Kali ini saya akan membahas pengalaman belanja-belanji di Madinah. Saya nggak akan menceritakan pengalaman saya hari demi hari karena nggak setiap hari juga belanja, tapi saya rangkum dari hari pertama sampai hari terakhir dalam satu postingan. Salah satu yang paling saya suka setiap jalan-jalan ke luar negeri adalah belanja. Berhubung saya sedang kere, jadi kemana-mana harus ngajakin Mama atau adek untuk minta dibayarin, hihihi. Yang paling seru kalau sedang belanja bareng saudara-saudara, jadi bisa beli banyak dengan harga murah.
Beli sajadah |
Pertama:
Saya agak kaget ketika tau hampir semua pedagang di Madinah bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia. "Sepuluh riyal, sepuluh riyal, halal!" Saya mengernyit, kok halal? Dan yang mengherankan, udah harga barang sepuluh riyal, eh malah ada yang nawar sampai lima riyal, dan 'halal' juga. Tapi kebanyakan orang Arab agak emosional. Kalau kita udah menawar terlalu murah (agak nggak tau diri juga sih), mereka bisa marah sambil nunjuk-nunjuk kita dan bilang, "anta tidak faham". Untung saya paling malas nawar barang, jadi nggak pernah ditunjuk-tunjuk sama pedagang. Tapi ada juga udah nawar berapa, pas saya ngasih duit gede, eh dikembaliinnya malah kurang. Saya bilang aja ke pedagangnya kalau uang yang dikembalikan itu 'haram'๐๐.
Kedua:
Kedua:
Paling malas karena punya wajah keturunan Arab. Hampir setiap mampir ke sebuah toko, pasti pedagang bilang, "Masya Allah, orang Arab!" Biasa saya pasti menjawab, "My Dad is Arab." Pedagang lalu melihat Mama dan bilang, "Jadi ini ibu mertua?" ๐๐Mertua siapaaa coba?! Kalau lagi mood, kadang kita ngobrol sama pedagangnya sambil menawar barang. Mereka pasti bertanya saya sudah punya suami apa belum? Kadang saya jawab udah punya anak 3. Tapi Mama lebih sering menyuruh mereka menebak umur saya dan tebakan mereka umur saya masih 20 tahun. Hampir semua pedagang percaya kalau umur saya 20 tahun. Kenapa bisa jadi muda banget ya??? ๐๐๐Mungkin karena muka saya imut-imut, hahaha. Kadang-kadang para pedagang bertanya nama saya, dan Mama pasti menjawab nama saya Fatimah. Selalu Fatimah deh pokoknya dimana-mana. Biasanya kalau udah mulai bertanya nama, pasti udah mau ngasih harga murah ke barang dagangan. Kadang disitulah kesempatan untuk belanja yang banyak.
Jejeran toko |
Ketiga:
Suatu hari saya belanja bersama adik saya (namanya Achmad) di Bin Dawood. Karena males terlalu sering digodain sama pedagang, saya pegang lengan Achmad dan mengajaknya untuk menemani saya berkeliling toko. Ada seorang pedagang mengajak ngobrol.
"Istri? tanyanya sambil menunjuk saya dan adik jawab, "Bukan, ini sister."
Pedagang nanya lagi ke adik, "Kamu sudah punya istri?" dan Achmad menjawab belum.
"Berapa umur kamu?" tanyanya dan adik menjawab, "26."
"Apa? 26 belum punya istri?" tanya pedagang heran.
"Emangnya kamu udah punya?" tanya Achmad sambil senyum-senyum.
"Saya sudah punya DUA!" sambil menunjukkan 2 jari, "Dan umur saya baru 22." ๐ฑ๐ฑ
Saya dan Achmad langsung tertawa ngakak. Sialan bener deh pedagang yang satu ini. Ntah beneran istrinya udah dua, ntah bohongan.
Keempat:
Pernah saya nggak mau ikut Mama belanja ke pedagang sajadah yang sama karena digodain terus๐๐๐. Udah pake kacamata hitam, masih aja digodain. Beberapa kali saya coba pakai kerudung dan saya bikin seperti cadar. Tapi karena nggak nyaman, saya buka lagi deh. Jadinya saya pergi ke toko lain dengan sepupu saya untuk belanja. Sebenarnya orang Arab cakep-cakep banget sih. Kulitnya putih, matanya bagus dan seperti pakai eyeliner, hidungnya mancung, tapi kebanyakan pada suka ngegodain. Berhubung saya nggak suka cowok-cowok cheesy secakep apa pun apalagi cheesy-nya cuma untuk melariskan barang dagangan, jadi males deh.
Kelima:
Saya beli Abaya dari Dubai di sebuah toko. Awalnya harganya 180 riyal tapi dengan kemampuan Mama yang jago banget nawar dan penjualnya udah capek (katanya), saya dapat Abaya hanya dengan harga 130 riyal. Besoknya saya langsung pakai Abayanya untuk berfoto di seluruh sudut Mesjid Nabawi, hihihi. Sebenarnya saya nggak suka pakai Abaya, tapi ketika melihat banyak orang Turki dan Dubai yang pake dan ternyata keren banget, jadilah saya beli. Lagian bisa dipakai untuk shalat juga karena nggak membentuk badan. Kalau adik saya beli gamis untuk cowok dan penutup kepala supaya terlihat total seperti orang Arab.
Keenam:
Ketika membeli kurma dan pedagangnya bilang "Sayang," ke Mama dan tante saya. Disitu saya ngakak banget๐๐. "Mau beli berapa, Sayang?" Saya sih dengernya jijay banget karena agak nggak pantes cowok dengan usia mungkin dibawah 25 tahun bilang "sayang" ke Mama dan tante saya. Saya jadi nggak bisa milih kurma karena ngakak terus, dan Mama saya ngomel ke penjualnya karena nggak mau dipanggil, "sayang." Hahahaha! Adik saya juga dipanggil "ganteng". Kan jijay dipanggil ganteng sama cowok juga๐๐. "Mau yang mana, ganteng?" Kalau di Indonesia udah disangkain 'homo' kali ya dan adik saya merasa jijay sendiri, lalu keluar dari toko. It was so absurd.
Ketujuh:
Terkadang saya suka eksplor lorong-lorong kota dan menemukan banyak pedagang. Seharusnya semakin jauh tempat berjualan, harga barang semakin murah dong ya. 'Kan pembelinya sepi. Ini malah kebalikannya. Mana toko-toko yang jauh itu kadang susah banget ditawar harganya. Yang paling asyik ketika saya menemukan pasar dimana pedagangnya banyak wanita bercadar. Saya senang kalau pedagangnya wanita karena nggak usah takut digodain, tapi kebanyakan dari mereka nggak bisa bahasa Indonesia. Kalau di sekitar mesjid, pedagangnya pasti laki-laki dan lancar berbahasa Indonesia.
Kedelapan:
Saya sempat mengajak adik saya untuk nongkrong di hari pertama ketika tiba di Madinah. Ternyata hampir nggak ada cewek yang nongkrong di kota itu dan kebanyakan dari mereka pun kalau beli makanan untuk di bawa pulang. Awalnya saya pergi ke Starbucks untuk nongkrong dan beli tumbler. Ternyata Starbucks hanya menjual minuman dan cemilan saja. Beli Starbucks cuma untuk nongkrong di pelataran mesjid sambil menikmati matahari terbit yang sangat indah.
![]() |
Es Krim |
Saya sempat beli es krim di pinggir jalan tapi rasanya nggak begitu enak. Mana mahal lagi 20 riyal. Adik saya juga pernah membeli kebab dan nggak terlalu enak juga. Lebih enak kebab di Indonesia, hahaha. Setelah beli kebab, adik saya bukan nongkrong di tokonya, tapi jalan ke tempat lain untuk makan. Bahkan kadang beli kebab untuk di bawa pulang ke hotel. Kami juga sempat jajan di supermarket Bin Dawood untuk beli coklat dan cemilan yang sama sekali nggak ada di Indonesia. Kebanyakan harga coklat hanya 1 riyal dan kami jadi bisa borong yang banyak.
Kesembilan:
Oleh-oleh yang paling bagus untuk teman-teman muslim dan saudara saya adalah sajadah. Di Madinah sajadahnya bagus-bagus bangetttt apalagi yang dari Turki. Kebayang kayaknya kalau saya ke Turki bakalan borong sajadah, hahaha. Yang bingung adalah oleh-oleh untuk teman nonmuslim. Mau kirim kartu pos, di Madinah dan Mekkah nggak ada kantor pos. Kok aneh banget? Palingan saya beli magnet kulkas saja, hihihi.
Ternyata hanya 9 point yang saya bisa highlight ketika belanja dan nongkrong di Madinah. Sempat berpikir keras untuk mendapatkan point ke 10 ternyata nggak ada. Memang waktu nggak terlalu banyak untuk belanja karena nggak bawa duit banyak dan koper yang disediakan Travel juga agak kecil. Oke, nanti saya lanjutkan lagi postingannya. Sampai jumpa!
0 comments:
Posting Komentar