Februari 18, 2017

Dataran Tinggi Gayo

Hi semua, sudah satu minggu nggak posting blog karena saya sibuk sekali, dua kali, tiga kali, hahaha. Seminggu kemarin saya seolah-olah masuk kantor lagi dari Senin sampai Jumat dan pulang ke rumah hampir selalu jam 10 malam lebih. Capek sih, tapi saya nikmati saja. Kerja keras tidak akan mengkhianati hasilnya. Alhamdulillah saya nggak sakit. Mungkin karena udah vaksin flu juga ya. Cuma jadi sering ngantuk dan menyiasati dengan tidur di kereta dan di mobil.

Kali ini saya akan membahas sebuah kabupaten yang berada di tengah-tengan provinsi Aceh dengan ibukotanya bernama Takengon. Sejak dulu saya pengen banget ke Takengon tapi nggak pernah sempat. Kebetulan sepulang umroh saya menghabiskan banyak waktu (hampir tiga minggu) di kota Matang Glumpang Dua Kabupaten Bireuen dan kata Mama udah ada jalan baru ke Takengon. Ya sudah, daripada terus diam di rumah karena pemulihan sakit batuk dan hanya sekali-sekali saja keluar rumah, akhirnya kami sekeluarga memutuskan pergi ke Takengon, yeay! 

Kami memulai perjalanan pukul 7 pagi dari rumah dengan mengendarai mobil. Kami masuk ke jalan PT KKA yang baru saja dibuka untuk umum. Jalannya hanya lurusss saja dan udaranya dinginnn!! Suhu di jalan sekitar 18 derajat dan membuat kita jadi sering kebelet pipis. Perjalanan dari Aceh Utara ke Aceh Tengah hanya 3 jam dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Nggak terasa kami sudah sampai ke kota Takengon hanya dengan mengandalkan GPS. Oh ya, kalian akan menemukan beberapa pertigaan yang membuat kita harus bertanya pada masyarakat sekitar atau mengikuti arah GPS. Kalau kalian salah jalan, nanti malah balik lagi ke Kabupaten Bireuen, hihihi.
Pemandangan di sisi jalan
Saya sangat menikmati pemandangan indah sepanjang jalan menuju kota Takengon. Apalagi kalau kalian melihat Danau Laut Tawar yang Subhanallah indahnya. Pemandangan seperti ini pernah saya lihat di New Zealand, tepatnya Lake Wakatipu yang dikelilingi oleh kota. Kalau melihat pemandangan Lake Wakatipu harus dari helikopter, Danau Laut Tawar bisa dilihat hanya dengan memarkir mobil di pinggir jalan dan pemandangan danau yang spektakuler pun di depan mata. Masya Allah!

Rumah Makan Sahabat Baru
Sesampai di kota Takengon, kami memutuskan untuk makan siang dulu. Sebenarnya nggak lapar-lapar amat sih, tapi ketika saya browsing dan membaca tentang sajian ikan depik yang menjadi menu andalan Rumah Makan Sahabat Baru, duh langsung pengeennn. Lokasi Rumah Makan ini berada di antara Pasar Inpres dan tempatnya agak nyempil ke dalam, Kalian bisa parkir mobil di pinggir jalan karena walaupun kita berada di pasar, tapi suasananya nggak crowded.
Selamat makan
Saya, Mama, dan adik-adik masuk ke Rumah Makan ini. Kami duduk dan beberapa saat kemudian semua makanan dan minuman dihidangkan di atas meja yang bisa kita pilih sendiri. Duh, menggiurkan banget semuanya. Saya makan ayam kampung goreng dan ikan depik (ikan kecil yang jumlahnya banyak dalam satu piring). Ditambah dengan kuah gulai yang rasanya mantap banget. Biar komplit, saya minum es timun khas Aceh yang segerrr. Menulis blog tentang rumah makan ini membuat saya lapar lagi, padahal baru aja makan siang.

Sudah sebanyak itu kami makan, total yang harus dibayar hanya Rp. 100rban. Memang harga makanan dan minuman di Aceh masih murah dan rasanya enak banget. Makanya saya betah di Aceh dan nggak pulang-pulang ke Jakarta, hahaha.

Pantan Terong (1,830 mdpl)
Awalnya saya mengetahui tempat ini dari sepupu saya yang memposting foto-foto ketika dia dan keluarganya berlibur ke tempat ini. Saking kerennya pemandangan disini, saya langsung menjadikan tempat ini adalah destinasi wajib untuk setiap orang yang berlibur ke Takengon. Pantan Terong memiliki ketinggian 1.830 meter di atas permukaan laut (mdpl). Awalnya agak ragu untuk menyetir mobil sampai ke puncak, tapi karena jalanannya mulus, alhamdulillah bisa naik juga. Kalian tetap harus hati-hati karena kiri-kanan jurang yang curam dan pendakian seperti ini agak menyulitkan untuk mobil city car biasa. Pokoknya harus pinter-pinter mainin gear di mobil deh.
Selamat Datang
Posisi Pantan Terong di barat dan Danau Lut Tawar di timur. Di utara kelihatan Kabupaten Bener Meriah beserta Burni Telong (gunung kebanggaan daerah itu) dan Burni Gayo yang tampak kecil di selatan. Kalian bisa melihat seluruh Kota Takengon sejauh mata memandang, Subhanallah indahnya. Karena keindahan ini, Pemda Aceh Tengah menjadikan Pantan Terong sebagai Kawasan Ekowisata sejak 17 Agustus 2002, pada masa Bupati Mustafa M Tamy, sebagaimana tercetak pada prasasti di lokasi tersebut.
Danau Laut Tawar dari 1830 mdpl
Narsis dulu
Saya berencana memasukkan Pantan Terong sebagai salah satu destinasi wajib di RancupidTravel.com, situs e-commerce travel yang akan launch dalam minggu ini Insya Allah. Semoga kedepannya Rancupid Travel bisa bekerja sama dengan Pemda Aceh untuk menyelenggarakan pagelaran bertema wisata lingkungan seperti Jazz Gunung yang biasa digelar di Gunung Bromo. Pasti akan menarik turis lokal dan internasional untuk datang ke tempat ini. Lokasinya juga pas karena ada kursi-kursi amphiteatre yang sepertinya memang diperuntukkan untuk penonton sebuah pertunjukan.

Danau Laut Tawar
Sebenarnya saya salah memilih tempat nongkrong di tepi danau, sehingga keindahan danau kurang dapat diabadikan dalam sebuah foto. Mungkin karena kami memang baru pertama kali kesini juga dan nggak tau tempat nongkrong ala Anak Gaul Takengon di pinggir Danau tuh sebelah mana. Udah malas browsing internet juga karena sinyal agak kurang bagus disini. Jadinya pasrah aja duduk di pinggir danau sambil menunggu pesanan Mie Aceh Lobster yang nggk kunjung terhidang. Mana masaknya lama banget lagi, huff! 
Mie Lobster
Walaupun akhirnya Mie datang dan ternyata bukan Mie Aceh, tapi Indomie dengan lobster, tapi ya sudahlah. Udah malas juga berdebat.

ARB Coffee Shop
Apa jadinya jika mengunjungi daerah tempat lumbung kopi Asia yang terkenal dengan kopi terbaik tanpa mencicipi langsung kopinya? Sebenarnya saya nggak suka kopi, dan saya memang nggak tau mana kopi enak atau mana kopi nggak enak. Walaupun saya sudah pergi sampai ke Vietnam untuk mencicipi kopi, ke Makassar dengan kopi Toraja, dan mencicipi berbagai macam kopi buatan para barista kebanggaan Indonesia yang kebetulan teman saya juga, teteuup aja nggak suka kopi. Maafkan saya.
Menu ARB Coffee Shop
Karena berkesempatan menjelajah Takengon, saya tentu penasaran dengan pengalaman minum kopi langsung di warung kopi di sana. Walaupun kalian bisa melihat kebun kopi dan panen raya hampir di sepanjang jalan, dan juga melihat cherry kopi bergelantungan memerah di kebun kopi, namun belum sah rasanya kalau ke Takengon tapi belum mencicipi Kopi Gayo. Teman adik saya menunggu kami sekeluarga di ARB Coffee, salah satu Cafe paling beken di Takengon yang menyediakan berbagai kopi tradisional manual brewing atau dari mesin esspreso (saya tetap tidak tau mana yang enak).
Sanger (sama-sama ngerti)
Orang yang datang ke ARB Coffee Shop ramai banget, padahal hari itu hujan deras. Saya memesan kopi Sanger, berharap tidak terlalu pahit. Lalu adik-adik saya memesan kopi yang berbeda juga. Ketika pesanan datang, saya minum kopi Sanger sedikit demi sedikit karena tetap aja pahit. Adik ipar saya menawarkan saya untuk minum kopi hitam manual brewing. Saya makan gula merah dulu, baru minum kopi yang pahitnya minta ampun. Duh, saya memang nggak suka kopi.
V60 Drip Kecil
Setelah menikmati berbagai macam kopi, kami pun pulang. Banyak orang menyarankan untuk jangan pulang terlalu malam ke Kabupaten Bireuen karena bakalan turun kabut super tebal di jalan lintas Takengon - Bireuen. Benar saja, sepanjang jalan kabutnya tebal banget dan saya sekeluarga nggak ada yang tidur untuk memantau suasana. Mungkin efek kopi juga jadi seger nggak ngantuk. Saya bertugas memantau jalan melalui GPS karena kalau ada jalan berkelok-kelok dengan tebing yang curam bakalan nggak kelihatan kalau kabut tebal. Untung udah download offline maps karena nggak ada sinyal sama sekali di jalan.

Yang paling seram adalah ketika melewati Tajuk Enang-enang, sebuah tebing patahan yang curam banget. Kita harus klakson panjang agar mobil dari arah berlawanan bisa tau keberadaan mobil kita, lalu menyetir super pelan agar tidak tergelincir. Alhamdulillah kita berhasil melewati Inang-inang dengan mulus tapi kecelakaan yang terjadi di tempat ini sudah tidak terhitung jumlahnya. Banyak-banyak berdoa aja selama di perjalanan agar terus berada di dalam lindungan Allah SWT.

Baiklah, sekian perjalanan ke Tanoh (tanah dalam bahasa Aceh) Gayo. Saya nggak nginap di Takengon karena besoknya saya balik ke Banda Aceh dan naik pesawat menuju Jakarta tercinta.

2 comments:

TRAVENGLER mengatakan...

kalo suatu hari Babang nyasar ke aceh wajib cobain langsung mie aceh dari sana. lha mie aceh yang dijual di batam aja enak banget apalagi langsung dari kampung halamannya 😆

Meutia Halida Khairani mengatakan...

@babang: di Aceh ada King of Mie Aceh, enak bgt wkwkwk

Follow me

My Trip