Maret 30, 2018

Welcome to Srinagar

Udara dingin mulai terasa ketika saya mendarat di Srinagar. Untung saya sudah menyiapkan jaket thermal di ransel dan bisa langsung dipakai. Mungkin karena saya berada di dalam bandara, jadi dinginnya masih bisa ditoleransi. Setelah mengambil bagasi, hal yang pertama kali saya lakukan adalah mencari wifi atau menyalakan paket data yang sudah saya beli di Delhi tadi. Saya sempat mengira hp saya error karena nggak dapat sinyal sama sekali. Udah sempat restart hp tapi nggak bisa juga. Mana di bandara nggak ada wifi lagi😓. Gimana mau ngabarin ke orang rumah?

Semua orang yang mau masuk ke Khasmir diwajibkan untuk mengisi formulir. Mungkin karena Khasmir masih daerah konflik dan orang yang keluar masuk kesini memang sengaja di data. Agak sulit mengisi form itu karena beberapa kata-katanya saya kurang paham. Saya bertanya pada petugas, eh petugas malah meminta pulpen, dan form saya diisikan olehnya. Hanya beberapa saja yang dia isi, lalu selesai. Lho, kok cepet banget😒? Kami masih harus menunggu Mas Anton dan Abby yang penerbangan beda sejam dengan kita.

Setelah Mas Anton dan Abby datang (pesawat GoAir sangat ontime), barulah kami keluar bandara dan bertemu dengan Mushtaq, tur guide yang akan mendampingin kami selama di Khasmir. Saya tau Mushtaq dari seorang teman di Instagram bernama Fawa, tapi yang membantu mengatur trip ke Khasmir ini adalah mbak Itha. Kita kemudian mengikuti Mushtaq ke parkiran mobil. Yang membingungkan, tiba-tiba kami diikuti banyak orang yang 'katanya' mau angkatin koper kita. Saya kira orang-orang itu adalah anak buah si Mushtaq yang sengaja diperbantukan. Sewaktu kita semua dan koper juga sudah masuk ke mobil, baru deh orang-orang itu minta bayaran 20 rupee. Duh!

Srinagar adalah kota terbesar di Jammu dan Khasmir. Kota ini sudah lebih aman untuk dikunjungi sejak tahun 2003. Namun, kalian bisa melihat di jalan-jalan masih dipenuhi dengan tentara bersenjata. Kata Mushtaq, semua tentara disini adalah orang India. Kalian juga bisa melihat banyak bangunan yang masih dikelilingi kawat duri dan karung pasir untuk perlindungan. Saya nggak bisa mengambil foto para tentara karena katanya nggak boleh. Daripada kena masalah di negri orang, mending diam aja nggak usah latah jepret-jepret sana sini.

Tujuan pertama kita adalah Dal Lake (Danau Dal). Kalian tau, kami akan tinggal di Houseboat (rumah dari kapal) yang ada di tengah danau. Khusus untuk Dal Lake, saya akan menulis satu postingan tersendiri karena banyak banget yang mau ditulis tentang tempat indah ini. Mobil di parkir di Dal Lake, kami turun, lalu Mushtaq bilang kalau kita cuma akan menurunkan barang doang, lalu lanjut jalan-jalannya. Sebenarnya saya pengen mandi dulu baru jalan-jalan, tetapi hari sudah semakin sore. Nanti malah nggak enak kalau mau jalan-jalan malam karena udara dingin dan nggak akan keliatan apa-apa lagi. Baiklah, saya nurut aja.

Mobil kami melaju kencang. Saya sengaja duduk dekat jendela untuk melihat-lihat pemandangan kota. Kalau sudah keluar dari kota Srinagar, kalian akan melihat desa-desa yang terlihat miskin. Rumah-rumah kumuh dan masyarakat yang berpakaian lusuh pun bertebaran dimana-mana. Mayoritas penduduk Khasmir beragama islam dan wajahnya seperti orang Arab. Kalian akan melihat para wanita mengenakan kerudung dan sangat jarang yang tidak pakai. Saya suka melihat anak-anak kecil pipinya merah karena kedinginan. Semuanya lucu dan imut, persis seperti ketika saya dulu di Madinah dimana anak-anak keturunan Arab semuanya cakep-cakep.

Tidak jarang kalau melewati pos penjagaan, supir harus melapor. Bahkan ada sebuah pos, kami semua disuruh turun dan berjalan kaki melewati pintu metal detector. Walaupun dulu di Aceh wilayah konflik, tapi nggak sebegininya juga sih. Sekali lagi saya tekankan untuk kalian agar nggak usah takut dengan keamanan atau pun prosedur keamanan yang kadang diberlakukan disini. Alhamdulillah Khasmir aman banget karena penjagaan dimana-mana.

1. Pari Mahal
Tujuan berikutnya bernama Pari Mahal yang berarti tempat tinggal para malaikat. Terletak di puncak pegunungan Zabarwan yang menghadap ke kota Srinagar dan berada di sisi barat daya Danau Dal. Arsitektur tempat ini sangat islami, mungkin karena dibangun pada masa pemerintahan Kesultanan Mughal Shah Jahan. Lokasi tempat ini berjarak 5 menit dari kota Srinagar dengan mengendarai mobil.
Keindahan mulai terlihat
Diantara tangga-tangga
Mushtaq mengajak kami untuk menaiki beberapa anak tangga. Dia bilang, ada sebuah tempat dimana kalian bisa menikmati pemandangan yang sangat indah. Kami mengikutinya dan takjub dengan pemandangan indah sejauh mata memandang. Kalian bisa melihat pegunungan dan kota Srinagar dari ketinggian, dengan pohon-pohon kayu yang masih dormant (tidur musim dingin). Saya sampai heran, perasaan pas naik mobil tadi nggak ada deh sisi jalan yang menunjukkan kami sedang berjalan menanjak.
Subhanallah pemandangannya
Menikmati keindahan
Melompat kegirangan
2. Nishat Bagh
Mungkin memang hobinya Kesultanan Mughal untuk membuat banyak taman, salah satunya adalah Nishat Bagh atau taman kegembiraan. Terletak di tepi Danau Dal dengan Pegunungan Zabarwan sebagai latar belakangnya, Nishat Bagh adalah taman indah yang menampilkan pemandangan danau di bawah pegunungan Pir Panjal yang tertutup salju. Taman ini adalah yang terluas kedua yang dibangun pada tahun 1633 oleh Kesultanan Mughal di Khasmir. 
Terpesona dengan keindahannya
12 teras
Nishat Bagh memiliki 12 teras yang ditandai dengan zodiac pada setiap tingkatannya. Karena posisinya berada di lembah, taman ini memiliki saluran air yang unik dengan kolam di setiap tingkatan dan air mancur untuk mempercantik suasananya. Semua teras diisi dengan berbagai bunga seperti mawar berwarna-warni, bunga lili, geranium, dan aster. Kelihatan sekali kalau taman-taman ini selalu dijaga kebersihannya dan ditata dengan rapi agar membuat pengunjung nyaman.
What a lovely😍
Bergembira
Karena sangat indah, saya jadi betah berlama-lama disini sambil berfoto hampir di setiap sudut taman. Kalian bisa juga berfoto dengan menggunakan pakaian khas Khasmir yang seperti orang Persia dan langsung cetak saat itu juga. Kalau saya sih nggak pede memakai pakaian seperti itu, hahahaha😁😁.

Setelah puas bermain dan berfoto di setiap sudut taman, hari mulai gelap, kami pun pulang ke Houseboat. Rencana saya akan membahas tentang Dal Lake dan Houseboat dalam satu postingan tapi bukan di postingan selanjutnya ini. Sabar ya, saya akan menulis semua tempat indah di Khasmir supaya kalian ngiler dan ingin pergi kesana. Di perjalanan pulang ke Houseboat, kami sempat membeli berbagi roti cemilan, gorengan, dan buah anggur. Harganya murah banget mulai dari 5 rupee sampai 100 rupe saja, sehingga semua jadi ingin dibeli. Anggurnya menggiurkan banget dan saya memasukkan ke dalam mulut tanpa dicuci terlebih dahulu. Alhasil, kombinasi gorengan dan buah anggur yang nggak dicuci membuat saya besoknya mulailah batuk-batuk. Bukan cuma saya yang makan anggur tanpa dicuci, satu mobil begitu semua😅.
Penjual buah
Gorengan
Baiklah, nanti saya cerita lagi. Sampai nanti😘.

Beberapa foto diambil oleh Kristanto Nugroho (IG: kriz_nugroho).

Maret 27, 2018

Perjalanan Panjang ke Khasmir

Mungkin cuma 1 hari aja beristirahat di rumah, saya udah harus berangkat lagi. Pulang ke rumah cuma untuk mencuci baju kotor, kering, lalu masukin lagi ke dalam koper yang lebih besar. Secara fisik memang agak capek, tapi saya biasanya (berpikir) kondisi tubuh baik-baik saja. Perjalanan kali ini saya bersama 8 orang lain dimana 7 orangnya baru pertama kali jalan bareng saya (totally stranger). Untung saya mengajak Rezki untuk ikut bersama saya. Kalau nggak, ntar nggak ada yang bisa diajakin diskusi se-iya, se-kata disana😁. Kalau bukan karena pergi ke India harus beramai-ramai, mungkin saya akan lebih memilih berangkat dengan teman-teman yang saya kenal meskipun hanya berdua saja.

Penerbangan saya ke Kuala Lumpur pukul 2.10 siang dan sejak pukul 12 saya sudah berada di bandara untuk cek in bagasi, lalu menyempatkan diri untuk makan siang sejenak. Setelah makan, baru mengantri pengecekan barang kabin, lalu bertemu Mbak Itha dan Mbak Carla, orang-orang satu tim saya yang ikut ke India. Kami berempat bersama-sama proses imigrasi, baru duduk di depan boarding gate. Disanalah rombongan lainnya berkumpul. Kami ber-9 terdiri dari saya, Rezki, Mbak Itha, Mbak Carla, Mbak Septa, Mbak Any, Kris, Abby, dan Mas Anton. Beberapa dari mereka sudah pernah saya temui di acara meet-up untuk membahas itinerary, jadi udah mulai bisa santai ngobrol-ngobrol bareng. Pada dasarnya saya orangnya bisa ngobrol sama siapa aja sih. Mas Anton kemudian membagi-bagian uang INR (India Rupee) yang sudah menjadi pecahan kecil kepada teman-teman yang sudah memesannya dari jauh hari. Karena uang pecahan saya cuma 2000 rupee, saya jadi menukar ke pecahan kecil juga. Enak juga nih bisa dapat uang recehan.

Waktu boarding pun tiba. Petugas Airasia yang menyobek tiket pesawat sempat bertanya, "Mba mau ke India? Udah pernah kesana?" Saya jawab, "Belum," dan petugas bertanya lagi, "Seriusan Mba?" Saya jawab, "Ramean kok Mas. Ini dibelakang saya semua rombongan saya." Petugas Airasia langsung melihat teman-teman saya, baru kemudian menyobek tiket. Mungkin karena maraknya pemberitaan tentang cewek harus hati-hati ke India, sehingga petugas AirAsia ikut-ikutan khawatir kalau saya (sendirian) pergi ke India.
Berfoto dengan orang India biar lebih afdol
Perjalanan 1,5 jam ke Kuala Lumpur, saya tertidur pulas (selalu). Ketika terbangun, udah sampai di KLIA2 dan kami semua masuk ke transit gate. Tiket pesawat tetap di cek terlebih dahulu dan petugas AirAsia nyeletuk, "Ada apa di Jaipur? Kenapa hari ini banyak sangat yang kesana?" Saya jawab, "Ada Taj Mahal," Padahal Taj Mahal 'kan di Agra, bukan Jaipur😝. Ketika sampai di boarding gate ke Jaipur, mulai deh terlihat banyak sekali orang India dengan berbagai macam gaya. Ada yang santai, ada yang selfie setiap saat setiap waktu. Masa' gerak dikit selfie, gerak lagi selfie lagi😂😂😂. Ada satu cewek Indonesia yang kami temui di boarding gate bilang kalau dia sendirian ke India. Mana pakaiannya agak sedikit terbuka dan saya cuma khawatir dia diapa-apain di India. Kata dia sih, selalu jalan sendirian. Apa enaknya ya jalan sendiri? Kan sama teman bareng-bareng lebih seru.

Sewaktu mengantri boarding pesawat, ada aja penumpang (orang India) yang selfie lagi. Sampai masuk lorong pesawat pun selfie. Apaaa menariknya ya pemandangan di dalam pesawat? Hahaha. Saya ketawa terus sampai duduk di kursi di dalam pesawat. Oh ya, saya duduk di dekat jendela dimana teman sederet saya, depan, dan belakang, semuanya orang India. Saya agak ketakutan sendiri, walaupun ketakutan ini nggak beralasan. Sebelah saya duduk cowok pakai baju tanpa lengan dan saya merasa nggak nyaman. Mungkin mereka sebenarnya baik, tapi saya merasa was-was. Bisa jadi 6 jam perjalanan ke Jaipur saya nggak tidur kalau begini. 

Saya melihat di sebelah Mbak Any dan Mbak Carla ada satu kursi kosong. Saya langsung pindah duduk di dekat mereka dan akhirnya saya merasa lega. Pesawat pun akhirnya terbang. Setelah tanda kenakan sabuk pengaman dipadamkan, mulailah pemandangan yang tidak biasa terlihat. Kalau kemarin ketika pulang dari Jeju saya merasa nyaman di pesawat yang cukup hening sehingga bisa beristirahat. Di penerbangan ke Jaipur, hampir semua orang India krasak krusuk, bangun dari kursi, mampir ke temannya di kursi lain, membuka kabin, mengambil makanan, tertawa-tawa, mengobrol sana-sini, teriak-teriak memanggil, dan saya heran setengah mati😵. Saya sempat berpikir, "Ini pesawat apa kopaja terbang ya?😱😱😱" Belum lagi mereka setelah membuka kabin, tidak menutupnya kembali. Pramugari yang lalu lalang sampai terlihat kelelahan dan keringetan (kebayang pramugari keringetan😧). Para pramugari agak kesulitan mendorong tempat makanan yang berat dan bergeser terus-menerus karena banyak orang yang lalu lalang. Belum lagi ada penumpang yang belanja nggak ada uang kembalian sampai harus menukar ke Mbak Eny. Duh saya jadi pusing😵😵😵dan berusaha untuk tidur. Suasana seperti itu berlangsung sekitar 3 jam perjalanan. Baru setelah lampu dimatikan, orang-orang pun mulai duduk dan sebagian ada yang tidur. Fiuhhhh😫😫😫...

Pesawat akhirnya mendarat di Jaipur International Airport dengan selamat, Alhamdulillah. Kami turun, lalu proses ke imigrasi. Agak lama di imigrasi tapi semua berjalan lancar. Hal yang paling pertama saya lakukan setelah mendarat dan imigrasi adalah mencari toilet. Kebelet pipis banget dan saya nggak mau ke toilet selama di pesawat. Takut menemukan hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah ke toilet, saya mencoba mengkonek internet sejenak, baru berpikir mau naik apa ke New Delhi. Mas Anton dan Kris mencoba bertanya-tanya kesana-sini sampai akhirnya mereka memutuskan sebagian dari kita pakai mobil Innova seharga 6500 rupee (lima orang) karena bawa koper, sebagian lagi pakai sleeper bus dengan harga 500-600 rupee. 
Uang Rupee
Kalau mau naik sleeper bus, kalian harus naik tuk-tuk terlebih dahulu ke terminal, naik bus sampai terminal Delhi, baru lanjut naik tuk-tuk lagi sampai bandara. Nah, karena saya bawa koper, jadi saya naik mobil Innova. Koper diikat diatas mobil sehingga nggak penuh-penuhin bagasi mobil, jadi bisa menaikkan orang lebih banyak. Saya dan Rezki duduk di jok mobil paling belakang. Kebayang dong betapa supir Innova ngebutnya. Saya sampai terpental-pental, kejeduk jendela, punggung kena jok mobil dengan keras, belum lagi kalau ada polisi tidur langsung disambar tanpa mengurangi kecepatan sehingga mobil kami terbang, dan di jalan tol bisa lawan arus. Lalu lintas macam apa iniiiiii😱😱😱?? Saya merasa nyawa saya sangat murah ketika menaiki mobil dengan supir macam itu, OMG! Ntah berapa kali saya mengucap doa dan berzikir supaya sampai dengan selamat. Ya Allah tolong...

Alhamdulillah tak henti mengucap syukur, akhirnya sampai juga ke Indira Gandhi Airport (dengan kondisi kepala benjol dan punggung memar😞), walaupun sempat salah terminal pada awalnya. Setelah sampai di terminal yang benar, kami menurunkan koper, lalu masuk bandara. Kami diminta menunjukkan tiket dan ID oleh petugas. Yang lucunya, udah ada passpor, masih dimintain KTP. Sampai Mbak Any kerasan bilang, "This is ID. Enough! No Other ID." Petugas awalnya tetap minta KTP, tapi kami serbu semuanya bilang kalau passpor itulah ID kita, baru deh dikasih masuk. Aneh bener, masa' petugas bandara menganggap passpor nggak valid?
Penggalan IG Story
Kami sampai di airport terlalu cepat sekitar jam 6.30 pagi. Penerbangan ke Srinagar (Khasmir) dijadwalkan terbang pada pukul 11:50. Konter cek in pun belum buka. Jadilah kami duduk dulu di kursi untuk beristirahat. Beberapa dari kita ke toilet juga untuk sikat gigi, cuci muka, dan dandan agar nggak kelihatan belum mandi, hehehe. Nggak terasa, kita menghabiskan waktu sejam lebih hanya untuk keluar masuk toilet sampai akhirnya konter cek in GoAir dibuka. 4 teman kita yang lain belum datang, jadinya kita mau cek in duluan supaya nggak usah gerek-gerek koper.

Selesai cek in, kami masuk ke pemeriksaan barang kabin yang lumayan ketat. Semua isi tas di cek, padahal cuma penerbangan domestik. Bahkan wanita dimasukkan ke sebuah bilik untuk diraba-raba badannya oleh petugas (cewek juga kok) supaya tidak membawa barang mencurigakan. Ketat banget bandaranya, apa mungkin sering ditemukan penumpang gelap atau barang-barang aneh ya? Selesai pemeriksaan, kami masuk ke ruang boarding dan disana banyak restoran. Alhamdulillah, akhirnya bisa makan juga. Udah laper berat daritadi. Saya membeli roti omelet🍳dengan porsi jumbo dan susu, supaya perut benar-benar kenyang.
Formasi lengkap
Setelah makan, 4 teman yang lain pun tiba. Sempat was-was tadi karena mereka belum sampai bandara juga dan nggak bisa dihubungin, tapi alhamdulillah akhirnya bisa cek in tepat waktu. Setelah formasi lengkap, baru deh kita menunggu di depan gate untuk akhirnya boarding pesawat. Kali ini saya nggak usah was-was bakalan duduk terpisah dari teman-teman karena saya, Rezki, dan Mbak Any berada dalam 1 kode booking, jadi otomatis duduk bareng. 

Penerbangan ke Srinagar ditempuh dalam waktu kurang lebih 1,5 jam. Satu jam awalnya saya tidur. Ketika mau mendarat, baru saya bangun untuk melihat pemandangan pegunungan Himalaya yang puncaknya tertutupi salju, sungguh indah Subhanallah. Sayangnya saya hanya merekam pemandangannya untuk Instagram Story, tanpa mengambil fotonya.
Srinagar Airport
Alhamdulillah, setelah 3 kali naik pesawat : Jakarta-KL, KL-Jaipur, Delhi-Srinagar, dan seharian belum mandi, sampailah kami di Khasmir. Kedepannya, saya akan melabel Khasmir dalam tag sendiri karena Khasmir masih dalam perebutan India, Pakistan, dan China. Nanti saya cerita lebih lengkap karena postingan ini sudah terlalu panjang. Sampai jumpa di postingan selanjutnya :)

Maret 26, 2018

Last Day in Jeju Island

Malam itu setelah belanja, saya berjalan berkeliling kota Jeju sekedar menghabiskan waktu karena besok sudah kembali ke Indonesia. Jujur aja saya suka kota yang sunyi tapi aman, sehingga saya dan adik bisa leluasa berjalan kaki menyusuri kota tanpa takut dirampok atau diculik. Naudzubillah... Sempat mampir ke minimarket untuk mencari makanan karena kita belum makan malam.
Pintu masuk Gwandeokjeong Pavilon
Saya melewati Gwandeokjeong Pavilon, salah satu tempat seperti istana Jepang yang berada di tengah kota Jeju. Tempat ini dibangun pada masa pemerintahan King Sejong (1448) oleh seorang arsitek bernama Sin Suk Cheong sebagai tempat pelatihan tentara militer Korea. Beberapa artikel yang saya baca, pelatihan tentara disini bukan secara fisik, tapi pemikiran dan kebajikan. Seperti yang kita tau kalau King Sejong adalah salah seorang raja penemu aksara hangul yang sangat cerdas, sehingga beliau ingin para prajurit bisa mempunyai pemikiran yang cerdas juga. Saya hanya berfoto di depan Pavilion dan nggak bisa masuk ke dalamnya karena sudah malam. Awalnya karena tidak berencana menyewa mobil, saya sempat ingin menginap di Robero Hotel yang berada persis di depan hotel. Jadi kalau mau foto-foto tinggal menyebrang jalan doang.
Pavilon
Setelah puas jalan-jalan malam, saya mencegat taksi dan kembali ke hotel. Sebenarnya kami masih lapar, lalu teringat masih ada ayam Kyochon yang kami bungkus dari malam kemarin. Pas saya cek sih masih belum basi tapi dingin banget makanannya. Saya turun ke lobi dan meminjam microwave ke resepsionis. Jadilah ayam Kyochon kembali renyah dan enak banget setelah dihangatkan. Kami langsung menghabiskannya tanpa tersisa.

Besoknya, tibalah waktu kembali ke Indonesia. Jeju hari itu diterpa hujan super duper deras yang membuat saya nggak bisa mampir ke Starbucks untuk beli tumbler. Kami terpaksa langsung jalan ke bandara. Oh ya, resepsionis membooking taksi melalui aplikasi taksi online seperti Uber tapi milik Korea. Jadi mereka nggak harus menelepon perusahaan taksi lagi.

Sesampai di bandara, saya langsung cek in. Petugas konter cek in bertanya apakah ada powerbank atau tidak di koper. Saya dan adik menjawab nggak ada. Setelah cek in selesai, kami nggak harus proses imigrasi karena passpor tinggal di scan, dan kami bisa langsung masuk gate ruang tunggu. Nah, saking gampangnya keluar dari Korea, jadi agak merasa aneh. Sampai akhirnya petugas cek in Airasia mennyusul kami karena di koper ada powerbank. Saya bingung karena saya nggak punya powerbank. Adik bilang kalau dia bawa powerbanknya ke ransel kabin. Hmmm... Aneh sekali😦. Tapi kami tetap ikut petugas untuk memastikan. Passpor ditahan sejenak dan kami masuk ke ruang bagasi. Ternyata yang bermasalah adalah koper adik saya. Dia lupa menyimpan powerbank yang udah rusak di koper dan akhirnya dia buang. Udah nggak perlu lagi soalnya. Saya heran juga karena powerbank bisa terdeteksi mesin scanner pesawat.

Selesai urusan powerbank, kami kembali ke gate boarding setelah proses pengecekan barang (lagi). Semula sebelum ketauan ada powerbank, ransel saya nggak dicek apa-apa. Sekarang malah ransel saya dicek karena mengeluarkan signal katanya. Saya bingung, perasaan Macbook saya udah dalam posisi sleep, kenapa memancarkan sinyal? Tapi petugas bilang nggak masalah kok, cuma mengecek saja. 

Setelah pengecakan selesai, kami kembali ke ruang boarding. Saya melihat begitu banyak orang mengclaim Duty Free (beli barang di Mall Duty Free, kemudian barang diambil di bandara). Saking banyaknya, saya penasaran. Mana mungkin semua barang duty free itu bisa dimasukkan ke kabin pesawat. Tapi ntahlah, saya nggak mau memikirkannya. Yang pasti, hari itu hujan super duper deras dan saya curiga pesawat bakalan delay. Boarding memang cuma telat 30 menit, tapi ketika di pesawat, kami harus menunggu 2 jam sampai akhirnya terbang. Duh, mana bantal leher ketinggalan di hotel Seogwipo, kepala saya jadi sakit banget karena harus duduk tegak terus.
Cemilan menunggu boarding
Sesampai di Kuala Lumpur, saya cek in penerbangan ke Jakarta terlebih dahulu baru kemudian makan malam bersama adik. Adik saya balik ke Aceh besok dan saya harus langsung pulang ke Jakarta untuk ikutan meeting. Capek banget sih, mana malam itu sampai di Jakarta pukul 1 pagi, ditambah perjalanan ke depok sejam, sehingga sampai rumah jam 2 pagi. Saya langsung tidur sampai siang, baru bangun dan berangkat ke kantor.

Overall, perjalanan 3 hari ke Pulau Jeju sangat menyenangkan. Mungkin karena udah lama nggak ke Korea dan bisa main salju. Mungkin juga karena saya selalu aman pergi bareng keluarga karena bersama mahram dan adik cowok bisa diandalkan banget. Dulu saya pernah berpikir nggak akan mau ke Korea lagi, kecuali Jeju. Alhamdulillah perkataan saya seperti doa yang dikabulkan Allah. Makanya kalau berbicara yang baik saja agar menjadi doa. Selanjutnya saya akan membahas tentang India-Khasmir, negeri yang begitu banyak serba-serbi dan lika-liku. Sampai jumpa di postingan selanjutnya :)

Maret 25, 2018

Jeju Shopping Place

Setiap ke Korea, yang paling pertama terbersit di pikiran saya adalah belanja makeup dan produk perawatan kulit. 4 tahun yang lalu karena saya masih buka PO makeup, isi koper saya setengahnya adalah makeup Korea. Lumayan bisa membiayai perjalanan saya ke Korea sampai setengahnya😆. Nah, pas ke Jeju kemarin, karena memang nggak beli bagasi yang banyak, saya diam-diam aja sewaktu mau ke Korea. Paling teman-teman doang yang saya kabari dan mereka sudah pasti menitip Nature Republic Aloe Vera. Sayang, saya nggak cocok pakai produk Aloe Vera tersebut.
Mari berbelanja
1. Seogwipo
Sepulang dari Hallasan National Park, supir taksi menurunkan saya di persimpangan antara jalan Donghong-ro, Jeongbang-ro, Jungmun-ro, dan Jungjeong-ro. Supir bilang kalau antara jalan-jalan ini kalian bisa belanja dan cari makan malam. Agak bingung juga sih mau ke jalan yang mana terlebih dahulu. Saya menebak-nebak sambil melihat ke sudut salah satu jalan ada beberapa toko makanan berjajar. Saya jadi memutuskan untuk menapaki jalan itu terlebih dahulu. Mana anginnya kenceng dan udaranya dingin sekali malam itu.

Saya dan adik akhirnya menemukan Kyochon di Jungmun-ro. Paling nggak Kyochon sudah bisa dipastikan semua menunya adalah ayam. Sayangnya nggak ada menu nasi di Kyochon, sehingga saya dan adik memesan kentang goreng yang banyak dan ayam goreng manis dalam porsi yang (super) besar. Bayangin aja, ayam yang disediakan sampai menggunung dan harganya 17,000 won atau sekitar 200rb rupiah. Ayam macam apa ini mahal bener?

Awalnya kami optimis bisa menghabiskan makanan sebanyak itu karena emang laper banget. Tapi karena rasa ayam yang manis, jadi agak eneg. Akhirnya kami minta dibungkus aja untuk makan di hotel.

Selesai makan, waktunya belanja. Saya sudah browsing dimana Etude House terlebih dahulu dengan nebeng wifi di Kyochon. Ternyata kami hanya jalan kaki sekitar 3 menit saja untuk sampai ke tempat tujuan. Biasanya pertokoan kosmetik di Korea itu berderet-deret. Misalnya Etude House bersebelahan dengan Aritaum, Innisfree, dan lainnya.
Toko kosmetik bersebelahan (foto dari google)
Sesampai saya di pertokoan kosmetik, mulailah saya masuk ke semua toko satu demi satu untuk melihat produk baru, nyobain tester, dan mencari barang diskonan. Adik saya sampai males menunggu saya masuk ke 'semua' toko. Padahal karena diskonnya sedikit, satu toko paling saya masukin hanya dalam waktu 1 menit doang. Saya langsung berkesimpulan kalau dulu di Seoul lebih enak belanjanya karena diskonnya banyakkkk banget. Ini kok nggak ada diskon ya?

Akhirnya saya masuk ke toko Nature Republic yang memang lagi pada diskon. Saya beli beberapa Aloe Vera dan hand sanitizer untuk oleh-oleh. Setelah bayar, eh dapat sample cuma 2 biji doang toner dan emulsion. Perasaan dulu pas di Seoul, beli kuteks 2 biji aja, sample bisa dapat sampai 7. Kok di Jeju agak pelit ya? Hmmm...
Titipan seluruh umat manusia
Puas keluar masuk toko kosmetik yang berujung kecewa karena nggak ada diskon, saya memutuskan move on ke toko pakaian. Saya dan adik sempat masuk ke beberapa toko baju yang tertera tulisan diskon. Kebanyakan pada mahal-mahal lebih dari satu jutaan. Ada yang dua juta malah. Kecewa lagi. Dulu pas di New Zealand, kenapa saya merasa worth it beli jaket 2 juta, tapi kok di Jeju kayak yang kemahalan kalau 2 juta ya? Apa karena stigma saya tentang kualitas produk di negara barat lebih oke? Mungkin salah satu alasannya karena konter jaket di New Zealand emang keren banget dan nggak usah tawar-menawar seperti di pasar.

Kami selesai berbelanja sekitar pukul 21.30 karena banyak toko yang mulai tutup. Semula agak bingung ke arah mana jalan pulang. Ternyata di tempat-tempat umum kita dapat mengakses Jeju Free Wifi dan tinggal buka aplikasi Waze aja untuk mencari jalan pulang. Oh ya, setiap saya menyebrang jalan di zebra cross, semua mobil pasti melambatkan jalannya bahkan nyaris berhenti. Saya sempat takut ditabrak awalnya karena mobilnya kencang banget dari ujung jalan. Ternyata rem mobil pakem juga dan mempersilahkan saya jalan terlebih dahulu. Keren deh!

2. Jeju City
Ada dua pilihan tempat belanja di Jeju City, Pasar Tradisional Dongmun dan Jungang Underground Market. Saya awalnya naik taksi ke Dongmun karena mau melihat-lihat ada apa disana yang bisa di beli. Sayangnya, pasar tradisional ini hanya menjual makanan seperti jeruk, ikan asin (kering), bawang, sayuran, dan sebagainya. Saya pernah membaca kalau mau beli souvenir bisa di Dongmun karena harganya murah dan bisa ditawar. Udah jalan ke beberapa lorong di pasar ini tapi nggak ada tuh penjual souvenir sama sekali. Tapi memang pasar ini luas banget dan memiliki banyak pintu. Mungkin saya masuk ke pintu yang salah.

Sama seperti Dongmun yang memiliki banyak pintu, Pasar Bawah Tanah Jungang juga memiliki banyak pintu. Pemerintah Korea sengaja membuat pasar di bawah tanah agar mengurangi keramaian pasar di jalan. Kalau ada pasar biasanya bikin macet kan. Nah kalau pasar di bawah tanah sih enak, nggak perlu macet dan polusi. Seperti biasa tujuan utama saya adalah toko kosmetik karena mulai banyak teman yang menitip. Beberapa orang sih saya terima titipannya tanpa jasa-jasa titip yang lagi hits banget sekarang. Kalau saya posting di IG Story, pasti semua langsung suruh saya buka jastip. Saya sih malas beli bagasi dan malas juga beliin titipan orang kalau udah kebanyakan. Makanya kadang langsung saya tolak titipannya.
Toko kosmetik yang lagi buy 1 get 1
Selesai belanja kosmetik, saya mulai melihat-lihat barang di toko lainnya. Berharap bakalan menemukan toko yang menjual magnet kulkas lagi. Ketemu sih, tapi yang jual nggak ada ramah-ramahnya. Dan yang menyebalkannya adalah, dia nggak bisa bahasa inggris sama sekali. Dia sendiri bingung menyebutkan harga dan karena kebingungannya itu, dia nggak mau melayani saya lagi. Aneh ya, saya kan mau beli souvenir, masa' nggak dilayani hanya karena dia nggak bisa bahasa inggris. Mending penjual toko makeup yang tetap berusaha melayani saya. Teringat tahun 2014 yang lalu, belanja di pertokoan di Jeju memang agak kurang ramah. Saya jauh lebih suka di Seoul karena banyak pilihan, murah, pegawainya bisa bahasa Inggris, dan banyak bonusnya.

Saya sempat mencari resto halal untuk makan malam tapi malah tutup. Padahal masih belum begitu larut malam. Sepertinya memang kegiatan masyarakat Pulau Jeju selesai pada pukul 9 malam, sama seperti di New Zealand dulu. Akhirnya saya hanya bisa mampir ke Starbucks, duduk nongkrong sambil menikmati cemilan roti super besar. Yah cukuplah untuk mengganjel perut. Lagian, di hotel masih ada ayam Kyochon yang belum habis kami makan. Saya sempat memfoto tumbler Starbucks disana yang bagus banget, dan seperti biasa orang-orang pada nitip. Awalnya memang sengaja memposting untuk dititipin karena uang Won saya tersisa banyak. Daripada ditukerin ke money changer kurs-nya menurun, mendingan beliin titipan orang.
Tumbler Starbucks
Saya udah berencana mau beli tumbler di Starbucks dekat hotel aja sebelum ke bandara. Sayangnya malah hujan gedeee banget dan nggak mungkin mampir ke Starbucks lagi. Jadilah saya terpaksa menghabiskan uang Won untuk beli oleh-oleh dan makan di bandara. Saya bingung, kenapa ya orang-orang suka tumbler? Mau dipajang juga kan ngabisin tempat karena ukurannya gede.

Baiklah, ditunggu postingan selanjutnya. Sampai jumpa!

Maret 23, 2018

Walkthrough Jeju Island Part 2

Melanjutkan cerita jalan-jalan saya setelah makan siang di Pulau Jeju yang merupakan salah satu dari 7 Wonders of Nature. Langsung saja saya jabarkan satu-persatu ya. Mari disimak!

1. Seongsan Ilchulbong (Sunrise Peak)
Saya sudah pernah ke tempat ini di tahun 2014 yang lalu dan saya sudah pernah menuliskannya dengan lengkap. Untuk yang mau baca, bisa masuk ke link ini Jeju Part 1 : Seongsan Ilchulbong (Sunrise Peak). Tempat, kebersihan, dan suasananya masih sama dengan 4 tahun yang lalu. Memang terlihat banget kalau situs UNESCO World Heritage selalu dijaga dengan baik, sehingga kapan pun kita pergi pasti situsnya masih dalam kondisi sangat terjaga.
Mari mendaki
Perjalanan panjang
Saya mulai trekking ratusan anak tangga untuk menuju puncak. Saya ingat, dulu saya mendaki dan menurun menghabiskan waktu sekitar 40 menit. Saya lalu menghitung waktu tempuh ke puncak dan turun lagi, apakah masih sama dengan 4 tahun lalu, atau malah memburuk, atau membaik? Seharusnya saya kan sudah sering naik gunung nih, masa' masih sama staminanya😆?
Pemandangan dari Sunrise Peak
Perjalanan menaiki anak tangga memang lumayan capek deh. Ngos-ngosan terus, mungkin karena saya punya penyakit asma. Untung udaranya dingin, jadi nggak berkeringat. Tapi tetap aja jaket thermal harus dibuka karena kepanasan. Saya jadi lumayan sering duduk beristirahat, berfoto, lalu lanjut lagi mendaki. Kalau dibandingkan dengan tahun lalu sih, saya lebih sering berfoto sekarang menggunakan hp dan nggak bisa langsung klik seperti kamera. Kalau pakai kamera kan tinggal-jeprat jepret aja.
Tangga super panjang
Waktu tempuh saya menaik dan menurun sekalian foto-foto malah menghabiskan waktu hampir sejam. Wah, kok tambah lama? Ini pasti karena asik berfoto, hihihi. Kalau saya pribadi menilai diri saya dari segi fisik lebih sehat dari 4 tahun lalu dan tahun ini tuh lebih narsis. Mungkin 4 tahun lalu nggak ngehits Instagram, jadi kalau sudah berfoto ya udah aja kelar. Nggak terlalu pusingin mau posting yang mana. Kalau sekarang kan harus benar-benar menciptakan foto yang oke banget untuk di Instagram, baru bisa pergi dari tempat itu😂😂😂.

2. Woman Diver (Snorkeling) Show
Perbedaan lainnya dibanding 4 tahun yang lalu di Sunrise Peak adalah saya sempat menonton Pertunjukan Para Penyelam Wanita (Woman Diver Show). Tepat jam 3 sore (kalau nggak salah lihat jam), kami sudah turun ke sisi kanan dari Sunrise Peak untuk melihat para wanita tangguh menyelam mencari Abalone (sejenis kerang-kerangan besar) untuk dijual demi mencukupi kebutuhan hidup.
Tempatnya Women Diver Show
Awalnya saya males turun lagi ke bawah karena kalau balik ke parkiran lumayan agak curam pendakiannya. Berhubung teman-teman satu trip udah pada di bawah semua, jadinya saya dan adik terpaksa turun juga. Acara pertunjukan dimulai dengan beberapa ibu-ibu (nenek-nenek kayaknya karena sudah 70 tahun) bernyanyi dan menari menggunakan pakaian selam. Agak aneh sih, tapi saya tetap menonton.
Mereka mulai menyelam (snorkeling)
Setelah menari dan menyanyi, mereka memakai snorkeling mask, lalu mulai masuk ke pesisir pantai. Saya agak aneh sewaktu membaca kalau kita bisa melihat para wanita 'menyelam'. Tunggu, menyelam? Gimana cara melihat orang menyelam kalau kita nggak ikutan menyelam atau kita berada di kapal selam? Firasat saya ternyata benar, ibu-ibu itu bukan menyelam, melainkan snorkeling. Makanya di judul tadi saya tulis Women Diver (Snorkeling) Show😅😅😅. Ketika mereka mendapat Abalone, seluruh pengunjung bertepuk tangan. Mungkin karena negara kita adalah negara yang cukup kaya dengan laut dan aktifitas snorkeling itu biasa banget di Indonesia, saya jadi nggak tertarik menonton pertunjukkannya sampai selesai. Saya mengajak adik saya belanja souvenir dan beli es krim aja di parkiran.
Es krim jeruk 5000 won, mahal bener😅
Permagnetan dan pergantungan kunci
3.  Kursi di Pinggir Pantai
Sebenarnya saya agak bingung memberikan judul paragraf kali ini. Destinasi ini nggak ada di dalam itinerary, tapi kata tour guide tempat ini adalah super romantic spot in Jeju. Berhubung pergi sama adik, agak aneh juga pergi ke tempat-tempat romantis😅. Hahahaha.

Bus berhenti di pesisir pantai dimana banyak sekali Cafe disepanjang tepi pantai. Wah tempatnya enak banget untuk nongkrong berlama-lama. Sayangnya kami cuma 20 menit disana. Mau makan di Cafe agak nanggung, mau jalan-jalan doang juga 20 menit kayaknya kelamaan.
Kursi, meja, vas bunga
Ada satu spot unik. Ada 2 kursi, 1 meja, dan 1 pot bunga mawar. Kata tur guide, ini adalah spot paling terkenal seantero Jeju untuk pecinta K-Drama. Duh, K-Drama yang saya tonton cuma serial yang diperankan oleh Lee Min Ho, itu pun nggak semua. Gimana saya mau ingat ini spot di K-Drama yang mana. Beberapa peserta tour adalah pasangan, jadi mereka mau aja foto disitu, sampe pada ciuman segala😓. Ummm, bikin saya awkward aja😰. Nah kalau saya dan adik sih aneh banget kalau fotoan disana. Tur guide bilang nggak harus pasangan, bisa saudara, atau sahabat. Teteup aja saya nggak mau, hahaha. Saya cuma jadi juru foto aja disana.

4. Manjanggul Cave
Setelah dari pantai, kami ke Gua. Lengkap sudah destinasi hari ini mulai dari gunung, pantai, dan gua. Berbeda dengan gua di Indonesia, Manjanggul Cave ini adalah UNESCO World Heritage. Lokasinya berada di Gimnyeong-ri, Gujwaeup, Kota Jeju, nggak begitu jauh dari pantai yang kami kunjungi. Tur guide membeli tiket dulu, baru menuntun kami ke arah pintu masuk gua. Dari luar sih terlihat gelap sekali gua tersebut dan yang pasti suhu udara di dalam pasti bakalan dingin banget nih.
Menelusuri gua
Ada lampu juga
Tinggi gua 30 m dan panjang 8.928 km, berbentuk seperti tabung lava terpanjang ke-12 di dunia dan yang terpanjang kedua di pulau Jeju. Saya takjub melihat betapa besarnya gua dan kebayang dulu lava mengalir melalui gua yang sedang saja masuki ini. Gua ini berada dalam kondisi yang sangat baik meskipun usia pembentukannya sekitar 200.000 hingga 300.000 tahun yang lalu. Di setiap dinding gua bisa dilihat ukiran aliran lava. Mungkin saya kurang paham tentang ilmu vulkanik karena saya kan anak IT😅, hihihi.
Lava beku yang berbentuk pulau Jeju
Semakin masuk ke dalam gua, maka semakin dingin. Saya sampai meresleting jaket thermal dan kalau berbicara mulai berasap. Ada pengukur suhu di dalam gua dan menunjukkan angka 6 derajat. Duh, pantesan dingin, mana gelap lagi, jadi tambah dingin😰. Kalian bisa melihat segala macam formasi lava di dalam gua. Mulai dari Stalaktit dan stalagmit lava yang banyaknya minta ampun😨😨😨, kolom lava, lava flowstone, pembekuan/pembatuan lava, gua karang, lava rakit, jembatan dari lava, dan lainnya yang terawetkan dan terpelihara dengan baik. Di antara semua hal dari lava tersebut, kolom lava (cairan lava yang sudah membatu) setinggi 7,6 m adalah yang paling menakjubkan. Kolom lava ini adalah yang terbesar dan terkenal di dunia. 
Kolom lava
Perjalanan dari pintu masuk ke kolom Lava sekitar 2 km, balik lagi 2 km juga, sehingga total 4 km. Jauh banget ya. Hari ini saya udah mendaki gunung dengan ratusan anak tangga, melewat lembah, dan masuk ke gua yang panjang banget lagi. Udah tambah langsing badan ini, hihihi. Setelah dari Manjanggul Cave, seluruh peserta tur dibawa ke bandara sebagai perhentian terakhir. Ada beberapa peserta tur yang turun di tengah jalan karena mau belanja di Pasar Tradisional Dongmun. Saya dan adik memutuskan ke bandara aja, lalu naik taksi dari bandara ke hotel.

Setelah bersalaman dan mengucapkan selamat tinggal pada peserta tur yang lain di bandara, kami mengantri taksi. Hotel tempat kami menginap kali ini adalah Ciel Blue Hotel yang berjarak hanya 10 menit dari bandara dengan tarif 7000 won. Agak lebih murah sedikit daripada tarif taksi yang kami naiki selama ini. Sampai di hotel, kami beristirahat sejenak, mandi, shalat, baru deh keluar lagi untuk belanja.

Di postingan selanjutnya akan saya bahas tempat makan dan belanja di Jeju. Penasaran kan? Ditunggu~~~

Proses Menarik Gigi (Lagi)

Sebelum melanjutkan postingan tentang Pulau Jeju, saya mau update dulu perkembangan kontrol Sapphire Braces. Di postingan sebelumnya, gigi saya sedang dalam proses ditarik ke segala arah. Ternyata nggak ada perubahan berarti kali ini. Mungkin giginya nggak mau bergerak, jadi kemarin dokter menambah tekanan di gigi saya. Beberapa karet di gigi ada yang diubah agar membuat tekanan pada gigi lebih kuat. Saya jadi kesakitan deh pas ditekan lagi giginya dengan pressure yang lumayan→lumayan menyakitkan😩😩.
Gigi bawah udah agak lurus
Kalau saya lihat secara awam sih seharusnya gigi saya udah banyak benernya dan nggak terlalu amburadul. Bahkan gigi bawah udah rapi berjejer dan geraham bawah udah lurus (sebelumnya agak meliuk-liuk). Cuma struktur rahang aja yang masih agak miring. Kayaknya benerin rahang agak lama deh. Semoga tetap on track rencana saya untuk Perfect Smile 2018. Semangat!

Kontrol Saphire Braces Rp. 250,000
Administrasi Rp. 15,000

Maret 21, 2018

Walkthrough Jeju Island Part 1

Terlalu nyenyak tidur di Eins Hotel Seogwipo. Kasur empuk, udara dingin, dan kotanya hening. Duh, kalau bukan karena kewajiban shalat Shubuh, mungkin bisa tidur sampai siang. Setelah shalat Shubuh, saya tidur lagi selama 30 menit. Nggak bisa lama-lama karena saya berencana untuk keramas. Kalian tau, hotel tempat saya menginap menyediakan shampo, kondisioner, dan sabun dari aromaterapi yang wangiiiii banget. Apalagi mandinya pakai air panas dan showernya deras. Jadi berlama-lama mandi sampai saya sadar kulit mulai keriput karena kepanasan, hahahaha.

Pihak hotel juga menyediakan toner dan emulsion untuk wajah supaya nggak kering karena musim dingin. Emang sih kasihan banget sama kulit. Udah mandi pakai air panas, trus udara diluar dingin banget. Jadi harus mengoleskan body lotion ke seluruh tubuh sampai kulit wajah pun rangkaian skincarenya jadi diperbanyak. Sebenarnya untuk orang yang cinta banget makeup seperti saya, saya suka musim dingin karena wajah nggak berminyak dan makeup jadi stay longer. Bahkan sampai malam masih bagus banget.

Setelah dandan, saya bangunin adik dan menyuruh dia mandi. Cowok sih enak, mandi cuma sebentar dan nggak ada pakai rangkaian perawatan tubuh dan wajah. Setelah adik mandi, kami naik ke lantai paling atas untuk sarapan. Salah satu yang membuat saya memilih menginap di hotel ini adalah pemandangan ruang makannya yang spektakuler. Kalian bisa melihat pemandangan laut dan gunung selagi sarapan. Subhanallah sangat indah😍😍😍!
Pemandangan indah sewaktu sarapan
Saya mengambil sereal, roti, dan jus jeruk, lalu duduk menikmati sarapan. Jadi berlama-lama mengunyah karena terpesona dengan pemandangan yang sangat indah. Setelah makan, saya meninggalkan piring di meja makan. Pelayan resto langsung menegur dengan ramah dan sopan kalau kita harus menaruh piring bekas makan pada tempatnya. Saya baru membaca ada peraturan self service disana, kemudian langsung membereskan piring dan gelas.
Indah 😍
Selesai sarapan, saya dan adik balik ke kamar sebentar untuk membereskan koper. Kami harus langsung check out karena nanti malam akan menginap di hotel yang berbeda. Setelah semua koper beres, kami turun ke lobi, lalu menyerahkan kunci pada resepsionis. Saya bertanya pada resepsionis apa nggak sebaiknya naik taksi aja ke Ocean Palace Hotel karena agak malas menggerek koper. Resepsionis bilang kalau naik taksi nanggung banget karena jaraknya begitu dekat. Ya udah deh, kami memutuskan untuk jalan kaki aja.

Baru keluar dari hotel, tiba-tiba ada seorang cowok bertanya pada saya, "Saya mencari tamu bernama Meutia," dengan logat English-Korean-nya yang agak kurang jelas. Saya bilang kalau saya pemilik nama itu dan cowok itu memperkenalkan diri kalau dia adalah tim dari Yehatour yang ditugaskan untuk menjemput saya. Saya keheranan, bukannya harus berkumpul di Ocean Palace Hotel? Dia bilang kalau kita ikut rombongan yang berbeda, sehingga dia harus menjemput kami langsung ke hotel. Wah alhamdulillah, nggak usah menggerek koper. Koper-koper kami dinaikkan ke mobil, lalu saya ikut masuk ke mobil. 

Tim Yehatour bilang kalau perjalanan dari sini ke tempat orang-orang berkumpul memakan waktu sekitar 45 menit. Wuih, jauh juga ya. Dia kemudian memutar musik Korea yang musiknya 🎶🎵 enak banget sampai membuat saya tertidur.

1. Horseback Riding
Karena booking turnya juga dadakan, saya nggak membaca sama sekali itinerary tur mau kemana aja. Saya terbangun dan melihat kalau mobil sudah masuk ke peternakan kuda. Kepala masih belum konek, saya turun dari mobil, lalu disuruh masuk ke sebuah rumah kayu. Ada seorang tim Yehatour cewek memakaikan topi koboi kepada saya dan adik lalu menarik saya dengan buru-buru ke tanah lapang dimana disana ada beberapa ekor kuda. Tunggu, saya mau ngapain (diapain)?
Peternakan kuda
Ada seorang cowok (mungkin petugas di peternakan) menarik lengan saya dan membawa saya ke dekat seekor kuda gede dan tinggi. Hah? Saya disuruh naik kuda nih? Perasaan belum sembuh trauma saya digigit kuda sewaktu ke Bromo, ini harus naik kuda yang lebih besar, lebih kokoh, dan lebih tangguh. Saya masih terdiam saat disuruh naik ke tangga agar lebih gampang naik ke punggung kuda. Karena masih diam tak bergerak (saya sedang mengkonek kepala saya yang baru bangun tidur sebenarnya), saya didorong, kaki saya dinaikkan ke kuda, tangan saya dipaksa pegangan ke pelana, dan kuda pun mulai berjalan. Beberapa detik jalan, kuda kemudian berlari, dan saya berteriak, "NOOO!"

Berbeda dengan di Bromo dimana pawang kuda berjalan disebelah kita sambil memegangi kuda, ini pawangnya pakai scooter elektrik mengikuti dari belakang dan kuda dilepas berlari dengan sendirinya. Duh, saya deg-degan banget. Sampai-sampai memegang pelana sangat kencang dan beberapa kali berteriak memanggil adik saya, "AMAAAADD!" Adik saya sepanjang naik kuda tertawa terbahak-bahak terus menyadari kami sedang berada di atas kuda gede🏇, out of no where! Pake ada acara foto session dimana kuda saya dan adik tiba-tiba melipir sendiri dan ada fotografer mengambil foto kami. Pinter juga 'ni kuda. Sayangnya harus bayar kalau mau mengambil cetakan foto sebesar 30,000 won. Mahal bener, mending foto pakai hp aja. Jangankan mau selfie pakai hp, mengeluarkan hp aja nggak berani ketika berada diatas kuda, hahahaha.

2. Seongeup Folk Village
Setelah mengendarai kuda, kami masuk ke bus bergabung dengan peserta tur lainnya yang kebanyakan bule'. Saya langsung meminta itinerary kepada tur guide untuk memastikan tidak ada destinasi yang membuat syok lagi seperti tadi. Selanjutnya kami akan berkunjung ke Seongeup Folk Village yang pernah saya datangi 4 tahun yang lalu. Saya juga pernah menuliskan tempat ini di link Jeju Part 2 : Seongeup Folk Village. Jadi saya nggak usah tulis ulang ya.
Dewa di pintu masuk
Cuaca terik tapi dinginnn
Jalan-jalan dulu 
Rumah-rumah desa
Lompat bareng 
Peserta Yehatour
Yang membedakan kunjungan saya ke Seongeup Folk Village tahun ini dengan 2014 adalah kami bisa bertemu penduduk desa yang menjelaskan tentang cerita jaman dahulu desa ini. Beliau terlalu banyak bercerita dan saya agak susah mengingatnya. Selain karena bahasa inggrisnya agak bersliweran (mungkin karena logat Korea yang nggak bisa bilang 'R'), beliau juga bercerita terlalu banyak. Yang saya ingat adalah penduduk Jeju dan Korea kebanyakan itu berbeda. Di Jeju tidak ada pengemis, pencuri, dan orang jahat. Awalnya beliau menjelaskan pakai bahasa Inggris yang membuat saya mengernyit. Tiba-tiba beliau bilang, "Di Pulau Jeju tidak ada pencuri, tidak ada pengemis, dan orang jahat," dengan menggunakan bahasa Indonesia/Melayu yang lebih baik dari bahasa Inggris😅😅😅. Saya dan orang Malaysia yang ikutan tur jadi tertawa. 
Pose dulu
Awalnya bapak Kim (namanya panjang, tapi yang saya inget Kim doang😆) menyapa saya dengan Assalamu'alaikum untuk mencairkan suasana. Tapi sepertinya beliau memang lumayan bisa berbicara bahasa Indonesia/Melayu. Pak Kim bercerita kalau di Pulau Jeju, wanita lebih kuat daripada pria. Wanita mencari air berjalan berkilometer dengan memanggul gentong, sedangkan para pria cuma bisa berleha-leha di rumah. Masih kelihatan tidak ada kesetaraan gender di Pulau Jeju dimana para penyelam di salah satu situs UNESCO Seongsang Ilchulbong adalah para wanita yang kebanyakan umurnya sudah diatas 70 tahun. Tapi kata Pak Kim, sekarang para pria sudah giat bersekolah dan bekerja sehingga sudah ada kesetaraan gender dan taraf hidup juga semakin menaik.
Pose mini love💕
Pak Kim ini juga menjual souvenir 'Minyak Kuda' yang katanya bagus untuk menghilangkan kerutan di wajah dan membuat awet muda. Dia memperlihatkan wajah istrinya yang memang masih mulus banget. Korea memang terkenal dengan produk perawatan kulit, tapi kalau untuk pakai minyak kuda ke wajah? Errrr.... saya malas juga sih hahahaha. Saya cuma nyobain sedikit minyak kuda ke tangan. Yang beli para bule' untuk dibawa ke negara asalnya.

3. Makan siang
Berhubung sudah pukul 11.30 siang, tur membawa kami ke sebuah rumah makan. Menu dibagi dua yaitu khusus vegetarian dan black pork (daging babi hitam). Saya memang suka sayuran dan sudah biasa makan bibimbap atau kimchi. Berbeda dengan adik saya yang benci sayur tapi harus makan menu vegetarian, hahahaha😂. Mau bagaimana lagi, kalau nggak makan bibimbap, nanti dia kelaperan. Dan kita nggak mungkin makan black pork. Kasihan juga melihat adik saya mengaduk-aduk makanan dan memasukkan makanan ke mulut dengan terpaksa. Sabar ya Dek, sekali-kali kita detox.
Bibimbap
Side Dish
Yang saya sukai dengan makan makanan ala Korea adalah makanan pendampingnya banyak banget dan bisa diambil sesukanya. Kita bisa makan Kimchi, ikan teri, sayur rumput laut, dan lainnya sepuasnya. Seandainya boleh minta telur sepuasnya juga, hihihi😆. Saya, adik, dan dua orang bule' yang berasal dari Swiss duduk barengan. Saya kira mereka vegetarian juga, tapi ternyata mereka nggak mau makan black pork karena cara babinya tumbuh besar adalah dengan makan kotoran manusia💩. Jijik sih, tapi katanya black pork adalah salah satu makanan paling bernutrisi seantero Jeju. Mereka bilang, "We actually eating pork, but when we heard about how the black pork growing, it's not so nice", dan saya tertawa😂😂😂.
Menu vegetarian
Kebanyakan bule' yang ikut tur kita adalah orang tua dari atlit yang berlomba di Olimpiade Musim Dingin, Pyeongchang. Karena olimpiade sudah usai, mereka masih ingin jalan-jalan sekitar Korea, jadi memilih Pulau Jeju yang katanya indah banget. Mereka bahkan nggak ke Seoul karena menurut mereka kota dimana-mana sama. Mungkin karena mereka orang Swiss dimana negaranya juga memiliki pemandangan sangat indah, jadi malas ke kota kali ya.
Beli kopi Korea
Selesai makan, adik saya mencoba membeli kopi Korea yang menurut saya rasanya seperti Kopiko. Berhubung saya nggak suka kopi pahit, jadi saya suka suka aja sama kopinya. Tapi tur guide nggak suka banget sama kopi manis, jadilah dia nggak ikutan beli. Cuma para peserta tur aja pada beli untuk nyobain doang.

Selesai ini saya akan posting cerita lanjutan turnya ya, agar nggak kepanjangan di satu postingan. Sampai jumpa! 

Follow me

My Trip