Setelah 45 menit perjalanan dari bandara Indira Gandhi, sampailah kami di Backpacker Panda Hostel. Sempat agak deg-degan selama di taksi (bawaan saya su'udzan terus sama orang lokal selama di India), sehingga saya jadi melihat GPS terus-menerus. Sebenarnya ketakutan saya agak nggak beralasan karena saya nggak sendiri di taksi ditambah teman-teman saya semua juga mendaftar paket data dan kami bisa melihat jalan menggunakan Gmaps atau Waze.
Saya jarang banget menginap di Hostel. Pernah sekali menginap di Hostel sewaktu di Singapore tapi karena Singapore negara oke, jadi Hostelnya juga oke. Berhubung teman-teman saya membawa koper dan tangga hostel jaraknya tinggi, jadilah susah banget mengangkat koper. Masih menggerutu dalam hati karena harus mengangkat koper dan resepsionis hotel cuma mau bantu angkat di saat terakhir, ditambah lagi bookingan hostel malah salah. Terpaksa membooking ulang, untung masih tersedia (dengan resepsionis yang banyak tingkah), dan kami dapat kamar shared room dimana sekamar berenam. Ya udahlah, saya udah nggak sanggup mikir lagi. Beberapa saat kemudian, teman-teman saya yang lain datang dan mereka tampak sangat kecapekan. Katanya mereka agak nyasar ketika mencari alamat Hostel.
Kamar yang saya dapat sangat sempit, bahkan untuk membuka koper aja harus gantian. Saya juga meminta gembok pada resepsionis untuk menaruh ransel yang berisi laptop dan kamera karena saya merasa nggak aman kalau ada orang lain berbagi kamar dengan saya. Di kamar kami ada seorang cewek dari Jepang yang nyebelin banget. Masa' dia minta kami mematikan AC? Berhubung saya kepanasan, saya pegang remotenya dan saya dinginkan ACnya😈. Saya dan Mba Itha lalu keluar mencari makan malam, sedangkan teman-teman yang lain tinggal di kamar. Untunglah disekitaran Hostel tempat makannya lumayan bagus, jadinya saya masih 'mau' makan. Awalnya ngajakin teman-teman makan di Subway, tapi nggak ada yang mau.
Masalah disini bukan hanya kamar, tapi tiket kereta yang harus kami beli untuk besok sudah sold out di websitenya. Langsung pusing pala berbie😵. Saya masih terus membantu Kris untuk mencari tiket kereta atau bus, dan saya tipe orang yang nggak bisa tidur kalau masalah (tiket untuk besok) belum ada jalan keluarnya. Agak heran dengan teman-teman yang bisa tidur padahal bisa aja besok kita nggak bisa ke Agra karena nggak dapat tiket. Karena melihat kami uring-uringan, salah seorang petugas hotel menawarkan diri untuk mencarikan tiket kereta. Harga yang dia tawarkan berubah terus sampai akhirnya jatuh di kisaran 1650 rupee untuk 8 orang. Proses tawar-menawar itu juga sangat menghabiskan waktu dan saya baru bisa tidur jam 1.30 pagi. Awalnya mau mandi, tapi melihat kamar mandi seperti 'itu', mending tidur aja. Saya mulai berpikir untuk membooking hotel berbintang di Jaipur (karena belum di book sama sekali).
Bangun pagi, mandi, lalu berkemas karena harus check out. Untuk sarapan, saya makan pop mie saja dan duduk di rooftop. Ruangan rooftop berantakan dan kotor banget, mana bau WC, jadi nggak selera makan. Giliran balik kamar, cewek Jepang ngomel-ngomel bilang kalau kita nggak toleransi sama dia masalah AC dan dia minta pindah kamar ke resepsionis. Kebayang ya, kita padahal udah mau check out 30 menit lagi dan dia nggak sabaran. Permasalahan cuma AC doang, Ya Allah~~~ Mana dia ngasih remote AC ke saya sambil nyinyir, "take this remote, you can switch the temperature as you wish. - ambil nih remotnya, kamu bisa ganti-ganti suhu AC sesuka kamu." Buset 'ni orang nyinyir banget. Awalnya saya diam sambil memandang matanya. Lalu dia bilang lagi sambil menyodorkan remote, "Take it!" Saya mengambil remote dan bilang, "Thanks," dengan wajah tanpa ekspresi. Aahh apa-apaan ini😩. Sabar... sabar.. sambil mengelus dada.
Selesai check out, saya minta tolong Rezki untuk menaikkan koper ke lantai 2 (penitipan koper di lantai 2). Barulah kami keluar dari hotel dan berencana untuk belanja. Kami menyetop tuk-tuk dan naik ber-6. Kebayang gimana naik tuk-tuk kecil ber-6? Ya pangku-pangkuan deh. Sambil menikmati angin sepoi-sepoi di tuk-tuk, kenyataannya kawasan saya menginap itu kotor banget. Sampah dimana-mana bekas orang berjualan😵.
Kami diturunkan di sebuah tempat yang kata supir tuk-tuk tinggal jalan kaki aja ke Palika Market. Dia berkilah kalau tuk-tuk nggak bisa masuk pasar (pernyataan yang aneh banget). Kami jadi duduk bengong di sekitaran gedung putih. Tiba-tiba ada seorang pria mendekati kami dan bertanya apakah kami nyasar? Kami bilang mau ke Palika Market, tapi dia bilang Palika belum buka jam segini dan Palika itu bukan pasar kain melainkan pasar barang elektronik. Lho, kok? Pria itu bilang kalau dia mau menunjukkan kami ke toko Saree yang lain. Dia bahkan bilang ke supir tuk-tuk untuk mengantarkan kami kesana dengan tarif 20 rupee saja. Murah bener! Saya dan teman-teman mengikut saja dan kami dibawa ke sebuah toko agak mewah dengan harga barang yang lumayan mahal. Hmm, tampaknya kami baru kena scam. Kami keluar dari toko dan melihat supir tuk-tuk yang sama masih ada disitu. Kami berjalan terus seraya nyuekin supir tuk-tuk yang bilang kalau mau nganterin kita ke Palika lagi. Udah keburu su'udzan, jadi males naik tuk-tuk yang sama.
Sewaktu melihat Google Maps, memang Palika baru buka jam 11 siang dan sekarang masih jam 9.30. Jadi kami memutuskan untuk jalan-jalan keliling kota dulu. Lumayan untuk killing time sampai jam 11.
India Gate
Gerbang India adalah monumen nasional yang terletak di pusat kota New Delhi. Bangunan ini dirancang oleh Sir Edwin Lutyens dan dikenal dengan sebutan All-India War Memorial dan dibangun untuk memperingati pengorbanan 70.000 tentara Angkatan Darat India-Inggris yang meninggal pada periode 1914–21 dalam Perang Dunia Pertama, di Prancis, Flanders, Mesopotamia, Persia, Afrika Timur, Gallipoli, dan tempat-tempat lain di Near and the Far East, dan Perang Anglo-Afghanistan Ketiga. Sebanyak 13,300 nama prajurit, termasuk beberapa tentara dan petugas dari Kerajaan Inggris, tertulis namanya di pintu gerbang ini.
![]() |
India Gate |
![]() |
Pusing pala berbie |
Agak menyakitkan memang sejarahnya, tapi bangunan yang terbuat dari patu pasir merah dan batu granit termasuk yang paling populer di New Delhi karena bentuknya menyerupai Arc-de-Triomphe di Paris. Sebenarnya ada patung Raja George V berdiri di sisi yang kini kosong di depan gerbang. Patung tersebut kini dipindahkan ke Coronation Park pada pertengahan tahun 1960. Yang saya lakukan disini hanya berfoto saja. Berhubung kota New Delhi panasnya minta ampun, jadi nggak begitu kuat lama-lama berjemur.
Parliament House
Kami memutuskan untuk menuju ke Gedung Parlemen India yang jaraknya 4 km dari India Gate. Karena males berpanas-panas ria berjalan kaki, kami menyewa tuk-tuk lagi kesana. Harga yang ditawarkan pasti 100 rupee dan kami mencoba menawar setengahnya. Walaupun berhasil, jangan senang dulu. Menawar setengah harga sama saja dengan menawar setengah jalan. Kami diturunkan ditengah jalan sehingga harus jalan kaki lagi ke gedung parlemen. Jadi merasa terkamfreti😑. Mau kita omelin pake bahasa Inggris juga mereka nggak ngerti. Jadi cukup telan ludah dan tarik napas aja. Yang bikin panik lagi, udah diturunin di tengah jalan, mau nyebrang pakai zebra cross nggak ada yang ngalah. Lampu merah serasa lampu hijau dan nyawa harganya murah disini. Ya Allah tolong😱😱😱.
![]() |
Gedung parlemen |
![]() |
Yuk kesana |
Kami hanya berfoto di depan gedung parlemen. Mau masuk ke kompleknya juga males karena harus jalan kaki dan matahari bersinar terlalu terik. Setelah berfoto beberapa menit, kami memutuskan untuk ke Palika Market dengan menyetop tuk-tuk yang ada didepan gedung parlemen. Masih berusaha menawar setengah harga tapi kami bersikeras bilang untuk turunin kami kalau sudah sampai tujuan, jangan ditengah jalan.
![]() |
Gedung Parlemen |
![]() |
Selfie dulu |
Palika Market
Sekitar 10 menit dari Gedung Parlemen, kami diturunkan di seberang Palika Market. Haduwh, 'nyebrang jalan merupakan suatu momok baru dalam hidup saya selama di India karena nyawa berasa nggak ada harganya. Alhamdulillah masih sehat wal'afiat dan berhasil nyebrang. Agak bingung juga awalnya karena kami memasuki pasar tumpah yang jauh dari bayangan saya.
Salah satu teman saya bertanya pada pejalan kaki dimana Palika Market (jangan bertanya pada pedagang atau supir tuk-tuk, nanti dibawa ntah kemana) dan dia menunjukkan arah Palika yang berada di bawah tanah. Kami masuk dan melihat begitu banyak toko kain melebihi Pasar Tanah Abang dan semua murah. OMG! Saya lalu beli 2 sari berwarna pink untuk saya pakai di Taj Mahal dan hijau untuk Mama. Panjang kain Saree itu 7 meter dan yang udah bagus aja harganya cuma 350rban (1750 rupee). Saya udah senang banget karena harga kain semurah itu. Tetapi sewaktu naik kereta ke Agra, orang lokal bilang kalau kami ditipu sama penjual karena seharusnya harga kain saya hanya 1000an rupee. Lah, udah murah, kena tipu pulak, pusing lagi berbie😓.
Setelah beli kain dan saya nggak mau berlama-lama di bawah tanah, saya mengajak Rezki dan Abby keluar untuk cari makan. Biarlah Mba-Mba lainnya berkeliling mencari oleh-oleh. Kami mampir ke KFC yang alhamdulillah rasanya sama dengan yang di Indonesia. Jadi makan dengan lahap. Setelah kenyang, kami pulang ke daerah hostel dan minta diturunin di tengah jalan (kali ini kami yang minta) untuk jalan-jalan di pasar sekalian mencari magnet kulkas atau souvenir lainnya. Lumayan crowded pasar di dekat hostel dengan sampah dimana-mana, klakson tinnnn-tinnnn, dan ada toilet umum yang tanpa air. Duh, jijik banget deh. Kami baru pulang ke Hostel jam 1.30 siang.
Sesampai di hostel, saya bongkar koper dulu untuk memasukkan belanjaan supaya nggak usah nenteng barang. Koper jadi susah ditutup sampai harus saya dudukin. Tapi mungkin saya terlalu ringan, jadi saya suruh Abby yang dudukin, baru bisa di resleting. Kalau koper ini pecah, saya mau claim garansi ke American Tourister yang katanya anti pecah, anti injak, anti maling, dan anti-anti lainnya. Untungnya koper ini kuat juga. Udah di banting-banting selama di India, di dudukin sana-sini, dia tetap berdiri tegak😆.
Baiklah, drama perjalanan ke Agra akan saya tulis di postingan berikut ini. Stay tuned!