April 28, 2017

Burmese Pagoda

Salah satu daya tarik Myanmar adalah Pagoda dengan sejarah yang berasosiasi dengan Buddha dan bentuknya yang khas (agak ceper dibawah dan menguncup keatas). Bahkan, negara yang satu ini disebut sebagai Land of Pagoda, saking banyaknya pagoda yang dibangun. Memang masyarakat Burma (Myanmar) 90% menganut agama Buddha sehingga pagoda dibangun dimana-mana untuk beribadah. Bahkan kalian akan sering melihat para biksu berlalu-lalang di setiap sudut kota. 

Saya akan membahas beberapa pagoda yang saya kunjungi di Myanmar. Mari disimak:

1. Shwedagon Pagoda
Kalian dianggap tidak ke Myanmar apabila belum mengunjungi pagoda yang paling suci di negara ini bernama Shwedagon. Pagoda yang berusia 2500 tahun ini menyimpan banyak peninggalan sejarah dan beberapa helai rambut Buddha. Pagoda Shwedagon ditutupi dengan ratusan pelat emas dan bagian atas stupa bertatahkan dengan 4531 berlian dan yang terbesar adalah berlian 72 karat. Pertama kali kesini, saya dan teman-teman diwajibkan untuk melepas alas kaki, lalu naik ke pelataran pagoda melalui puluhan anak tangga. Kami juga harus membayar tiket masuk sebesar 8000 Kyat (sekitar Rp. 80rban).
Pelataran pagoda
Tiket masuk
Jujur saja saya sangat kagum melihat pagoda sangat besar, berwarna keemasan, dan sangat tinggi. Walaupun Indonesia memiliki Borobudur yang luar biasa megah, tapi tidak bisa dibandingkan dengan stupa yang ada di Shwedagon dan semua pagoda di Myanmar. Kekaguman bertambah lagi karena warnanya keemasan dan berkilauan. Sungguh sebuah karya yang sangat indah. Oh ya, kalian harus berpakaian sopan kalau masuk ke tempat ini. Nggak boleh pakai celana pendek. Teman saya terpaksa beli sarung karena mereka pakai celana pendek. Kalau menurut saya, corak sarungnya biasa banget. Berbeda dengan sarung-sarung super indah dari Indonesia. Jadi pengen bawa oleh-oleh sarung ke orang Burma suatu hari nanti saya ke Mandalay supaya mereka kagum dengan corak dan tenun sarung dari negara kita, hihihi. Atau sekalian aja kita berdagang sarung disini? Pasti laku, hahahaha.
Stupa keemasan

Lihat kaki kita kepanasan
Saya dan teman-teman lalu mencari tempat untuk mengambil foto. Karena cuaca sangat panas, kaki kami terbakar karena pelataran pagoda memiliki lantai yang menyerap panas. Duh, saking panasnya sampai terasa mendidih. Kalau saja lantai agak teduh, maka rasa panasnya agak berkurang. Sayangnya daerah teduh itu jarang banget dan untuk mencapai kesana kaki kami keburu mendidih duluan. Duh, sakit banget deh rasanya seperti berjalan di bara api (emang udah pernah?). Sampai saya jalan dari belakang gedung untuk mencari tempat teduh supaya nggak kepanasan. Jadi teringat Masjid Nabawi dan Masjidil Haram yang walaupun iklim gurun sangat panas, lantai tetap dingin dan sejuk. 
Patung Buddha tidur
Melukis Buddha
Terlepas dari rasa panas pelatarannya, Pagoda Shwedagon adalah gudang warisan terbaik di Myanmar yang mencakup arsitektur, patung dan seni rupa. Pagoda Shwedagon terdiri ratusan kuil, stupa, dan patung berwarna-warni yang mencerminkan era arsitektur yang terbentang hampir 2.500 tahun. Saya juga sempat melihat para pematung sedang melukis wajah Buddha dengan sangat indah. Sungguh karya seni yang luar biasa...

2. Chaukhtatgyi Pagoda
Pintu masuk Pagoda yang satu ini dijaga oleh sangat banyak anjing dan membuat saya teriak ketakutan terus. Karena takut najis, saya membuka alas kaki tepat di depan pintu masuk pagoda dan langsung terkagum-kagum dengan keindahan dan kemegahan patung Buddha tidur super besar berwarna keemasan. Saya terbelalak melihatnya saking besarnya. Pokoknya super besar deh, udah bingung mau mendeskripsikan bagaimana lagi. Panjang Buddha ini adalah 66 meter dan merupakan salah satu yang terpanjang di Myanmar.
Reclining Buddha
Telapak kaki Buddha
Deretan Buddha kecil
Saya sempat berjalan mengelilingi Reclining Buddha dan menemukan banyak patung Buddha dari emas yang berukuran kecil. Ada juga cerita dan sejarah tentang Buddha yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa inggris sehingga kita mudah memahaminya. Saya dan teman-teman tidak terlalu lama berada disini karena kami harus mengunjungi pagoda lainnya. Tempatnya juga kecil, tidak seluas Shwedagon.

3. Ngahtatgyi Pagoda
Tidak jauh dari Chaukhtatgyi Pagoda, kami mampir di Ngahtatgyi Pagoda. Jujur aja saya sangat sulit melafalkan nama pagodanya yang bikin lidah terkilir. Cuma lancar membaca Shwedagon (Swedagon) daripada nama Pagoda yang lain. Baiklah, Myanmar memang memiliki patung Buddha yang luarrr biasa besar dan luarrr biasa megah. Patung Buddha di pagoda yang satu ini duduk dengan anggun setinggi hampir 14 meter. Saya kembali terbelalak melihat betapa besarnya patung ini dibuat.
Patung super besar
Di pagoda ini saya hanya duduk, mengambil foto, dan merekam gambar saja sambil melihat orang-orang bersembahyang. Kami berada disini nggak lebih dari setengah jam, lalu langsung melanjutkan perjalanan ke pagoda selanjutnya. Oh ya, saya melihat banyak biksu bertato disini. Saya tanya pada Kakros yang juga beragama Buddha dan ternyata memang tidak dilarang untuk bertato. Kalau dalam Islam pasti aneh sekali melihat para santri atau ustadz memiliki tato, hihihi.

4. Maha Wizaya Pagoda
Pagoda yang satu ini adalah yang paling sepi dari semua yang telah kami kunjungi. Mungkin karena udah sore juga dan bangunannya kalah tinggi dengan Shwedagon, makanya agak sepi. Maha Wizaya Pagoda dibangun pada tahun 1980, terletak tepat di sebelah selatan Pagoda Shwedagon di Bukit Dhammarakhita. Benda-benda peninggalan yang ada di pagoda ini merupakan sumbangan oleh Raja Nepal, sementara hti (pilar payung) pagoda itu diberikan oleh Ne Win, mantan pemimpin negara tersebut. Saya hanya melihat Bikuni (biksu perempuan) di pagoda ini. Mungkin memang untuk perempuan.
Pagoda
Antimainstream pose
Tidak ada yang istimewa dengan pagoda ini, makanya saya mengajak teman-teman untuk berpose yoga disini, hihihi. Sebenarnya saya terinspirasi dari Kakros yang pernah memposting foto di Instagramnya dengan pose yoga yang menurut saya keren dan antimainstream. Ya sudah, sekalian saya mau cobain juga walaupun agak patah-patah juga deh kaki kita. Yang lucu adalah Willy karena dia salah mempraktekkan gerakan yoga dan pakai sarung lagi, hahaha. Lucu banget deh!

5. Karaweik Palace 
Sebenarnya saya dan teman-teman ingin menikmati matahari terbenam dan makan malam di Karaweik Palace ini. Sayangnya hari tiba-tiba berubah mendung, padahal siang panas banget sampai telapak kaki kita terbakar. Water Festival membuat tempat ini tutup sehingga kita cuma bisa mengambil foto dari jauh aja. Kalau kalian melihat langsung, bangunan Karaweik Palace tidak seindah difoto. Catnya sudah kusam dan terlihat tidak terurus. Memang tempat ini adalah spot terbaik untuk mengambil foto matahari tenggelam karena berada di tengah danau. Tapi kalau kalian lihat lebih dekat, kapal berkepala burung ini nggak semegah pagoda-pagoda yang saya kunjungi.
Karaweik
Disini kita harus memarkir mobil agak jauh dari tempat wisata. Untuk pertama kalinya kami merasa takut keluar dari mobil karena hampir semua orang mencari mangsa untuk diguyur air. Saya udah jalan pelan-pelan, bersembunyi-sembunyi, akhirnya kena guyur juga. Duh, untung yang diguyur bukan ransel. Yang mengherankan, ada acara clubbing yang diselenggarakan oleh Coca-Cola. Yang anehnya lagi, kenapa clubbing sore-sore ya? Seharusnya kan malam. Mungkin karena sekalian dengan Water Festival, jadi nggak diselenggarakan malam.

Selesai berfoto di Karaweik, kami menyudahi acara hari ini dengan mencicipi kuliner di Yangon. Nanti saya akan memposting semua kuliner selama di Myanmar dalam satu postingan saja biar lebih rapi. Kita pulang cepat ke hotel malam itu dan lanjut bekerja. Berhubung yang ikutan trip beberapa adalah kru Rancupid Travel, jadi harus sekalian kerja deh. Oh ya, malam itu kaki saya mulai terasa sakit dan ternyata ada 2 duri yang menancap di dalam daging (duri dalam daging). Mungkin karena nggak pakai sendal setiap berjalan ke pagoda, makanya duri jadi masuk. Kakros dan Nida berhasil mengeluarkan salah satu duri. Yang satu lagi nggak ketemu dan saya kira udah keluar sendiri. Eh nggak taunya malah jadi penyakit sampai tiba di Indonesia, hiks....

6. Shwemawdaw Pagoda
Pagoda yang satu ini menurut saya yang paling susah dilafalkan. Pasti kalau nanya ke Willy (yang biasanya hafal banget sama itinerary kita), "Wil, abis ini kita ke Semamaw pagoda ya?" Hahaha. Habisnya menurut saya nama pagoda itu agak mirip-mirip, makanya susah diinget dan dilafalkan. Pagoda Shwemawdaw adalah stupa yang terletak di kota Bago, Myanmar yang sering disebut sebagai Golden God Temple. Tinggi pagoda ini mencapai 114 m, sehingga Shwemadaw memegang rekor pagoda tertinggi di Myanmar. Shwemadaw, bersama dengan Shwedagon dan Kyaiktiyo, adalah pagoda yang paling terkenal terkenal di Mon (bagian administratif Myanmar) dan yang paling suci karena juga menyimpan beberapa helai rambut Buddha.
Golden God Temple
Untungnya saya dan teman-teman mengunjungi pagoda ini di sore ke malam hari. Kalau nggak, masih kebayang panasnya lantai Shwedagon Pagoda yang membuat kaki rasanya terbakar banget. Kesan pertama saya ketika mengunjungi pagoda ini adalah luarrr biasa besarr. Pokoknya besaarrr bangeeettt. Bahkan stupanya dapat dilihat dari kejauhan. Kebayang bagaimana cara membuat pagoda ini ribuan tahun yang lalu ya? Sejarah mengatakan bahwa Shwemawdaw sudah beberapa kali direnovasi karena sempat hancur karena gempa sampai ke bentuk yang sekarang ini.

Ok, walaupun banyak pagoda di Myanmar, saya hanya mengunjungi 7 diantaranya. Nanti saya cerita lagi tentang Pagoda di sisi tebing. Selamat libur panjang :)

April 24, 2017

Myanmar Water Festival (Thingyan)

Kalau di Bangkok ada Songkran Festival, maka di Myanmar ada Thingyan Festival. Kurang lebih kedua festival ini sama aja, yaitu basah-basahan se-negara. Ini adalah pengalaman saya pertama kali terlibat dalam sebuah festival di negara orang. Saya lumayan bersemangat pada awalnya karena sempat berencana untuk ikutan basah-basahan. Bahkan udah menyiapkan baju ganti segala. Sebelumnya, saya dan teman-teman sudah menyewa mobil selama 3 hari 2 malam termasuk supir dan bensin seharga $500 atau sekitar $100 peorang. Lumayan murah karena kalau sedang festival begini, terkadang banyak jasa sewa mobil menawarkan harga sangat mahal. Saya dan teman-teman sudah berusaha menghubungi beberapa rental mobil dan rata-rata menawarkan harga $100 perorang perhari. Kalau 3 hari disana, berarti $300? Wow! Buat yang mau menyewa mobil di Yangon, bisa ke web myanmartravel.org untuk booking.
Siram terusss!
Kami dijemput di bandara oleh jasa sewa mobil. Bahkan sampai pulang ke Indonesia pun, kami tidak tau nama supirnya, hahaha. Dari pintu kedatangan bandara sampai ke parkiran mobil, kami menggerek koper masing-masing. Tiba-tiba ada orang yang langsung mengangkat koper kita dan dibawa masuk ke mobil. Saya kira yang angkat koper adalah temannya si supir, ternyata malah jasa angkat koper dadakan yang biasa ada di bandara. Pas semua koper udah masuk, dia bilang, "Money, money!" Saya kira dia minta uang sewa mobil $500 itu dan kita semua langsung mempersiapkan uang. Supir bilang, "No, no." Maksudnya bukan uang itu, tapi uang jasa angkat. Berhubung supir nggak bisa bahasa Inggris, jadilah kita pakai bahasa isyarat. Mana kami nggak tau berapa tarif standar jasa angkat koper dan rada bingung dengan rate Myanmar Kyat berapa. Akhirnya kami memberikan 2000 Kyat atau sekitar Rp. 20,000 (keputusan dadakan), hahaha.

Kami cek in The Vibe Inn hotel terlebih dahulu. Terkadang memang kita harus membaca keterangan hotel dengan sangat teliti sewaktu booking via online karena kalau nggak pasti ada yang terlewat contohnya adalah hotel ini nggak punya lift (elevator) dan salah satu kamar berada di lantai 7 (karena cek in terlalu pagi, yang baru siap kamar di lantai 7, sedangkan kamar satu lagi di lantai 1). Mana anak tangganya gede-gede lagi. Gilak, jadi encok naik tangga ke lantai 7. Sampai ke kamar, kami semua langsung tepar. Ini belum kemana-mana aja udah tepar karena naik tangga hotel. Untung aja koper udah diangkatin. Selesai menghela napas sejenak, kami kembali turun tangga lagi ke lobi hotel dan memulai eksplorasi kota Yangon. Pertama kali memang kami pergi ke pagoda, tapi saya belum akan membahas tentang pagoda di postingan kali ini. Nanti akan saya satukan semua tentang pagoda dalam satu postingan. Kali ini saya akan membahas tentang festival basah-basahan se-antero Myanmar. 

Water Festival atau Thingyan adalah festival untuk umat Buddha yang dirayakan selama empat sampai lima hari, yang berpuncak pada Tahun Baru yang dihitung menurut kalender Burma. Tanggal festival ini diperingati sebagai hari libur di seluruh Myanmar, dan merupakan bagian dari liburan musim panas untuk anak sekolah (emang ada liburan musim hujan? haha). Bagian acara ini adalah pelemparan air atau penyiraman satu sama lain dengan menggunakan alat apa pun adalah ciri khas festival ini dan dapat dilakukan pada empat hari pertama festival. Oh ya, Thingyan sebanding dengan perayaan lainnya dibebera negara seperti Songkran di Laos, Songkran di Thailand, Tahun Baru Kamboja, dan Tahun Baru Sinhala.

Sebenarnya air yang digunakan pada festival Thingyan adalah percikan air wangi dalam mangkuk perak dengan menggunakan tangkai Thabyay (Jambul). Cara tradisional seperti ini masih lazim ditemukan di daerah pedesaan di Myanmar. Taburan air dimaksudkan untuk secara metaforis "membasuh" dosa seseorang dari tahun sebelumnya. Di kota-kota besar seperti Yangon, alat yang digunakan untuk memercikkan air lebih beragam (lebih tepatnya 'aneh') seperti selang taman, jarum suntik besar yang terbuat dari bambu, kuningan atau plastik, pistol air, gayung, cangkir, kaleng susu, dan perangkat lain yang bisa digunakan untuk menyiram dan mengguyur orang-orang. Air yang digunakan juga macam-macam. Ada air dari sumur, keran, bahkan air sungai pun ikut berpartisipasi.

Dari hasil pengamatan saya, dalam festival ini ada tim yang menyiram dan tim yang disiram. Kalau penyiram biasanya udah siap di pos dengan tong air super besar, pistol air, selang air dan apa pun yang bisa digunakan untuk menyiram air. Mereka juga memutar musik ajep-ajep dengan volume super keras, bahkan sambil minum bir. Nah, kalau tim yang disiram biasanya akan naik mobil bak terbuka dan rela disiram dari segala penjuru. Kadang mereka bawa speaker besar juga untuk memutar musik ajep ajep dan minum alkohol. Yang mengherankan, seolah-olah di festival ini alkohol jadi legal di konsumsi anak-anak muda. Bahkan yang nyetir mobil aja minum alkohol juga. Walaupun mobil jalannya lambat banget, tapi kan tetap aja seram kalau yang nyetir sambil mabuk. Para orang tua santai aja melihat anak-anaknya minum alkohol dan joget-joget dengan musik ajep-ajep dipinggir jalan. Oh ya, musik boleh ajep-ajep, tapi bahasa Inggris nggak bisa sama sekali. Hadew! Yang anehnya lagi, lagi seru-seruan joget dengan musik ajep-ajep, tiba-tiba ada halilintar dan semuanya berteriak kaget sambil meringkuk atau menutup telinga. Ya elah udah gaya-gayaan, ada petir ngumpet juga, hahahahaha.
Tim yang disiram
Dalam festival ini, para penyiram dilarang untuk menyiram wanita hamil dan para biksu. Ada juga saya lihat anak muda mau mengguyur kakek-kakek tapi dengan cara lemah-lembuh. Mungkin takut kalau disiram kakeknya bisa kaget kali ya, hihihi. Saya dan teman-teman jadi mengurungkan niat mau ikutan festival karena kayaknya agak brutal. Kami yang duduk di dalam mobil aja disiram-siram (padahal nggak akan kena siram karena kaca ditutup), kaca mobil di tepuk-tepuk, bahkan dijilat (ini nggak penting banget kan?). Saya sampai menutup tirai jendela mobil karena males melihat aksi mereka yang menurut saya aneh-aneh banget.
Siram terussss
Trus bagaimana dengan saya dan teman-teman? Kena siram? Sudah pasti!! Hampir semua tempat wisata pasti ada pos penyiram air. Saya minta guide untuk menemani kami agar tidak diguyur. Yang kasihan sih, guidenya diguyur duluan, baru kita, hahaha. Biarin deh, kan dia orang sini, hihihi. Hari pertama saya disiram tapi dengan lemah lembut. Alhasil, baju saya basah, tapi untung ransel nggak. Agak takut kalau kamera yang kebasahan. Kalau handphone kan masi anti air. Hari kedua malah kami semua sampai pakai jas hujan. Memang sih hari itu sedang turun hujan literally, tapi kami pakai jas hujan untuk melindungi diri dari guyuran air. Sewaktu ke Golden Rock Pagoda, kami adalah sasaran empuk penyiraman karena kami terlihat sangat turis. Untung pakai jas hujan. Bahkan sewaktu ada yang menembak kita dengan pistol air, saya khusus men-defend diri saya dengan jas hujan, hahaha. 

Sebenarnya acara ini lumayan seru kalau kita mau ikutan. Tapi lama-lama jadi agak males juga. Males basah-basahan, males jadi sasaran, males juga dengar musik ajep-ajep dan melihat mereka joget seperti orang kesurupan sambil minum bir. Sepatu saya basah, sendal apalagi. Water Festival juga membuat 90% pertokoan di Myanmar tutup. Cafe tutup, toko oleh-oleh tutup, bahkan yang paling mencengangkan Mall juga tutup. Saya kira tutupnya sehari doang seperti di Indonesia Mall hanya tutup di lebaran pertama (itu pun cuma setengah hari). Ternyata Mall disini tutup selama 4 hari. Gile, kayaknya saya nggak akan jadi tenant di Mall Myanmar, kecuali rela rugi karena Mall tutup. Berhubung saya selalu membawakan oleh-oleh, jadi terbatas banget barang yang bisa dibawa. Palingan dijatah satu orang satu barang doang, hahaha. Mungkin semesta mendukung saya yang lagi kere, jadi dikasih tiket murah ke Yangon, terus pas Water Festival yang membuat saya mau nggak mau nggak bisa belanja dan nggak akan tergiur untuk belanja karena semua toko tutup, hihihi.

Baiklah, sekian cerita tentang Water Festival. Selanjutnya adalah tentang pagoda. Sampai jumpa!

April 22, 2017

Penerbangan Pagi ke Myanmar

Tidak lengkap rasanya kalau menuliskan sebuah cerita perjalanan itu setengah-setengah. Jadi saya akan menceritakan rentetan kejadian dari sebelum berangkat ke Myanmar. Pesawat saya ke Yangon pagi sekali, yaitu pukul 6.55 AM yang tidak memungkinkan saya untuk pergi ke ke Kuala Lumpur di hari yang sama dari Jakarta karena mana ada penerbangan lebih pagi dari itu. Akhirnya saya pergi sehari sebelumnya. Rombongan saya 4 orang tapi penerbangannya terpisah-pisah. 3 orang naik AirAsia, 1 orang naik Malaysia Airlines. Saya juga sudah meminta pihak hotel menjemput kami jadinya nggak kebingungan.

Pagi itu baru pertama kali saya mencoba ke bandara pakai DAMRI. Mengingat penerbangan pukul 11 siang dan 4 jam sebelumnya (jam 7 pagi) harus udah jalan dari Depok karena takut kena macet. Saya pakai gojek dengan memangku koper ke terminal Depok. Sempat makan Popmie untuk sarapan dan minum teh panas dulu di terminal. Sekarang tarif DAMRI dari Depok ke Bandara Rp. 60,000. Kalau naik taksi online sekitar Rp. 170,000 belum ditambah tol, jadi mungkin total Rp. 200,000. Kalau harus ke bandara pagi buta, saya pasti naik taksi online sih karena agak serem kalau ke terminal bus. Apalagi sewaktu ke New Zealand yang harus membawa koper 30 kg dan kalau naik DAMRI agak repot.

Sepanjang perjalanan saya tidur di DAMRI. Saya memang paling gampang tidur di kendaraan. Alhamdulillah ternyata nggak macet dan saya sampai ke bandara hanya satu jam lima belas menit. Sampai di bandara masih sempat nongkrong dulu di Old Town Cafe untuk bertemu teman saya yang hobinya travelling juga. Dia ntah udah kemana aja berkelana ke negara-negara eksotis dan sering solo travelling. Hmm, saya belum pernah solo travelling untuk mengeksplorasi negara baru karena dalam Islam wanita tidak boleh bepergian jauh kecuali dengan mahram (suami atau keluarga). Lagian, mana enak jalan sendirian? Ada beberapa ulama berpendapat asal bersama teman sesama wanita juga boleh asalkan jangan sendirian. Dulu saya pernah membooking tiket pesawat ke Jepang-Korea berempat, tapi 2 lagi batal. Yang tersisa hanya saya dan teman cowok. Berhubung harga mati nggak boleh berdua aja, saya sampai broadcast di semua media online untuk cari teman dan alhamdulillah ada yang mau ikut. Menurut saya, menjelajahi dunia itu perlu, asalkan tidak melanggar peraturan agama. Alhamdulillah selama ini selalu diingatkan juga sama Mama dan saya selalu patuh.

Setelah cek in bagasi, saya masuk ke ruang tunggu. Sempat bingung karena satu lagi teman saya yang ikut belum kelihatan di ruang tunggu. Berhubung dia adiknya teman saya yang bernama Tommy dan sudah lama tinggal di luar negri, saya cuek aja pasti naik dan turun pesawat udah ngerti deh, hihihi. Nah, yang bingung adalah sewaktu tiba di bandara KLIA2 dan Tommy nggak ada. Whatsapp dan Line nggak punya dan Tommy nggak keliatan dimana-mana. Saya menelepon kakaknya (Kakros) yang juga sudah tiba di KLIA untuk bertanya ciri-ciri adiknya. Kakros menjawab, "Adek gw tinggi, pakai topi. Tapi udah gw kasih tau untuk nunggu di depan CIMB Money Changer." Hah? General banget ciri-cirinya. Saya sampai melihat semua cowok tinggi dan pakai topi juga nggak ketemu yang mana Tommy. Sampai bertanya sama beberapa orang, "Hei, kamu Tommy ya?" Kan niat banget? Mobil penjemputan dari Hotel udah ready di meeting point depan CIMB Money Changer, tapi Tommy belum ketemu. Saya sempat mencarinya dari Arrival Hall 1 sampai 3, bahkan sampai parkiran, nggak ketemu juga. Udah suruh Kakros kirim no. Whatsapp Tommy ke saya tapi belum dikirim. Duh, jadi bingung.

Karena mobil airport transfer sudah penuh dan para penumpang di dalamnya udah agak nggak sabar mau balik hotel (mereka udah celingak-celinguk melihat saya dan Nida yang belum masuk ke mobil), akhirnya saya dan Nida pergi duluan ke hotel. Perjalanan ke Hotel Sri Langit ini agak berkelok-kelok dan ke pelosok. Jadi teringat beberapa kecamatan di Aceh yang jalannya seperti ini. Setelah 15 menit dalam perjalanan, akhirnya sampai juga ke hotel. Kami turun, lalu bertanya pada supir kalau teman saya yang di KLIA sudah dijemput apa belum? Supirnya bilang belum. Saya panik lagi. Saya minta koneksi wifi dan menelepon teman saya via Line. Tommy juga akhirnya Whatsapp dan saya meminta supir untuk menjemput Kakros di KLIA dulu, baru Tommy di KLIA2. Supir pun setuju dan langsung pergi. Selagi menunggu, saya dan Nida jajan dulu di mini market (warung) yang berada di lobi hotel. Masih agak panik juga karena jadi berpencar dengan teman-teman. Alhamdulillah akhirnya semua bisa ngumpul di hotel. 

Setelah mandi, kami berempat mau main ke pusat kota. Karena daerah hotel nggak ada angkutan umum, jadilah kami mencoba memesan Grab. Enaknya Kuala Lumpur udah banyak juga transportasi online. Pihak hotel sendiri menyarankan kami untuk pakai Uber atau Grab karena lebih murah daripada taksi hotel. Dari hotel ke pusat kota kalau pakai Uber/Grab hanya RM 56, sedangkan taksi hotel bisa RM 120. Mahal banget ya. Saya janjian dengan Tina di Sephora Starhill Gallery, tempat biasanya saya belanja makeup. Tahun lalu sudah belanja makeup terlalu banyak dan belum pada habis, jadi saya mencoba menahan diri untuk nggak belanja. Lagi nggak ada duit juga sih, hihihi. Alhamdulillah berhasil nggak belanja karena Tina langsung mengajak makan ke Pavilion. Berhubung dia nggak boleh pulang malam juga. 
Ketemu Tina
Awalnya mau makan di Nando's (favorit saya) tapi jadi pengen makan Dolly Dimsum juga. Tahun lalu kesan saya ketika makan Dolly Dimsum ini enak banget. Lagian, Nando's udah terlalu sering, bahkan hampir setiap ke Kuala Lumpur pasti makan Nando's. Jadi kali ini makan Dolly Dimsum aja deh. Seperti biasa kita pesan banyak banget makanan kalau udah ngumpul. Apalagi setelah itu Willy dan Yudhi juga datang. Kita ngobrol nggak ada habis-habisnya sampai akhirnya Tina pamit pulang duluan karena anaknya udah nungguin. Walaupun pertemuan singkat, tapi lumayan untuk melepas kangen. Fyi, saya memang selalu menghubungi teman-teman untuk ketemuan kalau saya pergi ke kota mereka tinggal atau pada saat mereka berkunjung ke Jakarta. Mempererat silaturahmi itu memperbanyak rejeki lho.
Bersiap nge-dimsum
Setelah makan, saya, Nida, Kakros, Tommy, Yudhi, dan Willy melanjutkan perjalanan ke Twin Tower. Kebetulan saya dan Yudhi pakai tas sama tapi beda harganya jauhhh banget. Saya beli di Kota Kasablanka harganya sejuta lebih, eh Yudhi beli di Kuala Lumpur cuma RM 100an atau sekitar Rp. 300,000an. Sakitnya tuh disini (nunjuk dompet). Saya sarankan kalian belanja di Kuala Lumpur aja untuk produk-produk Bratpack. Eh, pada tau nggak merk ini? hihihi. Mending beli Eiger atau Bodypack aja sekalian kalau harganya udah diatas satu juta rupiah.
Serupa, beda warna, beda harga 😅
Sebenarnya kami ke Twin Tower untuk mengambil foto-foto yang nantinya akan dijadikan Portfolio Rancupid Travel. Sayang, foto-fotonya masih berada di Yudhi dan dia lagi di Jepang. Palingan nanti saya posting lagi ya disini. Setelah mengambil foto di depan dan di belakang Twin Tower, kami memutuskan untuk balik lagi ke hotel. Kami memesan mobil yang sama karena udah janjian dengan supirnya. Kalau pesan Grab lagi secara manual, harganya udah mahal banget. Apalagi KLCC berada di tengah kota, jadi kena tambahan biaya. 

Saya, Nida, Kakros, dan Tommy sampai di hotel sekitar jam 12 malam dan baru tidur 30 menit kemudian. Besoknya bangun jam 4 pagi, mandi, dan memesan Grab lagi ke Bandara. Agak mahal nih Grabnya sekitar RM 50an padahal jaraknya dekat banget. Kalau pesan Uber cuma RM 20an tapi nggak dapat-dapat. Mungkin karena terlalu pagi. 

Kami akhirnya sampai di Bandara jam 5.30. Saya dan Nida cek in bagasi dulu, sedangkan Kakros dan Tommy beli Subway untuk sarapan. Willy sudah menunggu di boarding gate dan dia udah Whatsapp saya terus-menerus bertanya saya udah dimana. Ada sedikit masalah memang. Koper saya dan Nida tiba-tiba melebihi 20 kg, padahal belum belanja sama sekali, sehingga yang satunya harus dibawa ke kabin. Aneh banget, mungkin timbangan di Kuala Lumpur lebih berat daripada di Jakarta. Sewaktu koper Nida ditimbang untuk masuk ke kabin, masih lebih 3 kg dan membuat kita harus mengeluarkan sebagian barang untuk dimasukkan ke ransel. Antrian imigrasi agak panjang ditambah saya kebelet pipis lagi. Mana Willy udah Whatsapp dan bilang kalau pesawat udah boarding. Jadilah kami berempat berlarian menuju boarding gate. Mana susah lari sambil bawa banyak barang, dan barangnya sempat jatuh pulak lagi. Haduwwwh! Alhamdulillah tepat waktu juga bisa ngantri boarding. Jadi olah raga di pagi hari lari-larian ngejar pesawat.

Setelah duduk di pesawat, saya merasa lapar. Sempat ketiduran sebentar sampai makanan pesanan saya dibagikan. Duh, rasanya lapar banget. Mungkin karena capek berlarian mengejar pesawat. Setelah makan dan penerbangan dari Kuala Lumpur ke Yangon memakan waktu 2,5 jam, jadi saya memutuskan untuk tidur lagi. Saya tidur dengan sangat nyenyak sampai-sampai baru terbangun ketika mendarat di Yangon International Airport. Alhamdulillah sampai juga.

Setelah melewati imigrasi, kami semua berencana menukar uang di Money Changer. Yang memusingkan adalah Money Changer hanya menerima uang MYR (Malaysia Ringgit) dan USD (United States Dollar). Kakros yang baru pulang dari Melbourne, uangnya AUD semua dan Tommy yang lama tinggal di Canada dan hanya bawa CAD. Untung aja Willy banyak membawa USD sehingga Kakros dan Tommy bisa minjem dulu, hihihi. Tau gini kan semua pada menukar uang di bandara Kuala Lumpur.

Selama di Yangon, kami menyewa mobil dan supirnya sudah siap menunggu di bandara dengan membawa karton bertuliskan nama saya. Baiklah, mari mengeksplorasi Yangon hari ini. Sampai jumpa!

April 19, 2017

I'm Back From Myanmar

Alhamdulillah berhasil kembali lagi ke Indonesia dengan selamat. Walaupun kaki cedera parah gara-gara ketusuk duri yang membuat saya nggak bisa jalan. Ada dua duri yang sempat masuk ke telapak kaki saya. Yang satu berhasil di operasi sama dua teman saya yang membuat malam itu saya di hotel teriak-teriak. Nah, yang satu lagi nggak bisa dikeluarin. Telapak kaki jadi berdarah dan bernanah karena infeksi dari duri itu, huuuu serem banget. Rasanya di bandara pengen pakai kursi roda saking sakit dan nyut-nyutan banget. Sampai sakit kepala dan nggak bisa tidur. Untung udah berobat ke dokter jadinya nggak tambah luka.
Shwedagon Pagoda
Pilar di Shwedagon Pagoda
Stupa di Shwedagon Pagoda
Kok bisa cedera telapak kakinya? Sabar dulu. Seperti biasa sepulang dari sebuah negara saya akan memposting foto-foto terlebih dahulu karena masih kecapekan untuk berpikir mau menulis apa. Mana kerjaan banyak banget lagi. Alhamdulillah walaupun saya lagi kere, saya bisa mengirit dan menghabiskan uang hanya $145 selama disana sudah termasuk makan mewah di fine dining resto, souvenir, mobil, bensin, sopir, dan tiket masuk pagoda. Semakin penasaran kan 'gimana caranya? Mungkin semesta mendukung saya ketika masih kere dan membuat semuanya jadi murah. Subhanallah!

Baiklah, selamat menikmati foto-foto saya bersama Rancupid Travel :)
Small Reclining Buddha
Melukis Buddha
Komplek Shwedagon Pagoda
Water Festival di siram terussss
Super huge reclining Buddha in Chaukhtatgyi Pagoda
Small Buddha in Chaukhtatgyi Pagoda
Maha Wizaya Pagoda
Karaweik Palace
Kyaiktiyo Pagoda (Golden Rock)
Shwemawdaw Pagoda, The Tallest, The Biggest in Myanmar 
Gayaan dulu di Kuala Lumpur hahaha
Ditunggu postingan berikutnya ya. Selamat untuk gubernur Jakarta terpilih yang sudah saya doakan dari seluruh tempat paling mustajab berdoa. Semoga Siddiq, Amanah, Fathanah, dan Tablig. Amin

April 13, 2017

Sebelum ke Myanmar

Akhirnya setelah tiga bulan, baru bisa memposting persiapan ke suatu negara baru lagi. Alhamdulillah akhirnya jadi juga ke negara antimainstream ini karena apabila postingan ini dirilis berarti saya sudah berada di ruang tunggu bandara dan bersiap untuk take off. Sebenarnya berangkat ke negara di Asia Tenggara nggak membutuhkan banyak persiapan dan postingan ini akan bercerita tentang kegiatan saya selama tiga bulan sebelum berangkat. Sebenarnya saya akan berangkat ke 3 negara sebelum ke Myanmar. Tiket sudah dikantongi tapi tidak jadi berangkat. Memang sih semua tiket itu saya dapatkan dengan harga lumayan murah, bahkan sangat murah. Tapi rasanya nggak berangkat itu sedih banget, apalagi udah janjian sama teman yang ada di negara sana. 

Berawal dari Jepang, tahun ini saya seharusnya melihat Snow Festival di Sapporo. Sudah menghubungi Icha (salah satu sahabat saya yang berkuliah di Kobe) tapi batal. Saya ingin ke Snow Festival sejak tahun lalu, makanya nungguin tiket murah supaya bisa kesana. Sayangnya, tiket murah udah di tangan, tapi nggak jadi berangkat. Bahkan jaket thermal untuk suhu minus 20 sengaja saya beli di New Zealand untuk persiapan berangkat ke Hokkaido. Untung Icha pengertian, jadi dia nggak ngambek. Tapi sedih aja sewaktu dia nanya, "Tia... jadi berangkat? Ini Icha forward voucher hotel Icha ya, jadi Tia bisa menyesuaikan." Dan saya hanya bisa menjawab, "Icha, maaf... Batal." Tiga tahun yang lalu sewaktu saya ke Osaka, saya main bareng Icha karena dia bisa berbicara bahasa Jepang lancar banget. Dua tahun yang lalu sempat janjian sama Icha mau ke Lombok, tapi batal karena Papa meninggal pas di minggu kita mau berangkat. Tahun ini batal lagi Cha... Tahun depan masih di Kobe 'kan?

Lalu Inggris, negara One Direction. Saya pengen ke Inggris sewaktu menonton video clip One Direction Night Change, lalu dikasih rejeki tiket murah sama Allah karena bergabung dengan grup Pemburu Tiket Murah di Facebook. Saya juga udah janjian sama Evita, teman satu kosan sewaktu awal kerja di Jakarta yang sekarang tinggal di Inggris ikut suaminya. Jadi kebayang naik London Eye, berfoto di Stonehenge, main ice skating, jalan-jalan di kota, naik kereta, roadtrip, dan ke Oxford. Lagian, karena saya nggak harus memikirkan cuti, saya bisa berlama-lama disana. Sayangnya, batal lagi. semua keinginan disana harus dihapus, hiks.
Terakhir ke Beijing dan Shanghai. Tiket pulang-pergi juga sudah ditangan. Sebenarnya ke dua kota besar di China ini adalah rencana kami bertujuh dan yang berangkat jadinya cuma tiga orang. Saya kira bakalan bisa berangkat, tapi tetap nggak bisa. Padahal udah pengen banget naik kereta cepat di China yang kabarnya tercepat di dunia, piknik di dekat sungai di Hangzhou, belanja di Beijing, dan semua keinginan itu hilang lagi. Kalian bisa membayangkan betapa sedihnya saya, hiks hiks. Dan kebayang berapa banyak duit yang saya keluarkan sia-sia.

Kenapa nggak jadi berangkat? Penyebab utama adalah perusahaan sedang krisis moneter yang berimbas dengan keuangan saya juga. Pada awalnya saya berlama-lama di Aceh salah satunya karena mau menghindar dari masalah perusahaan. Tapi mau menghindar sampai kapan? Masalah yang dihindari malah berbalik menyerang bertubi-tubi. Saya akhirnya balik ke Jakarta dan berusaha keras untuk mengembalikan kondisi perusahaan ke semula. Sempat stres banget, kurang tidur, dan nggak punya waktu bahkan untuk mengecek media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Path. Palingan kalau mau tidur baru buka media sosial dan baru melihat beberapa postingan udah ketiduran. Bahkan pernah ketiduran dan hp jatuh ke jidat saya dan jadi benjol, huuu huuu sakit. Beberapa teman sempat protes karena saya nggak pernah melihat Instagram Story atau love fotonya, tapi memang kadang nggak sempat banget. Buka Path cuma kalau di tag doang dan Facebook hanya untuk posting blog dan hal yang berhubungan dengan Rancupid. Pernah nggak buka sosmed sama sekali selama seminggu. Jangan ngambek ya teman-teman kalau sosmednya nggak saya lihat. Karena sosmed itu hanya dunia maya dan dunia nyata jauh lebih ribet.

Seseorang sempat bertanya pada saya. Kenapa saya beberapa kali terlihat lebih sering di rumah, nggak kemana-mana, tapi bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tahun lalu karena saya masih kerja, sering meeting, ikut seminar, workshop, dan training, jadi terlihat kerja. Tahun ini semua hasil seminar, workshop, dan training saya aplikasikan sehingga saya lebih sering di rumah. Padahal kerjanya dari jam 7 pagi sampai jam 11 malam, melebihi orang kantoran. Niat iseng saya timbul. Saya berbisik padanya kalau selama ini saya ngepet, dan saya jaga lilin di rumah. Makanya saya nggak bisa kemana-mana untuk jaga lilin. Teman saya kaget, dan saya juga kaget kenapa dia percaya. "Gile lo, Mut. Masa lo ngepet sih? Siapa babinya?" Dan saya jawab, "Elu sih babinya. Lagian, masa' lo percaya sih kalo gw ngepet? Ckckck." Fyi, babi ngepet itu cara klasik nyuri duit di rumah orang dengan menggunakan mistis. Ada yang jaga lilin, ada yang jadi babi dan berkeliaran mencuri uang, kayak tuyul 'gitu. Detailnya nggak tau juga sih, toh memang nggak ada bakat ngepet, hahahahaha.

Sebenarnya mungkin saya bisa saja pergi ke negara-negara yang saya sebutkan itu dan kembali menghindar dari masalah. Tapi saya nggak tega dengan tim saya di Rancupid yang juga merupakan sahabat-sahabat saya. Kita membangun Rancupid bersama-sama lantas saya pergi begitu saja berlibur dan nggak tau kapan bakal pulang? Mereka begitu banyak mencurahkan hati, pikiran, dan tenaga ke Rancupid yang membuat saya terharu. Kita sama-sama berusaha keras keluar dari krisis moneter dan alhamdulillah sekarang semuanya membuahkan hasil. Bulan ini saya mulai bisa bernapas lega dan tersenyum lebar, makanya bisa ke Myanmar.

Kenapa Myanmar? Nggak ada jawaban yang pasti kenapa Myanmar karena saya memang mau mengkhatamkan Asia Tenggara. Banyak yang menyarankan saya untuk berhati-hati di Myanmar apalagi karena adanya desas-desus di media yang kurang baik. Saya sih tawakkal saja. Selama nggak berniat aneh-aneh, insya Allah semua akan baik-baik saja. Oh ya, sewaktu ulang tahun saya kemarin, saya dapat tiket gratis dari Air Asia karena point yang banyak juga. Saya memilih Laos supaya benar-benar perjalanan saya di Asia Tenggara selesai. Tunggu, masih ada Timor Leste, tapi bagi saya Timor Leste masih Indonesia, hihihi. Insya Allah nanti ke sana juga.

Nggak ada persiapan yang signifikan ke Myanmar. Itinerary udah tersedia di Rancupid Travel, mobil sudah disewa, Hotel sudah di booking, mata uang dollar dan ringgit sudah ditukarkan yang nantinya akan ditukarkan dengan mata uang MMK (Myanmar Kyat). Saya juga membawa mata uang Vietnam Dong (VND) yang dulu masih tersisa. Semua udah terurus dengan baik insya Allah.

Hikmah nggak jadi jalan-jalan ke 3 negara sebelumnya banyak juga sih. Salah satunya jadi terbuka peluang ke Iceland, dimana pesawat transit di Inggris. Lalu ada teman mengajak ke Ulaan Bataar, dimana pesawat transit di Beijing. Memang masih rencana, insya Allah bisa pergi ke dua negara ini. Kayaknya tim New Zealand kemarin pada bersemangat ke Iceland untuk mencari aurora dan saya udah pernah mendapat tiket super murah ke beberapa negara di Eropa. Mari berdoa supaya beneran jadiiiii. Amin! Oh ya, saya juga dapat tiket murah ke Jeddah dan insya Allah bisa ikut umroh lagi tahun ini. Ah, jadi nggak sabar. Rindu banget sama Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Well, Allah paling tau deh kenapa kemarin saya belum bisa pergi ke 3 negara itu.

Baiklah, doakan saya selamat pergi dan pulang ya. Kali ini saya pakai passpor baru dan masih kosong banget dan saya akan transit dulu semalam di Kuala Lumpur untuk temu kangen dengan teman-teman saya. Saya selalu berusaha untuk menghubungi teman-teman lama ketika mengunjungi suatu kota atau negara untuk mempererat silaturahmi yang bisa memperbanyak rejeki, hihihi. 
Courtesy : http://lialt.blogspot.co.id/2012/08/serba-serbi-myanmar.html
Happy long weekend. Dear Myanmar, I'm coming.

April 08, 2017

Cerita Cinta Tentang Kau dan Dia

Cerita ini terinspirasi dari kisah nyata yang sudah dibumbui berjuta penyedap. Silahkan menebak-nebak yang mana yang benar. Selamat menikmati weekend.

***
Namanya Rendi, dan dia pacarku. Kami sudah pacaran lebih dari 2 tahun, dari mulai merintis usaha, sampai sekarang. Agak berbeda denganku, Rendi memang berasal dari keluarga kaya raya. Kami bertemu di sebuah seminar bisnis 3 tahun yang lalu dan pada saat itu aku masih orang kantoran. Dulu, Rendi ingin membuka sebuah Cafe, tapi dia diharuskan menjadi direktur selanjutnya di perusahaan Ayahnya. Kita kenalan karena duduk bersebelahan di seminar yang berlangsung hampir setiap hari sepulang kantor selama seminggu. Disitu kita menjadi dekat, berawal dari membahas bisnis, makanan, tempat nongkrong, sampai memutuskan pacaran.

Banyak hal yang aku pelajari dari Rendi tentang bisnis. Dia bisa menjadi role model yang ideal sebagai pebisnis. Tapi dari awal aku memang tidak pernah mau membuat sebuah bisnis bersamanya karena takutnya berantem dan bisnis jadi kebawa-bawa. Lagian pacaran itu tidak terikat secara hukum, sehingga bakalan aneh banget kedepannya kalau hal buruk terjadi (kita putus). Lain halnya apabila kita adalah suami istri sehingga semua kepentingan berbisnis bisa dibawa ke jalur hukum. Untuk persoalan duit memang harus dipikirin banget ke depannya 'gimana dan Rendi juga setuju dengan hal seperti ini.

Sampai aku mengenal Ardi. Awalnya aku hanya suka melihat Instagramnya saja. Karena dia suka travelling dan kebetulan aku juga suka. Suatu kali kami janjian mau ke Gunung Bromo bersama. Aku sempat mengajak Rendi, tapi jadwal dia jauh lebih padat daripada aku. Berhubung sudah lama nggak jalan-jalan, akhirnya aku ke Bromo bersama Ardi. Rendi nggak masalah kalau aku mau jalan-jalan karena kalau ikut Trip 'kan nggak akan sendiri dan aku tidak secara spesifik bercerita kalau aku akan pergi bersama Ardi.

Mungkin aku mulai jatuh hati pada Ardi sejak pertama kali bertemu dengannya. Orangnya ramah, traveller sejati, baik, bahkan mau menemaniku pulang dari Bromo ke Malang hanya karena mengejar jadwal RUPS. Kami mengobrol banyak hal di perjalanan pergi dan pulang dari Gunung Bromo, dan juga di resto hotel tempatku menginap. Pada saat itu aku senang sekali. Aku bahkan tidak mengangkat telepon dari Rendi. Ketika pulang ke Jakarta, aku jadi tidak bisa melupakan Ardi dan aku berpikir ada yang salah dari diriku. Masa' aku bisa menyukai dua orang sekaligus?

Rendi mengajak aku jalan-jalan ke Australia bersama teman-temannya. Tiket sudah kita beli bahkan dari sebelum aku mengenal Ardi. Rendi sangat antusias dengan liburan kali ini. Dia mempersiapkan itinerary sangat komplit sampai aku kaget juga melihatnya. Biasanya semua keperluan dia sudah ada yang mengurus, berbeda dengan kali ini dia ingin mengurus sendiri. Aku tetap menemani dia dan membantunya mempersiapkan jalan-jalan kali ini, walaupun aku chat dengan Ardi dan bilang kalau aku mau ke Australia bersama teman-temanku.

Sesampai di Australia, kami (aku, Rendi, dan 2 orang temanku) melakukan road trip. Memang dari awal mau menyusuri benua ini pakai mobil dan menginap di beberapa hotel. Kami terus menyetir, menikmati pemandangan dan berhenti untuk berfoto. Pada saat itu sedang musim dingin sehingga nggak usah membawa banyak baju. Aku sangat senang, sejenak bisa melupakan Ardi, atau sebenarnya karena nggak ada internet sehingga nggak bisa chat dengan Ardi. Kalau sudah malam dan kami mampir ke sebuah Motel, baru deh bisa konek internet. Aku memposting beberapa foto di Instagram, tapi nggak ada yang berdua saja dengan Rendi. Kalau bukan foto sendiri, ya foto berempat. Hal ini sebenarnya untuk menjaga privasiku sebagai pemilik perusahaan juga. Terkadang setelah mandi di malam hari, aku langsung masuk selimut dan sibuk dengan hp. Teman-temanku yang lain dan juga Rendi pun begitu, tapi mereka sama sekali nggak curiga kalau aku chat dengan Ardi. Pemandangan disini terlalu indah untuk diceritakan kepada Ardi.
Suatu hari kami mampir di sebuah toko souvenir. Aku memilih beberapa coklat (untuk Ardi) dan Rendi bertanya untuk siapa coklat itu? Aku menjawab kalo ini untuk teman-teman di kantor yang nggak ikut kesini dan Rendi nggak curiga sama sekali. Aku memang sering membeli banyak oleh-oleh, jadi Rendi sama sekali nggak pernah curiga. Tapi aku merasa ada yang salah. Aku tidak pernah begini. Aku cinta Rendi, tapi aku mulai jatuh cinta pada Ardi. Tidak, Ardi hanya datang sebentar dan nggak akan stay lama dibenakku.

Sepulang dari Australia, aku mengirim oleh-oleh kepada Ardi. Setelah itu kami janjian lagi mau ke gunung Semeru. Kali ini aku membawa body guard karena jujur aja aku tidak begitu sanggup mendaki gunung dan aku agak repot kalau harus camping. Secara aku kan bukan traveller sejati. Aku tetap basa-basi mengajak Rendi awalnya, sekalian memantau bisnis di Malang. Tapi untungnya Rendi nggak bisa ikut. Keluargaku juga agak panik ketika mendengar aku akan mendaki gunung Semeru sehingga adikku menyuruh tim SAR untuk berjaga takutnya aku pingsan di puncak gunung. Dan benar saja, aku pingsan karena kekurangan oksigen sampai dilarikan ke sebuah rumah sakit di Malang. Rendi tau aku sakit, tapi dia tidak bisa menjengukku karena sibuk, sedangkan Ardi ada terus disini. Aku jadi berpikir, suatu hari nanti ketika aku dan Rendi sama-sama sibuk, ntah siapa yang akan menjaga siapa nantinya.

Aku sangat bingung jadinya. Di satu sisi aku nggak bisa meninggalkan Rendi dan aku mulai mencintai Ardi. Tapi aku harus mengambil keputusan. Aku harus kembali kepada Rendi. Lagian, aku dan Ardi juga belum ada hubungan apa pun. Mungkin juga sebenarnya Ardi sudah punya pacar dan dia memang memperlakukan semua cewek dengan baik. Mungkin juga dia memang mau mendaki gunung dengan siapa pun asal dia punya teman. Aku mulai berpikir macam-macam yang membuat aku nggak mood berbisnis. Akhirnya aku mengambil keputusan. Aku berhenti meng-update social media agar tidak ada yang dilihat Ardi dan juga meng-unfollow dia di semua social media dan social messenger. Berat rasanya tapi mau bagaimana lagi. Yang paling berat adalah menghapus nomor handphonenya dan nge-block dia supaya nggak pernah bisa meneleponku lagi. Setelah melakukan semua hal itu, pikiranku super kacau dan aku pun memilih untuk tidur.

Sampai suatu ketika aku berpapasan dengan Ardi di bandara setelah sebulan tidak saling berkomunikasi. Saat itu, aku sedang bersama Rendi.

April 04, 2017

Happy Birthday To Me

Alhamdulillah bisa berulang tahun lagi. Sebenarnya ulang tahun itu adalah tanda bahwa umur berkurang setahun. Semoga bisa panjang umur, supaya bisa melakukan banyak hal. Seperti tahun-tahun sebelumnya, saya pasti akan menuliskan keinginan tahun ini dan mereview keinginan tahun lalu. Sebenarnya keinginan saya jarang terlalu muluk-muluk, tapi alhamdulillah dikabulkan keinginannya lebih dari yang saya mau.  Oke, tidak diperpanjang lagi, mari disimak!

Tahun lalu saya sempat berkeinginan ke New Zealand dan Umroh. Alhamdulillah terkabul dengan sangat memuaskan. Ke negara para Hobit bisa sekalian roadtrip sampai naik helikopter. Bermain salju di atas gunung dan mengabadikannya dalam video. Saya bahkan nggak pernah berpikir bakalan bisa sampai segitu liburannya. Mungkin memang rejeki datang dalam keadaan yang tidak disangka-sangka. Apalagi bisa umroh sampai lebih dari 2 minggu di Tanah Suci. Selama di Madinah dan Mekkah juga alhamdulillah aman, tentram, nggak nyasar, nggak ada orang yang gangguin, semuanya lancar. Malahan saya sampai bisa ke Kamboja dan Vietnam juga yang nggak direncanakan. Tidak hentinya mengucap syukur. 
Gaya dulu
Yang belum tercapai ada juga sih, menikah dan punya Cafe. Hmm, kalau menikah, mungkin cobaannya agak berat. Cuma saya nggak mau membahas disini. Satu lagi yang belum tercapai adalah punya Cafe. Insya Allah bisa tahun ini. 

Menurut saya, April 2016 sampai April 2017 ini adalah tahun paling gemilang buat saya. Saya nggak pernah membayangkan bisa membeli beberapa aset di dunia maya (dengan cara yang sederhana) dan di dunia nyata secara berbarengan, juga pergi ke 4 negara sekaligus. Walaupun demikian, tetap aja nggak punya duit cash, hahaha. Uang cash sih nggak ada dan masih kere sampai sekarang tapi santai aja deh. Toh karena saya yang suka santai dan serius, saya jadi awet muda. Wajah masih belum keriput sama sekali, energi malah lebih kuat dari beberapa tahun yang lalu, tubuh masih langsing, dan gaya hidup jadi semakin sehat. Saya memang dari dulu suka perawatan kulit, olah raga, makan sehat (bahkan yang dulu saya nggak suka sama sekali), suka tersenyum, berpikiran positif, lebih jarang marah, dan nggak gampang tersinggung. Mungkin yang masih susah adalah tidur cukup karena saya suka banyak pikiran yang harus diselesaikan dan kalau nggak selesai malah bisa terbawa mimpi, hahaha.
Baiklah, keinganan tahun ini masih nggak muluk-muluk:
1. Menikah
2. Ke Iceland tahun baruan (ada yang mau ikut?)
3. Asia Tenggara khatam

Semoga umur saya berkah, sehat, banyak rejeki, dan ilmu bisa bermanfaat. Amin-kan ya :)

April 01, 2017

From Online to Offline

Udah jarang posting blog deh. Bukan karena saya nggak mau, tapi beberapa postingan di tahan dulu. Ada juga beberapa cerita yang nggak boleh di posting. Huff, padahal pengen secepatnya di posting. Oh ya, beberapa bulan ini saya riset banyak tentang media sosial seperti Instagram, Path, dan Facebook. Sebenarnya saya mau memposting hasil riset saya, tapi nanti dulu deh. Postingan seperti itu akan memakan waktu seharian karena harus melampirkan banyak screenshot, penjelasan gambar, dan sebagainya. Berhubung pekerjaan saya sangat menumpuk, jadi saya nggak sempat menuliskannya. Insya Allah lain waktu. Yang pasti, saya menemukan Instagram sangat tidak secure, makanya saya sudah hampir tidak pernah posting Instagram Story atau foto di Instagram. Lebih tepatnya, hampir semua media sosial saya kurangi dan Instagram yang sangat jauuuh saya kurangi. Lagian, buat apa terlalu sibuk di dunia maya karena dunia nyata itu jauh lebih ribet.

Sesuai dari judul postingan saya, saya akan bercerita tentang berjualan secara offline. Mungkin kalian tau kalau perusahaan saya menghimpun dana dari banyak Marketplace dan memiliki beberapa e-commerce. Nah, suatu hari teman saya Mbak Ujha mengajak saya ikutan bazar kecil-kecilan di komplek rumahnya. Konteks kecil-kecilan awalnya saya agak gagal paham, sehingga saya hampir memindahkan seluruh inventory salah satu e-commerce ke lapak bazar. Untung masih diingatkan kalau ini "kecil-kecilan" dan nggak usah terlalu banyak bawa barang. Namanya juga bazar komplek, hahaha. Saya awalnya ragu mau ikut (turun langsung), tapi di satu sisi saya ingin men-challenge diri saya sendiri untuk beneran jualan. Jadilah saya meng-iyakan untuk ikutan berdagang bareng Mbak Ujha.
Dibeli, dibeli!
Berhubung saya suka lupa tanggal dan hari, Mbak Ujha bilang kalau bazarnya hari minggu. Ya udah, saya set up meeting di hari Rabu, Kamis, dan Jumat, mengingat masih ada hari Sabtu untuk beberes bazar dan memberikan label harga. Ternyata, bazarnya Sabtu dan hari Jumat saya meeting sampai malam. OMG! Sempat ragu mau ikutan bazar, tapi udah janji sama Mbak Ujha. Sempat mau batalin meeting tapi meetingnya super penting. Alhasil, jalanin aja deh semua. Sepulang meeting, saya mandi, makan, dan mengecek inventory di e-commerce sampai jam 1 malam. Besoknya bangun pagi jam 5, mandi, sarapan, dan langsung pergi ke komplek Mbak Ujha. Semalam memang beberapa barang dagangan saya udah dikirim ke rumah Mbak Ujha, jadi saya tinggal bawa sedikit lagi.

Hari bazar pun tiba. Saya datang ke rumah Mbak Ujha, membantunya beberes dagangan, menggelar taplak meja, dan menyusun barang dagangan di lapak kami. Jujur saja saya mulai awkward berada di balik meja dagangan. Saya nggak bisa se-santai orang di Pasar Tanah Abang sambil teriak, "Masok kak, masok kak!" Ternyata dalam berdagang offline, mengajak pembeli datang ke lapak itu penting banget. Saya cuma bisa diam aja sambil duduk menunggu pembeli. Kalau ada yang datang ke lapak, itu berarti mereka tertarik dengan barang saya, bukan karena ajakan saya, hahaha. Saya melihat Mbak Ujha jago banget menarik pembeli, mungkin karena dia kenal juga dengan orang-orang yang datang ke bazar. Kadang saya merasa senang karena ada yang tertarik beli dagangan saya. Tapi kemudian kecewa lagi karena mereka nggak jadi beli. Huff PeHaPe!
Salah satu barang dagangan
Yang bikin heboh lagi, karena barang dagangan saya kebanyakan agak mahal, ibu-ibu komplek jarang punya duit cash segitu dan mana ada mesin EDC disini. Biasanya kalau beli online kan tinggal transfer. Nggak semua pembeli bazar mau transfer duit langsung pakai mobile banking karena kadang hp aja nggak dibawa. Mau nyatet no. rekening saya juga nggak bawa pulpen. Saya sampai gemas mau menyuruh mereka transfer via Paypal karena kan gampang diinget kalau cuma alamat email doang. Eh, mereka malah keheranan lagi, "Apa? Paypal? Helloww!" Mbak Ujha sampai ketawa ngakak dengerin saya cerita tentang Paypal. 

Kalau udah mulai mati gaya dalam berjualan, saya keliling ke meja lapak yang lain untuk beli cemilan. Duh, banyak banget makanan enak. Saya malah jadi jajan juga di bazar. Kadang dapat harga lebih murah dari published rate (harga di lapak jualan) karena sesama pedagang, hihihihi.

Karena bazarnya di lapangan, saya juga harus rela berpanas-panasan. Memang ada tenda sih, tapi arah matahari hampir semuanya ke lapak saya. Biasanya kan enak di rumah cuma di depan laptop ngurusin orderan barang. Kalau ada yang beli, tinggal bungkus, dan kirim. Ah, perjuangan banget berjualan secara offline. Mana saya nggak begitu pintar menarik pembeli dengan menceritakan produk saya, walaupun saya tau banget tentang produk yang saya jual. Saya hanya menjawab sedikit-sedikit dan ternyata kalau menarik pembeli nggak boleh begitu. Duh, lelah hayati! Acara bazar cuma 3 jam, tapi capeknya luar biasa sih. Jadi tau kalau orang berjualan di Car Free Day (CFD) ternyata capek juga ya.

Selesai bazar, saya kecapekan dan selonjoran di rumah Mbak Ujha sambil makan Tek Wan, salah satu dagangannya. Ternyata kalau bazar pagi-pagi memang lebih bagus jualan makanan karena orang pada nyari sarapan. Dan ternyata lebih mudah berjualan di dunia maya daripada di dunia nyata. Untuk beriklan tinggal pakai media sosial yang punya fitur advertisement, untuk pembayaran bisa pakai payment gateway, dan nggak usah liat langsung wajah pembeli kalau memang nggak mau beli. Kalau secara online kan orang mampir langsung ke toko kita memang karena mau beli. Kalau pun nggak jadi beli, kita nggak usah lihat wajah mereka.
Tekwan ala Mbak Ujha
Meskipun barang dagangan nggak begitu laku dan tenaga habis terkuras, tapi ternyata seru juga. Justru ini pelajaran baru buat saya untuk tau bagaimana jual beli sebenarnya di dunia nyata. Buat kalian yang terbiasa menjual online, sebaiknya mencoba berjualan offline seperti saya karena tantangannya lebih berat. Nanti Ramadhan ada bazar lagi dan saya terpikir untuk ikutan lagi. Ok, sekian cerita dari saya. Sampai jumpa!

Follow me

My Trip