April 29, 2018

One Day in New Delhi

Setelah 45 menit perjalanan dari bandara Indira Gandhi, sampailah kami di Backpacker Panda Hostel. Sempat agak deg-degan selama di taksi (bawaan saya su'udzan terus sama orang lokal selama di India), sehingga saya jadi melihat GPS terus-menerus. Sebenarnya ketakutan saya agak nggak beralasan karena saya nggak sendiri di taksi ditambah teman-teman saya semua juga mendaftar paket data dan kami bisa melihat jalan menggunakan Gmaps atau Waze.

Saya jarang banget menginap di Hostel. Pernah sekali menginap di Hostel sewaktu di Singapore tapi karena Singapore negara oke, jadi Hostelnya juga oke. Berhubung teman-teman saya membawa koper dan tangga hostel jaraknya tinggi, jadilah susah banget mengangkat koper. Masih menggerutu dalam hati karena harus mengangkat koper dan resepsionis hotel cuma mau bantu angkat di saat terakhir, ditambah lagi bookingan hostel malah salah. Terpaksa membooking ulang, untung masih tersedia (dengan resepsionis yang banyak tingkah), dan kami dapat kamar shared room dimana sekamar berenam. Ya udahlah, saya udah nggak sanggup mikir lagi. Beberapa saat kemudian, teman-teman saya yang lain datang dan mereka tampak sangat kecapekan. Katanya mereka agak nyasar ketika mencari alamat Hostel.

Kamar yang saya dapat sangat sempit, bahkan untuk membuka koper aja harus gantian. Saya juga meminta gembok pada resepsionis untuk menaruh ransel yang berisi laptop dan kamera karena saya merasa nggak aman kalau ada orang lain berbagi kamar dengan saya. Di kamar kami ada seorang cewek dari Jepang yang nyebelin banget. Masa' dia minta kami mematikan AC? Berhubung saya kepanasan, saya pegang remotenya dan saya dinginkan ACnya😈. Saya dan Mba Itha lalu keluar mencari makan malam, sedangkan teman-teman yang lain tinggal di kamar. Untunglah disekitaran Hostel tempat makannya lumayan bagus, jadinya saya masih 'mau' makan. Awalnya ngajakin teman-teman makan di Subway, tapi nggak ada yang mau.

Masalah disini bukan hanya kamar, tapi tiket kereta yang harus kami beli untuk besok sudah sold out di websitenya. Langsung pusing pala berbie😵. Saya masih terus membantu Kris untuk mencari tiket kereta atau bus, dan saya tipe orang yang nggak bisa tidur kalau masalah (tiket untuk besok) belum ada jalan keluarnya. Agak heran dengan teman-teman yang bisa tidur padahal bisa aja besok kita nggak bisa ke Agra karena nggak dapat tiket. Karena melihat kami uring-uringan, salah seorang petugas hotel menawarkan diri untuk mencarikan tiket kereta. Harga yang dia tawarkan berubah terus sampai akhirnya jatuh di kisaran 1650 rupee untuk 8 orang. Proses tawar-menawar itu juga sangat menghabiskan waktu dan saya baru bisa tidur jam 1.30 pagi. Awalnya mau mandi, tapi melihat kamar mandi seperti 'itu', mending tidur aja. Saya mulai berpikir untuk membooking hotel berbintang di Jaipur (karena belum di book sama sekali).

Bangun pagi, mandi, lalu berkemas karena harus check out. Untuk sarapan, saya makan pop mie saja dan duduk di rooftop. Ruangan rooftop berantakan dan kotor banget, mana bau WC, jadi nggak selera makan. Giliran balik kamar, cewek Jepang ngomel-ngomel bilang kalau kita nggak toleransi sama dia masalah AC dan dia minta pindah kamar ke resepsionis. Kebayang ya, kita padahal udah mau check out 30 menit lagi dan dia nggak sabaran. Permasalahan cuma AC doang, Ya Allah~~~ Mana dia ngasih remote AC ke saya sambil nyinyir, "take this remote, you can switch the temperature as you wish. - ambil nih remotnya, kamu bisa ganti-ganti suhu AC sesuka kamu." Buset 'ni orang nyinyir banget. Awalnya saya diam sambil memandang matanya. Lalu dia bilang lagi sambil menyodorkan remote, "Take it!" Saya mengambil remote dan bilang, "Thanks," dengan wajah tanpa ekspresi. Aahh apa-apaan ini😩. Sabar... sabar.. sambil mengelus dada.

Selesai check out, saya minta tolong Rezki untuk menaikkan koper ke lantai 2 (penitipan koper di lantai 2). Barulah kami keluar dari hotel dan berencana untuk belanja. Kami menyetop tuk-tuk dan naik ber-6. Kebayang gimana naik tuk-tuk kecil ber-6? Ya pangku-pangkuan deh. Sambil menikmati angin sepoi-sepoi di tuk-tuk, kenyataannya kawasan saya menginap itu kotor banget. Sampah dimana-mana bekas orang berjualan😵.

Kami diturunkan di sebuah tempat yang kata supir tuk-tuk tinggal jalan kaki aja ke Palika Market. Dia berkilah kalau tuk-tuk nggak bisa masuk pasar (pernyataan yang aneh banget). Kami jadi duduk bengong di sekitaran gedung putih. Tiba-tiba ada seorang pria mendekati kami dan bertanya apakah kami nyasar? Kami bilang mau ke Palika Market, tapi dia bilang Palika belum buka jam segini dan Palika itu bukan pasar kain melainkan pasar barang elektronik. Lho, kok? Pria itu bilang kalau dia mau menunjukkan kami ke toko Saree yang lain. Dia bahkan bilang ke supir tuk-tuk untuk mengantarkan kami kesana dengan tarif 20 rupee saja. Murah bener! Saya dan teman-teman mengikut saja dan kami dibawa ke sebuah toko agak mewah dengan harga barang yang lumayan mahal. Hmm, tampaknya kami baru kena scam. Kami keluar dari toko dan melihat supir tuk-tuk yang sama masih ada disitu. Kami berjalan terus seraya nyuekin supir tuk-tuk yang bilang kalau mau nganterin kita ke Palika lagi. Udah keburu su'udzan, jadi males naik tuk-tuk yang sama.

Sewaktu melihat Google Maps, memang Palika baru buka jam 11 siang dan sekarang masih jam 9.30. Jadi kami memutuskan untuk jalan-jalan keliling kota dulu. Lumayan untuk killing time sampai jam 11.

India Gate
Gerbang India adalah monumen nasional yang terletak di pusat kota New Delhi. Bangunan ini dirancang oleh Sir Edwin Lutyens dan dikenal dengan sebutan All-India War Memorial dan dibangun untuk memperingati pengorbanan 70.000 tentara Angkatan Darat India-Inggris yang meninggal pada periode 1914–21 dalam Perang Dunia Pertama, di Prancis, Flanders, Mesopotamia, Persia, Afrika Timur, Gallipoli, dan tempat-tempat lain di Near and the Far East, dan Perang Anglo-Afghanistan Ketiga. Sebanyak 13,300 nama prajurit, termasuk beberapa tentara dan petugas dari Kerajaan Inggris, tertulis namanya di pintu gerbang ini.
India Gate
Pusing pala berbie
Agak menyakitkan memang sejarahnya, tapi bangunan yang terbuat dari patu pasir merah dan batu granit termasuk yang paling populer di New Delhi karena bentuknya menyerupai Arc-de-Triomphe di Paris. Sebenarnya ada patung Raja George V berdiri di sisi yang kini kosong di depan gerbang. Patung tersebut kini dipindahkan ke Coronation Park pada pertengahan tahun 1960. Yang saya lakukan disini hanya berfoto saja. Berhubung kota New Delhi panasnya minta ampun, jadi nggak begitu kuat lama-lama berjemur.

Parliament House
Kami memutuskan untuk menuju ke Gedung Parlemen India yang jaraknya 4 km dari India Gate. Karena males berpanas-panas ria berjalan kaki, kami menyewa tuk-tuk lagi kesana. Harga yang ditawarkan pasti 100 rupee dan kami mencoba menawar setengahnya. Walaupun berhasil, jangan senang dulu. Menawar setengah harga sama saja dengan menawar setengah jalan. Kami diturunkan ditengah jalan sehingga harus jalan kaki lagi ke gedung parlemen. Jadi merasa terkamfreti😑. Mau kita omelin pake bahasa Inggris juga mereka nggak ngerti. Jadi cukup telan ludah dan tarik napas aja. Yang bikin panik lagi, udah diturunin di tengah jalan, mau nyebrang pakai zebra cross nggak ada yang ngalah. Lampu merah serasa lampu hijau dan nyawa harganya murah disini. Ya Allah tolong😱😱😱.
Gedung parlemen
Yuk kesana
Kami hanya berfoto di depan gedung parlemen. Mau masuk ke kompleknya juga males karena harus jalan kaki dan matahari bersinar terlalu terik. Setelah berfoto beberapa menit, kami memutuskan untuk ke Palika Market dengan menyetop tuk-tuk yang ada didepan gedung parlemen. Masih berusaha menawar setengah harga tapi kami bersikeras bilang untuk turunin kami kalau sudah sampai tujuan, jangan ditengah jalan.
Gedung Parlemen
Selfie dulu
Palika Market
Sekitar 10 menit dari Gedung Parlemen, kami diturunkan di seberang Palika Market. Haduwh, 'nyebrang jalan merupakan suatu momok baru dalam hidup saya selama di India karena nyawa berasa nggak ada harganya. Alhamdulillah masih sehat wal'afiat dan berhasil nyebrang. Agak bingung juga awalnya karena kami memasuki pasar tumpah yang jauh dari bayangan saya.

Salah satu teman saya bertanya pada pejalan kaki dimana Palika Market (jangan bertanya pada pedagang atau supir tuk-tuk, nanti dibawa ntah kemana) dan dia menunjukkan arah Palika yang berada di bawah tanah. Kami masuk dan melihat begitu banyak toko kain melebihi Pasar Tanah Abang dan semua murah. OMG! Saya lalu beli 2 sari berwarna pink untuk saya pakai di Taj Mahal dan hijau untuk Mama. Panjang kain Saree itu 7 meter dan yang udah bagus aja harganya cuma 350rban (1750 rupee). Saya udah senang banget karena harga kain semurah itu. Tetapi sewaktu naik kereta ke Agra, orang lokal bilang kalau kami ditipu sama penjual karena seharusnya harga kain saya hanya 1000an rupee. Lah, udah murah, kena tipu pulak, pusing lagi berbie😓.

Setelah beli kain dan saya nggak mau berlama-lama di bawah tanah, saya mengajak Rezki dan Abby keluar untuk cari makan. Biarlah Mba-Mba lainnya berkeliling mencari oleh-oleh. Kami mampir ke KFC yang alhamdulillah rasanya sama dengan yang di Indonesia. Jadi makan dengan lahap. Setelah kenyang, kami pulang ke daerah hostel dan minta diturunin di tengah jalan (kali ini kami yang minta) untuk jalan-jalan di pasar sekalian mencari magnet kulkas atau souvenir lainnya. Lumayan crowded pasar di dekat hostel dengan sampah dimana-mana, klakson tinnnn-tinnnn, dan ada toilet umum yang tanpa air. Duh, jijik banget deh. Kami baru pulang ke Hostel jam 1.30 siang.

Sesampai di hostel, saya bongkar koper dulu untuk memasukkan belanjaan supaya nggak usah nenteng barang. Koper jadi susah ditutup sampai harus saya dudukin. Tapi mungkin saya terlalu ringan, jadi saya suruh Abby yang dudukin, baru bisa di resleting. Kalau koper ini pecah, saya mau claim garansi ke American Tourister yang katanya anti pecah, anti injak, anti maling, dan anti-anti lainnya. Untungnya koper ini kuat juga. Udah di banting-banting selama di India, di dudukin sana-sini, dia tetap berdiri tegak😆.

Baiklah, drama perjalanan ke Agra akan saya tulis di postingan berikut ini. Stay tuned!

April 28, 2018

From Khasmir to New Delhi

Tibalah hari terakhir di Khasmir. Nggak terasa, padahal udah 6 hari di Khasmir seolah hanya sebentar saja. Hari itu kami harus terbang ke New Delhi mengendarai pesawat pukul 14:55. Karena pesawat siang, kita masih bisa santai-santai dulu sebelum berangkat. Kami juga sengaja menyuruh Syafiq menyiapkan sarapan agak siang sekalian untuk brunch (breakfast lunch - mau sarapan kesiangan, makan siang kecepetan). Biar nggak usah makan siang dijalan sekaligus mengirit pengeluaran. Beberapa teman saya menghabiskan waktu dengan bermain UNO bersama Mushtaq, sedangkan saya sendiri sedang menghabiskan kuota hotspot milik Mushtaq seperti biasa untuk terakhir kalinya😜.
Bye Houseboat
Sekitar jam 11, sampan yang menjemput kami pun datang. Koper dikeluarkan semua dari Houseboat dan diangkat ke sampan. Agak ngeri melihat sampang bergoyang-gorang ketika koper ditaruh. Ttakut koper saya kecebur ke danau. Selesai semua koper selesai diangkut, barulah kami naik sampan setelah berfoto dan bersalaman dengan Syafiq dan beberapa orang-orang di Houseboat seraya mengucapkan salam perpisahan. Semoga suatu hari bisa kembali lagi kesini, insya Allah.
Pose dulu
Kami tiba di pinggir danau. Awalnya saya mengira koper bakalan diangkatin sama pengayuh sampan tapi ternyata nggak. Kami harus memasukkan koper sendiri ke dalam mobil. Mana saya udah duduk cantik di mobil, terpaksa turun lagi untuk mengangkat koper. Saya duduk di kursi depan bersama Abby pas dibelakang supir. 

Karena masih banyak waktu, Mushtaq menawarkan kami untuk mampir ke toko kerajinan pashmina Khasmir. Saya setuju aja berhubung belum beli pashmina sama sekali padahal banyak pedagang yang menawarkannya ke Houseboat. Saya takjub melihat sebegitu banyak pashmina indah di Khasmir dan beda banget dengan yang dijajakan oleh pedagang yang biasa kami temui di jalan atau Houseboat. Jadilah saya beli 2 lembar karena uang rupee sangat terbatas. Nggak bisa pakai kartu debit disini sehingga duit rupee harus diirit-irit. Padahal masih banyak banget pashmina yang mau saya beli karena cantik-cantik banget motifnya, halus bahannya seperti kain sutra, dan harganya murah.
Mba Itha berpose bersama kain-kain
Selesai berbelanja, meskipun agak ngantuk, saya memilih ngobrol dengan Abby supaya nanti di pesawat bisa tertidur pulas. Perjalanan dari toko kerajinan ke bandara lumayan jauh, sekitar 45 menit dan saya asyik mengobrol tentang bisnis. Saya merasa tenggorokan mulai nggak enak nih, semoga nggak sakit. Sampai di pintu pagar bandara, Mushtaq meminta passpor dan tiket pesawat salah satu dari kami (saya) untuk ditunjukkan ke penjaga. Mau ke bandara aja penjagaannya ketat banget. Sebelum masuk ke bandara, semua koper harus di screening dulu termasuk kami semua para penumpang pesawat. Jadilah harus turun dari mobil, memasukkan koper satu persatu ke bagian screening, dan kami harus melewati metal detector. Cewek dan cowok dipisah metal detectornya karena walaupun alat pemindai tidak berbunyi, tetap saja seluruh tubuh kami diperiksa dan diraba-raba. Paling nggak nyaman sewaktu dada diperiksa sampai detail banget. Kan risih ya dada diraba-raba walaupun sesama cewek😩. Mungkin orang India suka menyimpan sesuatu di bra, makanya pemeriksaan di bagian dada lebih intense. Ampun!

Mobil tur diparkir. Kami mengeluarkan koper dan menyalami supir sebagai tanda perpisahan. Mushtaq mengantarkan kami sampai pintu masuk bandara kemudian kita bersalaman juga. Bye Mushtaq, I hope everything going well in Khasmir. Kami harus melewati petugas lagi untuk pengecekan passpor dan tiket, baru bisa cek in. Sebelumnya, kami masih harus mengisi form yang sama seperti kami isi ketika tiba di Khasmir. Duh, ribet banget deh. Setelah isi form, baru bisa cek in pesawat. Ada beberapa dari teman-teman yang jadwal pesawat GoAirnya berbeda dengan saya, tapi kami cek in berbarengan.

Selesai cek in, barang-barang kabin kembali diperiksa dengan ketat. Disini saya agak bete karena tas saya dibongkar seluruhnya. Saya harus mengeluarkan semua barang di ransel sampai yang terkecil ke baki, baru dimasukkan satu demi satu setelah di cek seluruhnya. Urrgg sebel😡! Bahkan, laptop harus saya log in dan petugas memeriksa desktop saya. Kamera mirrorless dan action camera harus saya nyalakan juga untuk diperiksa. Belum lagi gunting kuku, hand sanitazer, pashmina yang saya beli, obat asma, bahkan pembalut pun diperiksa. OMG😓! Padahal Srinagar hari itu dingin, tapi saya jadi keringetan karena deg-degan takut kenapa-kenapa barang bawaan saya. Alhamdulillah pemeriksaan selesai dan barang di ransel yang sudah diubek-ubek di baki, harus saya masukkan dan rapikan lagi satu demi satu😩.

Saya melipat jaket thermal dan memasukkan ke ransel karena udah keringetan. Saya kemudian berkumpul lagi dengan teman-teman yang sedang mencemaskan saya yang lama banget diperiksa. Ini mungkin karena laptop Macbook yang terdeteksi ketika screening. Sewaktu di Pulau Jeju juga begitu, bahkan di Turki pun begitu. Saya duduk sejenak beristirahat, baru boarding pesawat. Akhirnya harus benar-benar mengucapkan selamat tinggal pada Khasmir. Selama di pesawat perjalanan ke New Delhi saya tidur dan baru bangun ketika pesawat sudah mendarat. Paket data saya langsung aktif dan saya jadi bisa internetan sepuasnya. Saya masuk ke ruang kedatangan, mengambil bagasi, lalu duduk menunggu Mba Itha, Abby, dan Mas Anton yang naik pesawat belakangan. Ntah karena delay, kami jadi menunggu mereka sampai lebih satu jam. Udah kelaperan duluan deh.

Ketika semua peserta trip komplit, kami keluar bandara untuk mencari alternatif kendaraan menuju hotel. Karena saya bawa koper dan malas ribet, saya selalu menyarankan untuk naik taksi. Sempat mencoba memesan Uber, tapi kok nggak bergerak mobilnya di aplikasi. Akhirnya membatalkan Uber dan naik taksi biasa dengan harga 500 rupee. Yang naik taksi hanya saya, Mba Septa, Mba Clara, dan Mba Any. Yang lain menitipkan koper pada kami agar nggak ribet ketika menaiki kendaraan umum. Karena taksi udah kepenuhan, jadilah saya menitip koper pada Rezki untuk dibawa pakai kereta bandara. Paling nggak, koper saya ringan, anti pecah, dan rodanya oke untuk digerek di jalan berbatu.

Postingan blog ini sudah lumayan panjang dan saya akan melanjutkan nanti. Kalian tau, drama di India lumayan banyak sampai-sampai saya jadi sakit. Mulai dari hostel nggak cocok untuk wisatawan yang membawa koper, kereta yang kami tumpangi jelek, kena scam, sampah dimana-mana, dan hal lain yang membuat saya pulang ke Indonesia dengan sesak napas dan harus ke dokter paru. Nanti saya ceritakan ya. Sampai jumpa!

Staying at Dal Lake

Seharusnya setelah postingan Welcome to Srinagar, saya membahas Dal Lake terlebih dahulu. Tapi setelah berpikir beberapa kali, selama 6 hari di Khasmir, cerita tentang Dal Lake ini berubah terus. Selalu ada cerita seru setiap harinya di tempat cantik ini yang membuat saya jatuh cinta pada danau yang juga disebut sebagai Srinagar's Jewel (permata Srinagar).

Hari pertama tiba di Srinagar, Mushtaq menyuruh kami semua untuk menaruh koper dulu di pinggir danau Dal yang nantinya akan dibawa ke Houseboat. Saya hanya bisa melihat Houseboat dari seberang dan berpikir yang mana ya Houseboat tempat saya menginap? Semua bentuk Houseboat tidak ada yang sama, tergantung harga dan fasilitas di dalamnya.
Danau Dal yang indah
Setelah jalan-jalan di kota Srinagar, menjelang magrib, barulah kami diantar kembali ke pinggir danau. Mushtaq bilang, kami harus mengendarai sampan🚣 untuk bisa menuju Houseboat yang jaraknya agak jauh dari pinggir danau. Karena kami bersepuluh (ditambah Mushtaq), jadi harus dibagi 2 sampan. Kalian tau, sampannya agak kecil dan bergoyang-goyang. Saya selalu ketakutan setiap mengendarai sampan. Apalagi Danau Dal begitu gelap ketika malam hari dan saya takut kalau-kalau nanti ada buaya😖.
Sampan terparkir rapi
Mari menaiki sampan
Sekitar 10 menit bersampan ria, sampailah kami di Houseboat bernama Lala Prince. Kami disambut oleh tuan rumah dengan ucapan salam, "Assalamu'alaikum, welcome to Khasmir." Ahh, berasa adem mendengarnya. Apalagi melihat tuan rumah dengan wajah sangat ramah dan baik hati. Kami masuk ke ruang tamu yang sangat klasik dan indah, dengan tungku pemanas dan sofa untuk duduk beristirahat. Ditambah lagi, Syafiq menyuguhkan secangkir teh Khasmir dengan gelas dan teko sangat cantik untuk menyambut tamu. Seketika saya merasa senang dan hilang semua lelah yang ada.
Beristirahat di sofa sambil menghangatkan badan di tungku
Sekitar 30 menit beristirahat, Mushtaq mempersilahkan kami makan malam. Kami semua masuk ke ruang makan yang sungguh sangat artistik, dengan perabotan antik (seperti perabot jaman dahulu) yang cantik dan lampu remang-remang. Piring, gelas, sendok, garpu, dan pisau sudah tertata rapi diatas meja makan. Makanannya banyak banget, ada ayam masala, kari, kue prata, dan sebagainya. Berhubung kami capek banget, semua makanan habis dan terasa enakkk banget, sampai kami minta tambah lagi. Saya sempat bertanya-tanya, dimana dapur mereka karena Syafiq selalu berjalan ke belakang, masuk lewat jendela, dan menghilang diantara Houseboat yang lain.
Berfoto di ruang makan
Selesai makan, Mushtaq memberitahukan peraturan di Houseboat. Listrik akan mati setiap pukul 8-10 malam dan pukul 6-8 pagi. Sarapan akan disiapkan setiap jam 8 pagi dan kita harus bersiap menuju tempat wisata pada jam 9 pagi. Tidak ada wifi di Khasmir sehingga Mushtaq menyediakan kartu SIM dengan kuota wifi perkartu 1 giga dan ada juga yang 2.5 giga yang akan direload otomatis setiap jam 12 malam. Dan kita sebaiknya harus pulang ke Houseboat menjelang magrib karena suhu udara diluar akan sangat dingin.

Awalnya saya agak nggak terima dengan beberapa peraturan. Tapi hari demi hari setelah menjalani hidup di Houseboat, jadi ada suka-dukanya juga. Saya akan jabarkan satu persatu biar bisa diingat selamanya.

Rebutan Wifi
Salah satu hal yang paling penting di kehidupan saya adalah wifi. Mungkin karena pekerjaan saya berhubungan dengan internet, jadi ketika tau nggak ada wifi saya agak syok. Untungnya Mushtaq memberikan alternatif untuk menggunakan SIM Card. Berhubung Iphone agak rese' kalau dimasukin SIM Card, jadi saya selalu harus nebeng tethering hotspot sama siapa pun yang hp-nya dipakein SIM Card. Sempat mau beli kartu SIM sendiri tapi Mushtaq bilang, nggak bisa sembarangan mengaktifkan kartu SIM di Khasmir karena daerah konflik. Proses registrasinya aja sampai 2 hari. Belum lagi diwajibkan pakai KTP Khasmir. Duh ribetnya😓.

Kalian tau, 3 SIM Card dengan total kuota wifi 4.5 giga diserbu 9 orang bisa habis hanya dalam beberapa jam saja pada hari pertama. Bahkan kami sampai membuat peraturan, kalau sore pakai SIM Card Mas Anton karena kuotanya 2.5 giga, malam pakai kuota Abby 1 giga, dan pagi pakai punya Mba Septa 1 giga. Kalau kuota habis, terpaksa deh duduk tanpa main hp. Ada bagusnya juga jadi kita bisa mengobrol satu dengan yang lain. Kadang kita bangun tengah malam hanya untuk menggunakan internet yang sudah di reload pada pukul 00:00. Niat banget kan?😅

Sebenarnya saya agak curang ketika rebutan WIFI. Saya secara eksklusif minta hotspot dari Mushtaq, sehingga saya bisa habiskan kuota 1 giga untuk diri sendiri. Tapi beberapa hari kemudian teman-teman pada minta juga ke Mushtaq dan jatah saya jadi berkurang. Pernah karena kebanyakan orang yang akses ke hotspot Mushtaq, saya lalu minta hp Mushtaq dan saya kick semua orang. Jadilah saya bisa berinternet sendiri👌. Mushtaq sampai keheranan dengan cara saya dan untungnya di tim hanya saya yang bisa nge-kick orang (kebiasaan dulu nge-kick user di server). Berhubung saya palingan menggunakan wifi hanya untuk upload foto di instagram sebiji doang, ngecek email, dan mengabarkan orang rumah kalau saya baik-baik saja, saya pasti memberikan kesempatan teman yang lain untuk menggunakan hotspot milik Mushtaq.

Tidak ada listrik pada jam tertentu
Agak nggak enak sebenarnya karena listrik juga dibatasin. Biasanya kami sampai Houseboat jam 7 malam dengan kondisi batre hp sudah habis atau tinggal sedikit lagi. Baru sebentar beristirahat, eh listrik sudah mati. Memang sih lampu darurat masih menyala untuk menerangi ruangan, tapi nggak bisa ngecas hp. Akhirnya hanya menggunakan sisa-sisa batre untuk berinternet sampai habis.

Mushtaq bilang, "Life is somehow better without your phone - Hidup kadang lebih baik tanpa hp." Trus saya bilang, "I need my phone for work - Saya butuh hp untuk kerja." Mushtaq jawab, "You can do your job at night and now just talk to your friend and seeing the stars which so beautiful in Khasmir - Kamu bisa kerja nanti malam (setelah lampu nyala) dan sekarang ngobrol aja sama teman-teman atau lihat bintang di langit Khasmir yang begitu indah." Saya malah diam saja sambil menggerutu karena nggak bisa internetan.

Malam demi malam, akhirnya saya jadi terbiasa dengan kondisi tanpa listrik dan internet. Setiap setelah makan malam, saya dan teman-teman duduk di ruang tengah sambil menghangatkan badan di perapian seraya mengobrol. Kami memang tidak mengenal satu sama lain dan quality time seperti itu terasa sangat berharga. Jadi bertukar informasi, curhat, menceritakan hal seru ketika di perjalanan tadi, dan yang pasti kita jadi lumayan dekat. Tidak bisa di pungkiri kalau dalam tim Khasmir kemarin, banyak sekali orang-orang yang sudah sering travelling kemana-mana. Mereka punya banyak cerita untuk dibagi dan saya juga bisa bercerita pengalaman saya selama jalan-jalan. Malam-malam di Khasmir jadi terasa asyik dan hangat seperti cerita-cerita kita.

Bahkan pernah suatu malam ketika saya harus mencuci sepatu yang terkena banyak lumpur di danau, saya menengadah ke langit dan membenarkan perkataan Mushtaq. Langit Khasmir begitu indah. Bintang-bintang berkelap-kelip memancarkan cahaya membuat saya lupa kalau malam itu dingin sekali. Karena listrik di seluruh Houseboat mati, maka langit jadi begitu terang-benderang. Saya jadi duduk sejenak, menikmati ciptaan Allah yang begitu indah. Masya Allah😍😍😍!
Duduk santai
Untuk urusan ngecas hp, biasa saya lakukan kalau mau tidur sampai besok pagi. Ada salah satu colokan diruang tamu yang nyala terus meskipun listrik mati. Biasanya saya pagi-pagi ngecas juga disitu supaya ketika jalan-jalan batre nggak cepat habis. Tapi memang hp saya awet banget sih batrenya. Mungkin karena nggak mencari sinyal, jadi nggak menguras batre.

Mandi
Paling nggak enak kalau mau mandi malam, karena lampu mati, air panas nggak nyala. Jadi tunggu listrik nyala dan malah ketiduran duluan. Giliran besok pagi mau mandi, eh jam 6-8 pagi mati juga listriknya, sehingga harus nunggu jam 8 baru mandi. Kalau kebangun jam 5an sih enak bisa mandi. Tapi kan malas dingin-dingin bangun pagi. Enaknya tidur sampai siang.

Biasanya saya mandi jam 11 malam karena air panas udah nyala dan nggak rebutan besok mandi jam 8 pagi. Padahal jam 8 kan waktunya sarapan, saya ingin santai-santai sarapan tanpa diburu waktu mandi. Biasanya saya pagi hanya sikat gigi dan cuci muka doang. Toh Khasmir dingin, nggak perlu-lah mandi dua kali sehari. Hahahahaha😆.

Kadang kalau sedang sikat gigi dan cuci muka di malam hari, air panas saya biarkan mengucur agar membuat suasana kamar mandi jadi hangat. Hal ini pernah berdampak suatu hari air mati di Houseboat. Saya baru tau kalau airnya di tampung di toren sehingga bisa habis. Terpaksa pagi-pagi mencari Syafiq yang kadang ntah dimana, untuk menyuruhnya menyalakan pompa air agar teman-teman bisa mandi.

Pedagang barang selalu datang
Malam pertama di Khasmir ketika listrik mati dan kami baru makan malam. Datanglah beberapa penjual barang. Mereka menggelar dagangannya, menyusun satu-persatu dan menawarkannya pada kita. Wajahnya lusuh dan sedih, saya jadi nggak tega, tapi beli barang seperti kotak perhiasan atau pashmina terasa kurang perlu karena saya tidak suka menumpuk barang di rumah dan uang yang saya bawa juga pas-pasan.
Mba Itha dan Mba Carla belanja
Pagi-pagi setelah sarapan, penjual barang mengintip dari jendela lebih dahulu dan tau kalau saya sedang berada di ruang tamu untuk menghangatkan badan dan ngecas hp. Mereka masuk, menggelar dagangan, dan memasang muka memelas sampai saya nggak tega. Saya tersenyum dan bilang kalau saya nggak mau membelinya. Beberapa teman kadang datang ke ruang tamu, tapi karena melihat penjual barang, mereka balik lagi ke kamar. Kasihan sih, tapi mau 'gimana lagi. Pernah suatu malam saya beli magnet kulkas dan gantungan kunci sebanyak 10 biji karena nggak tega dengan pedagangnya. Besoknya datang lagi pedagang lain yang menjual magnet lebih murah. Duh😓!

Tidak hanya di dalam Houseboat. Ketika kami menaiki sampan hendak ke pinggir danau, beberapa sampan pedagang mulai mendekat dan menawarkan barang. Mereka agak memaksa, makanya saya kadang kurang suka dengan cara mereka. Belum lagi ketika sampai di pinggir danau, kami diserbu pedagang sebelum naik ke mobil. Biasanya saya lari menyelamatkan diri ke dalam mobil. Bahkan pintu dan jendela sengaja dibuka dari luar agar pedagang bisa menawarkan barangnya. Saya kadang sampai merasa serem sendiri, kok begini amat nawarin barang😨😨😱? Kan turis jadi ketakutan. Saya jadi minta tolong sama Mushtaq dan akhirnya dia menyuruh para pedagang hanya berjualan diluar mobil saja.

Sebenarnya kasihan dengan orang-orang di Khasmir yang kebanyakan miskin. Mereka sengaja berjualan kepada turis secara rebutan agar barangnya laku. Menurut saya barangnya juga biasa aja, tapi karena kita kasihan jadi beli deh. Yang menyebalkan mungkin cara mereka berdagang sampai membuat kita takut. Alhasil, saya jadi malas membeli barang dagangan mereka karena takut ntar pedagang yang lain rebutan menawarkan barang ke saya. Mending masuk mobil, duduk, dan tidur, pura-pura nggak ngeliat pedagang.

Bersampan di sore hari
Pernah suatu hari ketika pulang dari Sonamarg, kami sampai di Dal Lake agak sore. Sepertinya sayang kalau hanya menghabiskan waktu di Houseboat karena hari masih terang. Kami sewa sampan seharga 1000 rupee untuk berkeliling Dal Lake. Sore itu nggak terlalu dingin, saya hanya menggunakan sweater tanpa jaket thermal dan suhu masih bersahabat.
Yuk jalan-jalan

Mari berkeliling Dal Lake
Walaupun sampan agak besar, saya ketakutan duduk diatas papan. Akhirnya saya duduk dibawah, sambil menikmati suasana sore yang indah dan adem. Para pedagang nggak bersliweran, jadi suasana di sampan berjalan tanpa dikejar orang yang menjual barang. Yang ada malah kami memberhentikan penjual Chicken Tikka (sate ayam) yang rasanya enak banget dan harganya murah. Yang lucunya, ketika kami mau ngegayaan berfoto sambil mengipas sate, eh pedagang sate malah menyuruh mengipas sate terus sampai matang, hahahaha😹😹.
Mari berkeliling
Suasananya adem

Sampan
Penjual Chicken Tikka
Mba Itha yang kipasin
Adzan Magrib berkumandang dan hari mulai petang. Kami menikmati Chicken Tikka sambil melihat cahaya oranye mulai berpendar di langit yang membuat danau sangat indah dan cantik. Belum lagi suara burung camar membuat suasana jadi syahdu. Subhanallah, betapa indahnya matahari terbenam di danau ini.
Mari makannn
Sunset
Sampan terus dikayuh dan kami sampai pada pasar di tengah danau. Ternyata ada toko-toko souvenir dan warung juga yang berada di atas kapal. Ntah bagaimana cara mereka membangunnya sampai kapalnya nggak goyang sama sekali apabila dihempas riak-riak danau. Kami sempat mampir di sebuah warung untuk membeli cemilan yang ada rasa 'Masala'-nya. Duh, karena nggak cocok di lidah, jadi nggak ada yang suka sama snacknya.
Diantara toko terapung
Syafiq penjaga Houseboat
Penjaga rumah kami bernama Syafiq yang ganteng banget dan ternyata adalah adik Mushtaq. Umurnya masih 20 tahun, suka pake topi, hp-nya jadul banget, nggak punya media sosial, dan dia tidur di ruang tamu houseboat atau di tetangga sebelah. Saya pernah minta akun Instagram atau Facebooknya dan dia menunjukkan hp kecil yang cuma bisa sms dan telepon, sehingga nggak bisa internetan. Kasian banget😔. Kadang pagi-pagi dia sudah membakar kayu di tungku agar kami merasa hangat. Dia juga selalu menyiapkan makan malam untuk kita dengan makanan pembuka adalah sup. Kalau sup belum dimakan, maka makanan utama nggak akan keluar. Jadilah kami menyeruput sup suka nggak suka demi makanan utama😄. Jujur aja saya nggak suka makanan berkuah, tapi dengan terpaksa makan sup beberapa sendok agak nasi bisa dihidangkan.

Malam pertama dan kedua, kami masih antusias dengan menu makanan yang berbumbu kari. Nah, malam ketiga dan seterusnya jadi agak bosen. Bahkan kadang saya cuma makan sedikit yang membuat makanan tersisa banyak. Kalau kami sudah selesai makan dan masih banyak tersisa, wajah Syafiq jadi tampak sedih. Mungkin dia berpikir kalau makanan sisa harus dibuang jadi mubazir. Karena melihat wajah Syafiq, kami jadi makan lagi walaupun hanya sedikit.

Pernah suatu ketika kami minta fried chicken, tapi ayam goreng tetap berbumbu kari. Pernah juga sisa makanan semalem kami suruh hangatkan untuk besok, sehingga nggak kebuang. Kebayang kadang kami sarapan dengan makanan berbumbu kari itu nggak banget deh. Sarapan kan pengennya yang ringan-ringan aja. Karena itu suatu malam kami mengajarkan Syafiq untuk membuat sarapan nasi goreng dan telur mata sapi. Takut Syafiq nggak ngerti, beberapa teman sampai memperagakan caranya dengan bahasa tubuh. Alhamdulillah besok kami sarapan dengan nasi goreng (walaupun kebanyakan minyak) dan telur mata sapi yang kurang matang tapi enak. Menu seperti ini sudah cukup menggugah selera.

Syafiq selalu masuk dari pintu (jendela) sebelah dan berpapasan dengan saya. Dia selalu mengagetkan saya karena tiba-tiba muncul di jendela. Kebayang dong, orang cakep ada di jendela (untung cakep)😝 dan menyapa saya, "Morning sister," dan saya jawab, "Why did you always appear like a ghost on the window? - kenapa kamu selalu muncul seperti hantu (cakep) di jendela?" dan dia tertawa.

Orang-orang memakai Jubah
Kalau kalian berpikir untuk melihat jaket-jaket musim dingin yang kece, maka berbeda dengan di Khasmir dimana mereka pakai jubah seperti gamis yang tebal banget. Hampir semua laki-laki di Khasmir menggunakannya dan saya rasa memang enak banget pakai gamis seperti itu untuk menahan dingin.
Pagi
Pernah suatu pagi saya melihat cowok-cowok Khasmir pakai jaket keren yang membuat saya terpukau. Wah, tampilan mereka jadi berubah banget. Sebagian besar dari mereka mempunyai wajah cakep seperti orang Arab, ditambah jaket kece, wah jadi pemandangan ya bagus di pagi hari.

Pengalaman tinggal di Houseboat sangat berharga untuk saya. Ini pertama kalinya saya menginap di tengah danau. Kadang pagi-pagi saya bangun dan memfoto suasananya. Pernah juga bersama Mba Clara menyusuri jalan di belakang Houseboat yang buntu. Jadi bingung juga dari mana Syafiq membawa makanan? Kan dibelakang jalan buntu ya.

Hari terakhir di Khasmir kami berfoto dengan Syafiq sebagai kenang-kenangan. Setelah itu baru kami kembali naik sampan dan diantarkan ke bandara. Sampai bertemu lagi Houseboat. Semoga suatu hari bisa balik lagi kesini.
Foto dulu
Perpisahan
Selanjutnya saya akan cerita tentang lika-liku perjalanan ke New Delhi. Stay tuned!
Some photos credited to : Kristanto Nugroho (Instagram : kriz_nugroho)
Dal Lake

April 26, 2018

Celah Gigi

Sepulang dari Turki, baru mendarat banget di Jakarta, hal yang pertama saya ingat adalah hari ini jadwal dokter gigi. Saya agak salah membuat jadwal mepet banget dengan kepulangan dari Turki. Padahal masih capek banget, dari bandara harus buru-buru mengejar DAMRI ke Depok. Sampe rumah belum bisa mandi karena harus beberes sedikit (rumah jadi berantakan karena selama ke Turki ada tukang ngerjain atap belakang), pesan GoFood, makan siang dulu, baru mandi. Setelah itu lanjut ke dokter gigi.

Jadwal saya seharusnya jam 2 siang dan saya berhasil sampai di OMDC pada pukul 14:10. Telat 10 menit bisa di toleransi karena masih ada pasien lain. Saya menunggu beberapa menit, lalu nama saya dipanggil. Seperti biasa, dokter mengecek dulu gigi saya. Saya sempat bilang ada karet gigi yang copot (karena makan kacang di pesawat - ini saya nggak bilang takut diomelin😅). Dokter kemudian berkomentar kalau celah bekas gigi dicabut lama banget tertutup. Pergerakannya sangat lambat. Saya jadi agak sedih juga karena mungkin struktur rahang saya agak kuat. Makanya gigi susah digerakkan.
Udah lumayan
Dokter kemudian mulai mengerjakan gigi saya dan saya ketakutan lagi karena melihat banyak banget peralatan yang masuk ke mulut, mengencangkan karet di gigi, memberikan tekanan, malah terkadang ada alat yang terpeleset kena ke gusi😩😩😩. Duh, horor banget deh proses pembetulan gigi ini. Tapi demi Perfect Smile 2018, saya tahan deh! Semoga segera berakhir ya Allah.

Sewaktu di Turki, saya sempat ngobrol dengan seorang dokter gigi yang kebetulan ikut tur bareng dengan saya. Dia bilang, "Closing the gap will take time, fixing the bites will take time. So you have to be patient." Dan saya jawab, "It sounds so sad to me actually." Dan dia ketawa. Kok saya jadi curiga proses pembetulan gigi saya ini bisa sampai 2-3 tahun ya?

Dokter saya bilang, paling nggak pas lebaran nanti, celah gigi saya agak menutup. Jadi bisa cakep di hari raya. Saya hanya mendengus, berharap beneran tertutup celah gigi ini karena kalau senyum nggak enak banget ngeliat gigi ompong. Makanya hampir setiap foto saya lebih suka memakai muka sok sok misterius tanpa ekspresi, padahal lebih bagus kalau ketawa.

Baiklah, doakan drama gigi ini segera berakhir.

Kontrol Sapphire Braces Rp. 265,0000 

April 12, 2018

Dear UAE and Turkey, I'm Coming!

Ketika tulisan ini di rilis, saya sudah berada di Kuala Lumpur International Airport untuk menuju ke Dubai, Uni Emirat Arab. Duh, nggak kebayang rasanya bisa pergi juga ke dua negara super keren ini. Padahal postingan tentang India belum selesai yang saya kebut untuk segera dituliskan di sela-sela kesibukan. Memang sepulang dari India, hanya jeda pas satu bulan, saya langsung berangkat ke Dubai. Belum lagi pekerjaan di kantor yang menumpuk dan terkadang membuat saya harus pulang malam. Capek banget rasanya. Bahkan menurut saya kondisi tubuh nggak terlalu prima saat saya harus pergi lagi ke negara lain. Semoga tetap sehat ya Allah.

Sebenarnya saya membeli tiket ke Turki dan nggak ada rencana sama sekali mau ke Uni Emirat Arab (UEA). Ntah berapa kali cek skyscanner.com untuk cari tiket yang agak murah, ditambah menyesuaikan jadwal teman saya yang masih kerja dan adik yang harus ikut training, jadilah bingung sendiri mau naik maskapai apa dan jam berapa. Akhirnya sampailah pada satu keputusan yaitu naik Emirates, salah satu maskapai milik UEA. Setelah selesai beli tiket, pekerjaan selanjutnya adalah browsing tempat wisata di Turki. Mungkin memang sudah jalan yang diberikan oleh Allah SWT, tiba-tiba saja saya mampir di blog orang Indonesia yang transit di Dubai dan main dulu Burj Khalifa. Surfing di dunia maya tidak henti sampai disitu. Mulailah saya baca tentang peraturan Visa 96hrs yang dikeluarkan UEA dan pengurusan Visa-nya bisa langsung di website maskapai Emirates. Wah ini menarik banget! Tapi sebelum saya proses, saya tanya dulu pada Willy dan adik saya mau apa enggak ke Dubai?
3 mata uang, Dirham, Euro, dan Lira
Setelah semua setuju, saya berpikir untuk nyari teman dulu di Dubai agar bisa mengefektifkan waktu. Saya liat satu persatu kontak di hp akhirnya ketemu sama teman kecil dulu yang kebetulan saudara saya juga yaitu Ike. Setelah menghubungi Ike dan bilang kita berencana ke Dubai, mulailah saya mencoba apply Visa melalui website Emirates 10 hari sebelum keberangkatan. Saya masukkan semua data-data di passpor seperti biasa, baru kemudian terhenti di bagian harus mengisi PO BOX tempat tinggal di Dubai. Hmmm, langsung mengontak Ike kembali tapi nggak dibales. Udah saya telepon dan kirim pesan visa semua social messenger dan social media, nggak ada respon. Sempat liat di Facebook kalau Ike sedang berada di Turki jadi mungkin dia nggak ngeliat hp. Duh 'gimana ni? Kalau sewa hotel nggak begitu perlu berhubung waktu tiba di Dubai agak nanggung. 

Saya memutuskan untuk menunggu kabar dari Ike dulu sambilan saya main ke kantor Emirates di Pasific Place yang mungkin bisa menyarankan cara lain untuk mengisi PO BOX ini. Kantornya agak sepi, petugas customer service cuma seorang, dan yang mengantri cuma 2 orang. Sempat menunggu agak lama, tapi akhirnya saya mendapat giliran. Saya ceritakan masalah Visa, lalu petugas bilang, "Booking aja hotel dummy, Mba. Nanti masukin PO BOX, trus kalau Visa udah keluar, tinggal dibatalin bookingan hotelnya." Duh, agak serem juga sih. Tapi daripada kami nggak jadi ke UEA, saya terpaksa melakukannya. Saya telepon Willy dulu untuk bilang cara yang sama, baru akhirnya membooking hotel. Itu pun nggak semua hotel ada kode PO BOX-nya. Jadi mending kalian googling dulu, baru di booking yang bisa dibatalkan 3-4 hari sebelum waktu menginap. Oh iya, petugas Emirates bilang kalau proses Visa UEA itu 4 hari kerja, jadi mau nggak mau saya harus apply hari ini (5 April 2018) karena udah mepet banget dengan keberangkatan kami di tanggal 12 April 2018.

Saya kembali ke kantor untuk mengurus Visa. Rencananya mau makan siang aja di Pasific Place, tapi jam makan siang rame banget. Nanti saya jadi nggak konsen mengisi data. Yang membuat saya bete adalah tiba-tiba internet kantor mati. Saya menelepon Khanti (CMO Rancupid) untuk memintanya menghubungi MyRepublic. Saya terpaksa duduk di ruang miting di bawah untuk mengakses internet selagi internet di ruangan saya diperbaiki. Saya mulai melanjutkan mengisi data untuk apply Visa UEA. Udah data hotel dimasukin, eh ternyata saya harus mensubmit hasil scan halaman belakang passpor. Duh, jadi harus  meminta Mama, adik, dan tante untuk menyediakan semua scan passpor lagi. Mana di rumah lagi nggak ada orang jadi agak susah berkoordinasi. Saya jadi harus menunggu keluarga pulang dulu, meminta foto passpor halaman belakang, melanjutkan mengisi data, melakukan pembayaran, dan website error😱😱😱. Saya langsung mendadak stres dan super panik. Gimana iniii😱? Mana waktu udah mepet. Saya mencoba mengajukan Visa untuk tante dulu, selagi menunggu mungkin saja website apply Visa yang tersambung dengan kode booking saya bisa benar lagi.

Mengajukan Visa untuk tante saya gampang banget, pembayarannya langsung sukses. Saya jadi panik lagi karena webnya nggak bisa bener juga. Akhirnya saya pulang dari kantor dan makan di Cafe yang ada Wifi untuk tetap mencoba mungkin aja webnya bisa benar. Saya suruh adik untuk menelepon bank kartu kredit dan mereka bilang pembayaran udah masuk cuma masih gantung. Saya juga mengemail Customer Service VPS Dubai Visa, untuk bertanya apakah aplikasi Visa saya sudah masuk. Sempat buka-buka web Emirates dan ditulis kalau kita bisa Live Chat ke petugas Visa, tapi jam 11 siang waktu India pulak😓. Baiklah, saya pulang dulu, baru besok mengurus Visa lagi.
Drama Visa
Besoknya, saya coba Live Chat dan dibalas dengan cepat. Customer Carenya bilang kalau aplikasi Visa saya sudah masuk dan sedang diproses. Alhamdulillah, bisa tidur dengan tenang juga. Saya memasukkan aplikasi Visa hari Kamis malam dan Minggu siang Visa saya sudah jadi. Efektifnya cuma 1 hari kerja. Sebenarnya kalian bisa mengajukan aplikasi ekspres dengan harga $96 seperti yang Willy lakukan. Tapi malah Visa saya (reguler Visa $70) yang selesai duluan, hahaha. Drama banget deh Visa UEA ini tapi alhamdulillah aplikasinya berhasil.

Bagaimana dengan Visa Turki? Ini kayaknya Visa tergampang sepanjang sejarah saya mengajukan Visa. Tinggal masuk ke website eVisa Turki, isi data, klik bayar, langsung jadi. Saya sempat salah mengisi data untuk Visa adik, tapi tinggal apply ulang aja, langsung jadi lagi. Begitu gampangnya ke Turki ternyata.

Baiklah, berikut jadwal perjalanan saya selama di UEA dan Turki:

Thursday, 12 April 2018
- Arrived Dubai, strolling around the city
- Staying in Abu Dhabi

Friday, 13 April 2018
- Syekh Zayd Mosque
- Burj Khalifa, Burj Al-Arab
- Arrived Istanbul 17.55pm
- Take flight to Izmir (Atlas Global 21.20 PM - 22.20 PM)
- Go to Hotel in Selcuk 

Saturday, 14 April 2018
- Ephesus & Sirince Village Tour

Sunday, 15 April 2018
- Selcuk to Denizli 12:50 - 16:04
- Sunset Pamukkale

Monday, 16 April 2018
- Pamukkale Fullday (Travertine Pools & Hierapolis)
- Back to Izmir Airport 

Tuesday, 17 April 2018
- Go to Izmir Airport, take flight from Izmir to Cayseri, Cappadocia (Turkish Airlines 06.15 AM - 10.00 AM)
- Cappodacia Day 1 with Turkey Insider Tour

Wednesday, 18 April 2018
- Cappodacia Day 2 with Turkey Insider Tour

Thursday, 19 April 2018
- Cappodacia Day 3 with Turkey Insider Tour
- Flight Kayseri to Istanbul (Turkish Airline 9.55 PM - 11.20 PM)
- Take taxi and go to Hotel in Istanbul

Friday, 20 April 2018
- Istanbul Day 1
- Bosphorus Tour, Tour Pick Up Time At.: 07:45 - 08:15 (approx.)

Saturday, 21 April 2018
- Istanbul Day 2 (Blue Mosque, Hagia Sophia, Topkapi Palace)

Sunday, 22 April 2018
- Istanbul Day 3 (Grand Bazaar)
- Flight Istanbul to KL 7.20 PM

Doakan saya selamat pergi dan pulang ya. Bismillahi majreha~~

April 11, 2018

Mesmerizing Yousmarg

Hari kelima di Khasmir. Nggak terasa udah hampir seminggu kami berpergian ke daerah dingin yang satu ini. Destinasi hari itu adalah Yousmarg yang berjarak sekitar 47 km dari kota Srinagar. Seperti biasa, saya naik mobil dan tidur dulu sampai ke tujuan. Lumayan untuk beristirahat karena lama perjalanan terkadang bisa sampai 2 jam. Jangan ditanya pemandangan sepanjang jalan yang sebagian besar adalah gunung-gunung, pohon-pohon yang masih dormant (tidur di musim dingin), dan rumah-rumah penduduk.

Saya terbangun ketika tiba di tempat dimana banyak pohon-pohon berbunga pink seperti Sakura di Jepang. Saya tanya Mushtaq, katanya itu adalah bunga dari pohon almond. Berhubung saya seorang petani, jadi saya lumayan mengerti pohon-pohon bunga seperti ini tapi harus dilihat dari dekat. Kalian pasti bakalan terkecoh dengan bunga di pohon almond dibandingkan pohon plum (bunga 'ume' kalau di Jepang). Keduanya pohon itu memang berbunga di musim semi, tapi bunga plum lebih rapat kelopaknya.
Diantara bunga Almond
Setelah puas berfoto di pohon almond, kami sampai di Yousmarg. Sebelum melakukan perjalanan, kami makan dulu untuk mengisi perut. Mobil tur diparkir di pinggir resto yang terlihat sangat sepi. Kami masuk ke resto dan memilih tempat untuk duduk. Karena tidak masuk cahaya matahari kedalam resto, tempat ini jadi terasa super dingin. Akhirnya kami memilih duduk di luar sekalian berjemur. Sebelumnya, saya sempat memesan air panas untuk minum. Yang datang malah air panas yang dimasukin ke dalam botol plastik dengan berwarna keruh. Kayaknya mereka memasukkan air mineral ke panci yang nggak begitu bersih, baru di tuang lagi ke botol plastik. Kan saya jadi males minumnya😓.

Sudah sejam kami menunggu sejak memesan makanan. Padahal, makanan yang kita pesan sederhana saja yaitu nasi goreng dan ayam masala. Bahkan Mba Septa cuma minta tolong direbusin indomie aja bisa lamaaaa banget. Saya aja kalau masak sejam itu bisa untuk makan sekeluarga besar, ini kok lamaaa banget ya? Mba Septa dan Mba Any sampai ngecek ke dapur karena lama banget. Katanya sih mereka masaknya gantian di satu kompor. Tapi seharusnya nggak sebegini lamanya juga😠.

Sampai akhirnya Mushtaq datang untuk bertanya ke dapur, kenapa lama banget? Duh, kita udah ngabisin terlalu banyak waktu disini. Mereka bilang, biasanya orang-orang pesan makanan dulu disini, main ke Yousmarg, baru balik dan makanan sudah tersedia. Seandainya kami tau begitu, memang lebih baik main dulu baru makan😑. 1,5 jam kemudian, makanan datang. Hasilnya biasa aja, nggak ada yang terlalu spesial, bahkan indomie Mba Septa yang awalnya cuma disuruh rebus doang malah jadi mie gemuk ditambah campuran bumbu Khasmir yang ntah apa rasanya😅. Padahal cuma -minta direbusin doang-, supaya Mba Septa bisa pakai bumbu Indomie yang ada di kemasan. Menghabiskan makanan sih cepet, hanya 15 menit. Nggak sejalan dengan waktu memasak yang super duper lama.

Setelah makan, kami naik mobil tur dan menuju parkiran Yousmarg yang jaraknya mungkin hanya 100 meter dari tempat makan. Seperti biasa, kami diserbu orang-orang yang menawarkan kuda dan saya tetap menolaknya. Agak males juga melihat kuda mereka yang kurus dan dekil, mana bau banget lagi. Kami semua memilih untuk jalan kaki saja menelusuri anak tangga dan menuruni bukit yang masih tertutupi salju. Pemandangan di kiri dan kanan sudah terlihat padang rumput yang luas, tapi kami masih terus berjalan untuk menuruni lembah. Nanti aja berfoto dipadang rumput. Jalanan di bukit-bukit sangat licin sampai-sampai saya terpeleset berkali-kali. Yang agak ngeri kalau harus berjalan di tempat sempit yang bersisian dengan jurang😱. Walaupun sepatu saya waterproof, tapi dijalanan licin nggak begitu bisa dipakai. Jadi menyesal bawanya.
Pohon pinus dan sungai yang masih kering
Jalan masih tertutupi salju
Tangga tertutupi salju
Kami menuruni banyak anak tangga sampai akhirnya menemukan sungai berbatu dengan pemandangan pohon-pohon Pinus sejauh mata memandang. Kata Mushtaq, salju digunung belum mencair semuanya, makanya aliran air sungai nggak begitu deras. Pemandangannya indah sekali memang, tapi menurut saya di Indonesia banyak yang lebih bagus. Yang membedakannya hanya karena masih banyak sisa-sisa salju terlihat menambah warna putih pemandangan. Kami berfoto dan merekam video saja disini. Tidak lama setelah itu, kami kembali naik ke atas bukit. Ini adalah perjalanan yang lumayan bikin ngos-ngosan karena saya harus mendaki. Maklum, saya punya asma dan mendaki gunung memang agak sulit buat saya. Paling males kalau ketinggalan rombongan walaupun pasti ditungguin.
Terus berjalan
Sungai, pohon pinus, dan bebatuan
Tim Phase 2😅
Tanpa Mba Carla
Setelah mendaki dan keringetan (baru kali ini berkeringat selama di Khasmir), kami berjalan kembali ke parkiran mobil tur. Sebelumnya sempat mengambil beberapa foto di padang rumput. Kata Mushtaq, Yousmarg bagus dikunjungi di akhir musim semi dan memasuki musim panas karena pemandangannya akan sangat hijau. Banyak juga orang-orang berpiknik dengan menggelar tikar dan memakan bekal hasil masakan sendiri. Wah, ntah kapan bakalan balik kesini lagi. Kami lalu melanjutkan jalan ke parkiran mobil. Beberapa teman saya menaiki kuda karena kasihan sama pawangnya yang kebanyakan anak-anak. Saya masih trauma pernah digigit kuda selama di Bromo. Kalau nggak terpaksa banget, nggak mau naik kuda lagi.
Berpose
Hai!
Kuda dengan pawang anak kecil
Di mobil tur, kali ini musik yang diputar bukan lagu India (yang saya sampai hafal liriknya) lagi. Playlist musik di mobil mengikuti yang ada di hp Abby dan Mba Septa jadi enak banget semua musiknya. Karena jalanan terlalu berkelok-kelok, akhirnya saya mengajak teman-teman untuk berjoget-joget di dalam mobil supaya perjalanan jadi nggak terasa. Saya kira ide ini bakalan dikira norak banget, eh tau-tau semua malah bersemangat😝. Jadilah kami selama 30 menit joget-joget mengikuti musik dengan direkam oleh Mushtaq sambil ketawa-ketawa nggak jelas. Beberapa teman ada juga yang udah pusing dan nggak ikutan joget, malah tiduran diantara keberisikan suara musik, hihihi. 
Joget-joget biar nggak muntah
Terus aja joget
Sambil makan snack rasa tomat Spanyol yang aneh banget 😣
Sore hari, kami tidak langsung kembali ke Houseboat. Teman-teman ingin main ke kota untuk belanja dan saya ngikut aja. Kami turun di pinggir jalan, lalu mengikuti Mushtaq menyusuri gang-gang yang sempit diantara pertokoan. Kalian nggak usah berharap membeli pakaian bermerk disini, tapi jaket-jaket cowok Khasmir pada keren-keren lho. Saya aja suka banget. Mana mereka cakep, pakai jaket keren, jadilah level kegantengan jadi menaik😍😍😍. Selagi teman-teman saya belanja, hal yang menarik untuk saya adalah es krim. Saya mengajak Rezki dan Abby mampir di toko es krim. Kami harus menunggu sekitar 10-15 menit untuk mencicipi rasa es krim karena harus menunggu es krim dibuat dulu. Lama juga ya.
Es krim
Segala macam Lays
Nge-Photo Bomb Mba Itha
Baiklah, selanjutnya saya akan membahas tentang tempat tinggal kami selama di Khasmir yaitu Dal Lake. Sampai jumpa lagi :)

Follow me

My Trip