Sebenarnya Gulmarg adalah destinasi di hari terakhir karena 'katanya' tempat ini adalah yang paling keren seantero Khasmir. Mungkin tur guide bermaksud supaya kita lihat yang biasa-biasa dulu, baru nanti melihat Gulmarg yang paling terakhir. Jadi antusiasme perharinya terus meningkat. Tapi ntah kenapa hari itu Mushtaq bilang kalau kita ke Gulmarg aja karena cuaca super cerah. Lho, kok rencana berubah?
Gulmarg adalah salah satu puncak di pegunungan Himalaya. Sebagai informasi, Himalaya adalah sebuah barisan pegunungan di Asia memanjang sepanjang lima negara — Pakistan, India, Tiongkok, Bhutan dan Nepal, yang merupakan tempat gunung-gunung tertinggi di dunia (Gunung Everest dan Kangchenjunga) berada. Secara etimologi (menurut wikipedia), Himalaya berarti "tempat bersalju " dalam bahasa Sanskerta (dari hima "salju", dan aalaya "tempat (kediaman)"). Makanya kita bisa melihat seluruh gunung Himalaya pasti berselimut salju dan kebanyakan dari saljunya abadi. Mau datang musim panas pun masih bersalju.
Nah, sudah mengerti kan bagaimana pegunungan ini membentang membelah benua. Balik lagi ke ajakan Mushtaq untuk pergi ketika cuaca cerah. Karena masih musim salju, kemungkinan untuk terjadi badai salju atau turun salju deras banget itu bisa saja terjadi. Makanya Mushtaq mengajak kita semua untuk pergi hari itu aja. Kalau saya sih setuju banget karena Mushtaq pasti lebih tau tentang cuaca di Gulmarg. Tapi ada beberapa teman trip kurang setuju. Mungkin mereka berpikir, kalau kita udah pergi ke tempat paling bagus duluan, nanti yang lain terasa hambar. Sampai ketika kami di dalam mobil trip, Mushtaq masih bertanya mau ke Gulmarg apa nggak? Saya dan beberapa teman langsung menjawab iya karena memang pertimbangan saya adalah cuaca.
Gulmarg terletak 55 km dari kota Srinagar. Perjalanan menuju tempat ini sangat berkelok-kelok, mungkin karena gunung. Saya sempat tidur sebentar (efek obat alergi), tapi terbangun karena mual😰😵. Untung teman-teman ingin turun sejenak sekedar untuk mengambil foto pemandangan yang sangat indah. Saya turun, menghirup udara segar, sekalian menenangkan diri untuk tidak muntah. Cara seperti itu cukup berhasil membuat angin di perut keluar.
 |
Pemandangan sangat indah |
Mobil tur hanya berhenti 10 menit, baru kemudian jalan lagi. Saya terpesona dengan pemandangan yang sangat cantik😍😍😍. Gunung-gunung tertutupi salju dimana-mana. Daerah Gulmarg memang saljunya lebih tebal daripada tempat lain di Khasmir. Wajar apabila dimana-mana kita bisa melihat tumpukan salju lebih dari satu meter hasil dari buka jalan. Setelah melalui jalan yang sangat berkelok-kelok, barulah kami akhirnya masuk parkiran ski resort. Saya kembali takjub dengan pemandangan yang hampir seluruhnya putih. Salju disini sangaaaattt tebaaalll😱. Beberapa teman saya terpaksa menyewa boots winter karena sepatu mereka nggak mungkin bisa tahan dengan salju setebal itu. Saya langsung antusias😆. Seumur hidup, baru kali ini saya melihat salju sebegitu tebalnya.
 |
Saljuuu |
 |
Duduk di tumpukan salju |
Kami mengikuti Mushtaq berjalan kaki mungkin sejauh 2 km untuk menuju tempat pembelian tiket gondola. Kita bisa menaiki gondola menuju puncak pegunungan Himalaya setinggi 14000 kaki diatas permukaan laut. Awalnya saya langsung terdiam mendengar kalau sebegitu tingginya puncak Himalaya. Pasti oksigen disana terbatas banget dan saya takut nggak kuat. Ada 2 tahap atraksi gondola di Gulmarg, Phase 1 dengan harga tiket 740 rupee dan Phase 2 dengan harga tiket 950 rupee. Kalau kalian mau berhenti dikedua tempat itu, maka harus beli kedua tiketnya dengan harga total 1690 rupee. Tapi kalau mau di Phase 1 aja, bisa beli yang 740 rupee. Atau kalau mau Phase 2 aja trus pulang, bisa beli yang 950 rupee. Kalau saya sih, beli dua-duanya. Karena pasti setelah Phase 2, pengen main juga di Phase 1.
 |
Tempat pembelian tiket gondola |
 |
Dua tiket |
 |
14000 kaki diatas permukaan laut |
Mushtaq sempat bertanya ulang sekali lagi siapa aja yang mau ke Phase 1 dan siapa aja yang mau ke Phase 2? Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, saya jawab Phase 2. Mushtaq mengingatkan lagi kalau di Phase 2, kadar oksigen sangat tipis tapi kita tetap bakalan baik-baik saja. Kami kemudian mengumpulkan uang kepada Mushtaq untuk membeli tiket ke destinasi masing-masing. Dari 9 orang peserta trip, 5 orang ke Phase 2 (termasuk saya), dan 4 orang lainnya hanya Phase 1. Mushtaq awalnya bilang dia nggak akan ikut ke Phase 2, tapi kami semua nggak setuju karena serem banget ke puncak Himalaya tanpa orang lokal. Setelah dibujuk, akhirnya dia mau.
 |
Mau naik gondola |
 |
Bersiap naik |
Sebelum naik Gondola, saya memisahkan diri terlebih dahulu dari rombongan untuk menghirup obat asma dulu supaya nggak sesak napas. Paling nggak, paru-paru saya bisa mengikat oksigen lebih banyak untuk cadangan sampai ke puncak gunung. Setelah itu kami masuk ke halte Gondola untuk melakukan scan pada tiket dan naik gondola. Teringat dulu sewaktu di Hong Kong dan New Zealand ketika menaiki gondola pasti awal-awalnya seram. Karena gondolanya akan mempercepat kecepatannya agar kuat mengangkat beban.
 |
Ready to go! |
Mulailah kami menikmati pemandangan serba putih sejauh mata memandang. Sempat melihat beberapa orang sedang bermain ski. Pengen nyobain main ski deh, tapi kayaknya seram, hahaha. Apalagi saya belum pernah main ski sama sekali. Udara dingin mulai menyeruak masuk melalui jendela gondola sampai saya harus menutupnya. Kami semua senang dan antusias banget melihat semua hal diatas gunung tertutup salju. Maklumlah warga negara tropis agak norak kalau melihat salju, hihihi😝😝. Saya sibuk merekam dan mengambil foto sepanjang perjalanan ke Phase 1.
 |
Dari atas gondola |
Sesampainya kami di Phase 1, saya, Rezki, Mba Itha, Abby, Kris, dan Mushtaq berpindah gondola. Kami harus menunjukkan tiket Phase 2 kepada petugas, baru diijinkan masuk ke gondola yang berwarna oranye. Peserta trip yang lain juga turun dan keluar dari halte Gondola. Antuasiasme kami belum usai sampai Phase 1. Kali ini lebih deg-degan lagi mau menuju Phase 2 karena kita akan menembus awan. Berbeda dengan Phase 1 dimana banyak gondola lain yang berlalu lalang, di jalan menuju Phase 2 sangat sepi dan sunyi. Supaya rame, terkadang saya dan teman-teman teriak-teriak sendiri, ketawa ngakak, dan mengobrol supaya nggak terasa betapa sunyinya pegunungan. Sampai pada kami menembus awan. Jangankan gunung, yang terlihat hanya kabut tebal tanpa tau apa yang ada di hadapan kami. Saya diam berdoa, sambil mengatur napas karena mulai mendadak sesak dan panik. Duh, semoga nggak kenapa-kenapa nih dada.
 |
Bercanda di dalam gondola Phase 2 |
 |
Awan |
 |
Akhirnya tiba |
Setelah beberapa menit menembus awan, tibalah kami di puncak gunung. Yang terlihat hanya langit biru dan puncak-puncak pegunungan lain yang tertutupi salju super tebal. Kami sampai di Phase 2 dan saya masih mencoba mengatur napas. Teman-teman lain sudah berlarian kesana-kemari saking bahagianya sampai di puncak gunung. Setelah mengatur napas, saya melihat Mushtaq makan salju dan kata dia ini adalah air terbersih seantero dunia karena belum kena polusi. Jadilah saya mencoba makan salju juga dan rasanya hambar😓. Ya iyalah masa' ada rasa, hihihi.
 |
Diatas awan |
 |
Tiduran sambil menikmati |
 |
Bersama Mba Itha |
 |
Rezki, saya, Mba Itha, Abby |
 |
Bercanda |
Kami mengambil foto di berbagai tempat dan bermacam gaya. Sempat mencoba membuat snowman juga tapi gagal karena saljunya terlalu keras dan nggak bisa dibentuk. Belum lagi kalau nggak pakai sarung tangan, pasti tangan terasa membeku saking dinginnya salju. Kami bermain lempar-lemparan salju, bergelinding kesana dan kemari, main perosotan, pokoknya semua hal kami cobain di puncak Himalaya sampai akhirnya kami kecapekan. Saya tiduran di salju karena kelelahan. Oh ya, jangan lupa pakai sunblock SPF 50++ ya kalau ke puncak gunung karena sinar matahari langsung mengenai kulit tanpa ampun.
 |
Bikin boneka salju |
 |
Kelelahan |
 |
Sampai ke puncak |
Setelah selesai bermain, kami pun kembali naik gondola menuju Phase 1. Disana teman-teman mulai agak pucat, tapi alhamdulillah saya baik-baik saja. Kami harus melewati awan tebal kembali dengan suasana sangat sunyi senyap dengan pemandangan serba putih. Nggak ada orang bermain ski dari puncak Himalaya dan kalau pun mereka mau mendaki pasti pakai peralatan khusus. Kalau saya sih daripada capek mendaki, mendingan pakai gondola aja. Ketika tiba di Phase 1, kami langsung mencari Cafe karena sudah jam 2.30 siang dan kami belum makan sama sekali. Disitu saya melihat Rezki sudah pucat. Ketika makanan datang, dia nggak mood makan karena kata dia kepalanya pusing. Saya memberikan balsem stick untuk dioleskan ke leher dan perutnya. Mba Itha kemudian meminta koin pada saya dan mengerok leher Rezki. Dia beberapa kali bersendawa setelah di kerok.
 |
Tim Phase 1 |
 |
Perjalanan turun |
Setelah Rezki agak baikan, mulai Mba Itha yang pucat. Saya menyuruhnya untuk mengoles balsem juga di leher, tengkuk, dada, dan perut, sampai anginnya keluar. Kami memesan teh panas untuk menghilangkan rasa mual, tapi nggak begitu berpengaruh karena teh Khasmir nggak begitu enak. Coba kalau teh manis panas punya negara sendiri, pasti langsung enakan. Setelah makan, kami berjalan menuju gondola. Tiba-tiba Rezki muntah

sampai-sampai Mushtaq harus mengurut-urut lehernya. Saya langsung menjauh karena takut muntah juga. Kami kemudian naik gondola Phase 1 menuju ski resort. Disana saya masih sibuk mengambil foto dan merekam video, tapi yang lain udah pada pucat. Sesampai di resort, Mba Itha bilang kalau dia kedinginan banget dan mukanya udah super pucat. Saya langsung memberikan jaket saya padanya karena saya merasa sangat baik-baik saja. Mba Itha langsung jalan dengan cepat banget sampai saya ketinggalan. Saya, Abby, Rezki, dan Mushtaq jalan berbarengan. Saya memang nggak bisa jalan cepat dan Rezki masih pusing juga. Kasihan kalau kita jalan buru-buru. Mushtaq sempat bertanya pada saya,
"Are you Ok?" Saya jawab,
"Super OK!" dan Mushtaq bilang lagi, "
Looks like you're the healtiest person in this group (sepertinya kamu orang paling sehat di grup ini)." Padahal saya udah minum obat asma dan memang saya bukan tipe orang mual di jalan.
Sesampai di mobil, kami semua langsung naik. Saya mulai bisa bersandar di jok mobil sambil melihat-lihat foto di hp. Kami mulai melewati jalan super berkelok-kelok lagi tapi alhamdulillah saya aman-aman aja. Ketika di tengah jalan, Rezki menyuruh Mushtaq menghentikan mobil dan dia muntah lagi. Untung ada plastik ditangannya. Mobil langsung melipir, Rezki turun dan memuntahkan semua isi perutnya. Peserta trip lainnya menyuruh saya meladeni Rezki karena dia teman saya, tapi saya mana tau kalau dia sering muntah. Saya memberikan balsem lagi pada Mushtaq, lalu saya naik mobil. Beberapa saat kemudian, Rezki naik ke mobil lagi dan perjalanan dilanjutkan. Saya tanya padanya apa dia masih pusing dan katanya dia sudah sangat lega sekarang. Mungkin udah keluar semua anginnya. Saya sempat bertukar tempat duduk dengan Rezki sebentar untuk mengetahui rasanya gimana kalau duduk di jok tengah. Memang lebih pusing karena goyangan mobilnya lebih terasa. Padahal udah berusaha ngobrol sama Abby yang duduk di sebelah tapi tetap terasa pusing karena jalan terlalu berkelok-kelok. Daripada saya nanti yang ikutan muntah dan kebetulan kaki gunung udah dekat, akhirnya saya minta Rezki tukeran duduk lagi.
Kami meminta Mushtaq untuk berhenti di sebuah Cafe agar Rezki bisa makan dulu untuk mengisi perutnya yang udah kosong. Mushtaq langsung mencarikan Cafe enak untuk kami beristirahat dan makan. Sewaktu kita semua udah turun, Mba Itha masih di mobil dan bilang kepala dia sakit banget😵😣. Akhirnya dia bisa turun tapi mukanya pucat. Seperti biasa, saya memberikan balsem lagi, lalu memesan air hangat untuk diminum agar anginnya keluar. Pelayan Cafe baik banget meladeni teman-teman saya yang sedang sakit dengan membawa minuman panas, memberikan saran supaya angin keluar dengan berbicara pada Mushtaq karena mereka nggak bisa berbicara bahasa Inggris. Kami memesan mie dan susu yang bisa menghangatkan badan. Mba Itha pun akhirnya jadi lebih enakan dan pusingnya berkurang karena udah minum obat pusing juga. Setelah semua teman-teman trip mulai baikan, baru kami melanjutkan perjalanan ke Houseboat.
Kami tiba di Dal Lake sudah malam dan udara dingin mulai menusuk. Karena jaket saya dipinjem Mba Itha, jadi saya terasa lebih kedinginan dari biasanya. Untung malam itu kami naik satu sampan, sehingga saya bisa menyempil diantara teman-teman agar tidak begitu kedinginan. Sesampai di Houseboat, pemanas di ruang tengah sudah dinyalakan dan saya langsung berasa nyaman dan hangat. Syafiq juga sudah siap dengan sup untuk makan malam kita. Mas Anton tiba-tiba meminta balsem pada saya karena sekarang giliran Abby yang muntah😰. Wah? Kok dari kemarin sampai hari ini teman-teman saya pada muntah. Saya memberikan balsem pada Mas Anton untuk dioleskan pada Abby. Hari ini balsem saya laris manis deh😊.
Setelah Abby muntah, kami semua berkumpul di ruang makan untuk membahas siapa-siapa aja yang sakit ketika trip ke Khasmir. Rasanya belum sah kalau ke Khasmir tapi belum muntah😂😂😂. Alhamdulillah saya nggak muntah dan nggak pusing. Mungkin karena kebiasaan saya berpergian jauh, dengan jalan berkelok-kelok, sehingga tubuh saya sudah terbiasa. Mungkin juga di obat asma sudah termasuk obat mual dan muntah😅.
Baiklah, segitu saja cerita saya selama di Gulmarg. Saran saya kalau kalian kesana bawa sepatu yang bisa menahan salju tebal dan makan yang banyak sebelum naik Gondola ke Phase 2. Mungkin salah satu sebab teman-teman saya pusing dan muntah adalah kami telat makan siang. Baru makan sepulang dari Phase 2. Kalau saya memang sudah biasa dan sudah mengerti cara mengatasi asam lambung ketika telat makan. Alhamdulillah saya nggak punya penyakit maag juga. Tapi berbeda dengan orang lain 'kan? Jangan lupa juga kalian harus bawa jaket yang oke karena kalau kedinginan malah tambah pusing. Dan yang terpenting, bawa balsem! Mungkin kalian nggak pake balsem, tapi kali aja teman kalian ada yang membutuhkannya😉. Menolong orang kan berpahala.
Oke deh, ditunggu postingan selanjutnya :)
0 comments:
Posting Komentar