Saya akan merangkum keseharian saya selama di Masjid Nabawi dan beberapa foto di sekitar Masjid. Mungkin bisa jadi inspirasi kalian, atau mungkin juga menjadi catatan untuk diingat kalau nanti saya berkunjung lagi (amin) ke Mesjid yang indah ini. Situasi seolah mengajarkan saya banyak hal disini. Duh, betapa kangennya balik lagi.
![]() |
Ada bulan |
Antrian Lift
Mungkin kalian sempat baca postingan saya tentang antrian lift hotel yang membuat saya mengurut dada. Hari kedua atau ketiga di Madinah, saya bilang sama Mama kalau setiap setelah shalat Shubuh, Zuhur, dan Isya, kita buru-buru pulang dari masjid ke hotel. Alhamdulillah saya dan Mama jadi orang-orang yang pertama kali makan. Selain menunya masih banyak, bisa bebas duduk dimana aja dan yang terpenting adalah langsung dapat lift. Kalau memang malas buru-buru balik ke hotel, ya sudah kita paling terakhir makan aja sekalian. Walaupun menu udah banyak yang habis, yang penting bisa makan. Kalau pun kami sudah buru-buru pulang dan ternyata antrian lift masih panjang banget, kami memilih naik tangga. Dari lantai dasar ke Restaurant kita harus menaiki 6 barisan anak tangga, sedangkan dari Restaurant ke kamar harus naik 4 barisan anak tangga. Kalau saya sih nggak masalah, tapi Mama lumayan terasa jadi harus pelan-pelan. Alhamdulillah semua bisa teratasi.
![]() |
Qubbatul Khadhra’ (kubah hijau) |
Waqaf
Istilah yang satu ini sudah lama tak terdengar di telinga saya. Mungkin sejak tinggal di kota besar dan sudah jarang menambah pengetahuan agama, saya jadi lupa kalau waqaf adalah salah satu hal yang paling besar pahalanya dan bisa menjadi amal jariyah. Ketika di Masjid Nabawi, hampir semua orang berlomba-lomba untuk Waqaf. Kalau di Indonesia, setiap mesjid pasti punya kotak amal. Berbeda dengan Madinah dimana kursi lipat dan Al-Quran adalah hasil waqaf dari para jamaah di seluruh dunia. Mungkin kita bisa melihat langsung bagaimana kursi sangat memudahkan jamaah yang sakit untuk shalat dan Al-Quran yang dibaca dan dipelajari oleh para jamaah yang berkunjung ke mesjid.
Pintu Nabawi |
Mewaqafkan Al-Qur'an di Masjid Nabawi nggak bisa sembarangan. Kalau kita mau membawa Al-Quran yang persis sama seperti yang ada di Masjid Nabawi tapi bukan cetakan Madinah, pengurus Masjid pasti tahu. Madinah mencetak Al-Qur'an dengan kualitas terbaik, jadi bisa tahan lama walaupun sudah dibaca berulang-ulang oleh ribuan orang.
Zam-zam
Air dengan struktur terbaik di dunia ini adalah favorit saya. Setiap hari minimal harus minum air zam-zam 4 gelas tapi yang nggak dingin. Kalau dingin, gigi saya ngilu. Pernah sampai 10 gelas juga sehari. Biasanya setiap habis shalat Shubuh, saya minum 2 gelas dan berdoa supaya semoga seluruh penyakit sembuh, otak bertambah pintar, anti aging biar awet muda terus, kulit halus, dan supaya tetap cantik atau lebih cantik lagi (doanya agak narsis ya, hahaha).
Galon zam-zam |
Rasulullah ﷺ bersabda : “Air Zam-Zam sesuai dengan niat ketika meminumnya. Bila engkau meminumnya untuk obat, semoga Allah menyembuhkanmu. Bila engkau meminumnya untuk menghilangkan dahaga, semoga Allah menghilangkannya. Air Zam-Zam adalah galian Jibril, dan curahan minum dari Allah kepada Ismail.”
Membawa anak-anak ke Masjid
Saya paling suka melihat anak-anak yang bermain di mesjid. Kebanyakan dari mereka pada gendut-gendut, montok, lucu, dan menggemaskan. Kadang-kadang saya bingung dimana orang tuanya karena mereka dibiarkan saja bermain. Mungkin Mamanya mengawasi dari jauh kali ya, tapi walaupun saya toel-toel pipi anaknya yang memerah, nggak ada yang marah. Emaknya anak ini juga cuek aja mungkin.
![]() |
Anak-anak |
Saya suka ngeliat anak-anak orang Arab, Turki, atau negara kulit putih lainnya apalagi yang berambut hitam. Lucu-lucu banget!!! Ada anak kecil (mungkin umurnya baru satu tahun) saya suruh minggir sedikit karena kakak sepupu saya mau mendorong kursi roda. Anak itu hanya senyum-senyum tapi nggak mau pindah. Saya udah pakai bahasa Inggris, "Oh baby please move darling," di jawab juga dengan senyum. Pakai bahasa Arab cuma bisa bilang, "Ya Humaira," (wahai pemilik pipi kemerah-merahan), disenyumin lagi. Mau digendong, duh berat karena montok banget. Akhirnya dia pindah sendiri. Heee, untung lucu banget anaknya. Nggak bisa bete deh jadinya.
Tempat wudhu di Masjid Nabawi |
Para orang tua sengaja mengenalkan anak-anak dari kecil ke Masjid Nabawi agar mereka mencintai Masjid. Sayangnya negara kita terlalu jauh dari Tanah Haram, jadi kalau mau membawa anak-anak harus mikir-mikir dulu duitnya. Sungguh beruntung ya negara-negara yang dekat dengan Arab Saudi. Mereka mengajarkan anak-anak untuk betaqwa kepada Allah langsung di 2 Masjid paling suci di dunia. Mari cari duit banyak-banyak supaya bisa bawa anak-anak bersujud di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram agar mereka bertaqwa dan rendah hati.
Shalat Jumat
Ini pertama kalinya saya shalat Jumat. Seumur hidup belum pernah shalat Jumat dan saya agak lupa tata cara shalatnya. Yang pasti, nggak boleh ngobrol kalau sedang mendengarkan khutbah dan nggak boleh main hp (karena saya suka tiba-tiba merekam video). Jamaah Masjid Nabawi ketika shalat Jumat bisa bertambah 3 kali lipat dari biasanya. Untung saya dan keluarga cepat datang ke Masjid (karena hotel deket banget) dan bisa mendapatkan tempat di dalam Masjid.
![]() |
Kayak pake mahkota |
Sewaktu khutbah Jumat, karena Mama duduk di saf belakang saya, saya menoleh ke Mama dan Mama langsung menaruh jari di bibir tanda menyuruh diam. Saya langsung diam bahkan setengah menahan napas, hahaha. Sampai berpikir boleh bergerak nggak ya? Karena kan kalau shalat biasa nggak boleh gerak-gerak. Saya mendengarkan khutbah dengan bahasa Arab tapi beberapa ada kata-kata yang saya tahu maksudnya. Ada juga penggalan hadist yang pernah saya dengar juga.
![]() |
Pilar-pilar Nabawi |
Enaknya shalat Jumat adalah cowok-cowok seluruh Madinah pada datang ke Masjid. Nah, bisa sekalian cuci mata karena ganteng-ganteng banget deh. Kalian juga bisa melihat mobil yang keluar dari parkiran Masjid mewah-mewah banget dan pemandangan ini nggak bisa dilihat di hari biasa. Oh ya, baru di Masjid Nabawi saya baca surah Al-Kahfi di hari Jumat dan saya baru tahu kalau keutamaannya sangat besar. Mungkin karena biasanya kita dengar di Indonesia pada baca Yasin di malam Jumat.
“Siapa yang membaca dari Surah Al-Kahfi, maka jadilah baginya cahaya dari kepala hingga kakinya dan siapa yang membaca keseluruhannya, maka jadilah baginya cahaya antara langit dan bumi,” (HR Ahmad).
"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul 'atiq." (HR Al-Hakim)
Setoran Hafalan Al-Qur'an
Setiap shalat Shubuh, saya dan Mama pasti mengambil saf di pojokan yang berbatasan dengan saf laki-laki karena pasti sepi. Memang sih 15 menit sebelum adzan Shubuh tiba-tiba saf langsung penuh dan saya bingung sendiri melihat seketika banyak orang. Saya dan Mama biasanya datang ke Masjid untuk Shalat Shubuh di adzan pertama (Masjid Nabawi ada 2 adzan ketika Shubuh) agar bisa shalat Tahajjud dulu atau mengaji sampai adzan Shubuh beneran. Kalau nggak ngaji, saya bersandar di kaki Mama (karena Mama duduk di kursi untuk Shalat) dan tidur. Shubuh adalah waktu paling ngantuk sedunia deh, tapi harus ditahan karena pahalanya besar.
![]() |
Barisan shalat Shubuh di pojokan |
“Dan para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada shalat fajar (subuh).” (HR. Bukhari no. 137 dan Muslim no.632)
Nah, setelah shalat Shubuh, pasti ada para wanita berbaju hitam mulai membentuk lingkaran. Ada satu guru di tengah dan murid-murid mulai secara bergantian mengaji lalu menyetor hafalan Al-Qur'an. Terkadang saya sengaja duduk di dekat mereka untuk merekam video. Jangan sampai ketahuan ya, karena gurunya galak. Kalian bisa melihat pemandangan ini setiap pagi setelah shalat Shubuh. Kalau bukan karena buru-buru mau sarapan, rasanya mau diam aja di dalam Masjid sampai waktu Dhuha. Kalau beruntung, kalian bisa melihat kubah mesjid otomatis terbuka dan masuklah udara dingin ke dalam masjid. Seketika udara di dalam Masjid jadi fresh yang sebelumnya agak pengab karena ramainya orang dan aliran udara hanya dari pintu Masjid.
![]() |
Yeay, kubah terbuka |
Shalat Sunnah
Shalat Sunnah yang biasa saya lakukan hanya shalat Fajar dan Dhuha. Selain itu jarang banget kecuali memang sedang berada masjid. Di Masjid Nabawi, saya sampai menghafal semua shalat sunnah muakad karena memang semua jamaah mengerjakannya. Masa' mereka pada shalat, saya diem doang?! Kan aneh. Akhirnya bertanya pada Mama shalat sunnah mana saja yang Muakad. Kalau ragu, kami buka hadist lagi. Ada beberapa hadist tentang shalat rawatib, tapi kalian bisa memilih yang mana saja karena semuanya benar.
Pose sebelum shalat |
“Dua rakaat sebelum shubuh lebih baik dari dunia dan seisinya“. Dalam riwayat yang lain, “Dua raka’at sebelum shubuh lebih aku cintai daripada dunia seisinya” (HR. Muslim no. 725)
“Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka“. (HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814, Ibnu Majah no. 1160)
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan dua belas (12) rakaat pada sholat sunnah rawatib, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga, (yaitu): empat rakaat sebelum dzuhur, dan dua rakaat sesudahnya, dan dua rakaat sesudah maghrib, dan dua rakaat sesudah ‘isya, dan dua rakaat sebelum subuh“. (HR. At-Tarmidzi no. 414, An-Nasa’i no. 1794)
Selain shalat rawatib, shalat yg jarang saya tinggalkan adalah shalat jenazah. Awal tiba di Masjid Nabawi, saya nggak shalat jenazah karena lupa bacaannya. Setelah menghafal lagi, jadi shalat terus deh. Lagian, masa semua jamah pada shalat dan saya nggak? (Nggak mau kalah).
Saf Shalat
Sebenarnya, shalat harus dengan saf rapat dan lurus. Tapi karena ramainya jamaah, berbeda cara shalat, nggak kenal satu sama lain, perbedaan bahasa, agak susah menyuruh orang di kiri dan kanan untuk merapatkan saf. Alhasil, kami lebih sering shalat di dekat jamaah dari Indonesia, Malaysia, atau Singapura. Situasi seperti ini kalau shalat di pelataran Masjid.
Saf agak amburadul |
![]() |
Saf diatas karpet |
Lain halnya kalau shalat di dalam Masjid yang safnya rapaaaat banget. Kadang udah sempit, masih aja di sela sama orang. Kalau nggak mau geser atau maju ke depan, nanti petugas (polisi) masjid mulai teriak-teriak pakai bahasa Arab. Kalau kita cuekin aja karena nggak ngerti dia bilang apa, pasti petugasnya ngucap, "La Haula wa la Quwwata illa billah" tapi sambil marah-marah. Tambah bingung 'kan? Kenapa mengucap itu sambil marah ya?
Berikut catatan keseharian saya yang lain supaya saya nggak lupa:
- Saya hampir selalu pakai kacamata hitam kalau shalat Zuhur dan Ashar di luar mesjid. Awalnya agak aneh shalat pakai kacamata, tapi memang mata saya gampang berair kalau silau sedikit saja.
- Saya suka shalat gaya orang Turki dengan pakai abaya dan nggak begitu suka pakai mukenah. Semula karena mau ikut-ikutan gaya shalat orang-orang dari negara-negara selain Asia Tenggara yang nggak pakai mukenah. Lama-lama jadi keterusan.
- Semalam sebelum ke Mekkah, saya demam dan tenggorokan gatel banget. Alhasil, suara serak dan dilanda batuk sampai pulang ke Indonesia.
- Paling suka melihat matahari terbit di Masjid Nabawi dan merekamnya untuk dibagikan di Instagram Story. Sebenarnya waktu matahari tenggelam bagus juga, tapi saya lebih suka sunrise.
- Seharusnya saya membawa banyak baju yang berwarna gelap.
- Payung-payung Masjid Nabawi sama sekali nggak terbuka selama saya disana. Sedih banget deh, padahal itu hal yang paling ditunggu. Ketika saya baca kabar di internet, ada sedikit kerusakan di payung dan teknisinya yang dari Jerman belum bisa didatangkan. Ustadzah yang membawa saya ke Raudhah sih bilang payung nggak terbuka karena musim dingin. Hmmm semoga cepat terbuka lagi payungnya.
Minum dulu ya, haus! Tapi ini bukan zam-zam |
Menurut saya, semua hal yang terjadi di Masjid Nabawi seperti pesantren kilat buat saya yang kebanyakan udah lupa tentang hal-hal yang mendukung ibadah. Situasi disini semua bisa diambil pelajaran untuk orang-orang yang berpikir. Mungkin hal ini juga menjadi bekal saya untuk menuju Masjidil Haram, tempat paling mulia di dunia. Sebelum ke Mekkah, saya agak bingung ketika beberes karena koper mulai terasa kecil dan barang saya lumayan berantakan diatas kasur. Untung adik saya cowok dan biasanya cowok kan barangnya sedikit. Jadi masih bisa nitip barang di koper dia. Itu pun bawaan kami mulai beranak-pinak.
Di postingan berikutnya akan saya tuliskan tentang umrah.
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ عُمْرَةً
"Aku sambut panggilan-Mu ya Allah untuk berumrah."
1 comments:
Yaah..sayang kita gak ketemu.. rinduuu madinah dan makkah
Posting Komentar