Sebelum melanjutkan menulis tentang pengalaman saya selama berada di Kalimantan Selatan, saya mau bercerita sedikit tentang dunia blog. Selama dua hari ini, karena saya sedang tidak enak badan, saya hanya di rumah seharian dan memang nggak kemana-mana. Mau nonton tv males, beres-beres rumah males, pokoknya males ngapa-ngapain. Yang nggak boleh males adalah ngecekin kerjaan dan itu pun cuma ngecek sedikit aja, trus tutup laptop, masuk selimut lagi, sambil buka browser di hp.
Akhirnya saya membuka blog dan mulai blogwalking (istilah membaca blog orang). Ntah kenapa, hampir semua blogger yang pernah saya simpan link-nya dulu, sudah jarang sekali update blog. Padahal dulu mereka bisa update tiap hari. Ada aja yang diceritain. Sebenarnya saya mulai malas menulis. Selain karena waktu banyak tersita untuk bekerja, kehidupan sehari-hari, dan jalan-jalan, kadang saya juga sudah hampir nggak punya inspirasi. Tapi saya tetap memaksakan diri untuk menulis. Menulis itu memberikan informasi untuk orang-orang. Pada dasarnya, kalau kita butuh informasi, kita pasti akan googling dan disitulah kita bakalan menemukan banyak blog orang yang menyediakan informasi dari pengalaman mereka. Sampai sekarang saya masih butuh membaca blog untuk mencari informasi. Terima kasih untuk orang-orang yang selalu menulis blog dan memberikan informasi bermanfaat. Semoga Allah SWT membalas.
Saya akan melanjutkan cerita tentang perjalanan menuju sebuah danau buatan yang merupakan bekas galian tambang. Sempat browsing mencari tempat wisata di Kalimantan Selatan, dan beberapa orang merekomendasikan 'Danau Biru'. Yang membingungkan adalah, ada beberapa Danau Biru di Kalsel seperti Danau Binuang, Danau Pengaron, dan dua-duanya jauh banget dari kota Banjarmasin.
Kami mulai perjalanan dari Martapura, salah satu kota Intan terbaik di Indonesia (nanti saya bahas), yang jaraknya sekitar 1 jam dari Banjarmasin tanpa macet. Selama perjalanan ke Martapura aja saya udah ketiduran di mobil karena perjalanan yang menurut saya jauh banget. Dari Martapura ke Danau Biru, kami mengikuti GPS. Patokan saya di Gmaps adalah Danau Biru Binuang, sedangkan teman-teman saya menunjuk Danau Biru Pengaron. Memang lebih jauh Danau Binuang karena bersilisih sekitar 30 menit dari Danau Pengaron.
Di tengah perjalanan mengikuti Gmaps, kami malah nyasar ke tanah kosong tandus dan hampir nggak ada orang disana. Kami mencoba memberhentikan pengendara sepeda motor dan bertanya dimana Danau Pengaron. Bapak itu bilang patokannya adalah Mesjid Pengaron dan dari situ udah tinggal belok kanan. Baiklah, kami berusaha mencari mesjid dan ternyata kami salah belok di mesjid pertama. Kami masuk ke jalan agak kecil, lalu mulai masuk ke desa, dan jalanan semakin sepi. Duh, mana kami semua bukan orang Banjar, jadi agak merasa takut nyasar. Walaupun ketika nyasar, malah menemukan jalan dengan pohon-pohon karet di sisi kiri kanan jalan dengan daun yang berguguran. Serasa sedang musim gugur.
![]() |
Pohon-pohon karet |
Jalan sepi itu membawa kami ke desa Bumirata. Sempat bertanya pada orang lokal dan mereka bilang kalau kami salah jalan. Masih bersikukuh mengikuti Gmaps dan akhirnya masuk ntah ke kampung mana lagi. Di kampung itu jalan sangat kecil, nggak bisa memutar balik mobil, dan orang-orang semua pada melihat ke arah kami ketika kami bertanya jalan dengan tatapan penasaran. Saya jadi seram. Teman saya sempat menelepon teman-temannya yang pernah ke Danau Pengaron, tapi tetap aja kami nggak tau nama jalan atau nama daerah yang dia sebutkan. Akhirnya kami memundurkan mobil sampai ke jalan besar, lalu bertanya pada bapak-bapak yang sedang duduk santai di depan rumah. Bapak itu bilang, sudah 2 orang yang bertanya kemana arah danau Pengaron karena nyasar.
Kami mengikuti arah dari Bapak tadi, kalau ketemu tanda warna kuning dan jembatan disebelah kanan, maka kami belok kiri. Kami terus menyusuri jalan dan melihat tanda kuning dan jembatan persis sama dengan kata si Bapak. GPS apa kabar? Wallahu 'alam. Udah error daritadi GMapsnya. Kami masuk ke jalan super tandus, jalanan sangat menanjak, dan sepi. Hampir tidak ada orang yang melintas. Saya mulai merasa seram lagi. Akhirnya bertemu dengan Bapak yang mengendarai motor bersama anak-anaknya. Kami bertanya pada bapak itu dan sang bapak lalu mengantar kami sampai ke pertigaan.
Di pertigaan, kami bertanya lagi pada seorang pria (mungkin mandornya kuli tambang). Beliau langsung masuk ke mobilnya dan mengikuti mobil kami. Awalnya saya bingung, dia kok malah masuk mobil? Sempat merasa seram juga, tapi ternyata beliau mau mengantar kami sampai di danau. Duh, saya udah takut duluan, tapi ternyata orangnya baik. Mungkin karena sepi dan udah sore. Apalagi daerah galian tambang begini agak seram jalannya karena tanjakannya curam banget. Mana nggak diaspal dan berbatu😫😫😫. Untung masih dilindungi Allah SWT.
Sampai juga akhirnya |
Setelah perjalanan menyeramkan dan panjang, Alhamdulillah sampai juga di danau biru. Kami harus menuruni bukit berbatu dan agak repot karena saya menggunakan sepatu fancy, bukan kets. Teman saya malah pakai wedges, lebih susah lagi mau turun. Ntah berapa kali hampir terperosok, mana jalan di pinggir danau sangat berbatu dan saya kesulitan untuk menapak di batu-batu besar karena alas kaki saya yang nggak nyaman. Duh, baru kali ini merasa lelah banget dalam mendaki bukit kapur😩😩😩. Walaupun pada akhirnya bertemu dengan pemandangan yang subhanallah indah.
Danau super biru |
Kata orang lokal, danau ini sebenarnya airnya sangat tinggi dan kita bisa langsung lihat dari jalan masuk tadi. Karena jarang hujan, airnya jadi surut dan kita terpaksa pergi ke tempat yang sulit banget dijangkau untuk menikmati keindahan Danau Pengaron. Danau ini terbentuk dari hasil galian tambang dan air hujan terjebak disini. Hasil pantulan langit membuat air berwarna sangat biru nan indah, makanya harus kesini kalau cuaca cerah.
![]() |
Berpose sambil gemetaran |
Untuk berfoto di tempat-tempat bagus, kalian memang harus punya nyali tinggi. Jujur aja saya orangnya lumayan penakut, jadi kalau mau berfoto di tebing pinggir danau, kaki saya udah gemetaran duluan. Selain karena nggak ada pembatas, kalau jatuh ya kalian langsung kecemplung ke danau. Serem banget! Mana tebingnya tinggi banget dan sepatu yang saya pakai membuat saya kesulitan memanjat bebatuan. Lengkaplah sudah. Mau duduk berpose aja takut, trus disuruh mengambil foto untuk teman saya juga yang membuat saya harus berdiri di pinggir tebing, OMG!😱😱😱
Sebelum matahari tenggelam, saya dan teman-teman memutuskan untuk langsung pulang. Agak takut karena di daerah tambang mana ada penerangan. Kami nyasar lagi sewaktu pulang dan ntah lewat mana, malah langsung ke jalan besar. Kok cepet banget? Tau gini tadi lewat sini biar bisa langsung sampai ke Jalan Ahmad Yani (nama jalan protokol). Fyi, jalan Ahmad Yani ini panjang banget. Mungkin seperti jalan lintas Sumatera Medan - Banda Aceh yang melalui beberapa kota. Alhamdulillah bisa sampai di jalan ini sebelum magrib, sehingga kami bisa pulang ke Banjarmasin dengan aman.
Nanti saya cerita lagi ya. Sampai jumpa!
0 comments:
Posting Komentar