Maret 21, 2017

Mengurus Perpanjangan Passpor di Depok

Hi semua, sudah agak lama nggak posting blog. Sebenarnya saya agak menarik diri dari sosial media beberapa hari ini setelah melakukan beberapa riset tentang Facebook, Instagram, dan Path. Tapi saya tetap akan bersemangat untuk memposting blog. Baiklah, mari disimak.

Kebetulan passpor saya tahun ini sudah habis masa berlaku. Udah berapa kali mencoba membooking tiket pesawat yang meminta data passpor, selalu gagal. Kalau AirAsia dan Garuda Indonesia masih bisa booking tanpa data passpor asalkan langsung dari websitenya. Sempat mau mengurus passpor sewaktu saya sedang berada di Aceh, tapi seperti biasalah kalau udah di rumah ya males kemana-mana. Nggak kepikiran juga kerjaan saya bakalan hectic banget sampai-sampai nggak punya waktu untuk membuat passpor.

Akhirnya saya menyisihkan waktu untuk membuat passpor. Seperti biasa, saya akan googling dulu sebelum beneran datang ke kantor imigrasi untuk mengetahui syarat dokumen yang harus saya persiapkan. Saya sempat bertanya persyaratan dokumen sama Lia, teman saya yang sama-sama dari Aceh, dan dia bilang persyaratannya standar aja. Berikut persyaratannya:
  1. Passpor lama
  2. KTP yang masih berlaku
  3. KK
  4. Akte kelahiran/Ijazah/Surat Nikah
  5. Materai 6000 (di kantor imigrasi tersedia dengan harga Rp. 8000)
Awalnya saya mencoba mengurus perpanjangan passpor secara online, tapi ntah kenapa nggak pernah berhasil. Saya harus datang langsung ke Kantor Imigrasi Kelas II, Jalan Boulevard Raya, Komplek Perkantoran Pemda Depok, Grand Depok City (GDC), Kalimulya, Cilodong, Depok. Kebetulan rumah saya juga di GDC, dan dapat ditempuh hanya 5 menit pakai sepeda motor. Lia sempat bilang, "Kak, datang pagi ya kesana. Karena setiap hari cuma 200 passpor yang dilayani." Ok, menurut saya pagi itu jam 7 sampai jam 9. Saya bangun jam 6.30, langsung mandi dan naik motor ke kantor imigrasi. Saya tiba pukul 7.15, mengambil formulir di loket depan, dan berjalan menuju ruang tunggu. Saya terkejut melihat antrian udah super duper panjang. Belum lagi orang yang duduk di sebuah tempat seperti ampiteater udah penuh juga. Waduh, ini udah 200 belum ya?

Masih positive thinking, saya pura-pura santai mengikuti antrian seraya mengisi formulir. Tepat pukul 7.30, nomor antrian dibagikan. Saya berjalan mengikuti antrian sampai petugas bilang, "Mohon maaf, hari ini kuota 200 passpor sudah penuh. Silahkan datang lagi besok." Saya langsung manyun. Duh, besok harus balik lagi. Sekarang malah bingung mau ngapain, mana udah mandi jam 8 pagi itu rasanya aneh banget. Akhirnya saya beli sarapan dulu, ke bengkel servis motor, lalu pulang ke rumah. Sesampai di rumah, saya isi formulir, lalu mulai bekerja seperti biasa. Kebetulan baru beli modem Bolt dan ternyata nggak bisa dipakai. Jadilah pergi lagi ke Depok Town Square untuk aktivasi modem, lalu mampir ke Hypermart untuk beli roti sebagai bekal antrian besok. Duh, kebayang harus pagi banget kesana. Malesnya....! 

Besoknya, saya bangun jam 4.30 pagi, lalu langsung mandi. Jam 5.15, saya meluncur ke Kanim Depok. Gile,udah kayak mau ke bandara aja. Saya harus pakai jaket karena udara pagi di Depok dingin banget. Mana daerah perkantoran GDC masih gelap. Saya merasa hanya saya doang yang datang ke kantor imigrasi karena sepanjang jalan GDC sepi banget. Baru kaget ketika sampai dimana tempat duduk di ampiteater udah hampir penuh. Saya langsung duduk dan nggak bisa bersandar karena temboknya basah kena hujan. Saya menunggu antrian dari jam 5.30 sampai 7.30 (2 jam) tanpa bersandar dan membuat punggung saya pegal banget. Bekal sarapan udah habis, semua sosial media udah saya buka, udah ketiduran dan kebangun lagi, tetap aja belum mulai pembagian nomer antriannya. Baru setelah tepat pukul 7.30, petugas datang dan membagikan no. antrian kepada lansia terlebih dahulu. Duh, saya sempat takut juga nih nggak kebagian nomor karena hari itu banyak lansia yang datang.
No. antrian
Saya mendapatkan nomor antrian ke 116 untuk pengecekan dokumen. Waduhh, nunggu lagi dong! Baiklah, demi bisa ke luar negeri lagi, saya harus bersabar. Saya duduk di kursi ruang tunggu selama kurang lebih 2 jam lagi. Ya Allah, kenapa saya lupa bawa laptop. Kan bisa sekalian kerja. Setelah nomor pengecekan dokumen saya dipanggil, ternyata saya melakukan 2 kesalahan yaitu mengisi formulir dengan tinta biru (saya suka banget dengan tinta tebal berwarna biru dan hijau biar lebih kelihatan), dan nggak melampirkan fotokopi passpor. Baiklah, saya revisi lagi persyaratan dokumen:
  1. Passpor lama dan fotokopi halaman depan 1 lembar
  2. KTP yang masih berlaku dan fotokopi depan dan belakang kartu dalam 1 halaman (tidak bolak-balik) 1 lembar
  3. KK dan fotokopi 1 lembar
  4. Akte kelahiran/Ijazah/Surat Nikah dan fotokopi 1 lembar
  5. Mengisi formulir dengan tinta hitam dan huruf cetak
  6. Materai 6000 (di kantor imigrasi tersedia dengan harga Rp. 8000)
Setelah mendapatkan map kuning dan nomor antrian foto juga wawancara di nomor A80, lalu saya melihat monitor yang masih menunjukkan nomor A20an. Langsung sakit hati lagi. Masih lama banget giliran saya. Saya pergi dulu ke tempat fotocopi di kantor imigrasi yang antriannya juga mengular naga panjangnya. Hiks, antri lagi. Mungkin saya berdiri mengantri fotocopi selama 45 menit, mana ketemu ibu-ibu yang berjualan MLM lagi. Tapi lumayan sih, beliau ngomong terus menawarkan produk dan saya jadi mendengarkan, saking bosannya mengantri. Tips buat kalian yang jualan MLM, mendingan ngajak kerjasama sama orang yang lagi mengantri, karena mereka pasti mendengarkan presentasi kalian, hahaha.

Selesai mengantri fotocopi, saya masuk lagi ke ruangan pengecekan dokumen untuk duduk. Udah mati bosan nih. Mana internet di hp cuma dapat EDGE, jadi susah banget mau browsing. Cuma bisa celingak-celinguk lihat kiri kanan. Jam 12 kurang, nomor antrian sudah sampai pada A70 dan saya mulai sumringah karena 10 orang lagi adalah giliran saya. Ternyata, jam 12 waktunya istirahat makan siang dan saya bete lagi. Tau gini kan mending pulang aja dulu dari tadi, baru jam 1an datang. Tapi memang sulit diprediksi sih bakalan tiba giliran kita apa nggak.

Saya pulang ke rumah, makan siang, ambil modem, ambil laptop, dan balik lagi ke kantor imigrasi. Kali ini alat tempur saya udah banyak, jadi semoga nggak bosan. Modem WIFI juga berfungsi maksimal, jadi agak tenang. Hanya 15 menit menunggu, giliran saya tiba. Agak heran juga kok tiba-tiba bisa cepat? Mungkin para petugas baru selesai makan, jadinya semua bisa bekerja dengan cepat. Saya masuk ke sebuah ruangan, dan duduk di depan bapak-bapak. Beliau memberi tahu kalau passpor lama nanti dibalikin (kalau nggak dibalikin saya nangis saat itu juga) dan semua dokumen saya di scan. Setelah dari bapak itu, saya dipindahkan ke ibu-ibu untuk di foto dan diambil sidik jari. 

Saya ditanya mau kemana dan ngapain. Saya jawab aja mau ke Myanmar (sebenarnya saya udah beli beberapa tiket tapi ntah kenapa negara Myanmar yang saya jawab). Trus beliau agak heran, "Myanmar? Mau ngapain?" Saya jawab aja liburan. Trus saya bilang mau jalan-jalan ke Kuala Lumpur juga. Ibu itu mencocokkan KTP dan KK saya dan disitu ditemukan kejanggalan. KTP saya alamat Lhokseumawe, KK saya alamatnya di Bireuen, dan rumah saya di Depok. Ibu itu menatap saya tajam, dan saya cengengesan.
"Pe-eR kamu ada 2, kamu harus samain alamat KTP dan KK. Trus minta surat domisili dari RT, RT, dan Kelurahan." Gile, samain alamat berarti harus kirim semua dokumen ke Aceh dong?! OMG! Akhirnya saya gagal bikin passpor hari itu dan pulang lagi.

Saya telepon Mama untuk bertanya persyaratan dokumen bikin KTP baru gimana, lalu mengirimkan KTP dan KK hari itu juga ke Aceh. Untung kantor pos dekat rumah. Walaupun hari itu hujan deras, saya terobos demi mengirimkan dokumen. Pas banget sampai kantor pos jam 3.55 sore dan jam 4 dokumen saya di pick up, huff! 5 hari kemudian, dokumen saya sampai ke rumah di Aceh. Lama juga ya? Ada masalah lainnya. Ternyata blanko e-KTP sedang habis dan hanya diberikan kertas yang hampir sama persis dengang e-KTP. Duh, diterima nggak ya nanti? Ya udah deh, cobain dulu. Proses kirim-kiriman dokumen aja berlangsung 2 minggu. Belum lagi saya harus mengurus surat domisili ke RT dan RW.  
Surat pengganti e-KTP
Setelah dokumen lengkap, saya datang lagi ke imigrasi tapi agak siangan sekitar jam 9. Saya lapor ke petugas kalau saya hanya melengkapi dokumen dan alhamdulillah nggak usah mengantri lagi. Saya dihadapkan dengan ibu yang sama dan beliau masih ingat saya. Beliau mengecek data-data saya di komputer yang ternyata belum terhapus oleh sistem, lalu mengganti alamat rumah saya sesuai dengan KK dan KTP. Ternyata boleh pakai surat pengganti e-KTP itu. Saya jadi lumayan lega. Ibu itu membolak-balikkan dokumen saya, yang asli dan fotokopi disamakan, lalu ada permasalahan lagi. "Lho, mana surat keterangan dari kelurahan? Ini baru RT dan RW doang." Haduwww, pusing pala berbie! Awalnya saya sengaja nggak mau mengurus ke kelurahan karena saya mengira surat dari RT dan RW saja sudah cukup. Dan saya pulang lagi.

Saya tanya ke satpam komplek, persyaratan surat ke kelurahan. Saya harus melampirkan fotokopi KTP, fotokopi  blanko e-KTP, surat dari RT dan RW, pas foto 2x3, fotokopi KK saya dan fotokopi KK tetangga. Nah, ini yang agak membingungkan. Kenapa KK tetangga? Ya udahlah, walaupun masih misteri, saya nggak berusaha memecahkan misteri ini. Saya butuh passpor, dan saya terpaksa mengetuk rumah tetangga untuk pinjem KK. "Tante, nebeng jadi anaknya dulu ya! Sodara se-iman wee~~(dengan logat Sunda)," Dokumen komplit, saya kasih satpam dan minta tolong diurusin karena saya udah pusing banget. Saya tiduran aja di rumah. Sejam kemudian kartu domisili jadi dan ternyata sekarang bentuknya seperti KTP. Baru tau saya kalau ada beginian.
Kartu domisili
Besoknya, saya datang ke kantor imigrasi (lagi) dan menyerahkan fotokopi kartu domisili. Petugas yang duduk di sebelah ibu yang mewawancarai saya sampai hafal dan bertanya, "Kamu kenapa lagi?" Saya hanya tersenyum malu-malu, padahal udah capek. Dengan mengucapkan bismillah, saya berhadapan lagi sama si ibu itu. Kali ini beliau memeriksa ulang dokumen saya, bahkan halaman demi halaman passpor saya diliatin semua dan dibacain satu-persatu Visa dan stempel negara mana saja, sambil menatap mata saya. Kalau dipikir-pikir, seram juga dan lama juga saya harus duduk disitu. Tapi kali ini berhasil, saya bisa bikin passpor. Alhamdulillah. Setelah menerima kertas untuk transfer, saya keluar dengan hati senang dari imigrasi. Saya langsung ke bank BNI untuk setor uang dan semua berakhir lancar.

Hari ini saya ke imigrasi lagi untuk mengambil passpor baru dan passpor lama. Akhirnya bisa ke luar negeri lagi, yeay! Oh ya, saya beberapa kali membaca artikel kalau sekarang memperpanjang passpor atau membuat passpor baru malah dipersulit. Hmm, kalau dari pengalaman yang saya tulis diatas sih, sepertinya memang salah saya karena semua alamat di KK, KTP, dan tempat tinggal beda semua. 5 tahun yang lalu, saya membuat passpor di Lhokseumawe dengan KK dan KTP sama dan memang langsung diterima. 
Passpor lama dan baru
Semoga tulisan ini bermanfaat buat kalian yang ingin mengurus perpanjangan passpor ya. Saya hanya tau di daerah Depok saja, daerah lain kurang tau. Sampai jumpa!

Maret 07, 2017

Pedagang Bakso

Sudah lama nggak memposting sebuah cerita. Kali ini saya akan menceritakan hal yang menurut saya sederhana tapi memusingkan juga, hahaha. Macam mana pulak itu ya? Tentunya ditambahkan bumbu penyedap supaya ceritanya jadi semakin seru. Oke deh, nggak perlu memperpanjang basa-basi lagi. Cekidot!
***

Sudah pukul 21.00 malam itu. Aku masih berkutat dengan laptop dan merasa sangat pusing. Baru teringat kalau aku belum makan malam. Makan siang aja tadi telat. Sudah hampir tidak ada lagi orang di kantor dan aku terpaksa turun sendiri untuk membeli makan. Semula aku hanya ingin beli makanan apa saja, lalu balik kerja lagi. Tapi ketika aku mulai berdiri dan pandanganku mulai hitam, wah nggak bener nih. Aku harus segera istirahat.
Aku menutup laptop, membereskan tas, dan turun dari lantai paling atas gedung menuju lobi. Aku mendengar teman-teman bilang kalau tukang bakso yang berjualan di depan kantor itu enak banget. Sebenarnya aku nggak suka bakso, tapi ya sudahlah mau makan apa lagi jam segini. Aku menghampiri pedagang bakso, duduk di kursi, lalu memesan bakso.
"Masih ada pak?"
"Tinggal baksonya doang neng. Nggak apa-apa?"
Aku mengangguk.
Bapak pedagang bakso tiba-tiba menepuk keningnya. "Duh neng, sisa 2 bakso kecil doang. Maaf neng."
Duh berhubung perutku sudah sangat lapar, ya udah deh pasrah. "Nggak apa-apa deh, Pak!"

Bakso dihidangkan. Aku melihat bapak pedangang bakso mulai beres-beres karena sudah malam dan baksonya laris manis. Aku mau nggak mau jadi buru-buru makan bakso karena takut bapaknya jadi nungguin.
"Nggak apa-apa neng. Nggak usah buru-buru. Bapak cuma beres-beres aja biar enak dipandang mata." Bapak mengambil kursi dan duduk didekatku. "Baru pulang?"
Aku mengangguk, seraya menghabiskan bakso yang cuma 2 biji. Aku mengambil dompet, lalu baru sadar kalau aku nggak punya uang sama sekali. Aku celingak-celinguk mencari ATM terdekat. Kalau masuk ke gedung kantor lagi, jauh banget harus turun eskalator lagi, belok kiri kanan lagi, argghh!
"Pak, maaf saya ternyata nggak punya uang. Bapak mau nungguin kalau saya ke ATM sebentar?"
"Nggak usah. Gratis aja." kata bapak tersenyum.
"Eh? Serius?"
Bapak mengangguk. "Alhamdulillah dagangan saya laris-manis terus selama berjualan disini. Apa salahnya memberikan 2 biji bakso pada bos gedung ini."
"Kok bapak tau?"
"Semua orang tau neng. Kita cuma belum pernah mengobrol langsung."

Aku menghela napas panjang. "Bapak tau, sebulan ini perusahaan krisis. Saya sudah memecat banyak karyawan, dan membayar banyak hutang perusahaan bahkan dengan uang saya sendiri." Sambil menatap kosong ke mangkuk bakso. "Liburan batal padahal udah beli tiket, merayakan pesta ulang tahun batal juga, pokoknya saya lumayan terpuruk deh beberapa bulan ini."
"Kenapa neng?"
"Ceritanya panjang sih. Saya nggak mungkin cerita juga karena beberapa kan rahasia perusahaan.  Yang pasti saya sedang dilanda rasa takut yang amat besar. Mungkin nanti saya nggak punya uang juga untuk membayar semangkuk bakso ini." 
"Neng tau nggak, kalau Allah selalu akan mencukupkan rejeki. Suatu hari kalau pun neng nggak punya uang, Allah juga akan tetap mencukupkan rejeki untuk membeli semangkuk bakso bapak, hehehe."
Aku tersenyum. "Hutang saya setinggi gedung itu, Pak." kataku sambil menunjuk gedung tempat aku bekerja.

Pedagang bakso ikut-ikutan melihat ke arah gedung dan berkata, "Gedung ini satu-satunya yang tidak menarik sewa sama sekali untuk kami pedagang kecil. Bahkan kami disediakan tempat sendiri untuk berjualan. Makanya banyak sekali orang datang untuk makan siang atau makan malam disini karena kami para pedagang masih bisa memberikan harga murah. Gedung lain mana pernah begitu. Semua sudah komersil. Semua pedagang disini selalu senang berjualan dan selalu mendoakan pemilik gedung dan manajemen gedung agar selalu mendapat ridha Allah dan rejekinya banyak terus. Jadi neng tenang aja, yang doain neng banyak."

Aku terdiam. "Tapi yang saya pecat banyak juga, Pak. Pasti saya didoakan yang buruk-buruk."
"Saya juga tau kalau banyak PHK di gedung ini, tapi mau bagaimana lagi karena krisis dan semua juga tau itu. Nanti juga kalau nggak krisis lagi, pada direkrut lagi 'kan orang-orangnya."
"Kebanyakan dari mereka yang di PHK karena nggak loyal sih ke perusahaan. Maunya duit saja tapi nggak mau mencapai sales tinggi. Dan hari ini puncak saya pusing tujuh keliling. Seminggu ini saya marah-marah dan ujung-ujungnya malah nangis sendiri di rumah."

"Nggak apa-apa neng, kamu masih muda. Pusing 'kan biasa. Nanti juga sembuh. Kalau bapak yang dihadapkan dengan situasi seperti ini, pasti bapak langsung stroke. Hahaha."

Aku terdiam sejenak lalu mengatakan, "Berikan waktu saya satu tahun lagi untuk mempertahankan gedung ini agar nggak berpindah tangan ya. Doakan saya juga, Pak!"

***

Jam 9 malam, seperti biasa aku sudah mulai beres-beres daganganku dan bersiap untuk pulang. Aku melihat majalah Business Week yang ada di dekat gerobak daganganku yang mungkin ditinggalkan karyawan kantor yang makan bakso tanpa sengaja. Orang di sampul majalahnya sepertinya aku kenal. Aku duduk sebentar sambil membaca isi majalah dan membuatku senyum-senyum bangga.

Tiba-tiba terdengar suara, "Mau beli bakso, Pak. 2 biji aja ya."
Aku terbelalak melihat wanita yang ada di sampul depan majalah yang aku baca, lalu tersenyum lebar. 
"Belum satu tahun, neng!"
"Alhamdulillah." Ucapnya dengan riang gembira. "Terima kasih atas seluruh doanya ya."

Aku memang tidak mengerti bisnis anak muda sekarang. Beberapa bulan yang lalu dia bisa terlihat seperti mayat hidup dengan wajah stres dan kurus, sekarang begitu segar, cantik, dan bersemangat. Mungkin ini kekuatan doa. Aku mengajak para pedagang disini untuk terus mendoakan dia siang dan malam dan perusahaannya agar bisa keluar dari krisis.
Aku memberikan majalah yang aku baca kepadanya, lalu membuatkan bakso dengan perasaan riang gembira juga.

Business Week, CEO Under 30.

Follow me

My Trip