Januari 18, 2017

Menuju Raudhah

Sekitar pukul 6.30 malam waktu Madinah, saya dan Mama berjalan memasuki pelataran Masjid Nabawi untuk shalat Isya berjamaah. Karena Magrib Mama lelah, jadi kami baru bisa pergi sewaktu Isya. Hal yang paling menakjubkan adalah begitu ramainya orang di masjid ini. Mereka menjadikan Masjid tempat untuk mengobrol, bermain, makan, disamping untuk menimba ilmu agama. Saya dan Mama suka duduk di pelataran mesjid sekalian bertanya banyak hal tentang ilmu agama pada Mama yang mungkin saya sudah lupa. Kebetulan Mama saya S. Ag, Sarjana Alam Ghaib, hahaha. Nggak kok, Sarjana Agama.

Setelah shalat Isya, saya dan Mama langsung pulang ke hotel. Ustadz bilang, malam ini kami akan mengunjungi Raudhah (salah satu tempat paling mustajab berdoa dan salah satu tujuan utama di mesjid Nabawi) pukul 8.30 malam sedangkan beres shalat Isya saja sudah pukul 8 malam. Belum lagi antrian lift 15 menit, sehingga tiba di ruang makan saja sudah telat. Saya dan Mama buru-buru makan malam. Beberapa saat kemudian tante dan sepupu saya bilang kalau Ustadzah yang menemani kami ke Raudhah sudah siap tapi beliau mau menunggu kami sampai siap makan malam. Malah disuruh makan yang banyak, hihihi.
Kubah Hijau, rumah dan makam Rasulullah ﷺ
Selesai makan malam, kami berkumpul di lobi. Beberapa rombongan travel Belangi sudah pada 'ngumpul juga dan kita bersiap ke Masjid Nabawi. Sebelum memasuki masjid, ustadzah bilang kalau kami harus terus bersama-sama (stick together) karena Raudhah pada jam-jam dimana wanita diperbolehkan masuk itu padatnya luarrr biasaa. Kalau jamaah Pria lebih enak karena waktunya lebih banyak dan juga bisa shalat wajib/sunnah langsung di Raudhah. Kami pun berbaris rapi dibelakang ustadzah dan mengikuti beliau berjalan masuk ke Raudhah. Sebagai informasi, jam berkunjung Raudhah untuk wanita adalah jam 7-9 pagi, 1-3 siang, 9-11 malam (kalau nggak salah ingat).

Apa itu Raudhah? Sebuah taman surga yang berada diantara rumah Rasulullah dan mimbar beliau. Sangat dianjurkan beribadah di dalamnya karena seperti sedang beribadah di dalam surga. Seperti yang kita ketahui bahwa Nabi Muhammad  dimakamkan di rumahnya dan kubah hijau di Masjid Nabawi itu penanda kalau dibawahnya itu adalah tempat Makam dan Rumah Nabi Muhammad ﷺ bersama istrinya Aisyah.

"Di antara rumahku dan mimbarku terletak sebuah raudhah (taman) dari taman-taman surga. Mimbarku ada di atas telagaku." (HR Abu Hurairah RA)
“Allah tidak mencabut ruh seorang nabi kecuali di tempat yang dia (nabi tersebut) ingin supaya dia dikuburkan disitu” (HR. At-Tirmidzi)

Dari pintu utama Masjid Nabawi, kita hanya tinggal berjalan lurusss saja dan nanti akan menemukan payung-payung karena langsung beratapkan langit (open space). Saya kaget melihat banyak sekali jamaah wanita yang sedang menunggu giliran memasuki Raudhah. Ustadzah menyuruh kami untuk duduk tertib menunggu giliran dan kami hanya menurut saja. Saya hanya memperhatikan orang-orang berlalu-lalang melalui celah-celah kami duduk. Yang agak stupid adalah, mereka bertumpu pada kepala kita untuk meminta jalan. Memang bukan kepala saya sih, tapi itu 'kan nggak sopan banget. Apa hal itu nggak sopan cuma di Asia Tenggara doang ya? Karena beberapa orang dari negara lain santai aja dipegang kepalanya sebagai tempat bertumpu. 
Kubah hijau difoto dari pelataran mesjid
Dari tempat duduk, kami sudah bisa melihat pintu makam Rasulullah. Perasaan saya langsung membuncah, antara rasa kagum, tidak percaya, dan penasaran. Gimana nggak, makam Rasullullah, Abu Bakar As Siddiq, dan Umar Bin Khatab yang biasa hanya bisa saya kagumi melalui buku dan cerita-cerita, sekarang hanya beberapa meter saja dari saya. Mungkin agak susah mendeskripsikannya perasaan saya karena beberapa kali saya terdiam berpikir dan memberi salam. 

Assalamu'alaika yaa Rasulullah...

Karena tante saya agak kurang sehat, ustadzah mengantarkan tante dan kakak sepupu saya terlebih dahulu ke Raudhah. Maunya Mama saya juga ikut tante tapi waktu itu Mama terlihat sehat dan kita sama sekali nggak kepikiran kalau Raudhah bakalan sepadat itu. Ustadzah mencarikan kursi lipat untuk Mama dan beliau mengangkat kursi itu sampai Raudhah. Padahal kursinya berat, tapi bisa jadi penanda kami kalau tiba-tiba kehilangan rombongan, tinggal liat saja ada kursi lipat yang diangkat tinggi-tinggi. Ustadzahnya baik bangettt! Semoga Allah membalas kebaikan beliau.

Baiklah, perjalanan menuju Raudhah pun dimulai. Seperti yang kita ketahui bersama kalau karpet di Raudhah itu berwarna hijau, sedangkan seluruh karpet di Masjid Nabawi berwarna merah. Sebenarnya cukup gampang menandakan yang mana Raudhah, tapi berdesakan memasukinya itu tantangan besar. Kalian harus berlomba dengan orang-orang Afrika, Turki, Iran, dan beberapa warga negara lain yang badannya besar-besar dan tinggi. Apalah kami ini orang Indonesia yang kecil dan imut-imut (ini saya doang). Apalagi mereka terus mendesak kami agar mau memberikan jalan. Mana teriak-teriak lagi ketika mengucap salam kepada Rasulullah. Menurut saya desak-desakan seperti ini sama saja seperti berdesakan pada jam pulang kerja di KRL (Commuter Line) menuju Bogor di gerbong wanita, dimana ibu-ibu adalah penumpang paling sadis dan tanpa ampun. Atau pun, seperti suasana pasar Tanah Abang di bulan Ramadhan yang ramenya minta ampun, dimana para pedagang bawa karung dan ibu-ibu gendut menyikut kita tanpa peduli kita kesakitan apa nggak. Mungkin memang cewek-cewek kalau berdesakan begitu kali ya? Agak sadis dan menyeramkan. Tapi saya sudah terbiasa. Terbiasa di KRL, terbiasa juga di Tanah Abang, hahaha.

Yang paling kasihan mungkin Mama dan Ibu-ibu lainnya yang tidak terbiasa berdesakan. Ada gunanya juga badan saya langsing jadi bisa nyelip-nyelip dan nggak terjepit diantara perut-perut ibu-ibu gendut dan tinggi. Ada juga sih orang baik yang membuka jalan, tapi jarang banget. Selagi terus berdesak-desak, akhirnya saya melihat karpet hijau. Saya langsung menginjakkan kaki saya ke karpet seolah-olah seperti melangkah naik masuk kereta. Padahal 'kan Raudhah nggak kemana-mana tapi ya saking antusiasnya ketemu karpet hijau. Ada fenomena mengherankan lainnya dimana susah banget shalat sunnah di dalam Raudhah (sangat dianjurkan shalat di dalam Raudhah). Orang-orang pada shalat dan teman-temannya menjaga agar 'yang sedang shalat' nggak terinjak dengan desakan orang. Duh, kalau begini, bagaimana cara saya shalat khusyuk ya? Ya sudah, mumpung lagi di Raudhah, saya berdoa dulu supaya bisa shalat sunnah dan Mama saya baik-baik saja sampai pulang.

Kami berjalan sampai sudut Raudhah. Yang enaknya adalah Mama bisa duduk manis di kursi (walaupun capek banget badan Mama karena terhimpit terus) dan saya bisa shalat tanpa terlalu berdesakan bergantian dengan teman-teman satu rombongan. Selesai shalat, saya mojok ke Makam Rasulullah  dan terdiam. Ya Rasulullah, saya sangat dekat denganmu dan dua sahabatmu. Terima kasih untuk seluruh perjuanganmu dan orang-orang terdekatmu dalam menyebarkan agama islam sebagai rahmatan lil 'alamin (rahmat seluruh alam). Mungkin karena saya orang yang cengeng, sehingga perasaan bercampur-aduk itu bisa membuat saya menangis. Saya menyentuh pintu Makam sambil terus mengucap salam, lalu saya berdoa kepada Allah banyak-banyak (punya pray list dari teman-teman juga) karena ini adalah salah satu tempat dimana doa paling dikabulkan. Biasanya saya mengambil foto atau merekam IG Story, tapi karena terlalu berdesakan jadi nggak mood mau mengeluarkan handphone. Jadi saya mengambil foto dari Google saja ya. Saya juga melihat banyak orang yang mengusap-usap pintu Makam Nabi Muhammad, lalu membasuh muka. Ngapain ya mereka? Saya hanya mengernyit saja karena memang banyak hal aneh-aneh disana. 
Raudhah
Setelah puas berdoa, kami mulai berbaris mengikuti arus untuk pulang. Awalnya lumayan lancar arusnya, tapi ternyata macet di tengah jalan. Ada seorang wanita berpakaian hitam duduk berdoa dan nggak mau berdiri walaupun semua orang jadi macet gara-gara dia. Para ustadzah sudah memarahi wanita itu tapi dia tetap bersikeras untuk duduk dan berdoa. Jadi bingung, apa dia nggak berpikir gitu ya kalau suasana jadi super crowded gara-gara dia. Duh, cuma bisa mengelus-elus dada dan tetap berada di belakang Mama untuk menaham himpitan dari segala arah.

Akhirnya setelah desak-desakan, himpit-himpitan, kami keluar juga dari Raudhah. Fiuhhh alhamdulillah tidak berkurang satu apa pun. Kami melihat tante dan sepupu yang ternyata sangat aman damai tentram dalam memasuki Raudhah. Mungkin karena masih awal jam masuk Raudhah dan mereka masuk melalui arus pulang sehingga lumayan gampang menginjakkan kaki di karpet hijau. Kami berjalan pulang, tapi di tengah jalan sempat berhenti sebentar untuk minum air zam-zam sebanyak mungkin karena haus dan capek. Baru setelah itu berterima kasih banyak pada ustadzah yang baik hati yang telah rela berdesakan mengantarkan kami ke salah satu taman surga.

Alhamdulillah karena sudah larut malam jadi nggak usah mengantri naik lift. Sampai di kamar, saya sudah tepar. Rasanya mau ganti piyama saja udah nggak kuat lagi. Selamat tidur!

0 comments:

Follow me

My Trip