Juli 23, 2017

Belum Move On

Sudah agak lama nggak menulis cerita. Beberapa cerita saya merupakan kejadian nyata, beberapa penggalan mimpi, beberapa cuma pengen ditulis aja kalau lagi ada waktu senggang. Oh ya, saya sedang berpikir untuk pakai kawat gigi nih. Karena kayaknya gigi mulai berantakan. Tapi nanti kalau pakai kawat, gingsul saya hilang😢. Kemaren sih udah bilang sama dokter giginya kalau saya tetep mau ada gingsul karena lucu aja dan dokter gigi bilang boleh aja gingsul di skip, hihihi. Biasanya orang yang ada gingsul pasti ada lesung pipit kayak saya, makanya saya nggak mau kalau lesung pipitnya hilang. Hahaha. Agak absurd sih keinginan saya, tapi begitulah adanya.

Ok, semoga cerita kali ini bisa menemani waktu bersantai kalian. Mari disimak!

***

Kantorku sering sekali mengadakan meeting di Hotel XYZ. Ntah kenapa atasanku suka banget dengan hotel yang satu itu. Padahal ruang meetingnya biasa aja, makanannya juga nggak enak-enak amat, tapi setiap ada event kantor, selaluuuuuuu diadakan di Hotel XYZ. Memang sih sebagai karyawan, aku senang aja bisa menginap di hotel gratis. Buktinya, aku selalu bangun kesiangan di hotel ini😆😆😆.

Setelah mandi, pakai baju, dan pakai sepatu, aku keluar kamar sambil mengunci pintu dan memeriksa hp. Agak bete juga membaca Whatsapp dari bosku yang ngomel-ngomel karena aku nggak datang ke ruang meeting lebih pagi. Ya mau 'gimana, aku baru bangun jam 8 kurang 15, sedangkan meeting dimulai jam 8 pagi. Untung aja cowok kan nggak ribet, dalam 10 menit juga beres mandi sampai pakai sepatu, hahaha. Setelah mengunci pintu, tanpa sengaja aku melihat seorang cewek yang aku kenal, masuk ke dalam lift. Aku langsung kaget, tapi nggak sempat menyusulnya karena pintu lift langsung tertutup.

Aku berpikir, mungkin aku salah lihat. Mana mungkin 'dia' ada disini. Ngapain 'dia'? Aku naik lift berikutnya dan turun ke lobby. Aku melihat ada banyak orang di lobby hotel tapi bukan karyawan perusahaanku. Dari jauh aku melihat cewek itu dan bisa memastikan kalau dia adalah Rika, sedang berfoto dengan background tulisan beberapa logo perusahaan, sambil tersenyum. Mungkin dia sedang menghadiri event juga, sama sepertiku. Dan aku mendadak nggak mood. Sudah 6 bulan ini aku mencoba melupakannya, sekarang dia datang lagi. Aku masuk ke ruang meeting, duduk, dan mencoba menyimak apa yang dikatakan bosku.

Aku jadi nggak konsentrasi. Aku mengambil hp dan mencari namanya di Whatsapp. Sayang, aku baru ganti hp sehingga history chat dengannya sudah nggak ada lagi. Aku masuk ke Instagram, mencari pesan yang pernah aku kirim. Membacanya satu demi satu yang membuat aku tambah nggak konsen dengan meeting. Sudahlah lupakan! Aku berusaha kembali ke meeting atau mengobrol dengan temanku yang lain untuk mengalihkan perhatian.

Sekitar jam 9 malam, aku keluar dari kamar hotel karena ingin duduk di balkon. Kamarku berada di lantai 11 sehingga duduk di balkon bisa sambil menikmati pemandangan lampu-lampu kota. Aku celingak-celinguk dulu, kali aja ada Rika lewat koridor hotel lagi seperti tadi pagi. Hmmph, sayangnya nggak ada. Kok aku jadi kecewa ya? Jadi teringat dulu Rika pernah mengajakku makan di sebuah Resto Hotel dengan pemandangan lampu-lampu kota yang sangat indah. Duh, jadi teringat dia lagi. Kok aku belum move on ya? Padahal udah berbulan-bulan nggak ngobrol.

Aku berjalan ke balkon, lalu mencari kursi yang nyaman untuk duduk santai sambil main laptop. Samar-samar aku melihat seorang cewek duduk di sudut balkon sambil memakai earphone. Aku terkejut setengah mati karena cewek itu adalah Rika. Dia duduk memandang lampu kota sendirian dengan tatapan kosong. Sepertinya suara musik yang sedang ia dengarkan kencang banget sehingga dia nggak sadar sama sekali kalau aku berjalan menghampirinya. Semula aku nggak mau menyapanya, tapi rasa penasaran lebih besar daripada gengsi. Aku juga kangen dia.

Aku berdiri di sebelahnya. Melihat kalau dia sedang menangis. Aku merasa kehidupannya sempurna, tapi dia beneran sedang menangis. Air matanya keluar terus tapi dia tidak terisak. Aku berdiri dihadapannya yang membuat dia tersadar akan keberadaanku. Ia menatapku pelan, mencoba mencerna siapa yang berada dihadapannya. 
"Ardi...," ucapnya lirih sambil membasuh air matanya.

Aku duduk di dekatnya. "Jangan menangis Rika..."
Rika memandang mataku. Aku nggak sanggup melihat matanya yang masih berair. Aku sudah berusaha menghapusnya dari ingatanku tapi malam itu seolah-olah semua kembali lagi.
Aku mencoba memecah keheningan malam. "Kamu lagi ada meeting ya di hotel ini?"
Rika masih menatap mataku.
"Kantorku juga menggelar meeting di hotel ini. Aneh ya, kenapa banyak kantor suka sama hotel ini, hehe." Aku jadi merasa kikuk.
"Ardi, seandainya kamu tau kalau aku kangen banget sama kamu."
Aku terdiam.
"Maafin aku."
"Aku udah maafin kok." Kataku tersenyum.
"Kamu masih mau jalan-jalan sama aku?"
Aku mendengus dan menggeleng. "Sebaiknya jangan. Nanti hati aku tambah sakit."
Rika terlihat kecewa.
"Hati aku sakit sejak kamu pergi begitu saja dan menghilang. Di dunia maya menghilang, dunia nyata apa lagi."
"Aku kesini bukan untuk meeting. Tapi nyari kamu..."
Aku kaget, "Tapi tadi aku lihat kamu mengikuti event."
"Eh, kamu udah lihat aku dari tadi?" heran Rika.
Aku mengangguk.
"Event itu aku rekayasa supaya bisa ke kota ini, untuk nyari kamu."
"Kamu bisa telepon aku dulu kok kalau emang mau nyari aku banget."
"Kamu bisa aja nggak angkat telepon aku."
"Kapan? Yang nggak angkat telepon aku kan kamu."
Rika kemudian terdiam dan tiba-tiba menangis.
Aku langsung keheranan, "Eh kok nangis lagi?"
"Aku kangen kamu Ardi. Kangen banget," kata Rika terisak.
Aku merangkul Rika, "Tenang aja, aku belum move on kok. Hehehe."
"Beneran?" tanya Rika sambil terisak.
"Suer," jawabku. "Ayuk jalan-jalan lagi. Akan ku ajak engkau melihat dunia."
"Beneran ya!" kata Rika lagi sambil tersenyum lebar.

Malam itu, hati aku jadi tenang lagi, seperti yang sempat kurasakan berbulan-bulan yang lalu.
City lights from The Peak Hong Kong

Juli 15, 2017

Menjelajahi Kota Meulaboh Sampai Nagan Raya

Ini pertama kalinya saya ke Meulaboh, Aceh Barat. Walaupun ada tante yang tinggal di kota ini, tapi saya nggak pernah main ke rumahnya. Mungkin karena jarak dari Aceh Utara ke Barat jauh banget dan harus memutar dulu ke Banda Aceh. Bisa sih lewat jalan tengah melalui Takengon. Tapi katanya jalan dari Aceh Tengah ke Aceh Barat agak menyeramkan dan ngeri-ngeri sedap kalau bawa anak kecil dan orang tua. Mungkin kalau kita sesama anak muda sih bisa-bisa aja.
Meulaboh
Baiklah, saya akan menceritakan beberapa destinasi wisata yang saya kunjungi di Meulaboh. Mari disimak!

Pantai Ujung Karang
Tempat pertama yang tante saya rekomendasikan untuk berwisata adalah Pantai Ujung Karang. Pantai ini terletak di desa Suak Indrapuri, kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh Aceh Barat yang merupakan salah satu objek wisata yang menawarkan keindahan alam, dengan lautnya yang berwarna biru, ditambah dengan pohon nyiur berjajar disekitar pantai sehingga membuat suasana semakin terasa sejuk. Dulu, gelombang Tsunami tahun 2004 sangat tinggi di pesisir pantai ini. Kalian bisa melihat saksi bisu bangunan tiga lantai yang belum di renovasi dan dindingnya jebol karena terkena tsunami. Masya Allah.
Mari melaut
Saksi bisu tsunami
Kalau kalian suka mancing ikan, pantai ini menjadi tempat yang tepat untuk memancing. Berhubung waktu saya singkat sekali di Meulaboh, jadi nggak nyobain mancing. Cuma berfoto aja disekitar dermaga dan saya menyadari kalau langit di Meulaboh indah sekali. Apa mungkin karena pantulan sinar matahari ke laut yang membuat langit berwarna biru cerah yang sangat indah😍😍😍.
Mari memancing ikan
Mikirin siapa ya?
I'm wearing my own cloth label HAY
Kupiah Meukeutop
Kupiah Meukeutop adalah lambang daerah Kabupaten Aceh Barat dan juga situs budaya, serta lokasi gugurnya Pahlawan Nasional Teuku Umar yang terletak di Desa Suak Ujong Kalak, Kota Meulaboh. Saat tsunami melanda Aceh 26 Desember 2004, monumen itu juga ikut terbawa air bah. Pada masa rekonstruksi Aceh pascabencana, tugu dibangun kembali oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh dengan biaya mencapai ratusan juta rupiah. Monumen ini dibangun dengan posisi agak ke darat kaerna lokasi tugu sebelumnya telah menjadi laut akibat Tsunami. Memang kalau dilihat kondisinya kini tak bisa dimanfaatkan dengan baik karena ditumbuhi rumput liar, cat menggelupas, dan tak ada perawatan. 
Kupiah Meukeutop
Lokasi Teuku Umar ditembak
Sebagai informasi, Kupiah Meukeutop juga merupakan topi tradisional adat Aceh yang biasanya digunakan sebagai pelengkap pakaian adat yang dikenakan kaum pria. Tidak jauh dari monumen Kupiah Meukeutop ada juga monumen yang sama bertuliskan Teuku Umar. Kita ketahui bahwa pahlawan nasional yan satu ini lahir di Meulaboh, tahun 1854. Beliau gugur 11 Februari 1899, dalam suatu pertempuran dengan pasukan Belanda di Meulaboh. Di lokasi tertembaknya Teuku Umar, di Pantai Batu Putih, Suak Ujong Kalak, dibangun satu lagi Kupiah Meukeutop.

Kopi Khop - Kopi Telungkup
Tidak jauh dari Monumen Kupiah Meukeutop, ada warung kopi yang menyajikan kopi secara terbalik. Sebenarnya saya nggak suka kopi, tapi saya berpikir kalau nggak sah rasanya udah ke Meulaboh tapi nggak nyobain sensasi minum kopi secara terbalik. Saya minta kopi manis, supaya kuat minumnya. Ketika kopi datang, saya malah bingung sendiri bagaimana cara meminumnya😅.
Kopi manis terbalik
Kopi hitam
Pelayan warung kopi bilang kalau kita harus meniup kopinya terlebih dahulu, nanti airnya keluar sedikit demi sedikit. Sebenarnya agak jijay sih meniup air minum, tapi kalau nggak ditiup nggak akan keluar minumannya. Saya tiup perlahan-lahan, lalu air kopi keluar sampai memenuhi piring dibawahnya, baru deh bisa disedot. Awalnya pengen saya balikin kopinya. Tapi saudara saya bilang, kalau kopi dibalikin, nanti ampasnya naik semua karena memang nggak disaring. Hmm, baiklah, memang harus sabar minum kopi perlahan-lahan tampaknya.
Slurrpp
Pondok warung kopi
Setelah dari kopi Khop, kami berkeliling kota Meulaboh. Tidak lupa mampir di mesjid Agung Baitul Makmur untuk berfoto. Mesjid ini merupakan icon kota Meulaboh dan termasuk bangunan yang terindah di bagian barat Aceh dan menjadi saksi bisu ketika Tsunami meluluh-lantakkan Aceh tahun 2004. Warna kubahnya merah mencolok dan sangat cantik, sehingga terlihat elok dari kejauhan.
Mesjid Agung Baitul Makmur
Kantor Bupati Meulaboh
Kabupaten Nagan Raya
Berhubung udah sampai Meulaboh, ada baiknya menyempatkan diri ke Nagan Raya. Kalau untuk saya sih hanya sebagai penambah checklist daftar Kabupaten yang pernah saya singgahi saja. Kalau kalian ingin langsung terbang ke Aceh Barat, mungkin bisa memilih penerbangan dari Kuala Namu Medan menuju Bandara Cut Nyak Dhien di Nagan Raya. Seandainya dari Lhokseumawe ada pesawat langsung ke Nagan Raya kan enak ya😆. Apa yang menarik dari Nagan Raya? Salah satunya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pertama di Aceh yang terletak di Desa Suak Puntong, Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.
Perjalanan dari Meulaboh
Tugu selamat datang
PLTU Nagan Raya ini bakal menghemat penggunaan BBM sebesar Rp 28 triliun per tahun. Pembangkit dengan kapasitas 2 x 110 megawatt (MW) menelan biaya Rp 795 miliar dan US$ 160,9 juta (Rp 152,9 miliar). Memang kalau kalian lihat sendiri, PLTU ini memiliki bangunan super megah. Nggak heran kalau dana yang dikeluarkan hampir 1 Trilyun bisa membuat pembangkit listrik sebesar ini. Saya agak susah memotretnya dari balik pagar, karena nggak boleh masuk ke dalam PLTU. Tadinya mau turun dan memotret dari pintu pagar yang ada teralis tapi agak takut kesetrum. Maklumlah, kan sedang berada di tempat penuh listrik. Emang iya bakalan kesetrum 'gitu?😂😂😂
PLTU dari luar
Setelah makan siang, saya kembali pulang ke Banda Aceh sekitar jam 3 siang dari rumah tante di Meulaboh. Memang cuma menginap semalam di rumah tante dan sengaja pulang agak sore supaya bisa mendapatkan sunset di Gunung Geurutee. Alhamdulillah hari itu sangat cerah, langit sangat biru, dan saya ketiduran melulu di mobil. Sempat mampir juga ke rumah saudara di Teunom, baru kembali melanjutkan perjalanan.
Kantor Bupati Aceh Jaya
Alhamdulillah saya sampai di Puncak Geurutee pas banget beberapa menit sebelum matahari terbenam. Kebetulan juga kita dapat parkiran enak di depan pondok. Saya masih sempat duduk-duduk di pondok, memesan indomie dan makan duren yang dijual pas di depan pondok, selagi menunggu best moment untuk sunsetnya.
Puncak gunung Geurutee
Pondok-pondok
Mari makan durian
Kejadian yang menyebalkan adalah, karena makan durian ditambah indomie kali ya, jadi aja perut mules tiba-tiba pas moment sunset lagi bagus-bagusnya. Duh, udah berusaha cuek, duduk diem nggak gerak, mules terus bertambah. Mana nggak ada toilet di puncak gunung begitu. Akhirnya saya paksain ambil foto sunset yang subhanallah bagusnya dengan usaha yang sudah mencapai titik darah penghabisan. Saya memang bela-belain banget mau mengambil gambar sunset di puncak gunung karena refleksi cahayanya langsung ke samudra yang tenang tanpa ada ombak. Masya Allah indahnya. Sunggu Maha Karya Sang Pencipta😍😍😍.
The best sunset i have ever seen
Matahari mulai tenggelam sepenuhnya
Sesaat setelah matahari tenggelam sepenuhnya, hilang juga rasa mules di perut saya. Aneh banget 'kan? Damn! Baiklah, semoga suatu hari bisa balik lagi kesini. Aminnn...

Sumber :

Juli 13, 2017

Perjalanan Menuju Meulaboh

Sudah 43 hari saya di Aceh. Kalau orang naik haji, mungkin sebentar lagi udah pulang, hahaha. Logat ngomong juga udah berubah dari betawi ke Aceh yang rada-rada melayu, hihihi. Malah vocab bahasa Aceh jadi bertambah juga. Tapi 43 hari nggak terasa selama di Aceh. Mungkin karena berada di kampung halaman terlalu nyaman, makan enak, tidur nyenyak, internet kenceng, kerjaan juga kelar. Makanya waktu seolah berjalan terlalu cepat.
Peta
Baiklah, saya akan bercerita pengalaman libur lebaran kali ini berkunjung ke rumah tante di Aceh Barat. Sebenarnya saudara saya banyak banget disana, tapi seumur hidup belum pernah ke bagian Aceh yang satu ini. Udah diniatin dari jauh-jauh hari, pokoknya mau ke Meulaboh (ibu kota Aceh Barat), melalui jalur darat supaya saudara yang lain bisa ikut.

Saya dan keluarga keluar dari rumah pukul 6 pagi menuju Banda Aceh. Sekitar jam 10 pagi, kami udah sampai di Banda Aceh dan mampir untuk bersilaturahmi sejenak ke saudara yang ada disana. Sempat ngobrol sebentar, makan siang dengan lauk pauk super banyak dan enak, lalu jam 12 siang, kami keluar dari rumah saudara untuk melanjutkan perjalanan. Baru sadar melihat jarum bensin di dashboard mobil tinggal 2 bar dan jadi takut bensin nggak cukup karena kita bakalan melewati 3 gunung dan nggak ada SPBU sama sekali. Karena mau shalat Jumat, semua SPBU di Banda Aceh tutup semua. Waduh! Akhirnya kami terpaksa beli bensin eceran daripada mobil mati mendadak diatas gunung.
Makan siang
Perjalanan pun dimulai. Karena masih waktunya shalat Jumat, jalan utama Banda Aceh - Calang sepi dan kita bisa 'ngebut untuk mengejar waktu. Mana jalanan di Aceh bagus banget dan nggak ada lubang sama sekali jadi nggak was-was mau ngebut. Beberapa kali saya berhenti, hanya untuk mengambil gambar karena cantik dan indahnya pemandangan di sisi kiri kanan jalan yang kebanyakan adalah pantai. Memang cuaca di Aceh bisa panas banget dan saya lupa bawa kacamata hitam, jadi silau banget mata saya. Tapi alhamdulillah tetap bisa mengambil gambar.
Pantai Lampuuk, pasirnya putih
Pantai Lhoknga, ombaknya gede banget. Bagus untuk berselancar.
Pondok di kaki gunung Paroe
Sebenarnya jalan ke Meulaboh cuma lurus aja nggak belok-belok. Tapi jalannya berkelok-kelok. Apalagi karena harus melewati pegunungan. Dari Banda Aceh, kalian harus melewati gunung Paroe, Kulu, dan Geurutee, baru sampai ke kota Lamno. Nah, menyetir melewati jalan di atas gunung agak seram sih. Kalian harus ekstra hati-hati karena sisian jalannya adalah tebing yang langsung ke laut. Serem banget ya. Walaupun demikian, di puncak Gunung Geurutee ada banyak pondok-pondok yang bisa kita mampir untuk sekedar duduk-duduk menikmati pemandangan alam yang subhanallah indahnya. Benar-benar indah. 
Pesisir Aceh Barat
Terlihat pulau Klang
Kalian bisa melihat gunung dan pesisir Aceh barat dan Pulau Kluang dari puncak gunung. Saya sampai takjub melihat keindahannya. Sambil mengambil gambar, saya sekalian pesan es jeruk dan menikmati angin sepoi-sepoi di pondok. Sepertinya ini pemandangan pinggir tebing terindah yang pernah saya lihat.
Menikmati jus jeruk
Setelah puas menikmati alam ciptaan Allah SWT, saya melanjutkan perjalanan menuju Kabupaten Aceh Jaya. Sampai di Lamno langsung isi bensin full tank supaya nggak was-was lagi sampai Meulaboh. Perjalanan masih panjang, ditambah lagi saya harus berhenti di tengah jalan untuk nebeng toilet di SPBU atau shalat di mesjid. Sepanjang perjalanan di Aceh Jaya, saya melihat banyak rumah-rumah kecil yang merupakan sumbangan untuk korban Tsunami 2004. Saya juga melewati kota Calang, yang dulunya sempat hilang karena seluruh kota dan penduduknya tersapu tsunami, Masya Allah. Oh ya, ketika sudah turun gunung, kalian tetap harus hati-hati menyetir karena banyak banget rombongan sapi yang sedang melintas di jalan. Kadang pun udah di klakson berkali-kali teteup aja si sapi jalannya santai banget. Sampai harus buka kaca jendela untuk mengusir sapi, hush! Hush!

Setelah Calang, kami mampir shalat di mesjid sumbangan dari Brunei Darussalam di kota Panga. Kebetulan Om saya yang dari Meulaboh janjian ketemuan di mesjid itu karena beliau mau balik ke Banda Aceh. Takutnya nggak ketemu di Meulaboh. Jadilah saya sekeluarga berlebaran dengan om sambil shalat Ashar. Bagus juga idenya😁😁😁. Sekitar setengah jam berhenti, lalu saya melanjutkan perjalanan melintasi kota Teunom. Hampir semua kota di Aceh Jaya itu adalah kampungnya kakak ipar saya dan baru lebaran kali ini diberikan kesempatan oleh Allah untuk menjelajahinya.

Perjalanan dari Banda Aceh ke Meulaboh memakan waktu hampir 6 jam ditambah waktu nongkrong sebentar, ke SPBU, dan shalat di Mesjid. Kebayang nggak kalau kami sudah melakukan perjalanan dari jam 6 pagi dan tiba di Meulaboh jam 6 sore. Duh, pegel banget deh 12 jam perjalanan, apalagi membawa bayi. Udah bosen deh bayinya.

Alhamdulillah kami sampai dengan selamat di Meulaboh. Nanti saya cerita lagi ya. Sampai jumpa!

Juli 09, 2017

Travelling to Western Aceh

So many people asked me to write a blog using English language. So I can give so many information to the people all around the world. English like a second language to me but not for the people around me especially my Mom. Mom always read my blog everywhere and everytime so it's not easy for her to read an English-language blog. Because blog just like a report about my life for her, as my respect, i have to write every posts using Bahasa Indonesia.

Well, i just wanna inform the world a very beautiful place on western Aceh. This is my first time went here and I would definitely come here again. A week ago, I visited my aunty in Meulaboh, a city in West Aceh. While I live in Matang City, North Aceh, I have to drive 8 hours to Meulaboh from Matang. I stop by Banda Aceh, lunch, and continue on driving. Do you know what, we have to cross 3 mountains after 1-2 hours driving from Banda Aceh, and the magnificent scenery was found along the way when we drove to the top of Mount Geurutee.
Lampuuk Beach
West Aceh Coast
Lhong Coast
Sunset from Mount Geurutee
Let's eat Indomie and drink Aqua
If you want to visit this place, you can fly from Kuala Lumpur to Banda Aceh using Air Asia. Then just rent a car to Puncak Geurutee, lunch, having fun, and enjoy every wonderful scenery.

Nanti saya akan menuliskan cerita lengkapnya dalam bahasa Indonesia. Stay tuned!

Follow me

My Trip