April 22, 2017

Penerbangan Pagi ke Myanmar

Tidak lengkap rasanya kalau menuliskan sebuah cerita perjalanan itu setengah-setengah. Jadi saya akan menceritakan rentetan kejadian dari sebelum berangkat ke Myanmar. Pesawat saya ke Yangon pagi sekali, yaitu pukul 6.55 AM yang tidak memungkinkan saya untuk pergi ke ke Kuala Lumpur di hari yang sama dari Jakarta karena mana ada penerbangan lebih pagi dari itu. Akhirnya saya pergi sehari sebelumnya. Rombongan saya 4 orang tapi penerbangannya terpisah-pisah. 3 orang naik AirAsia, 1 orang naik Malaysia Airlines. Saya juga sudah meminta pihak hotel menjemput kami jadinya nggak kebingungan.

Pagi itu baru pertama kali saya mencoba ke bandara pakai DAMRI. Mengingat penerbangan pukul 11 siang dan 4 jam sebelumnya (jam 7 pagi) harus udah jalan dari Depok karena takut kena macet. Saya pakai gojek dengan memangku koper ke terminal Depok. Sempat makan Popmie untuk sarapan dan minum teh panas dulu di terminal. Sekarang tarif DAMRI dari Depok ke Bandara Rp. 60,000. Kalau naik taksi online sekitar Rp. 170,000 belum ditambah tol, jadi mungkin total Rp. 200,000. Kalau harus ke bandara pagi buta, saya pasti naik taksi online sih karena agak serem kalau ke terminal bus. Apalagi sewaktu ke New Zealand yang harus membawa koper 30 kg dan kalau naik DAMRI agak repot.

Sepanjang perjalanan saya tidur di DAMRI. Saya memang paling gampang tidur di kendaraan. Alhamdulillah ternyata nggak macet dan saya sampai ke bandara hanya satu jam lima belas menit. Sampai di bandara masih sempat nongkrong dulu di Old Town Cafe untuk bertemu teman saya yang hobinya travelling juga. Dia ntah udah kemana aja berkelana ke negara-negara eksotis dan sering solo travelling. Hmm, saya belum pernah solo travelling untuk mengeksplorasi negara baru karena dalam Islam wanita tidak boleh bepergian jauh kecuali dengan mahram (suami atau keluarga). Lagian, mana enak jalan sendirian? Ada beberapa ulama berpendapat asal bersama teman sesama wanita juga boleh asalkan jangan sendirian. Dulu saya pernah membooking tiket pesawat ke Jepang-Korea berempat, tapi 2 lagi batal. Yang tersisa hanya saya dan teman cowok. Berhubung harga mati nggak boleh berdua aja, saya sampai broadcast di semua media online untuk cari teman dan alhamdulillah ada yang mau ikut. Menurut saya, menjelajahi dunia itu perlu, asalkan tidak melanggar peraturan agama. Alhamdulillah selama ini selalu diingatkan juga sama Mama dan saya selalu patuh.

Setelah cek in bagasi, saya masuk ke ruang tunggu. Sempat bingung karena satu lagi teman saya yang ikut belum kelihatan di ruang tunggu. Berhubung dia adiknya teman saya yang bernama Tommy dan sudah lama tinggal di luar negri, saya cuek aja pasti naik dan turun pesawat udah ngerti deh, hihihi. Nah, yang bingung adalah sewaktu tiba di bandara KLIA2 dan Tommy nggak ada. Whatsapp dan Line nggak punya dan Tommy nggak keliatan dimana-mana. Saya menelepon kakaknya (Kakros) yang juga sudah tiba di KLIA untuk bertanya ciri-ciri adiknya. Kakros menjawab, "Adek gw tinggi, pakai topi. Tapi udah gw kasih tau untuk nunggu di depan CIMB Money Changer." Hah? General banget ciri-cirinya. Saya sampai melihat semua cowok tinggi dan pakai topi juga nggak ketemu yang mana Tommy. Sampai bertanya sama beberapa orang, "Hei, kamu Tommy ya?" Kan niat banget? Mobil penjemputan dari Hotel udah ready di meeting point depan CIMB Money Changer, tapi Tommy belum ketemu. Saya sempat mencarinya dari Arrival Hall 1 sampai 3, bahkan sampai parkiran, nggak ketemu juga. Udah suruh Kakros kirim no. Whatsapp Tommy ke saya tapi belum dikirim. Duh, jadi bingung.

Karena mobil airport transfer sudah penuh dan para penumpang di dalamnya udah agak nggak sabar mau balik hotel (mereka udah celingak-celinguk melihat saya dan Nida yang belum masuk ke mobil), akhirnya saya dan Nida pergi duluan ke hotel. Perjalanan ke Hotel Sri Langit ini agak berkelok-kelok dan ke pelosok. Jadi teringat beberapa kecamatan di Aceh yang jalannya seperti ini. Setelah 15 menit dalam perjalanan, akhirnya sampai juga ke hotel. Kami turun, lalu bertanya pada supir kalau teman saya yang di KLIA sudah dijemput apa belum? Supirnya bilang belum. Saya panik lagi. Saya minta koneksi wifi dan menelepon teman saya via Line. Tommy juga akhirnya Whatsapp dan saya meminta supir untuk menjemput Kakros di KLIA dulu, baru Tommy di KLIA2. Supir pun setuju dan langsung pergi. Selagi menunggu, saya dan Nida jajan dulu di mini market (warung) yang berada di lobi hotel. Masih agak panik juga karena jadi berpencar dengan teman-teman. Alhamdulillah akhirnya semua bisa ngumpul di hotel. 

Setelah mandi, kami berempat mau main ke pusat kota. Karena daerah hotel nggak ada angkutan umum, jadilah kami mencoba memesan Grab. Enaknya Kuala Lumpur udah banyak juga transportasi online. Pihak hotel sendiri menyarankan kami untuk pakai Uber atau Grab karena lebih murah daripada taksi hotel. Dari hotel ke pusat kota kalau pakai Uber/Grab hanya RM 56, sedangkan taksi hotel bisa RM 120. Mahal banget ya. Saya janjian dengan Tina di Sephora Starhill Gallery, tempat biasanya saya belanja makeup. Tahun lalu sudah belanja makeup terlalu banyak dan belum pada habis, jadi saya mencoba menahan diri untuk nggak belanja. Lagi nggak ada duit juga sih, hihihi. Alhamdulillah berhasil nggak belanja karena Tina langsung mengajak makan ke Pavilion. Berhubung dia nggak boleh pulang malam juga. 
Ketemu Tina
Awalnya mau makan di Nando's (favorit saya) tapi jadi pengen makan Dolly Dimsum juga. Tahun lalu kesan saya ketika makan Dolly Dimsum ini enak banget. Lagian, Nando's udah terlalu sering, bahkan hampir setiap ke Kuala Lumpur pasti makan Nando's. Jadi kali ini makan Dolly Dimsum aja deh. Seperti biasa kita pesan banyak banget makanan kalau udah ngumpul. Apalagi setelah itu Willy dan Yudhi juga datang. Kita ngobrol nggak ada habis-habisnya sampai akhirnya Tina pamit pulang duluan karena anaknya udah nungguin. Walaupun pertemuan singkat, tapi lumayan untuk melepas kangen. Fyi, saya memang selalu menghubungi teman-teman untuk ketemuan kalau saya pergi ke kota mereka tinggal atau pada saat mereka berkunjung ke Jakarta. Mempererat silaturahmi itu memperbanyak rejeki lho.
Bersiap nge-dimsum
Setelah makan, saya, Nida, Kakros, Tommy, Yudhi, dan Willy melanjutkan perjalanan ke Twin Tower. Kebetulan saya dan Yudhi pakai tas sama tapi beda harganya jauhhh banget. Saya beli di Kota Kasablanka harganya sejuta lebih, eh Yudhi beli di Kuala Lumpur cuma RM 100an atau sekitar Rp. 300,000an. Sakitnya tuh disini (nunjuk dompet). Saya sarankan kalian belanja di Kuala Lumpur aja untuk produk-produk Bratpack. Eh, pada tau nggak merk ini? hihihi. Mending beli Eiger atau Bodypack aja sekalian kalau harganya udah diatas satu juta rupiah.
Serupa, beda warna, beda harga 😅
Sebenarnya kami ke Twin Tower untuk mengambil foto-foto yang nantinya akan dijadikan Portfolio Rancupid Travel. Sayang, foto-fotonya masih berada di Yudhi dan dia lagi di Jepang. Palingan nanti saya posting lagi ya disini. Setelah mengambil foto di depan dan di belakang Twin Tower, kami memutuskan untuk balik lagi ke hotel. Kami memesan mobil yang sama karena udah janjian dengan supirnya. Kalau pesan Grab lagi secara manual, harganya udah mahal banget. Apalagi KLCC berada di tengah kota, jadi kena tambahan biaya. 

Saya, Nida, Kakros, dan Tommy sampai di hotel sekitar jam 12 malam dan baru tidur 30 menit kemudian. Besoknya bangun jam 4 pagi, mandi, dan memesan Grab lagi ke Bandara. Agak mahal nih Grabnya sekitar RM 50an padahal jaraknya dekat banget. Kalau pesan Uber cuma RM 20an tapi nggak dapat-dapat. Mungkin karena terlalu pagi. 

Kami akhirnya sampai di Bandara jam 5.30. Saya dan Nida cek in bagasi dulu, sedangkan Kakros dan Tommy beli Subway untuk sarapan. Willy sudah menunggu di boarding gate dan dia udah Whatsapp saya terus-menerus bertanya saya udah dimana. Ada sedikit masalah memang. Koper saya dan Nida tiba-tiba melebihi 20 kg, padahal belum belanja sama sekali, sehingga yang satunya harus dibawa ke kabin. Aneh banget, mungkin timbangan di Kuala Lumpur lebih berat daripada di Jakarta. Sewaktu koper Nida ditimbang untuk masuk ke kabin, masih lebih 3 kg dan membuat kita harus mengeluarkan sebagian barang untuk dimasukkan ke ransel. Antrian imigrasi agak panjang ditambah saya kebelet pipis lagi. Mana Willy udah Whatsapp dan bilang kalau pesawat udah boarding. Jadilah kami berempat berlarian menuju boarding gate. Mana susah lari sambil bawa banyak barang, dan barangnya sempat jatuh pulak lagi. Haduwwwh! Alhamdulillah tepat waktu juga bisa ngantri boarding. Jadi olah raga di pagi hari lari-larian ngejar pesawat.

Setelah duduk di pesawat, saya merasa lapar. Sempat ketiduran sebentar sampai makanan pesanan saya dibagikan. Duh, rasanya lapar banget. Mungkin karena capek berlarian mengejar pesawat. Setelah makan dan penerbangan dari Kuala Lumpur ke Yangon memakan waktu 2,5 jam, jadi saya memutuskan untuk tidur lagi. Saya tidur dengan sangat nyenyak sampai-sampai baru terbangun ketika mendarat di Yangon International Airport. Alhamdulillah sampai juga.

Setelah melewati imigrasi, kami semua berencana menukar uang di Money Changer. Yang memusingkan adalah Money Changer hanya menerima uang MYR (Malaysia Ringgit) dan USD (United States Dollar). Kakros yang baru pulang dari Melbourne, uangnya AUD semua dan Tommy yang lama tinggal di Canada dan hanya bawa CAD. Untung aja Willy banyak membawa USD sehingga Kakros dan Tommy bisa minjem dulu, hihihi. Tau gini kan semua pada menukar uang di bandara Kuala Lumpur.

Selama di Yangon, kami menyewa mobil dan supirnya sudah siap menunggu di bandara dengan membawa karton bertuliskan nama saya. Baiklah, mari mengeksplorasi Yangon hari ini. Sampai jumpa!

0 comments:

Follow me

My Trip