Hari ini kita sampai pada penghujung Ramadhan 1438 H. Sedih rasanya karena akan berpisah dengan bulan yang penuh dengan keberkahan, bulan yang mulia, bulan diturunkannya Al-Qur'an. Walaupun demikian, Ramadhan saya tahun ini berbeda dengan Ramadhan sebelumnya, bahkan dalam 10 tahun terakhir. Kenapa? Karena saya bisa merasakan 24 hari Ramadhan di Aceh.
Aceh adalah kampung halaman yang selalu saya rindukan. Sejak kuliah di Bandung, kerja di Jakarta, pasti pulang ke Aceh kalau udah mau dekat Lebaran. Bahkan pernah nggak pulang sama sekali karena nggak punya duit untuk mudik. Waktu itu sempat berjanji dalam hati, suatu hari saya harus bisa menghabiskan waktu Ramadhan di Aceh, seperti yang saya lakukan ketika masih kecil. Walaupun nggak full selama 30 hari, tapi tetap pengen pulang. Alhamdulillah tahun ini diberikan kesempatan untuk pulang sejak tanggal 1 Juni 2017, bahkan tiket pesawat ke Lhokseumawe dari Jakarta hanya Rp. 800rban. Allah telah menjawab doa-doa saya.
"If you wanna feel the truly Ramadhan, then go back to Aceh"
Kenapa pengen banget merasakan Ramadhan di Aceh? Alasan pertama karena rindu. Rindu suasananya, makanannya, tarawihnya, tadarusnya, dan sebagainya. Memangnya di Jakarta nggak bisa seperti itu? Bisa aja sih, tapi beda. Jakarta itu suasananya kerja, kerja, kerja, dan belanja. Jadi kurang fokus beribadah. Baiklah, saya akan memaparkan alasan kenapa saya kangen Ramadhan di Aceh satu demi satu:
Tadarus Al-Qur'an
Aceh adalah negeri 1000 mesjid. Dimana-mana dibangun mesjid nan indah dengan imam mesjid bersuara menentramkan. Kalian bisa mendengar suara imam memimpin shalat tarawih langsung dari kamar di rumah. Begitu indah, begitu syahdu. Setelah shalat tarawih, dimulailah tadarus sampai satu juz permalam. Seolah-olah mesjid satu dan mesjid lainnya membaca Al-Qur'an bersahut-sahutan.
Yang paling indah lagi, kadang terdengar suara anak laki-laki, sambung-menyambung ayat dengan suara orang dewasa, bahkan sama indahnya. Dan hal itu berlangsung sepanjang malam. Sebelum adzan Shubuh juga terdengar suara mengaji, sebelum magrib juga, pokoknya cukup menjadi penentram hati. Disini saudara-saudara saya saling bertanya, "Udah mengaji juz berapa?" Kalau sudah hari kelima Ramadhan, berarti minimal harus sudah juz 5. Sejak tinggal di Jakarta dan mengaji paling-paling sehari cuma 10 ayat, jadi terasa berat juga kalau harus 1 juz sehari. Padahal dulu selalu bisa. Tapi dengan tekad yang kuat, insya Allah bisa. Dicicil aja setiap selesai shalat Fardhu.
Menu Berbuka
Ini yang paling saya tunggu-tunggu. Hampir semua makanan di Aceh adalah favorit saya. Selain masakan Mama yang menurut saya paling enak di dunia, banyak juga jajanan pinggir jalan yang berbeda setiap harinya yang ingin saya makan. Bahkan sampai membuat daftar makanan yang ingin saya makan.
![]() |
Tempat berjualan |
![]() |
Ayuk ngabuburit |
- Rujak Aceh
- Air Tebu
- Mie Aceh
- Gorengan (Risol, Bakwan, dan kue-kue jajanan pasar)
- Pecel
- Martabak
- Roti Cane
- Es kelapa dengan sirup patung (sirup kurnia)
- Teh Tarik, dll.
![]() |
Picai (Pecel) |
![]() |
Banyak jajanan😍 |
Dan berbagai macam lainnya yang saya udah agak lupa. Hampir setiap buka puasa saya wajib makan risol 2 buah dengan minuman yang berbeda-beda. Kadang teh manis panas, air tebu, es kelapa, dan segala macam ragam es. Es kelapa juga harus dicampur dengan sirup cap patung (sirup Kurnia) kesukaan saya. Duh, sirup ini enak banget deh. Menurut saya ini King of Syrup, semua sirup kalah😝😝😝. Ntah kenapa, buka puasa di Aceh membuat saya seperti orang kelaparan banget. Padahal sewaktu puasa biasa aja, tapi giliran mau buka tuh rasanya lapar dan haus banget. Mungkin karena melihat makanan di atas meja yang bikin ngences😝.
10 Malam Terakhir Ramadhan
Mungkin karena saya perempuan yang sebaiknya beribadah di rumah, jadi saya kurang tau tentang banyaknya orang yang beri'tikaf di mesjid pada 10 hari terakhir Ramadhan. Hari itu saya sedang berada di Banda Aceh untuk periksa gigi. Mamanya teman saya sengaja menjadwalkan untuk periksa gigi di malam hari karena setelah itu beliau mau beri'tikaf.
Waktu itu, saya tertegun. Apalagi sewaktu adik saya bercerita betapa banyaknya anak muda yang beri'tikaf di mesjid-mesjid di Banda Aceh. Ya, anak muda yang kebanyakan umurnya jauh lebih muda dari saya dan mereka berlomba-lomba mencari pahala di malam-malam terakhir Ramadhan yang disalah satu malamnya terdapat Lailatul Qadar. Saking ramenya di mesjid, makanan untuk sahur yang disediakan panitia mesjid sebanyak 1000 porsi saja masih kurang. Sampai-sampai panitia mesjid memberikan pengumuman untuk jemaah yang rumahnya dekat, pulang saja ya, sahur di rumah😄😄. Imam shalat tarawih dan Qiyamul Lail ada yang khusus didatangkan dari Madinah dan Mesir. Kalian bisa membayangkan betapa indah lantunan ayat suci Al-Qur'an yang mereka bacakan.
Pintu-pintu Baiturrahman |
Mungkin beberapa tahun belakangan ini, Ramadhan di Jakarta terasa biasa saja. Teman-teman kantor juga kebanyakan sibuk dengan mengejar projek di kantor client karena Idul Fitri semua client pada berlibur. Belum lagi saya nyaris hampir tidak pernah merasakan Ramadhan di Aceh sehingga Ramadhan kebanyakan terasa hambar. Biasanya saya kerja lembur, lalu shalat tarawih di mesjid, baru pulang ke rumah. Sampai rumah udah capek banget, sehingga agak jarang bertadarus. Alhamdulillah tahun ini diberikan kesempatan oleh Allah untuk kembali merasakan Ramadhan seperti sewaktu saya masih kecil dulu. Walaupun saya harus membawa pulang pekerjaan ke rumah, yang penting internet kencang, saya bisa bekerja. Saya juga bisa memantau seluruh pekerjaan saya hanya dari balik meja belajar di kamar saya.
Kesederhanaan
Ramadhan tahun ini saya sama sekali nggak ikut Midnight Sale yang biasanya selalu ada di Mall-mall seluruh Jakarta. Tahun lalu bela-belain sampai jam dua belas malam masih di Kota Kasablanka karena hampir semua tas bermerk diskon gede-gedean. Saya memang suka belanja (kebanyakan wanita pasti suka), tapi saya sempat belanja seadanya di Kuala Lumpur sewaktu pulang dari Laos. Mungkin karena kere juga, jadi mulai perhitungan dengan barang bermerk. Lagian, hasil belanjaan tahun lalu juga masih pada bagus, jadi nggak usah menumpuk barang.
Saya malah menikmati hidup biasa aja di Aceh. Biasanya saya hanya membawa uang Rp. 10,000 untuk belanja makanan berbuka puasa. Disini harga kue Rp. 500, air tebu Rp. 2,500, martabak Rp. 3,000, Mie Aceh Rp. 5,000, dan berbagai makanan enak lainnya dengan harga sangat miring. Kebayang duit di dompet Rp. 100,000 nggak habis-habis. Saya jadi senang disini.
![]() |
Aneka cemilan Rp. 500 |
Pernah suatu hari saya pengen makan telur asin. Saya nitip ke tante untuk minta tolong dibeliin telur asin yang enak. Besoknya tante datang dan bilang kalau itiknya belum bertelur, jadi belum bisa beli😅. Saya agak heran tapi lucu juga ya. Besoknya tante datang lagi membawakan telur itik dan bilang kalau hari ini itiknya sudah bertelur. Saya langsung antusias mau langsung rebus telur asin. Ternyata telurnya belum asin dan harus diasinin dulu😅. Haduwh, lama juga prosesnya ya, hahahaha.
Mesjid Al-Muntaha
Tempat yang paling saya kangen. Sewaktu saya menginjakkan kaki untuk shalat tarawih di mesjid ini, seolah semua memori sewaktu kecil kembali. Teringat Pak Kasim yang galak dalam mengatur saf, teringat cinta-cinta monyet yang cuma bisa ketemuan pas waktu ceramah di sela waktu setelah shalat isya dan mau tarawih. Teringat bawa makanan seperti mau piknik ke mesjid, teringat cowok-cowok yang memenuhi koridor mesjid untuk duduk-duduk. Mungkin masa kecil saya memang dipenuhi kenangan indah. Terlepas dari peristiwa yang mengakibatkan banyak teman-teman harus pindah sekolah ke luar Aceh. Tapi tetap masa kecil adalah masa paling indah, apalagi kita dibesarkan untuk mencintai mesjid.
Malam itu imam shalat masih Ustadz M. A Gamal. Rasanya kangen banget deh. Seolah flashback ke belasan tahun yang lalu. Suara beliau masih merdu ketika membaca surat Ar-Rahman, sangat indah, memecah keheningan malam. Teringat dulu, sewaktu pesantren kilat dimana saya mau minta tanda tangan ustadz/ustadzah siapa pun agar kolom tanda tangan penuh. Terakhir harus hafal 3 surat pendek dan saat itu hanya ada ustadz M. A Gamal yang bisa dimintain tanda tangan. Saya dengan santainya melafalkan ayat-ayat surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-nas tanpa peduli panjang dan pendek. Beliau langsung nggak mau tanda tangan karena bacaan tajwidnya salah semua. Duh, padahal sisa 3 tanda tangan lagi saya sudah dapat seluruh tanda tangan, tapi malah tertahan di 3 kolom terakhir. Awalnya saya mau kabur aja, mencari guru atau ustadz lain untuk minta tanda tangan. Tapi karena ustadz Gamal kenal banget sama Papa, saya jadi takut beliau mengadu ke Papa. Akhirnya saya ditahan satu jam bersama beliau untuk membenarkan tajwid 3 surat terakhir itu.
Jadi teringat, sebandel-bandelnya saya dan teman-teman pada masa kecil, kami tetap takut sama orang tua, guru, dan nomor satu paling takut adalah guru ngaji. Teringat Alm. ustadz Arifin yang bertubuh gemuk berkeliling komplek dengan sepeda atau vespa untuk mengajar mengaji. Kebetulan saya nggak belajar sama beliau tapi kebanyakan teman-teman diajarin ustadz itu. Katanya beliau galak, tapi paling sayang sama muridnya. Jadi terpikir sekarang betapa banyak pahala yang beliau investasikan ke anak-anak agar pandai mengaji hingga dewasa. Semoga menjadi amalan jariyah sebagai ilmu yang bermanfaat.
Sebenarnya hal yang paling saya rindukan adalah suara Papa ketika sedang mengaji. Biasanya setelah shalat Ashar, Papa pasti duduk di sofa ruang tamu, dengan peci dan baju koko, lalu melanjutkan mengaji sampai 1 juz. Terkadang dulu kalau pulang dari Jakarta, saya bisa duduk diam sambil hanya mendengarkan suara Papa. Masih teringat betapa indahnya, betapa rindunya. Suara yang tidak mungkin saya dengar lagi sampai kapan pun😢😢😢.
Sebenarnya hal yang paling saya rindukan adalah suara Papa ketika sedang mengaji. Biasanya setelah shalat Ashar, Papa pasti duduk di sofa ruang tamu, dengan peci dan baju koko, lalu melanjutkan mengaji sampai 1 juz. Terkadang dulu kalau pulang dari Jakarta, saya bisa duduk diam sambil hanya mendengarkan suara Papa. Masih teringat betapa indahnya, betapa rindunya. Suara yang tidak mungkin saya dengar lagi sampai kapan pun😢😢😢.
Allahummaghfir lahu warhamhu, wa’aafihi wa’fu ‘anhu.
اَللهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ"Ya Allah, ampunilah dosanya, berilah rahmatMu ke atasnya, sejahtera dan maafkanlah dia."
Akhirnya, postingan saya selesai juga di hari terakhir Ramadhan. Jadi sedih sejak semalem ketika shalat tarawih terakhir. Menurut saya shalat tarawih itu berat, agak malas-malasan mengerjakannya, walaupun alhamdulillah nggak pernah tinggal (kecuali sewaktu mens). Tapi ketika mengerjakannya semalem, jadi merenung, Ramadhan segera berakhir😔😔😔.
Mesjid Raya Baiturrahman |
Semoga dapat dipertemukan dengan Ramadhan berikutnya. Semoga tahun depan bisa merasakan 10 malam terakhir Ramadhan sampai Lebaran di Masjid Nabawi dan Masjidil Haram berdua, bertiga, atau berempat juga boleh😁.
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438 H. Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Taqabalallahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum wa ja’alna minal ‘aidin wal faizin
تَقَبَّلَ اللّهُ مِنَّا وَ مِنْكُمْ صِيَمَنَا وَ صِيَمَكُمْ وَجْعَلْنَا مِنَ الْعَائِدِين وَالْفَائِزِين"Semoga Allah menerima (amal) dari kami dan (amal) dari kalian, puasa kami dan puasa kalian. Dan Semoga Allah menjadikan kita bagian dari orang-orang yang kembali (kepada ketaqwaan/kesucian) dan orang-orang yang menang (dari melawan hawa nafsu dan memperoleh ridha Allah)."
2 comments:
Postingan berbau nostalgia sekaliii..
Udah 15 tahun euy ga balik ke Aceh lagi.
Lhokseumawe pasti udah berubah banget ya..
Selamat lebaran ya mut, telat sih heheee...
maap lahir batin
Posting Komentar