saking luasnya tempat ini). 
Arca perang di Bayon Temple
Diantara reruntuhan
Angkor Thom didirikan sebagai ibu kota kerajaan Jayawarman VII, dan menjadi pusat kegiatan pembangunan monumental. Satu prasasti yang ditemukan di dalam kota ini mengibaratkan Jayawarman sebagai mempelai pria, sementara kota ini sebagai pengantinnya. Angkor Thom bukanlah ibu kota pertama Khmer di kawasan ini. Kota sebelumnya Yasodharapura, yang dibangun tiga abad lebih awal, berpusat beberapa kilometer barat laut dari Angkor Thom. Pada perkembangannya Angkor Thom menyerap dan mencakup bagian kota ini. Beberapa candi dari masa awal di dalam kota ini adalah Baphuon dan Phimeanakas, yang kemudian masuk ke dalam kompleks istana kerajaan. Khmer tidak membedakan secara jelas antara Angkor Thom dan Yashodharapura: bahkan pada prasasti abad ke-14 Masehi kota ini masih disebut dengan nama Yasodharapura. Nama Angkor Thom "kota besar" mulai digunakan pada abad ke-16 Masehi.
Reruntuhan
Prasasti wajah
Wajah diatas menara
Candi yang akan kami ekplorasi ini adalah Bayon Temple dimana ciri khasnya adalah prasasti wajah raja Jayawarman VII sebanyak 216 buah yang berukuran raksasa dengan ekspresi tenang, teduh, dan anggun, terukir pada menara-menara candi yang mengelilingi puncak utama. Banyak banget kan? Dari beberapa artikel yang saya baca, prasasti wajah ini sangat unik karena melambangkan keagungan raja dan kehebatannya dalam berkuasa. Kalau menurut saya sih seram banget ada muka di dinding candi, hiiiii! Secara saya bukan arkeolog, jadi nggak tau unik dan kerennya dimana. Menyeramkan sih iya~~~
Patung Buddha
Kemiripan 216 wajah berukuran besar pada menara candi dengan patung raja membuat para sejarahwan menafsirkan bahwa wajah ini adalah perwujudan wajah sang Raja Jayawarman VII sendiri. Penafsiran lain menganggap bahwa wajah-wajah ini merupakan perwujudan bodhisatwa welas asih Awalokiteswara atau Lokeswara. Kedua hipotesis ini tidak dapat dipandang berdiri sendiri. Menurut sejarahwan Angkor George Coedès, Jayawarman tetap teguh setia dengan tradisi para raja Khmer yang menganggap diri mereka sebagai "dewaraja" (dewa-raja), hal yang membedakan adalah raja-raja pendahulunya yang menganut agama Hindu mengaitkan diri mereka sebagai penitisan Siwa dan mendirikan lingga sebagai lambang Siwa, atau sebagai Wisnu sebagaimana diwujudkan di candi Angkor Wat, sementara Jayawarman yang menganut agama Buddha mengaitkan dirinya sebagai penitisan Buddha sekaligus Bodhisatwa.
Smooch
Saya sempat menyuruh Guide untuk mengambil best pictures dari setiap sudur candi. Tapi setelah lihat hasilnya, memang sebaiknya saya sendiri yang pakai kamera. Guide juga bilang kalau para turis suka banget berfoto dengan gaya seolah-olah sedang mencium wajah prasasti. Semula saya sama sekali nggak terbersit ide berfoto bergaya seperti itu, tapi boleh dicoba. Pokoknya kami jadi mengambil banyak foto dengan gaya mencium prasasti, mengupil hidungnya, mengelus pipinya, macam-macam deh. Tapi semua dari jauh kok, karena kalau dari dekat, prasastinya tampak sangat seram.
Guide nyuruh gaya begini
Pada permulaan abad ke-20, École Française d'Extrême-Orient memprakarsai pemugaran candi ini, memugar berdasarkan teknik anastilosis. Sejak 1995 kelompok konservasi yang disponsori pemerintah Jepang, Japanese Government team for the Safeguarding of Angkor (JSA) mengambil alih proyek pemugaran dan menjadi badan pelestarian candi Bayon utama yang menggelar simposium tahunan. Beberapa dari pilar candi ada yang memang dibangun baru, tapi strukturnya jadi kurang kuno (kalau candi yang bikin keren ya ke'kuno'an-nya itu). Guide bilang, kalau restorasi candi seperti ini memang nggak bisa 100% ke bentuk aslinya. Apalagi semua restorasi tempat bersejarah di dunia berada di bawah naungan dan kontrol dari UNESCO. Yang saya ingat, kalau tangga candi udah runtuh nggak boleh dibangun tangga baru. Harus pakai tangga kayu saja.
Bayon Temple
Baiklah, nanti saya posting cerita saya nyasar di komplek candi. Sampai jumpa!

Follow me

My Trip