Sempat bertekad untuk menulis blog tentang Umroh bersama UTM setiap hari supaya cepat selesai. Tapi pada kenyataannya banyak sekali yang harus saya lakukan di Aceh sebelum pulang ke Jakarta. Apalagi kalau mau pulang ke Jakarta tuh bawaannya pengen santai di rumah menikmati kebersamaan sama keluarga atau sekedar main sama ponakan yang imutnya bikin kangen setiap hari. Sebelum ingatan tentang umroh kemarin mulai meredup, sebaiknya langsung dituliskan saja deh.
Kali ini saya akan menulis tempat-tempat yang saya kunjungi selama berada di kota Madinah, termasuk tempat-tempat di atau sekitaran Masjid Nabawi. Sebenarnya saya udah pernah menuliskannya ketika umroh tahun lalu. Jadi untuk tempat yang sudah saya kunjungi tahun lalu akan saya tulis sedikit saja ya. Mari disimak:
1. Museum Al-Qur'an
Ketika makan siang, Om Ikhsan sudah mengumumkan kalau kita akan mengunjungi Museum Al-Qur'an dan Asmaul Husna. Berhubung saya kira sama aja seperti tahun lalu, jadi saya agak malas-malasan. Apalagi kami baru sampai tadi pagi, lalu sore setelah Ashar langsung harus mengikuti jadwal sesuai agenda. Kalau saya dan Mama nggak ikut ke musuem, kasihan tante yang baru kali ini berumroh. Ya udah deh, ikut aja.
Setelah shalat Ashar, saya berjalan pelan-pelan menuju Gate 5, tempat dimana Museum Al-Qur'an berada. Tiba-tiba Om Ikhsan berteriak memanggil saya seolah-olah suaranya terdengar seantero Masjid Nabawi, "MEUTIAAA!" Saya kaget😧😧😧, Mama dan tante juga kaget, maka kami mempercepat langkah menuju Museum yang menyimpan koleksi Al-Qur'an yang dituliskan dengan tinta emas tersebut. Takut diteriakin lagi sama Om Ikhsan jadi harus buru-buru😆.
Nama resmi Museum Al-Qur'an adalah The Holy Quran Exhibition. Koleksi Al Quran disini kebanyakan berasal dari perpustakaan yang berinduk ke Universitas Madinah. Museum ini buka dari pukul 09.00-14.00 kemudian tutup sebentar pada waktu shalat dan buka lagi pukul 16.00-21.00. Koleksi Museum Al Quran Madinah menjadi yang terbesar di dunia. Di bagian awal pintu masuk, kita bisa melihat sekilas soal sejarah Al Quran serta penjelasan soal proses penulisan Al Quran yang butuh ketelitian tinggi.
![]() |
Sedang menulis Al-Qur'an |
Di museum ini, kalian bisa melihat Al-Qur'an dengan tulisan kaligrafi bertinta emas. Penulisnya adalah Sultan Mahmud II dari Kesultanan Usmaniyah (1785-1839). Ada juga Al Quran raksasa berukuran 143×80 cm dan beratnya 154 kg ditulis tangan oleh Ghulam Muhyiddeen yang selesai tahun 1825. Selain yang berukuran besar, ada juga Al Quran yang berukuran kecil. Misalnya, Al Quran sangat tua yang ditulis tangan oleh Abdullaah As Sayrafee 694 tahun lalu yang selesai tahun 1342. Ukurannya 22×16 cm dengan lukisan dan dekorasi indah dalam lembarannya.
Koleksi paling tua berumur 949 tahun. Al Quran yang ditulis di kulit rusa ukuran 15×15 cm oleh Ali ibn Muhammad Al Batalyoosee selesai tahun 1095 menjadi koleksi paling langka. Ada juga Al Quran sangat tua berbahan kulit rusa dengan dekorasi khusus dari surat Al Araf sampai Al Kahfi, namun penulis dan waktu pembuatan tidak diketahui. Kemudian yang paling mewah adalah Al Quran ukuran 35×40 cm yang ditulis dengan tinta emas murni oleh Abdullaah ibn Muhammad ibn Mahmood Al Hamadanee, 727 tahun lalu dan selesai tahun 1310.
![]() |
Al-Qur'an yang ditulis tangan |
Kecintaan orang-orang terdahulu dengan kitab suci Al Quran sungguh luar biasa. Dengan teknologi percetakan yang masih sederhana, kebanyakan dari mereka menuliskan sendiri Al-Quran dengan kaligrafi seindah mungkin dan menjadi karya seni yang sangat bernilai tinggi. Saya sempat melihat seseorang di museum sedang menuliskan kaligrafi yang sungguh indah. Mana orang yang lagi nulis ganteng banget lagi😍😍😍(salah fokus).
2. Museum Asmaul Husna
Tahun lalu udah kesini, jadi saya nggak ceritain lagi ya.
3. Raudhah
Saya nggak akan mendeskripsikan lagi apa itu Raudhah dan keutamaannya karena sudah saya posting di Menuju Raudhah. Sempat berpikir, karena kita berumroh tidak lama setelah orang baru pulang haji, mungkin Raudhah masih sepi. Setelah makan malam, jamaah wanita berkumpul bersama seorang ustadzah untuk dipandu menuju Raudhah. Saya punya feeling nggak enak nih, melihat suasana Masjid Nabawi yang nggak ada sepi-sepinya.
Benar saja, suasana Raudhah masih seperti tahun lalu dimana ramenya minta ampun. Cara masuk juga harus bergantian dan yang saya khawatirkan adalah Mama. Saya takut Mama kegencet dan nggak kuat dengan desak-desakan. Mana ditengah-tengah keramaian, Mama sempat terpisah dari saya dan saya jadi mendadak panik. Bahkan saya nggak bisa melihat dimana Mama karena kebanyakan orang-orang Afrika tinggi-tinggi dan saya tenggelam diantara mereka. Saya hanya bisa berdoa dan kebetulan sudah sampai masuk Raudhah juga, semoga Mama nggak apa-apa.
Diantara desak-desakan orang, alhamdulillah bisa shalat 2 rakaat dan berdoa sebanyak mungkin secara bergantian dengan tante. Setelah itu ustadzah mengisyaratkan kami semua untuk keluar dari Raudhah. Saya akhirnya bisa melihat Mama yang masih berdesakan di depan. Ketika udah sampai di tempat agak sepi, baru deh bisa berkumpul dengan Mama lagi. Kata Mama, ada mbak-mbak UTM juga yang jagain Mama tapi tiba-tiba si Mbak itu hilang ntah kemana. Mungkin lagi kecapekan jadi buru-buru balik ke hotel. Saya, Mama, dan tante menyempatkan minum air zam-zam dulu, baru deh kembali ke hotel.
4. Masjid Quba
Tahun lalu sudah kesini, dan ceritanya masih sama. Oh ya, karena peserta UTM lebih dari 100 orang dan masing-masing bus didampingin seorang ustadz (Muthawif), maka muthawif masing-masing bus yang paling pusing nyariin jamaah. Ada yang masih di mesjid, ada yang lagi jajan, ada yang udah naik bus, tapi karena temannya bilang barang ini disitu murah, maka peserta turun lagi dan hilang lagi. Muthawif saya agak galak, mungkin karena beliau udah pusing ngurusin jamaah yang hilang terus😅.
Tahun lalu sudah kesini, dan ceritanya masih sama. Oh ya, karena peserta UTM lebih dari 100 orang dan masing-masing bus didampingin seorang ustadz (Muthawif), maka muthawif masing-masing bus yang paling pusing nyariin jamaah. Ada yang masih di mesjid, ada yang lagi jajan, ada yang udah naik bus, tapi karena temannya bilang barang ini disitu murah, maka peserta turun lagi dan hilang lagi. Muthawif saya agak galak, mungkin karena beliau udah pusing ngurusin jamaah yang hilang terus😅.
5. Kebun Kurma
Kebun kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Walaupun saya kurang tau ini kebun kurma dimana, tapi tempatnya lebih kecil dari yang dulu. Saya sudah bersemangat makan kurma yang rasanya seperti anggur (favorit saya sejak umroh pertama), tapi ternyata nggak bisaaaa😖😖😖. Kenapa? Ya gara-gara gigi pakai behel😔. Adik saya sudah berkeliling menikmati kurma nabi sebanyak 7 buah (sesuai hadist), dan saya masih berkutat berusaha menghabiskan 1 kurma yang akhirnya membuat behel saya copot 1 biji. Oh nooo!
6. Jabal (Bukit) Uhud
Pada umroh pertama, rombongan saya hanya lewat saja di Jabal Uhud. Alhamdulillah ketika berumroh dengan UTM akhirnya bisa turun dan berziarah disini. Saya selalu takjub melihat Jabal Uhud. Selain karena bukit-bukit ini tidak bersambungan dengan bukit-bukit lain (biasanya kalau ada bukit pasti sambung-menyambung dengan perbukitan lainnya dan berhubungan dengan gunung), juga sejarah dibaliknya. Bukit Uhud termasuk bukit yang akan kalian lihat berada di surga nanti, maka dari itu saya terpana dengan semua yang ada pada bukit ini.
![]() |
Bukit Uhud di belakang saya |
Di lembah bukit ini pernah terjadi perang dahsyat antara kaum muslimin sebanyak 700 orang melawan kelompok musyrikin Mekah sekitar 3.000 orang. Dalam pertempuran tersebut kaum muslimin yang gugur sampai 70 orang syuhada, di antaranya paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muththalib, yang digelari AsaDullah wa Asadur Rasul (Singa Allah dan Rasul-Nya), Mush'ab bin Umair, dan Abdullah bin Jahsyin.
Para syuhada itu dimakamkan di tempat mereka gugur, di sekitar Gunung Uhud. Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam sendiri dalam peperangan tersebut mendapat luka-luka. Dan sahabat-sahabatnya yang menjadi perisai untuk Rasullullah gugur karena badannya dipenuhi anak panah😢😢😢.
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Mereka yang dimakamkan di Uhud tak memperoleh tempat lain kecuali ruhnya berada di dalam burung hijau yang melintasi sungai surgawi. Burung itu memakan makanan dari taman surga, dan tak pernah kehabisan makanan. Pada syuhada itu berkata siapa yang akan menceritakan kondisi kami kepada saudara kami bahwa kami sudah berada di surga."
Maka Allah SWT berkata, "Aku yang akan memberi kabar kepada mereka." Maka dari situ kemudian turun ayat (Qs 3:169) yang berbunyi, "Dan janganlah mengira bahwa orang yang terbunuh di jalan Allah itu meninggal."
Pada tahun 1383 H, dibangun tembok tinggi yang mengelilingi makam Hamzah dengan celah-celah jeruji, agar peziarah dapat menyaksikan makam tersebut. Di dalam areal pemakaman tidak ada tanda-tanda khusus seperti batu nisan, yang menandakan ada makam di sana.
Kecintaan Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam kepada para syuhada Uhud, terutama Hamzah mendorong beliau melakukan ziarah ke Jabal Uhud hampir setiap tahun. Jejak ini diikuti pula oleh beberapa khalifah setelah Rasul wafat. Sesering apa pun saya naik-turun gunung, tapi perbukitan yang satu ini begitu menggugah jiwa dan raga. Mungkin karena salah satu perang besar islam pernah terjadi disini, mungkin karena Rasullullah SAW selalu berziarah kesini setiap tahun, mungkin karena cerita tentang Sayyidina Hamzah yang dimakamkan disini sangat mengharukan, mungkin karena Rasulullah dan sahabat-sahabatnya pernah membuat bukit ini bergetar, dan yang terakhir karena bukit ini insya Allah akan kita temui di surga nanti. Wallahu 'alam.
Selanjutnya, saya akan menyimpulkan umroh bersama UTM selama di Madinah. Ditunggu ya :)
Sumber:
0 comments:
Posting Komentar