Setelah menulis Cerita Cinta di Bromo yang sampai sekarang termasuk cerpen paling ngehits di blog saya dengan stats sangat tinggi, sekarang saya tulis lanjutannya yaitu Cerita Cinta di Gunung Semeru. Semoga bisa mengisi hari kalian setelah pulang dari longweekend. Mari disimak!
***
Gw menghampiri Erika dengan membawa secangkir jahe hangat untuknya. Kami berhasil mencapai Ranu Kumbolo, sebuah danau yang berada di gunung Semeru yang membuat dia hampir pingsan kelelahan. Cewek yang satu ini nggak pernah naik gunung, tapi memaksa ingin melihat awan dari ketinggian. Gw mau saja memenuhi permintaannya karena longweekend juga dan gw nggak perlu cuti. Erika juga nggak mau buru-buru naik ke puncak Mahameru, jadi pendakian kita agak santai. Ya mungkin karena stamina juga dan tipisnya udara di ketinggian sehingga membuatnya hampir pingsan.
Ada hal yang mengherankan yang membuat gw bertanya-tanya terus selama mendaki gunung Semeru. Karena Erika nggak sanggup angkat ransel yang berisi tenda atau air mineral, dia menggunakan jasa Porter (memang biasanya ada jasa Porter untuk angkat barang). Awalnya gw agak heran, kenapa Porter kali ini gayanya keren banget. Badannya berotot, botak, mukanya serem, kacamata hitamnya Oakley, jaket dan sepatunya The North Face, dan sigap banget menjaga Erika. Gw berpikir, mungkin barang-barang yang dipakai sama Porternya KW Super, mungkin juga karena selalu naik gunung, jadi Porter harus pakai barang-barang yang bagus agar awet. Tapi kok semua barangnya terlihat baru? Aneh sekali. Oh ya, mungkin karena Erika cepat lelah, jadi Porter yang satu ini lumayan care sama dia. Bahkan ketika jarak kami sudah agak jauh, Abang Porter teriak memanggilku, “MAS ARDIIIII, BERHENTIIIII!!!” Dan teriakannya menggema seantero gunung Semeru bersahut-sahutan kayak gini, "Mas Ardi... mas ardi... mas ardi... mas ardi.... Berhenti...! Berhenti....! Berhenti.....! Gw sampai kaget setengah mati dan baru sadar kalau gw sudah meninggalkan mereka agak jauh.
Ketika harus camping, Abang Porter menyiapkan segalanya untuk Erika. Bahkan ketika Erika mau buang air pun, dia menjaganya. Agak nggak etis sih, tapi ternyata dia profesional banget. Sama sekali nggak ada maksud iseng.
Gw menghampiri Erika, “Abang Porter kali ini keren banget ya. Pakaiannya oke, kacamatanya keren, kayaknya orang tajir. Biasanya Porter 'kan lusuh, kurus, dan males-malesan. Abang yang ini malah sekarang lagi masak. Ckckckck! Peralatan di ranselnya lengkap banget dong ya?” Kata gw sambil menoleh kearah Abang Porter.
Erika tertawa, “Kali ini abang Porternya aku sogok duit agak banyak untuk belanja, bawa kompor, dan harus bisa masak juga. Biar mau ngurusin kita, hahaha.”
“Kayaknya ngurusin kamu doang sih,”
“Mungkin karena aku cewek, jadinya lebih diurusin. Lagian kamu kan udah biasa naik gunung.”
“Iya juga ya," Gw tertawa. “Besok medan pendakian ke Mahameru lebih susah lagi. Aku khawatir kamu nggak sanggup.”
“Insya Allah, “ jawab Erika.
Tiba-tiba terdengar suara bising sehingga gw dan Erika sampai mendongak melihat keatas. Ada 2 helikopter terbang diatas kami sambil memberikan lampu sorot.
Gw keheranan, “Kok ada helikopter ya?”
Erika menjawab santai, “Mungkin memang sedang ada pemantauan.”
“Apa ada orang hilang ya di gunung? Atau mungkin ada kecelakaan sehingga Tim SAR datang?” Gw langsung mengeluarkan hp untuk ngecek detik.com. Tunggu, kan nggak ada signal.
Erika masih santai aja. “Sudahlah nggak usah dipikirin. Insya Allah aman-aman saja.”
“MAKANAN SUDAH SIAPPPP!” Teriak abang Potter yang bikin gw kaget dan suaranya menggema lagi seantero Ranu Kumbolo. Sampai-sampai para pendaki gunung yang lain langsung melihat ke arah Abang Porter.
“Abang Porter ini suka teriak-teriak ya?” Gw keheranan.
Erika beranjak dari duduknya sambil tertawa, “Mungkin dia lapar juga, jadi teriakin kita supaya cepat makan.”
Gw masih keheranan lagi melihat menu masakannya yang banyak dan terlihat menggiurkan. Karena wajah Abang Porter galak, gw nggak berani banyak bertanya. Ya sudah, gw makan aja. Palingan ngobrol dengan Erika saja.
Selesai makan, gw dan Erika duduk lagi di tepi danau Ranu Kumbolo untuk menikmati Rembulan yang kebetulan sedang purnama. Kami lalu bercerita banyak hal malam itu walaupun udara sangat dingin dan lembab.
"Indah banget ya cerminan bulan di danau ini. Aku bersyukur banget bisa melihat keindahan seperti ini. Masya Allah." Kata Erika berbinar-binar.
Gw terseyum sambil memandang wajah Erika.
"EHEM!" Bahkan Abang Porter mendehem aja seperti teriak.
Erika tertawa. Gw menoleh melihat Abang Porter yang sedang membereskan tenda Erika dan tendanya. Tenda gw nggak diberesin. Dia membuat tenda kami berdekatan karena dia tetap mengawasi Erika. Bahkan gw mau menikmati bulan pun diawasi. Kok gw jadi curiga si abang ini suka sama Erika dan cemburu sama gw ya? Ah nggak mungkin, nggak mungkin.
![]() |
Pic taken from http://www.naturalsunrisetour.com/ |
Besoknya, perjalanan menuju puncak Mahameru dimulai. Kami menaruh barang di kaki gunung, tapi abang Porter tetap membawa ransel agak kecil. Kami mendaki perlahan-lahan, tapi gw melihat Erika mulai terengah-engah dan susah bernapas. Abang Porter terlihat agak panik, tapi Erika masih bersikeras untuk mendaki. Sampai di tempat kami beristirahat, mata Erika mulai merah. Gw panik, apalagi abang Porter yang tiba-tiba mengeluarkan oksigen dari dalam ranselnya.
Erika memakai oksigen sejenak, gw menunggu tanpa bertanya apa pun, lalu dia melepas oksigen, dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Beberapa ratus meter lagi kami sampai di puncak, tapi Erika terlihat sangat lemah. Gw bertanya berapa kali padanya, apa masih sanggup? Dan dengan ngos-ngosan dia hanya mengangguk dan memberikan jempol. Yang anehnya lagi, Abang Porter malah mengeluarkan Walky Talky dan berbicara kode-kode. Kok gw semakin lama semakin seperti orang tolol yang terus bertanya-tanya ada apa dan kenapa.
![]() |
Pic taken from http://images.malesbanget.com/gallery/mahameru |
Sampai akhirnya kami berada di puncak Mahameru, gw kegirangan setengah mati melihat pemandangan seolah kami berada di atas awan. Gw melihat Erika sangat ngos-ngosan dan Abang porter memakaikan dia oksigen lagi. Erika lalu melepas oksigen beberapa saat kemudian, lalu berfoto denganku di setiap sudut gunung, memaksa tersenyum, dan tidak bicara sama sekali. Mungkin berbicara membuat dia kehabisan napas.
Lalu tiba-tiba Erika pingsan. Dan gw syok!
Gw panik setengah mati dan hanya beberapa detik setelah Erika pingsan, ada dua helikopter datang. Abang Porter menggotong Erika masuk ke helikopter yang nggak bisa parkir. Apalagi angin dari baling-baling helikopter terlalu kencang yang membuat gw hampir terbawa angin. Setelah memasukkan Erika ke dalam helikopter, Abang Porter menyuruh gw naik juga. Yah, gw nurut aja deh, semoga gw nggak diculik ya Tuhaaaann!
Baru kali ini gw naik helikopter. Ada 1 orang bapak-bapak yang terus memeriksa Erika selain Abang Porter. Oksigen terus dipasangkan di hidung dan mulutnya untuk menstabilkan pernapasan. Kami diterbangkan ke salah satu rumah sakit di Malang yang paling dekat dengan tempat pendaratan helikopter. Langsung ada ambulan yang menjemput Erika, Abang Porter, dan bapak-bapak tadi. Tanpa disuruh, gw langsung naik juga ke ambulan dan ikut ke rumah sakit. Beberapa saat kemudian, kami sampai dan Erika langsung masuk ke Unit Gawat Darurat (UGD). Gw dan Abang Porter nggak boleh masuk. Terpaksa gw duduk di bangku yang ada di koridor UGD sementara Abang Porter berteleponan terus dengan ntah siapa.
Dokter keluar dari UGD dan bilang kalau Erika baik-baik saja. Gw jadi lega. Beberapa saat kemudian seorang laki-laki tinggi, klimis, dengan pakaian sangat rapi datang. Abang Porter langsung berdiri dan menundukkan kepala, begitu juga dengan para dokter. Dia menoleh sebentar ke arah gw lalu masuk ke ruang UGD. Gw mulai penasaran setengah mati, lalu gw memberanikan diri bertanya pada abang Porter.
"Siapa itu?" tanya gw.
"Bapak Erik, adiknya Ibu Erika."
Gw langsung lega karena dia bukan pacarnya Erika. Tunggu, tiba-tiba gw merasa aneh. "Lho, kok abang Porter tau? Bapak Erik suka naik gunung juga ya?"
Abang Porter tertawa. "Saya body guard mereka termasuk Porter juga sih."
Aku terbelalak. Pantesan dari gaya aja nggak mungkin banget ada Porter pakai baju bermerk semua.
"Mana mungkin kami membiarkan seorang pemilik perusahaan naik gunung bersama lelaki seperti anda." kata Abang Porter dengan wajah datar.
Gw manggut-manggut. Bener juga sih.
"Sebaiknya anda pulang. Barang-barang di gunung tadi sudah ada di dalam mobil. Nanti malam baru Anda kesini lagi. Biasanya Bapak Erik dan Ibu Erika akan mengobrol lama tanpa mau diganggu. Daripada Anda terus disini, mana belum mandi."
Gw mengernyit, emangnya gw doang yang belum mandi? Lo juga bang. Tapi sepertinya memang gw lebih baik pulang dulu baru balik lagi. Gw mengambil ransel di mobil dan pulang ke rumah.
Hp gw berdering dan ternyata Erika menelepon dan menyuruh gw ke rumah sakit. Mumpung udah mandi, gw langsung meluncur kesana. Gw masuk ke ruang dia diopname sambil membawa karangan bunga dan disana sudah ada beberapa orang. Gw kenal Indah (temannya), dan Erik. Kami bersalaman dan saling memperkenalkan diri, lalu mereka keluar dari kamar. Hanya tinggal gw dan Erika saja.
"Kamu pasti punya banyak pertanyaan 'kan," kata Erika.
"Sebagaian udah di jawab Abang Porter kok," jawab gw.
Erika tersenyum.
"Baru kali ini aku mengajak orang naik gunung sampai dia membawa helikopter untuk berjaga,"
"Itu Tim SAR," kata Erika.
"Masi mau mengelak,"
Erika tertawa, "Mereka memang menjagaku dan menjaga kamu supaya nggak macam-macam sama aku."
Gw tersipu malu, "Iya pas di danau, aku udah mulai berniat macam-macam sih."
"Masa? Emang mau ngapain?" tanya Erika.
"Sayangnya langsung diteriakin abang Porter," kata gw.
"Namanya Jack, si abang Porter."
Iya juga ya, kenapa dari awal nggak nanya namanya.
"By the way, kenapa kamu memaksakan diri untuk naik gunung?"
Erika terdiam sejenak, lalu menjawab, "Karena kamu suka gunung dan aku berpikir apa salahnya mencoba. Tenang saja, aku sudah memikirkan the worst case, makanya sampai bawa si Jack dan 2 helikopter."
"Maafin aku," kata gw. "Lain kali kita main ke pantai saja ya."
Erika tersenyum dan memberikan jempol.
"EHEM!" tiba-tiba terdengar suara abang Porter eh si Jack mendehem. Gile ini orang di rumah sakit aja masih teriak-teriak.
Dan kami semua tertawa.
***
Malam ini aku harus diopname. Erik adikku yang menemaniku bermalam disini. Sebenarnya aku nggak usah ditemani juga karena ada dokter dan perawat, tapi adik yang satu ini memang agak posesif. Beberapa kali dia mengomel karena aku memaksakan diri pergi dengan Ardi mendaki gunung. Dia bersikeras mengirimkan 2 helikopter untuk menjagaku. Tapi aku senang. Aku nggak nyesal bisa mendaki puncak gunung.
Mungkin karena kebanyakan tidur, aku jadi agak insomnia. Aku melihat karangan bunga dari Ardi dan melihat ada amplop tertempel dibungkusannya. Aku mengambil amplop itu, mengeluarkan kartu dan membaca isinya. Aku lalu tersenyum.
Dear Erika, cepat sembuh ya. Suatu hari nanti akan ku ajak engkau melihat dunia. -Ardi-
0 comments:
Posting Komentar