Oke, melanjutkan postingan saya sebelumnya tentang kota Da Lat yang dipenuhi dengan tempat-tempat wisata seru. Sebaiknya kalian membaca postingan sebelumnya dulu, baru baca postingan yang ini biar nyambung. Sebelum melanjutkan kunjungan ke destinasi berikutnya, kami makan dulu di warung nasi yang berlokasi pas di seberang Elephant Waterfall. Nah, ini agak gimana gitu tempatnya, mungkin karena warteg biasa sih. Harganya juga murah banget, hampir sama seperti warteg di Indonesia. Selain karena takut makan makanan yang nggak halal, warung tersebut juga ada anjingnya. Duh, saya jadi agak was-was. Saya niatin aja makan hanya untuk mengisi perut bukan untuk menikmatinya. Kami makan buru-buru, lalu kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan.
6. Silk Factory
Selama saya market research tentang Batik, saya jadi mengetahui banyak jenis kain. Bahkan saya sampai mengunjungi museumnya di Pekalongan untuk belajar tentang kain. Hampir semua jenis kain ada keunikan masing-masing tapi kualitas terbaik ada di kain dari ulat sutera. Jujur saja saya belum pernah melihat langsung bagaimana cara pembuatan kain dari ulat sampai dipintal menjadi kain berlembar-lembar. Alhamdulillah saya bisa datang ke pabriknya di Da Lat dan melihat langsung prosesnya.
Ulat sutera |
Alat untuk memisahkan dari kepompong |
Sutera adalah serat yang terbuat dari protein yang dihasilkan oleh ulat sutera jenis Bombyx Mori. Kain ini dianggap sebagai serat tekstil yang paling berkualitas diantara semua serat tekstil yang ada (ratu tekstil). Jenis sutera yang paling digemari adalah sutera yang dihasilkan oleh kepompong larva ulat sutera murbei (Bombyx mori). Kain sutera dikenal akan kehalusannya, kelembutannya, kekuatannya dan kemampuan daya isolasinya. Tali sutera lebih kuat jika dibandingkan dengan tali kawat dari baja dengan tebal yang sama.
Baskom berisi ulat |
Menyentuh benang sutera |
Kami melihat prosesnya dari awal, dimulai dari kepompong dibenamkan dalam air panas agar terurai. Setelah terurai, benang akan dipintal menggunakan semacam roda sehingga menjadi gulungan yang besar. Baru setelah itu dicetak motifnya, dan serat benang digabungkan menjadi kain. Saya membeli kain sutera sampai lebih dari 20 meter di pabrik ini karena harganya murah banget. Hanya sekitar Rp. 80,000 permeter. Padahal, di Indonesia saja bisa Rp. 1,2 juta permeter. Kata guide, kalau kain ini dibawa ke Ho Chi Minh atau Hanoi, harganya bisa sepuluh kali lipat, sedangkan ke negara lain bisa dua puluh kali lipat. Saya sih beli untuk dipakai sendiri supaya punya baju bagus banget.
Alat cetak motif |
Setelah dari pabrik ulat sutera, saya berjalan ke belakang pabrik dan menemukan jembatan berwarna merah. Sebenarnya pengen liat doang ada apa dibalik jembatan, jadinya kami jalan deh kesana. Saya menemukan bunga Cosmos warna kuning yang tumbuh liar dan saya mengambil bibitnya untuk dibawa pulang ke rumah. Lumayan buat di tanam, hahaha. Guide dan Nida ikut-ikutan membantu saya mengambil bibit.
Mengambil bibit |
Jembatan Merah |
7. Mushroom Farm
Destinasi selanjutnya adalah kebun jamur. Menurut saya tempat kali ini nggak begitu menarik karena hanya melihat jamur yang tumbuh di pohon, jamur yang sedang dijemur, udah begitu aja. Kami hanya menghabiskan waktu disini 15 menit, kemudian melanjutkan perjalanan lagi. Saya nggak berniat beli jamur ini juga karena di Indonesia banyak, hahaha.
Kebun Jamur |
8. Pongour Waterfall
Kali ini kami akan melalui jalan berliku lagi untuk turun ke salah satu air terjun yang paling terkenal di kota Da Lat, bahkan di seluruh Vietnam. Seperti kebanyakan air terjun yang indah, pasti perjalanan ke tujuan sungguh melelahkan. Kebayang 'kan kami sudah melalui berbagai medan sulit hari ini untuk mencari keindahan alami sebuah curug, hahaha. Di sekitar air terjun ini banyak banget anjing. Saya meminta Jacky (guide) untuk menjaga kami dari anjing-anjing gede yang paling antusias samperin orang baru. Saya sih cuma bisa teriak kalau ada anjing yang datang mendekat. Kata Jacky, di Vietnam itu anjing bebas berkeliaran. Saya juga jarang melihat kucing di negara ini dan katanya kucing biasa dipelihara di dalam rumah. Berbeda dengan di Indonesia kalau anjing di dalam rumah dan kucing bebas berkeliaran di luar. "Cat inside, dog outside." Kata Jacky.
Melalui medan berliku |
Pongour Waterfall terbentuk dari aliran sungai Đa Nhim. Kalian bisa melihat aliran air yang jatuh dari atas begitu luas dan ke banyak sudut. Saya sudah memastikan datang kesini di musim hujan, tapi malah aliran air terjunnya sedang nggak deras. Yahhh, padahal saya ingin mengambil gambar seperti di foto dimana para biksu sedang berjalan melalui air terjun. Saya naik ke air terjun dan mencuci muka. Airnya segar dan jernih banget. Ada beberapa turis malah piknik di pinggir air terjun karena memang suasananya sangat menenangkan. Kata Jacky, kita nggak boleh berenang di sekitar air terjun karena pernah ada turis yang mati tenggelam karena kedalaman sungai dan arus yang deras. Serem yah.
Pongour Waterfall |
Aliran air nggak deras |
Menurut saya, air terjun ini masih kalah dengan Madakaripura di Probolinggo yang baru saya kunjungi 2 minggu yang lalu. Saya jadi pengen punya rumah diantara perbukitan di dalam air terjun seperti Black Panther di film Marvel, hahaha. Berapa duit yang harus dikumpulin yaaa? Setelah puas menikmati air terjun, saya, Nida, dan Jacky duduk nongkrong dulu sambil minum air kelapa muda. Kami ngobrol bareng sambil minta tolong Jacky untuk kerokin daging kelapanya. Untung dia nggak protes, hihihi.
Nongcan = nongkrong cantik |
Rumah panggung |
8. Local Market
Sebenarnya saya dan Nida sudah kelelahan, bahkan saking lelahnya, Nida melihat kerbau berubah menjadi gajah. Spontan dia bilang, "Wow, elephant!" saya yang masih ngelamun sempat bergumam, oh ada gajah ya sekitar sini? Jacky langsung bilang, "Nooo, it's buffalo!" dan kami tertawa ngakak. Duh Nida, kau sudah lelah yaaa? Hahaha. Ampun dah bikin maluuuu.....
Menawar kain |
Karena masih ada waktu sebelum ke bandara, Jacky mengajak saya dan Nida ke Local Market untuk belanja dulu. Sejenis pasar tanah abangnya Da Lat. Kami masuk dan orang-orang pada memperhatikan kami. Saya tanya pada Jacky kok orang-orang pada ngeliat kita? Dan Jacky bilang karena kita beda pakai kerudung. Walaupun demikian, kami tetap dilayani dengan baik ketika berbelanja. Saya membeli kain baju Vietnam lagi untuk Mama, adik, dan kakak Ipar. Saya menyuruh Jacky menawar harga tapi dia kayaknya nggak enakan orangnya. Wajarlah, cowok mana jago nawar harga. Saya paksain dia dan akhirnya berhasil juga si Jacky mendapatkan harga kain dengan murah. Kalau saja orang disini bisa bahasa Inggris sih mending saya aja yang menawar.
Pasar Tanah Abang Da Lat |
Belanjaan |
Setelah selesai berbelanja, kami diantar ke Bandara. Saya berterima kasih pada Jacky karena baik banget udah mau nemenin kami kemana pun selama di Da Lat bahkan udah nggak sesuai dengan itinerary awal lagi. Oh ya, kami membayar VND 890,000 untuk tour yang bisa di book di http://vietaction.com/Tour/waterfall-tour-in-dalat-18.
Baiklah, nanti saya cerita lagi perjalanan saya menuju Hanoi. Sampai jumpa!
0 comments:
Posting Komentar