Agustus 31, 2018

Crystal Bay Nusa Penida

Sepulang dari Kelingking Beach, kami melanjutkan perjalanan sekitar 45 menit ke Crystal Bay. Mumpung masih agak siang dan jadwal kapal cepat kembali ke Sanur masih lama, jadinya kita memutuskan untuk killing time di Crystal Bay. Yang agak susah di Pulau Nusa Penida ini adalah mencari tempat untuk shalat. Mesjid nggak ada dan tempat makan juga nggak menyediakan Mushalla😓.

Sesampai di Crystal Beach, mobil di parkir dan kami pun turun. Saya sebenarnya udah nggak mood mantai, karena terlalu capek di Kelingking Beach. Saya memutuskan untuk duduk santai dibawah pohon kelapa yang menjulang tinggi sambil makan siang saja di pinggir pantai. Suasana pantai memang enak dan menenangkan sehingga menyantap makan siang bisa sekalian melamun (tenang aja, saya bukan tipe orang yang suka melamun macam-macam kok😆) seraya memandang pasir pantai yang seperti kristal karena disinari cahaya matahari. Masya Allah indahnya! Saya agak menyesal tidak mengambil foto ketika warna pasir berkelap-kelip indah, mungkin karena keasyikan melamun😅.
Duduk di bawah pohon kelapa
Keindahan pantai pun semakin terasa karena berada pada posisi menjorok ke daratan dengan sebuah pulau kecil di tengahnya. Sayang saya nggak mood foto-foto waktu itu dan baru menyesal ketika sudah pulang ke Jakarta. Dibagian kiri dan kanan pantai Crystal Bay dibatasi oleh tanjung dari perbukitan yang membuat pantai ini terlindungi dari hempasan ombak. Jadi enak main di pantai karena ombaknya agak tenang. Pulau kecil yang berada di depan pantai dengan luasnya kurang dari 1 hektar menjadi pelindung alami dari terjangan ombak yang cukup besar. Istimewanya lagi, di pulau kecil ini ada sebuah pura yang dibangun oleh masyarakat sekitar, mirip seperti Pura Tanah Lot. Di bagian selatan pantai juga terdapat Pura Sad Kahyangan yang bernama Pura Penida. 
Santai
Selesai makan, saya dan beberapa teman melanjutkan mengobrol sambil menikmati ketenangan tanpa hingar-bingar Bali pada umumnya. Pantai yang saya sukai adalah yang menenangkan, bukan dipenuhi suara musik seperti layaknya diskotik. Sayangnya pantai ini banyak tumpukan sampah sehingga kalian bisa melihat babi hutan mengais-ngais sampah dengan leluasa. Serem juga sih, takut disamperin sama babi hutannya😨. Makanya saya sewaktu mengobrol dengan teman-teman jadi agak waspada karena jarak babi hutan dengan saya duduk lumayan dekat. Obrolan kami sempat terhenti karena ada pasangan bule' yang bertanya apakah kami melihat kunci motor mereka? Daritadi bule' itu udah mondar-mandir di depan kami sambil mencari-cari sesuatu. Akhirnya kita bantuin sejenak menguak rerumputan dan pasir-pasir. Alhamdulillah akhirnya ketemu juga kuncinya. Mungkin berkat kerja sama kita, hahahaha😆.

Sekitar pukul 3.30 sore, kami kembali ke dermaga supaya nggak ketinggalan kapal. Kali ini kami naik kapal duluan sehingga bisa dapat tempat duduk dimana saja, tapi teman-teman saya tetap memilih duduk di dek belakang. Biar kena angin katanya. Di perjalanan pulang, ombak memang lebih seram dan tinggi daripada perjalanan pergi. Sampai-sampai kapal mental-mental. Kalau yang nggak biasa melakukan perjalanan, bisa mabok laut tuh. Alhamdulillah saya bukan tipe mabok, tapi beberapa teman saya bahkan nggak bisa diajak ngobrol sama sekali karena mabok.

Setiba di Sanur, kami turun dari kapal yang berlabuh agak ke pesisir. Jadi nggak terlalu basah-basahan lagi celana ini. Rasanya pengen cepat-cepat kembali ke hotel untuk mandi keramas karena udah keringetan parah dari ujung rambut sampai ujung kaki. Muka juga udah gosong. Untung pantai Sanur dan Hotel Fontana deket banget, sehingga nggak usah kena macet dalam perjalanan pulang. Sesampai di hotel, kami turun dari mobil. Baru terasa banget kaki kaku dan keram bahkan untuk naik satu anak tangga aja butuh usaha. Saya sampai bilang ke Mas Enji, "Mas, duluan aja naik tangganya," dan Mas Enji bilang, "Kamu aja Mut yang duluan," seolah-olah dihadapan kita ada 1000 anak tangga, padahal cuma 1 tangga doang😂😂😂.

Setelah sampai kamar hotel, saya mandi dan bersiap nongkrong kembali. Kalau lagi jalan-jalan memang seolah-olah energi nggak ada habisnya. Malam itu saya dan teman-teman hanya jalan-jalan di sekitar Kuta dan nongkrong di Cafe saja. Setelah itu pulang ke hotel dan beristirahat karena besok akan melakukan penerbangan pagi ke Lombok. 

Nanti saya lanjutkan lagi ya cerita di Lombok. Alhamdulillah masih bisa berkunjung ke Pulau eksotis ini sebelum bencana gempa melanda. Sampai jumpa!

Sumber:

Agustus 29, 2018

Perawatan Gigi

Kontrol gigi kali ini agak berbeda karena saya harus melewati segala macam rangkaian perawatan terlebih dahulu. Saya datang lebih cepat dari jadwal kontrol dan tidak menunggu lama sudah dipanggil oleh dokter umum. Sebulan yang lalu, Orthodentist menyarankan untuk scalling gigi sebelum kontrol kawat gigi karena gusi dibagian bawah sudah kurang sehat. Takutnya membuat gigi saya goyang nantinya.

Sebelum melakukan scalling, Dr. Novi menunjukkan di layar kondisi gigi saya yang ternyata ada bolong di celah gigi. Mungkin ketika menyikat gigi, saya kurang detail sehingga bolongnya malah terjadi di sela gigi. Saya minta dokter untuk menambalnya sekalian, sebelum tambah besar bolongnya yang membuat saya merasakan sakit. Karena takut gigi goyang, dokter juga menyarankan untuk perawatan akar gigi. Duh, jadilah banyak yang harus dilakukan dan saya hanya pasrah saja.

Sebelum scalling, semua karet gigi saya dibuka dulu, lalu kawat giginya dilepas. Sisa sapphire-nya aja. Barulah dokter membersihkan seluruh gigi atas bawah kiri kanan sampai ke sela-sela. Jangan tanya ngilunya seperti apa😖. Bahkan pas kumur-kumur sampai berdarah. Demi perfect smile, saya pasrah saja. Sesekali mengelap air mata yang menetes😢 karena ngilu. Sewaktu perawatan akar juga ngilu banget. Ntah berapa kali saya merengek kesakitan. Kemudian dilanjutkan lagi dengan mengebor gigi yang bolong untuk ditambal. Duh, serasa ngilu ini nggak ada habis-habisnya.

Mungkin satu jam saya berada di ruang perawatan gigi. Dokter menyarankan saya untuk menggunakan sikat gigi khusus sela gigi supaya lebih bersih dan nggak bolong di sela-selanya. Nambah kerjaan menyikat gigi lagi deh. Selama menggunakan kawat gigi, saya sudah menambah waktu untuk sikat gigi biasa dan sekarang harus menambah lagi untuk menyikat sela-sela gigi😔. Setelah segala macam perawatan, saya merasa gigi-gigi saya agak aneh karena nggak pakai karet dan kawat gigi. Udah setahun nggak merasakan lega seperti ini tapi masih terasa ngilu karena scalling tadi.
Tanpa kawat dan karet gigi
Saya kemudian mengantri untuk perawatan ke Orthodentist sambil menonton Final Badminton yang serunya minta ampun😆😆😆. Baru kali ini proses mengantri terasa begitu seru karena nonton Asian Games hahaha. Alhamdulillah si Jojo menang dan saya masuk ke ruang Orthodentist dengan hati senang. Ntah cuma 5 menit perawatan di dokter spesialis karena cuma memasang karet gigi dan kawatnya saja. Gusi saya masih bengkak jadi belum bisa diapa-apain. Kata dokter sih tinggal sedikit lagi masalah gigi saya.
Pasang kawat dan karet di gigi lagi
Alhasil keluar dari klinik gigi kali ini jadi lebih percaya diri karena gigi lebih putih dan bersih. Cuma ya ngilunya itu, duhh sampai besok masih terasa.

Berikut harga perawatan gigi saya:
Kontrol Sapphire Braces Rp. 265,000
Tambal laser Rp. 349,000
Scalling Rp. 229,000
Root Planning Rp. 149,000

Agustus 24, 2018

Kelingking Beach, Nusa Penida

Melanjutkan postingan di Bali. Setelah semalam tidur agak telat dan setelah shalat Shubuh tidak boleh tidur lagi karena harus mengejar kapal feri dari Pantai Sanur ke Pulau Nusa Penida. Sekitar jam 7 pagi kami sudah ngumpul di lobi hotel baru kemudian menuju dermaga dengan mobil. Sempat agak kelaperan karena belum sarapan pagi, jadi beli roti dulu di minimarket untuk cemilan.

Sekitar pukul 8 kurang, kami disuruh kumpul untuk kemudian bersiap naik ke kapal. Karena kapal tidak terlalu menepi ke pesisir pantai, jadilah kita harus berjalan memasuki laut yang tingginya lumayan sampai ke paha saya. Belum apa-apa celana udah basah. Ransel pun harus diangkut ke atas kepala supaya nggak terkena ombak. Ketika semua penumpang sudah naik, kami pun berangkat.

Karena kapal sudah penuh, saya dan teman-teman kebagian duduk di dek belakang kapal dekat dengan baling-baling. Ada beberapa turis malah harus berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Kalau berdiri pun nggak akan terlalu capek karena perjalanan cuma ditempuh selama 30 menit saja. Kapal melaju sangat kencang (fast boat), sehingga air dari baling-baling terpercik ke wajah kami. Saya jadi harus pakai kacamata 😎supaya melindungi mata dari air laut (bukan dari sinar matahari). Seandainya punya kacamata yang ada swiper (alat penghapus air seperti di mobil), mungkin akan lebih baik😄.

Sesampai di Pulau Nusa Penida, kami sudah dijemput oleh tur Guide. Sebenarnya perjalanan ke Nusa Penida adalah salah satu rangkaian tur dan survey Rancupid Travel dan kalau survey tempat biasanya saya sering ikut. Apalagi tempatnya emang belum pernah saya datangi sebelumnya. Menurut Rezki, tim saya di Rancupid Travel, destinasi paling keren di Nusa Penida adalah Kelingking Beach. Sayang kalau cuma berfoto di pinggir tebing doang, jadi lebih baik mencoba turun ke bawah. Ya sudah, kami semua mengikuti saran Rezki untuk eksplorasi Kelingking Beach saja. 
Tebing mirip kepala dinosaurus
Perjalanan dari dermaga Nusa Penida ke Kelingking Beach memakan waktu satu jam dengan jalan yang lumayan berkelok-kelok dan kondisi aspal yang nggak begitu bagus. Selama di perjalanan, saya ngemil roti sebagai ganti sarapan. Saya mengunyah terus sampai akhirnya kami sampai di tujuan. Mobil kemudian di parkir, dan saya hanya membawa dry bag saja untuk turun. Ransel saya taruh di dalam mobil. Kami kemudian berjalan menuju pinggir tebing dan pemandangan luarrr biasa indahnya terhampar sejauh mata memandang😍😍😍. Subhanallah! Beberapa tebing hijau berbentuk mirip kepala dan leher dinosaurus dengan laut berwarna gradasi sangat memukau. Wajar saja kalau pantai ini menjadi tujuan utama ketika berlibur di Pulau Nusa Penida. Berhubung masih pagi, jadi lumayan sepi tempat berfoto di pinggir tebing. Jadilah kami bisa berfoto dengan puas. Untuk mengambil foto yang bagus, tur guide sampai memanjat pohon supaya latar belakang tebing Pantai Kelingking bisa ikut terfoto.
Berfoto di pinggir tebing yang ada pagar
Rancupid Travel🎉
Setelah berfoto di pinggir tebing yang ada pagar, saatnya berfoto di tempat yang tidak berpagar. Duh disini saya deg-degan banget karena takut jatuh. Tapi tur guide menuntun saya untuk duduk dan menyakinkan saya kalau semua baik-baik saja. Asal jangan terlalu banyak bergerak atau bergeser, Insya Allah aman. Akhirnya saya jadi percaya diri untuk berpose, walaupun masih agak seram kalau melihat ke bawah.
Tebing tanpa pagar
Setelah puas berfoto, saatnya turun ke pantai dibawahnya. Kalian harus melalui jalan setapak yang mula-mula masih agak landai (sudut kemiringannya masih berkisar antara 20-45 derajat). Sebenarnya agak serem untuk menapaki tebing meskipun landai karena pagar di kiri dan kanan hanya berupa dahan kayu yang diikat tali. Saya sempat berpegangan sekuat tenaga pada pagar untuk membuktikan kalau pagar ini kuat. Dan benar saja, pagarnya kuat. Kalau pun bergeser, tetap masih kuat kok. Saya tidak terlalu capek pada 30 menit pertama penurunan dan sangat menikmati perjalanannya. Ditambah pemandangan tebing-tebing tinggi dengan air laut biru jernih sungguh mempesona.
Mari menuruni tebing
Pemandangan tebing yang indah
Jalan (agak) landai yang baru saya jalani di 30 menit awal
Nah, bagaimana dengan 30-45 menit selanjutnya? Kalian harus menuruni tebing sangat curam dengan jalan semakin sempit. Apalagi banyak juga orang yang berlalu-lalang, sehingga membuat kita harus bergeser. Disini saya sangat ngos-ngosan bahkan sempat duduk beberapa kali. Bayangkan, sudut kemiringan tebing mungkin sampai 90 derat (tegak lurus). Ntah berapa kali saya mengikat tangan dengan tali yang ada di pagar agar tidak jatuh. Mau melihat kebawah aja ngeriii😰😰😰 dan saya memutuskan untuk fokus sama proses berjalan turun. Napas sangat ngos-ngosan dan kaki mulai gemetaran. Beberapa kali kami disapa bule' yang senang melakukan pendakian. Jadi ngobrol dulu baru melanjutkan perjalanan. Ini baru turun, bagaimana nanti naiknya?😱
Jalan curam
Alhamdulillah akhirnya sampai juga ke pantai Kelingking yang Masyaa Allah indahnya😍. Rasanya tak sabar lagi ingin merebahkan diri ke pasir pantai yang bersih dan empuk. Kaki saya sangat gemetaran dan lemas karena kelelahan. Saya selonjoran dulu di pantai beberapa menit, baru deh bermain air laut. Kebanyakan saya berfoto disana-sini, berlarian mengejar ombak kesana-kemari, seolah-olah tenaga saya nggak ada habis-habisnya. Padahal cuma sarapan roti doang tadi dan baru turun dari tebing😅.
Alhamdulillah sampai
Pesisir pantai
Menurut saya Kelingking Beach ini memang luar biasa indah. Tapi kalian harus hati-hati dengan ombaknya yang sangat tinggi bahkan mencapai 3-4 meter. Suara deburan ombak sangat keras menghantam tebing dan pesisir dengan buih lautan kadang mencapai tempat kami duduk (padahal duduk agak jauh dari garis pantai). Beberapa orang bule' saya lihat justru melawan ombak, timbul - tenggelam - timbul lagi - tenggalam lagi. Kalau ombak setinggi ini sih saya nggak begitu berani untuk berenang sampai timbul dan tenggelam begitu. Takut kebawa ombak. Na'udzubillah 😣.
Pose dulu
Laut berwarna zamrud
Kami bermain di Pantai Kelingking sekitar dua jam lebih baru memutuskan untuk naik ke atas. Saya mulai lemes melihat trek pendakian yang super duper sulit. Kali ini sama aja dengan kalian memanjat tebing 90 derajat sampai 30 menit ke depan. Baiklah, bismillahirrahmanirrahim, saya naik. Kebayang memanjat tebing yang terkadang posisi pijakannya berada di dada kita. Ntah setinggi apa kaki harus diangkat agar bisa menapak sambil kita memegang tali yang ada di pagar. Mengangkat badan sendiri untuk menapaki tebing itu jauh lebih berat dan sulit daripada mengangkat barble yang cuma 2-5 kg. Terkadang banyak orang lewat dan menyapa kami, apalagi ada bule' yang menawarkan air minum pada saya mungkin karena melihat muka saya udah pucat. Saya hanya berterima kasih dan bilang kalau saya baik-baik saja. Hanya ngos-ngosan dan nanti juga sembuh sendiri. Dia lalu bilang ada pedagang minuman nggak jauh dari sini dan kita bisa beli minuman dingin disana. Baik banget bule'nya😍.

Sesampai di area landai, benar saja ada pedagang. Saya langsung beli Aqua dingin dan minum sambil duduk selonjoran di pinggir tebing. Duh rasanya segar banget, mungkin karena sudah kehausan. Kaki semakin gemetaran dan masih ada sekitar 30 menit lagi pendakian menuju parkiran. Setelah menghabiskan setengah botol aqua, saya melanjutkan perjalanan. Rezki sengaja memutar musik dan kebetulan dia bawa speaker portable supaya nggak stress katanya. Eh malah banyak bule' yang mengomentari musik kita asyik banget dan ada juga yang menuruni tebing sambil joget-joget karena mendengarkan musik kita. Di tempat landai sih masih bisa joget ya, coba nanti kalau udah sampai ke jalan yang curam?😅😅😅

Alhamdulillah tanpa kurang satu apa pun, akhirnya tiba di warung dekat parkiran. Saya beli Pocari Sweat dan duduk sejenak untuk membaca pesan di hp. Mana harus membaca email dan ada tugas yang harus saya approved di website, sehingga harus mengambil ransel dulu di dalam mobil. Karena kecapekan, saya jadi nggak mood makan siang. Mungkin tunggu reda dulu capeknya, baru nafsu makan datang lagi. Beberapa teman saya udah banyak yang makan, tapi ada juga yang nggak.

Selesai beristirahat, kami melanjutkan perjalanan ke Crystal Beach. Nanti saya cerita lagi ya. Sampai jumpa!

Agustus 22, 2018

Idul Adha 1439 H di Depok

Walaupun punya rumah di Depok, ini pertama kalinya saya merasakan Idul Adha di kota ini setelah 3 tahun. Agak bingung juga mau shalat dimana karena yang saya tahu Masjid Jami' cuma ada di Grand Depok City (nama komplek tempat cluster rumah saya) di perempatan jalan. Saya sempat bertanya pada adik dimana biasanya dia shalat Jumat? Katanya sih cuma diseberang komplek dan saya nggak tau dimana. Bukannya nggak pernah ke mesjid. Kalau shalat taraweh biasanya saya di Mushalla dekat rumah atau di mesjid-mesjid Jakarta sepulang kantor. Jadilah nggak pernah shalat di Depok.

Sejak bangun shalat Shubuh tadi pagi saya nggak tidur lagi karena shalat Ied berlangsung pukul 6.30 pagi. Agak aneh karena harus mandi jam 5.30 (biasanya mandi sepagi ini karena mau ke bandara atau keluar kota), lalu berkemas-kemas sambil memanaskan motor. Saya berangkat pukul 6.15 ke Masjid Jami' dan parkir di depan Indomaret. Para jamaah sudah memadati masjid. Saya memilih shalat di dalam Masjid supaya sajadah tidak kotor. Beberapa jamaah wanita rela shalat beralaskan koran di pelataran masjid karena mengira di dalam sudah penuh. Penuh sih, tapi bisa minta digeser-geser supaya pada cukup shaf (barisan shalat).
Jendela mesjid
Seperti hal yang paling sering terjadi di kota besar adalah shaf shalat sama sekali tidak rapat. Sudah kita suruh geser, pada mager (malas gerak) karena udah duduk daritadi😓. Ada juga yang beralasan satu sajadah ya dipakai untuk satu orang, padahal sajadah yang dibawa gede banget. Otomatis selang satu orang ke orang lain jadi bercelah. Jadi teringat di Aceh panitia mesjid ntah berapa kali menyuruh jamaah berdiri untuk merapikan dan merapatkan shaf. Sekalipun banyak yang mager, tetep aja yang lain lebih memiliki kesadaran untuk memenuhi shaf. Orang Aceh pun nggak peduli sajadahnya dipakai orang lain ketika bergeser karena yang penting adalah shaf rapat dan lurus. Belum lagi seharusnya anak-anak perempuan berada di shaf depan wanita dewasa dan anak laki-laki berada di belakang pria dewasa. Saya rasa poin ini perlu disosialisasikan di sekolah-sekolah dari kecil biar nggak salah terus.

“Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk kesempurnaan shalat.” (Hadist Riwayat Muslim no. 433).
”Luruskan shaf-shaf kalian, karena sesungguhnya meluruskan shaf termasuk menegakkan shalat.” (Hadist Riwayat Bukhari no.723).

Shalat Ied dan ceramah hanya memakan waktu satu jam, sehingga pukul 7.15 pagi sudah selesai. Saya pulang ke rumah dan agak bingung mau ngapain. Udah mandi jam segini kayaknya terlalu cepat. Apalagi saya bukan panitia Qurban di komplek jadinya nggak ikutan acara menyembelih sapi. Mau ikutan bantuin, agak nggak enak karena saya nggak berQurban. Sempat melihat bapak-bapak dan ibu-ibu yang sedang gotong royong memotong daging tapi semua namanya ada di daftar peserta Qurban. Tambah nggak enak saya kalau tiba-tiba datang ikutan😗. Akhirnya cuma kerja saja di rumah dan saya jadi merasa produktif. Hampir semua kerjaan jadi selesai tepat waktu.

Sore harinya, satpam komplek datang membawa daging yang memang dibagikan ke seluruh warga komplek tiap tahun. Untung sempat beli beberapa bumbu masak tadi siang dan sambil menulis blog ini saya sedang mempresto Iga daging sapi🍖. Semoga enak ya Allah. Jadi juga lebaran haji kali ini🐂.

Selamat Hari Raya Idul Adha 1439 H, selamat makan-makan, semoga saudara kita yang sedang berhaji diterima amal ibadahnya dan menjadi haji mabrur. Semoga segera bisa naik haji dan semoga tahun depan tidak sendiri lagi. Aminnn Ya Allah😊😊😊.

Agustus 21, 2018

Bali Culinary

Kali ini saya akan memposting hanya 2 tempat makan saja selama di Bali. Berhubung kemarin lebih sering makan di pinggir jalan karena mengejar waktu juga. Jadwal perjalanan selama ke Bali dan Lombok waktu itu lumayan padat. Terkadang kalau macet, kami malah mampir dimana aja untuk makan. Oh ya, dulu saya pernah menuliskan Kuliner di Bali pada tahun 2013. Semoga bisa jadi referensi buat kalian juga ya.

Dirty Duck Dinner (Bebek Bengil)
Resto ini selalu menjadi favorit saya setiap berkunjung ke Bali. Kalau sudah jalan-jalan di Ubud, sudah pasti mampir kesini. Alamatnya di Jl. Hanoman Padang Tegal, Ubud. Kenapa saya suka ke Resto ini? Pertama, makanannya enak, bebeknya empuk, porsinya banyak, tempatnya nyaman banget apalagi di saung yang menghadap ke sawah. Ada Musholla juga dan toiletnya super bersih.
Makanan banyak dan enak
Kami menghabiskan waktu sejam lebih disini mengingat harus buru-buru ke Pura Uluwatu. Padahal enak banget leyeh-leyeh sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang terkadang bikin ngantuk. Kalau udah ngantuk, jadi malas beranjak pergi. Tapi tidak boleh, perjalanan ke Uluwatu macet banget sehingga kita nggak bisa bermalas-malasan.

Berikut harga makanan yang kami pesan:
Fresh Young Coconut Rp. 35,000
Ice Orange Rp. 27,000
Bebek Bengil Nasi Rp. 127,500
Steamed Rice Rp. 10,000

Pada tahun 2013, harga seporsi Bebek Bengil masih Rp. 95,000. Naik Rp. 32,500 selama 5 tahun, berarti pertahun naik Rp. 6500. Masih wajar nggak ya?

Nasi Tempong Indra
Tempat makan yang satu ini terletak beberapa meter saja dari hotel kami di Legian yaitu Fontana Hotel. Lokasinya berada di Jl. Dewi Sri No. 788, Legian. Ini pertama kalinya saya makan disini. Pengunjungnya rameeee bener.  Kami tiba di Nasi Tempong Indra sekitar jam 9 malam dan makanannya sudah pada ludes😨. Jadi bingung mau makan apa.
Bunga Anggrek di meja makan 
Saya memesan Nasi Tempong Ayam Rp. 30,000 dan teh manis Rp. 6,000. Dua orang teman saya yang sudah sejak tadi menunggu pesanannya belum datang bilang kalau disini pelayanannya lamaaaa banget. Benar saja, setelah memesan makanan, udah habis obrolan, tetap belum datang makanannya. Memang sih pengunjungnya rame, tapi mereka nggak mengadaptasikan game dinner dash seperti Bebek Kaleyo. Kalian pasti tau seramai apa pengunjung Bebek Kaleyo tapi pesanan selalu cepat datang.
Nasi dengan leher ayam😥
Setelah lama menunggu, akhirnya makanan saya tiba. Saya pesan nasi ayam tapi yang datang kayaknya leher ayam😓. Dagingnya sedikit banget. Teman saya yang awalnya sudah pesan, belum datang juga dan dia tambah kesel karena ternyata pesanan dia kehabisan. Maunya kan pelayannya bilang dari tadi. Jadilah dia harus menyantap Nasi Tempong Original Rp. 15,000 dengan lauk ikan asin. Enak sih, tapi mana kenyang😅. Kami jadi harus beli cemilan lagi setelah ini.

Beberapa malam kemudian, teman saya sempat makan lagi di Nasi Tempong dan datang lebih awal sekitar jam 6 sore. Barulah disana dia dapat mencicipi Nasi Tempong dengan lauk yang masih lengkap tapi tetep pelayanannya lama😓. Semoga ke depannya bisa diperbaiki cara melayani pengunjung supaya nggak menunggu lama karena biasanya kalau lapar kan kita gampang emosi😂.

Baiklah, selanjutnya saya akan bercerita tentang Nusa Penida. See you!

Agustus 20, 2018

Tari Kecak Uluwatu

Sepulang dari Air Terjun Tukad Cepung, kami makan siang dulu (nanti saya posting seluruh kuliner di Bali di artikel terpisah) lalu melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya yaitu Pura Luhur Uluwatu. Udah berusaha semaksimal mungkin untuk ngebut dari Ubud ke Uluwatu tapi mau gimana lagi jalanan macet banget karena tanggal merah. Jadilah kami sampai kesana sekitar pukul 6 sore dan pertunjukan Tari Kecak sudah dimulai. Duh, padahal kesini mau nonton Tari Kecak tapi nggak keburu lagi...lagi... dan lagi...😭

Sebagai informasi, pertunjukan tari kecak di Uluwatu mengambil lokasi pementasan di pura Luhur Uluwatu Bali yang sangat kental akan sejarah. Pura ini hampir setiap hari ramai dengan kunjungan wisatawan domestik ataupun mancanegara karena selain bisa menonton Tari Kecak, kita juga bisa berfoto di tebing dengan pemandangan matahari tenggelam. Para wisatawan sudah mengantri membeli tiket menonton Tari Kecak sejak pukul 4 sore. Jadi wajar ketika kami sampai kesana, tiket menonton Tari Kecak sudah habis😢.
Berfoto di pinggir tebing

Untuk mengobati rasa kecewa, saya dan teman-teman hanya berfoto di pinggir tebing dan melihat kera-kera yang sedang bermain. Hati-hati dengan para kera karena suka mengambil barang bawaan kita. Biasanya mereka suka ambil kacamata, bros, makanan, dan benda-benda berkilau. Pernah dulu seekor kera mengambil hp wisatawan dan hampir melemparnya ke tebing😨. Untung pawangnya datang. Saya aja yang melihatnya syok, apalagi yang mengalami kejadian tersebut.

Suara gemuruh orang-orang menonton Tari Kecak terdengar sampai ke tempat kami berfoto. Iseng-iseng kami mendekati pintu masuk karena dulu sih kalau masih ada tempat yang kosong bisa masuk belakangan. Ternyata penjaga pintu bilang jam 7 nanti bakal ada lagi pertunjukan Tari Kecak sesi kedua karena sekitar 500 orang rombongan pelajar nggak kebagian tiket, sedangkan mereka udah datang jauh-jauh dari Yogyakarta. Memang rejeki nggak kemana, kami jadi bisa menonton Tari Kecak lagi. Harga tiket tetap sama Rp. 100,000 hanya saja pertunjukan kali ini penonton tidak bisa sekalian menikmati pemandangan matahari tenggelam.
Duduk manis menunggu pertunjukan
Kami memilih untuk duduk di deretan kursi ampiteater tengah agar bisa menonton lebih puas. Sebelumnya saya sempat baca lagi selebaran tentang Rama dan Sinta yang menjadi alur cerita Tari Kecak. Mungkin kalian pernah membaca tentang legenda Rama dan Sinta dimana Sinta diculik oleh Rahwana, kemudian diselamatkan oleh Hanoman (kera putih). Untuk lebih lengkapnya bisa baca di Kisah Rama dan Sinta. Tarian indah ini dimainkan oleh lebih dari 50 orang penari yang terus-menerus mengucapkan, "cak cak cak cak." Sebenarnya saya agak ngeri melihat penari yang memerankan Sinta terus-menerus melotot ke penonton. Memang sih mata melotot adalah bagian dari tarian Bali tapi pada kenyataannya seram juga. Oh ya, pemeran Rama disini malah seorang cewek. Jadi agak kecewa karena saya suka banget menonton teater Jawa dimana Rama bertubuh kekar dan ganteng😍.
Rama (malah cewek 😥) dan Sinta
Hanoman
Para penjahat
Pertunjukan Tari Kecak berlangsung selama kurang lebih satu jam. Karena tariannya sangat mempesona, jadi nggak bosan. Belum lagi ada atraksi api yang keren dan terkadang monyet Hanoman menyapa para penonton bikin ngakak. Seru banget deh pokoknya. Berhubung saya nggak bawa GoPro dan semua foto diatas hanya dari kamera hp, jadi agak sedikit blur. Biasanya Iphone 8+ lumayan bagus mengambil gambar bergerak tapi tidak untuk malam hari. Saran saya kalau mau dapat tiket, mending beli online. Beberapa website sudah menyediakan fitur untuk membeli tiket Tari Kecak secara online walaupun saya belum pernah mencobanya.

Selesai menonton Tari Kecak, kami kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan ke Legian. Sampai jumpa!

Sumber:

Agustus 19, 2018

Air Terjun Tukad Cepung Bali

Saya baru sadar sudah 3 tahun berturut-turut saya ke Bali melulu. Memang Bali nggak ada matinya, selalu ada tujuan eksplorasi baru yang sangat menarik. Dalam beberapa postingan ke depan nanti, mungkin ada tempat-tempat yang sudah pernah saya tuliskan di postingan sebelum ini dengan Label Bali, tentunya dengan pengalaman yang berbeda.

Saya ke Bali pada bulan Mei 2018, seminggu sebelum bulan Ramadhan. Selain karena ada tanggal merah di bulan Mei, kebetulan Rancupid Travel juga buka Open Trip ke Nusa Penida. Berhubung saya belum pernah ke pulau indah itu dan tiket pesawat murah, tanpa berpikir panjang lagi saya langsung memutuskan untuk berangkat. Saat itu saya berangkat dari rumah menggunakan Damri dari D'Mall Depok ke Bandara Halim Perdana Kusumah. Dulu sih masih beroperasi, tapi sekarang nggak ada lagi. Mungkin karena banyak orang belum tau, jadi penumpang pada sepi. Waktu itu saja saya sendiri di Damri sebagai penumpang dan yang satu lagi hanya supir. Padahal penduduk Depok lumayan tertolong dengan adanya Damri ke Halim. Dibuka lagi dong rutenya😇.

Penerbangan ke Bali sekitar jam 2 siang dan sampai kesana sudah pukul 5 sore karena adanya perbedaan waktu.  Rezki dan Abby sudah menunggu saya di bandara Ngurah Rai. Kami menyewa mobil seperti biasa, lalu memutuskan untuk jalan-jalan dan belanja dulu di hari pertama. Kita mampir ke toko Eiger untuk membeli dry bag, dilanjutkan ke Krisna untuk beli oleh-oleh, lalu jalan-jalan dan makan-makan di Pasar Ubud. Rasanya Bali memang bikin kangen. Setiap kali kesini pasti ingin kembali.

Untuk pertama kalinya saya menginap di Ubud dengan menyewa sebuah hotel Gita Maha Ubud yang super nyaman. Karena saya tidur sendiri, rasanya kamar terlalu besar dan bergaya vintage malah agak menyeramkan. Belum lagi ada lolongan anjing di tengah malam dan bunyi ketukan di jendela kaca. Ntah ketukan disebelah, atau pun suara cicak, tapi lumayan menyeramkan sih😰. Walaupun sebenarnya saya nggak takut sama hantu (hantu tidak menyebabkan kerugian materil), tapi suasana seperti itu bikin deg-degan juga. Untuk mengusir rasa takut, saya kerja dulu sejenak malam itu (biar konsentrasi), baru tidur.

Besok paginya, saya mandi, sarapan, lalu bersiap check out. Memang cuma menginap satu malam saja di hotel Gita Maha Ubud karena nanti kami akan menginap di daerah Legian. Tujuan hari ini adalah eksplorasi Air Terjun Tukad Cepung yang ada di Bali untuk pertama kalinya. Saya baru tau tentang air terjun ini dari Instagram Bang Rio, lalu menyuruh teman saya untuk memasukkan destinasi ini ke itinerary kita selama di Bali. Lokasi air terjun ini dari hotel kita lumayan jauh, sekitar satu jam perjalanan dengan menggunakan mobil. Lumayan bikin ngantuk di jalan karena suasana yang enak melewati jalan dengan banyak pohon rindang.

Air terjun Tukad Cepung berada di kawasan Bali Tengah, Kabupaten Bangli, yang merupakan kawasan dimana wilayahnya tidak berbatasan dengan laut. Bangli dikenal sebagai kawasan berhawa sejuk dengan pepohonan rindang. Selain air terjun Tukad Cepung ada beberapa wisata alam terjun di kabupaten ini yang cukup dikenal seperti air terjun Tibumana dan Dusun Kuning. Saya baru tau kalau ada banyak air terjun di Bali karena selama ini saya lebih sering jalan-jalan ke daerah pantainya saja.
Trekking ke Tukad Cepung
Sesampai di lokasi, kami memarkir mobil lalu membeli tiket masuk seharga Rp. 10,000. Seperti air terjun dimana pun, kita harus trekking terlebih dahulu menyusuri jalan setapak dan menaiki banyak anak tangga menuju air terjun. Lumayan jauh jalannya dan juga harus menuruni tebing terjal dan melewati bebatuan. Kalau jalan turun sih enak, yang susah pas naik nanti😅. Barulah kemudian kami menemukan sebuah sungai yang sangat jernih yang berasal dari air terjun Cepung, dimana ada cahaya matahari yang mengintip dari celah-celah tebing. Subhanallah indahnya😍. Disini aja kita udah kegirangan dan berfoto, padahal belum sampai ke tujuan.
Menuruni anak tangga
Melewati sungai
Berfoto diantara cahaya matahari yang menyisip dari tebing
Beberapa orang yang lewat bilang, "Foto di dalam aja, lebih bagus." Mungkin karena kita sibuk berfoto terus di tempat yang menurut mereka biasa aja. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan, melawati celah sempit diantara bebatuan, sampai akhirnya di ujung perjalanan kita disambut oleh pemandangan air terjun spektakuler. Masyaa Allah😍. Udah lama nggak ke air terjun, jadi semangat banget melihat aliran air deras dengan tebing-tebing batu tinggi mengapit pada sisi kiri dan kanan. Saya langsung berfoto dengan kamera hp (Iphone 8+ tahan air tawar asal jangan dibawa berenang aja) dan agak menyesal nggak ngecas GoPro biar dapat gambar lebih luas (wide). Percikan-percikan air membasahi wajah sampai harus membasuh muka beberapa kali ketika mengambil foto. Belum lagi lensa kamera hp harus di bersihin juga agar gambar nggak ngeblur. Saran saya kalau berwisata ke air terjun sebaiknya bawa kaca mata renang supaya bisa melihat lebih jelas.
Air terjun Tukad Cepung
Setelah puas bermain dan berfoto, kami berjalan pulang. Nah, baru deh terasa ngos-ngosan ketika harus mendaki tebing dan menaiki anak tangga yang banyak😰. Alhamdulillah masih kuat. Palingan harus istirahat sebentar, baru lanjut mendaki lagi.  Tebing ke Tukad Cepung ini nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan tebing Pantai Klingking yang saya panjat di Nusa Penida. Wahh, itu udah 100 kali lipatnya.

Setelah basah-basahan, paling enak kalau makan pisang goreng. Saya nongkrong dulu di warung sambil makan gorengan selagi teman-teman ke toilet. Setelah mereka selesai, baru kami kembali ke parkiran untuk naik mobil dan melanjutkan ke destinasi selanjutnya. Nanti saya cerita lagi ya. Sampai jumpa!

Sumber:

Agustus 17, 2018

Cerita Tentang Rindu

Selamat ulang tahun Indonesia ke 73. Saya akan mempersembahkan cerita manis untuk kalian. Kali ini saya menuliskan cerita yang merupakan lanjutan dari cerita-cerita dengan Label yang sama. Sekedar ingin break dari tulisan tentang travelling walaupun hanya satu postingan. Kalau kalian buka postingan ini dari hp, mungkin nggak akan kelihatan Labelnya, kecuali dari laptop atau komputer. Tapi tidak apa-apa. Silahkan menikmati cerita yang saya rangkai dari pengalaman pribadi dan impian yang sudah diramu dengan bumbu-bumbu terindah.

***

Sudah hampir setahun, tepatnya 11 bulan yang lalu, aku masih mengusahakan untuk bertemu dengannya, di kotanya. Bahkan aku sempat menggelar event di hotel tempat dia biasa bertugas hanya untuk bertemu dengannya. Tapi tidak lagi untuk kali ini. Aku sudah menyerah. Dulu aku memang berniat untuk memilikinya, sehingga apa pun mungkin akan aku lakukan hanya untuknya. Hanya saja, aku merasa yang berusaha sendiri. Tanpa dia berusaha juga untukku. Masalah pekerjaan yang paling menjadi halangan dan jauhnya jarak antara tempat tinggal kita. Dibutuhkan penerbangan selama 1 jam 10 menit ke kotanya dan aku sudah tidak ada keperluan lagi di kota itu. Dulu bisnis bisa jadi alasan utama, tapi tidak lagi sekarang karena aku sudah merekrut beberapa karyawan untuk memantau dan menjalankan bisnis.

Beberapa kali aku melakukan perjalanan baik di dalam maupun luar negri hanya untuk pelarian dari kerjaan dan dari cinta. Kita masih sering saling berkomentar di sosial media, posting foto di instagram dengan caption yang pernah kamu tulis dan aku tulis di instagramku. Tapi semua rasa sekarang jadi 'datar', tidak terlalu berarti lagi. Komentar di sosial media selalu kubalas tapi aku tidak antusias lagi. Mengobrol denganmu di social messenger juga sudah tidak semenarik dulu lagi, apalagi menelepon. Ternyata rasa yang dulu indah bahkan terlalu indah bisa hilang seiring berjalannya waktu.

Seorang teman di kantor bernama Kiki pernah bilang, "Perasaan itu bisa dijaga dengan komunikasi." Tapi sehebat apa pun komunikasi tanpa bertemu langsung, hasilnya akan sia-sia.

Sampai suatu hari aku bertemu dengan cowok bernama Rio disebuah pertemuan singkat acara teknologi. Dia pintar, kaya, ganteng, dan sangat mengerti tentang bisnis yang sedang aku jalankan. Kami terlihat cocok untuk segala hal kecuali satu, Rio tidak suka jalan-jalan. Dia suka mendengar cerita-cerita tempat indah dariku tapi sama sekali tidak ada tanggapan. Hanya mendengarkan, sudah cukup. Aku tidak bisa membahas hal lain dengan Rio kecuali bisnis. Dia memang sangat jago dalam berbisnis dan rela dimintain tolong dan saran apa pun. Tapi tetap terasa ada yang kurang...

Aku pernah sekali ikut Open Trip ke sebuah negara yang dilewati pegunungan Himalaya. Ardi sempat berkomentar di sosial media karena dia pengen ikut sedangkan aku tidak mengajaknya. Tidak mengajak? Padahal aku sendiri tidak pernah melewatkannya tapi alasan dia untuk menolak ajakanku selalu sama, bosnya tidak memberikan cuti. Aku hanya tersenyum garing membaca alasannya yang selalu itu-itu saja. Hanya balasan komentar singkat saja yang tidak penting berhasil aku ketik untuk Ardi.

Aku agak lemah dalam mendaki gunung dan aku sangat tertolong dengan teman sesama trip bernama Riko. Orangnya baik, kocak, sangat suka jalan-jalan, dan aku merasa cocok mengobrol dengannya. Selama trip bareng walaupun orangnya self centered, tapi dia teman yang asyik. Bahkan sepulang trip pun, kami masih sering berhubungan dan dia suka main ke Jakarta untuk bertemu denganku. Tapi, kehidupannya tidak cocok denganku yang suka minum minuman beralkohol atau dugem. Aku tidak suka. Sekalipun kami nyambung, tetap saja ada hal prinsipal yang tidak bisa aku toleransi sama sekali. Kalau kata Indah (sahabat sekaligus wakil direktur di kantorku), "Mungkin aja kalau kamu deketin dia bisa berubah." Aku malah mendengus. Mengubah orang itu tidak segampang membalikkan telapak tangan.

Tiba-tiba aku kangen Ardi...

Aku membuka Instagramnya dan melihat sedang berada dimana dia. Aku kaget karena dia sedang pergi sendirian ke sebuah pulau terpencil di Nusa Tenggara Barat.  Ada sedikit rasa kecewa di hati. Aku tidak akan mungkin menyusul ke pulau itu karena jadwal kantor yang sangat padat. Aku hanya duduk terdiam di meja kerja lantai paling atas kantorku sambil melihat keluar jendela. Kenapa setelah berbulan-bulan lamanya, meskipun bertemu dengan banyak orang, tetap saja Ardi yang selalu datang ke pikiranku? Sebenarnya, dia adalah seseorang yang masuk di segala kriteria yang aku inginkan. Suka jalan-jalan, ganteng, pintar, humoris, religius, dan bisa diandalkan. Hanya saja, aku sudah tidak mau lagi mencarinya.

Sampai suatu hari, aku menghadiri sebuah acara besar di Jakarta yang bekerjasama dengan sebuah Bank terbesar di Indonesia. Seluruh pemilik perusahaan diundang termasuk aku. Biasanya ini adalah cara bank untuk menghimpun dana dara para pengusaha untuk disimpan di bank tersebut. Karena rekan bisnisku banyak yang hadir dan kami sudah lama tidak bertemu, maka aku memutuskan hadir bersama Indah. Acara dimulai dari jam 8 pagi yang membuatku tidak bisa tidur lagi setelah shalat Shubuh.

Kata sambutan para petinggi bank membuatku ngantuk. Aku lalu beranjak menuju toilet untuk berusaha menghilangkan kantuk. Aku berjalan keluar aula, mencari toilet, sambil mengagumi interior hotel tempat acara berlangsung. Seperti biasa, aku akan mengeluarkan hp dan merekam video untuk instagram story. Seketika aku kaget melihat dari dalam hpku ada Ardi. Aku melihatnya berdiri dihadapanku seraya tersenyum. Senyum itu sudah lama sekali tidak pernah aku lihat lagi.

"Apa kabar, Rika?" tanya Ardi.
"Kamu... kok disini?" tanyaku penasaran tanpa berkedip, lalu berjalan mendekatinya. Hanya ada kami berdua di koridor sampai suara ketukan heels yang aku pakai terdengar.
"Aku bekerja di Bank ini." jawabnya.
"Apa kamu tau kalau aku salah satu tamu undangan?" tanyaku
Ardi mengangguk.
"Dan kamu nggak menghubungiku?"
Ardi terdiam berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Biar surprised."

Aku tersenyum sumringah. Rasanya ingin memeluknya tapi kutahan. Kenapa dia tambah ganteng hari itu dengan seragam batiknya? Ada rasa kangen yang terlalu membuncah. Kami mengobrol sambil berdiri bahkan sampai lupa waktu. Untung saja Indah meneleponku untuk menyuruhku kembali ke aula. Rasanya ingin mengajak Ardi pergi saja dari hotel ini seperti yang biasa kita lakukan dulu. Tapi sayangnya nggak bisa, dia sedang bekerja. Aku harus maklum untuk hal itu. 

Ketika makan siang, aku kembali menghampiri Ardi. Aku melewatkan semua rekan bisnis hanya untuk bersama Ardi. Kami mengobrol tentang banyak hal, seolah cerita 11 bulan yang belum kita obrolin ingin dibahas semuanya. Baru kali ini aku bersyukur karena acara seperti ini berlangsung 3 hari. Paling nggak, aku bisa bertemu Ardi selama 3 hari berturut-turut.

***

Hari ini aku senang bisa bertemu dengan Rika. Sudah terlalu lama tidak komunikasi tapi tidak pernah membuat perasaanku berkurang kepadanya. Aku senang sekali karena Rika adalah tamu undangan Bank tempat aku bekerja dan aku sengaja memilih jadi panitia acara yang akan membantu para tamu dalam hal apa pun. Sebenarnya yang ingin aku bantu cuma Rika, hihihi. Para tamu yang lain sih biar menjadi tugas teman-temanku.

Hari kedua acara, aku sudah bersiap lebih pagi karena janjian sama Rika untuk mengobrol dulu sebelum acara di aula mulai. Seandainya bisa, aku ingin duduk di sebelahnya saja selama berlangsungnya acara. Sayangnya dia adalah para tamu undangan dan harus duduk di deretan para undangan. Hai ini sialnya Rika terkena macet, jadilah aku harus menunggunya. Aku sih bisa saja dari Shubuh ke aula karena memang aku menginap di hotel yang sama. Kebayang kan melihat aula masih sepi dan aku dianggap sebagai karyawan paling rajin di dunia. Aku keluar dari aula dan tidak sengaja bertemu dengan atasanku.

"Pagi, Pak!" sapaku.
"Kamu pagi sekali."
Aku tersenyum. "Biar semangat."
Bapak itu terdiam sesaat dan mulai pembicaraan, "Ardi..."
"Ya?"
"Saya melihat kamu kemarin bersama Ms. Erika. Dan kalian tampak sangat akrab."
"Iya, Pak. Kita sudah lama tidak bertemu."
"Saya mau kamu mencari tahu dimana dia menyimpan uangnya."
Aku kaget.
"Kamu tau, Ms. Erika mempunya bisnis sangat banyak tapi uang di rekeningnya tidak terlalu banyak. Padahal dia memegang semua bisnis paling bonafit di negara kita. Saya penasaran dimana dia menyimpan uang. Aset yang dia miliki juga tidak terlalu banyak."
Aku terdiam. 
"Seandainya dia menyimpan seluruh uangnya di bank kita, kita bisa untung besar. Atau saya perintahkan kamu untuk membujuk Ms. Erika paling tidak bakalan menyimpan uang di bank kita senilai 10 Milyar. Kalian kan teman, seharusnya bakalan lebih mudah."
Aku sangat tidak bisa melakukan ini dan kenapa aku diam saja?
"Atau kalau ternyata kalian punya hubungan spesial, lebih bagus lagi karena perusahaan kita bisa untung besar hahahaha. Saya tunggu kabar baiknya hari ini ya!" Kata atasanku sambil menepuk pundakku.

Bapak itu kemudian pergi meninggalkanku yang masih merasa kacau. Aku kemudian menoleh berencana menyusul atasanku untuk mengatakan aku tidak bisa. Sayang, yang aku lihat malah Erika yang ntah sejak kapan berdiri disana. 

Erika mendekatiku. "Sepertinya aku tau kenapa aku ada dalam daftar tamu dan kenapa kamu tiba-tiba baik setelah selama ini kita jarang berkomunikasi." Matanya sangat tajam menatapku.
"Erika...." kataku lirih.
"Jadi bapak itu yang jarang ngasih kamu cuti untuk jalan-jalan sama aku?"
Aku masih diam.
"Sebutkan saja berapa yang kamu butuhkan, nanti aku transfer. Anggap saja nilai itu adalah harga yang harus aku bayar untuk menghapus kamu dari ingatanku selamanya. Selamat tinggal Ardi."
Aku menarik lengan Erika dengan kencang untuk menahannya. "Aku tidak akan pernah melakukan hal buruk padamu dan kamu tau itu." ucapku sambil menatap mata Erika. Dia menepis tanganku dan pergi meninggalku yang kacau. Aku hanya bisa melihat dia memasuki aula dengan terburu-buru. 

Di sisi lain, aku melihat atasanku sedang mengobrol dengan beberapa pengusaha sambil tersenyum penuh arti kepadaku. Atasanku pasti tidak tau kalau tadi aku dan Erika malah berantem. Bisa-bisa karirku selesai sampai disini dan aku tidak akan pernah bisa bertemu Erika lagi. Kepalaku langsung sakit rasanya.

Kenapa selalu begini?

Agustus 14, 2018

Kesimpulan Perjalanan ke UAE dan Turki

Seperti yang biasa saya lakukan ketika akan mengakhiri rangkaian cerita perjalanan ke negara baru yaitu dengan menarik kesimpulan. Selain sebagai referensi pribadi, supaya saya nggak lupa juga berbagai pengalaman selama disana. Semoga kesimpulan ini dapat menjadi acuan buat kalian kalau ingin pergi ke negara yang sama seperti saya. Perlu diingat bahwa seluruh isi postingan ini adalah berdasarkan pengalaman pribadi dan tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain.

Tiket Pesawat
Ini adalah pertama kalinya saya naik pesawat Emirates. Awalnya tidak berpikir sama sekali mau menginap semalam di United Arab Emirates (UAE). Sebelum beli tiket pesawat, saya masih ragu dengan jadwal tiket Emirates yang murah, pasti waktu transitnya lama banget. Udah berapa hari menunggu tiket dengan jadwal atau maskapai lainnya turun harga, tapi tidak turun juga. Mungkin ini isyarat dari Allah untuk saya dan keluarga supaya bisa mampir ke UAE untuk melihat kondisi negara yang kaya raya dan bersilaturahmi dengan para saudara disana.

Gara-gara transit begini, saya malah jadi ketagihan. Kemarin sempat cek dan ricek tiket ke Amsterdam dengan maskapai Qatar Airways yang bisa membuat saya transit di Qatar dua hari. Atau tiket ke New York menggunakan Air China bisa transit di Beijing. Hmm, sepertinya menarik sekali bisa berkunjung ke dua tempat (negara) dalam satu kali perjalanan. Mungkin bakalan lebih capek, tapi bisa jadi lebih efektif buat kalian yang ingin menambah daftar negara yang pernah dikunjungi.

Visa
Berpergian ke UAE dan Turki tentu saja memerlukan Visa. Visa Turki sih gampangnya setengah mati. Tinggal masuk aja ke website https://www.evisa.gov.tr/, isi data, bayar $20, selesai! Bahkan sama sekali nggak ada susahnya.

Nah, yang agak ribet adalah Visa UAE. Karena menggunakan maskapai Emirates, sebenarnya kita sudah dipermudah dengan bisa mengajukan Visa melalui website. Jadi Emirates yang menjadi jaminan kalau kita hanya berlibur di UAE dan sudah pasti pulang. Kalau kalian mau mengajukan Visa dari VSF Global bisa juga sih, cuma agak ribet dengan persyaratan dokumen yang banyak dan waktu Visa selesai yang agak lama. 

Saya sudah menuliskan di postingan Dear UAE and Turkey, I'm Coming! tentang proses pembuatan Visa kedua negara ini dan juga harganya. Semoga bisa memudahkan kalian ketika akan mengajukan Visa yang sama.

Makanan
Alhamdulillah Turki dan UAE adalah negara mayoritas Muslim, jadi nggak usah takut karena semua makanan halal. Bahkan pemerintah kedua negara ini sangat keras terhadap halal-haramnya makanan. Kalian bisa bebas mencicipi segala macam makanan disini. Sewaktu di UAE, saya makan di rumah sehingga makanannya masih cita rasa Indonesia. Kalau menu yang disajikan di pesawat Emirates kebanyakan bergaya Eropa dengan rasa yang hambar (plain)😅.

Bagaimana dengan Turki? Ya kurang lebih sama saja hambar rasa makanannya😆.  Keju, roti, sosis, salad, daun-daunan, dan lainnya kita makan tanpa sambal. Malah mereka menyarankan untuk menyiram makanan dengan minyak zaitun supaya enak. Saya sempat nyobain makan salad pakai butter dan minyak zaitun, tapi rasanya bukan saya banget😅. Lidah nasi padang soalnya disuruh makan begituan. 

Saran saya kalau mau ke Turki mending bawa sambal teri atau sambal Indofood/ABC biar terasa makanannya. Kayaknya kalau makan sandwich atau sosis besar nggak pakai sambal tuh seperti ada cita rasa yang kurang. Saya saja menyesal kemarin bawa sambal di botol ukuran kecil untuk sekeluarga. Tau 'gitu saya bawa yang botol gede😆.

Keadaan Cuaca
Paling pas ke Turki di musim semi. Selain karena udara yang sejuk, kalian akan melihat bunga-bunga tulip 🌷🌷🌷bermekaran yang Masya Allah indahnya😍. Ini adalah pengalaman saya pertama kalinya merasakan musim semi dengan bunga dimana-mana. Bahkan dulu saja pas ke Jepang belum sampai melihat Sakura sepenuh taman. Mungkin karena dulu ke Jepang pada saat Sakura baru mekar sebagian.

Bagaimana dengan UAE? Duh rasanya panasssss banget. Padahal kata saudara saya kalau cuaca hari itu nggak begitu panas karena kalau musim panas bisa lebih dari 50 derajat celcius. Duh, kalau ke negara Timur Tengah harus pinter-pinter nyari jadwal dimana suhu udara sedikit adem. Alhamdulillah setelah pulang dari dua negara ini saya nggak sakit.

Transportasi
Selama di UAE, saya selalu pakai mobil karena ikut saudara. Tapi di bandara saya melihat ada Stasiun Metro yang bisa kalian naiki untuk ke pusat kota. Jangan ditanya betapa mulus dan bagusnya jalanan di kota Dubai dan Abu Dhabi. Saking mulusnya, kalian bakalan nggak sadar kalau sudah menyetir dengan kencang atau malah jadi ngantuk.
Naik Tram
Selama di Turki, saya mencoba naik MRT, Tram, dan Taksi:

  • Tram : Transportasi ini paling sering saya naiki karena haltenya dekat banget dengan hotel di Istanbul. Tiket masuk juga bisa dipakai untuk 5 orang sampai beberapa kali. Selain bisa berhemat, rutenya juga banyak. Pernah suatu malam saya dan keluarga khusus naik Tram sampai ke halte terakhir. Bahkan kami jadi penumpang terakhir di dalam Tram. Setelah turun, kami menunggu Tram berikutnya untuk balik lagi ke daerah Hotel. Saat itu pas jam orang pulang kerja, sehingga suasana dalam Tram agak penuh. Saya suka menikmati suasana kehidupan sebenarnya orang-orang di suatu negara dan hal ini akan terlihat apabila kita naik transportasi umum. Jadi merasa blend in sama orang lokal.
  • Tramnya keren
    Ayuk naik
    Suasana di dalam tram
  • MRT : Saya baru tau kalau Istanbul ada MRT karena yang saya tau hanya Tram saja. Stasiun MRT terletak di bawah tanah dan benar-benar sangat di bawah tanah. Ntah berapa kali eskalator super panjang harus kami naiki sampai akhirnya sampai di peron kereta dan saya takjub ada stasiun yang super duper luas di bawah tanah. MRT Istanbul memiliki rute yang jauh lebih panjang dari Tram dan jarak tempuhnya lebih cepat. Suasana di dalam MRT kurang lebih sama dengan di negara-negara Malaysia atau Singapore.
MRT
  • Taksi: Jangan sampai kalian naik taksi berwarna kuning di Istanbul😖😖😖! Saya dan keluarga kena scam taksi kurang ajar ini. Ceritanya kami dari Taksim Square mau kembali ke Hotel. Ada taksi kuning di pinggir jalan dan kami mencoba naik. Awalnya sih supirnya ramah dan bilang kalau bakalan pakai argo. Sewaktu sudah sampai tujuan dan kita mau bayar, dia minta uang pecahan besar trus tanpa kasat mata eh malah diambil. Saya sampai nggak sadar kok uang Willy waktu itu hilang. Padahal saya udah mau ngasi uang pas dan dia minta pecahan gede supaya gampang kembaliannya. Alhasil kami dibentak-bentak sopir karena minta kembaliin uang yang dia tilep, dan berakhir kami harus turun dari taksi. Yang pinternya, dia sengaja berhenti ditengah jalan supaya kita nggak nyaman dengan klakson mobil lain yang membuat kita pengen buru-buru turun. Taksi yang adik saya naiki pun sama kurang ajarnya (waktu itu pakai dua taksi. Mama sama adik, saya bertiga dengan Willy dan tante). Setelah kejadian itu langsung Googling. Ternyata banyak yang cerita kalau taksi kuning di Istanbul emang kamfr*t!😡
Semoga kalian sempat baca blog saya dulu sebelum berangkat ke Istanbul, jadi nggak akan pernah naik taksi kuning.

Budget
Nah, berikut ini yang sepertinya paling ditunggu-tunggu. Mari disimak!

Pesawat (Rp. 11,415,667): 

Tiket Emirates Rp. 8,476,280
TURKISH AIRLINES Rp. 495,355
Atlas Global Rp. 690,164
TURKISH AIRLINES Rp. 570,568
Over bagagge 24.5 Lira x 3400 = Rp. 83,300
Pesawat Malaysia Airlines PP Rp. 1,100,000

Visa (Rp. 1,370,927):
Visa Dubai Rp. 1,015,860
Visa Turki Rp. 355,067

Tur (Rp. 10,216,167):
Tur di Cappodacia (1975 EURO) Rp. 7,711,895
Tur Ephesus 45 EURO x 17000 = Rp. 765,000
Tur Pamukkale 270 Lira x 3400 = Rp. 918,000
Evre Tour Bosphorus Rp. 821,272

Hotel (Rp. 2,365,892):
Nicea Hotel Rp. 522,608
Hotel Dekat Bandara Izmir Rp. 476,484
Hotel Istanbul 402 Lira x 3400 (Rp. 1,366,800)

Grand Total Rp. 25,368,653

Angka diatas belum termasuk makan sehari-hari diluar rangkaian tur dan belanja ya. Agak mirip dengan total budget ke New Zealand dulu.

Berikut link tour di Turki:
Tur Cappadocia: turkeyinsiders.com
Tur Ephesus : www.bookingephesustour.com
Tur Selcuk : http://selcukephesus.com/
Tur Bosphorus : http://www.bosphorustour.com/

Baiklah, setelah 4 bulan lamanya menulis blog tentang Turki diselingi dengan cerita sehari-hari, akhirnya selesai juga. Semoga bermanfaat untuk kita semua ya. Sampai jumpa di postingan saya berikutnya tentang Nusa Penida dan Lombok.

Agustus 12, 2018

From Istanbul to Jakarta

Jadwal keberangkatan dari Istanbul ke Dubai menggunakan Emirates adalah pukul 19.25 waktu Istanbul. Memang sengaja memilih penerbangan malam biar bisa tidur. Sebelum ke bandara, saya dan keluarga sempat berjalan-jalan untuk belanja dan makan siang. Setelah itu balik ke hotel dan jam 4 sore kami berangkat ke bandara. Kami juga sudah membooking mobil untuk minta diantarkan ke bandara seharga 170 Lira.

Perjalanan dari Hotel Sahin ke Bandara Istanbul Atatürk memakan waktu sejam lebih. Saya terus melihat keluar kaca mobil untuk menikmati kota Istanbul terakhir kalinya sebelum pulang. Hiks, ada rasa sedih di hati ketika harus menerima kenyataan kalau liburan telah usai😢. Ntah kapan bisa ke negara ini lagi.

Proses cek in pesawat Emirates berjalan lancar, imigrasi juga lancar, dan sampailah kami ke boarding gate. Kami kemudian masuk pesawat dan duduk manis. Good bye Istanbul, semoga suatu hari bisa kesini lagi. Perjalanan dari Istanbul ke Dubai memakan waktu 4 jam 35 menit. Tidak seperti penerbangan pergi, penerbang pulang kali ini alhamdulillah tanpa turbulensi. Saya hanya tidur di pesawat, bangun ketika makanan dihidangkan, lalu tidur lagi. Sampai akhirnya mendarat di Dubai International Airport. Kali ini karena hanya transit, kami masuk ke ruangan khusus penumpang transit yang menurut saya lebih bisa disebut sebagai Mall, daripada bandara. Berhubung sudah malam, saya masih ngantuk, jadi kami mencari kursi panjang yang bisa selonjoran kaki untuk tidur. Nggak usah takut kehabisan kursi karena banyak banget kursi panjang untuk tidur di bandara.

Ketika adzan Shubuh berkumandang, saya bangun lalu menuju Mushalla untuk shalat. Selesai shalat dan kembali ke kursi, eh kursinya sudah diambil orang. Jadinya memilih kursi yang lain untuk tidur sampai jam 7 pagi. Karena saya sudah merasa cukup tidur, jadilah saya berkeliling untuk belanja sambil mengajak adik. Sebelumnya kami cuci muka dan sikat gigi dulu, lalu mampir ke gerai parfum Jo Malone dan menyemprot kepala dan badan pakai parfum tester supaya wangi (lumayan nih gratisan dan penjualnya nggak jutek sama orang yang cuma nebeng semprot seperti saya dan adik😂😂😂). Saya lalu mampir ke konter Kiehl's dan beli paket day and night duo yang hanya sekitar 1.3juta. Kalau di Indonesia, satu produk bisa 800rb-900rb. Saya juga masuk ke toko souvenir (beli magnet kulkas dan coklat) untuk menghabiskan uang Lira yang sudah ditukar ke Dirham. Awalnya mau beli Lancome dan berbagai produk skin care yang hanya 100rban tapi adik saya keburu pergi. Yahh, nggak ada yang nemenin belanja😔. Emang susah ngajak cowok belanja😩.
Jendela pesawat Emirates
Penerbangan menuju Kuala Lumpur dijadwalkan pukul 10.25 pagi dan sejam sebelumnya sudah boarding karena pesawatnya besar dan penumpang banyak. Saya sudah berencana untuk tidak tidur karena penerbangan siang, jadi mau nonton tv aja. Lama perjalanan dari Dubai ke Kuala Lumpur adalah 7 jam 25 menit dan saya berhasil menonton 3 film sekaligus tanpa tidur sama sekali. Ke toilet aja nggak😆. Makan pun sambil nonton. Jadi nggak terasa udah sampai aja ke Kuala Lumpur International Airport pukul 21:50. Alhamdulillah.

Kami ambil bagasi yang sangat banyak, lalu proses ke imigrasi Kuala Lumpur, baru akhirnya say good bye and thanks ke Willy untuk perjalanan yang menyenangkan dan melelahkan ini. Kapan-kapan kita jalan bareng lagi ya Wilay. Saya dan keluarga lalu memesan taksi menggunakan aplikasi Grab untuk diantarkan menuju Tune Hotel KLIA2 karena besok saya harus melakukan penerbangan paling pagi ke Jakarta untuk mengejar jadwal dokter gigi. Karena sebelumnya tidak membook Tune Hotel menggunakan aplikasi, jadilah kami dapat harga mahal banget yaitu sejuta lebih untuk satu kamar per malam. Padahal cuma tidur beberapa jam saja harus membayar sejuta😓. Duh! Udah lelah dan nggak sanggup mikir lagi, jadinya tetap membook kamar mahal itu.

Besoknya saya bangun jam 4 pagi, bersiap-siap dan berpamitan pada Mama, adik, dan tante, lalu keluar dari hotel untuk menuju KLIA. Seperti biasa saya naik Free Shuttle ke KLIA1 dari KLIA2. Sesampai di KLIA1, saya cek in Malaysia Airlines, proses imigrasi, baru shalat Shubuh. Kemudian boarding ke Jakarta. Sepanjang perjalanan saya tidur supaya cepat sampai. Sekitar jam 8 saya tiba di Jakarta. Alhamdulillah dapat bus Hiba Utama ke Depok juga cepet, jadinya sampai ke rumah jam 10 pagi. Saya beberes rumah sebentar, mandi, dan ke dokter gigi deh.

Alhamdulillah selesai juga menulis tentang Turki selama 4 bulan sejak pulang dari sana😓. Di postingan berikutnya akan saya tuliskan kesimpulan perjalanan di dua negara United Arab Emirates dan Turki. Semoga bisa menjadi acuan ketika kalian ingin jalan-jalan kesana ya. Sampai jumpa!

Agustus 11, 2018

Istanbul Culinary

Nggak lengkap liburan kalau nggak kulineran. Saya adalah pecinta jajan dan suka banget makan. Jangan tanya kenapa badan ini nggak gendut-gendut😅. Selain karena saya rajin olah raga, kadang metabolisme tubuh saya memang lebih tinggi dari orang lain. Makanya mau makan banyak, yang gendut paling perut doang. Setelah olahraga sebentar, langsing lagi deh perutnya.
Toko-toko makanan
Baiklah, dalam postingan kali ini saya akan menuliskan makanan yang sempat saya cicipi di Istanbul. Berhubung nama Restonya susah dan kebanyakan hanya jajanan saja, saya hanya akan menyertakaan beberapa nama resto saja ya. Udah nggak sabaran kan? Oke, mari disimak!

1. Kebab 🍖
Turki adalah rumah dari kuliner bernama Kebab yaitu olahan daging dimasak dengan bumbu lalu ditempel-tempel bertumpuk secara vertikal. Kalau mau dihidangkan, maka akan dibakar dulu biar gurih dan disajikan panas dengan mayonaise dan sambal khas Turki. Nggak sah ke Istanbul kalau nggak makan Kebab dan rasanya jauhhhh lebih enak dari yang biasa dijual di Indonesia. Saya sangat sering makan kebab di Turki, bahkan saking seringnya udah seperti cemilan yang bisa disantap kapan saja.
Penjual Kebab
Kebab lagi diiris-iris pakai pisau panjang
Kebab Ayam
Kebab di Istanbul bisa disajikan di piring dengan tambahan makanan lain, atau dibalut kertas untuk kita bawa pulang. Jujur aja saya lebih suka makan di piring karena gigi berkawat seperti saya agak susah membuka mulut terlalu lebar untuk menggigit kebab (seperti burger). Lagian, kalau makan dengan bungkusan, mayonaisenya suka keluar dan jadi berlepotan kemana-mana. Oh ya, saya kurang suka sambal Turki, dan alhamdulillah bawa sambal ABC dari Indonesia yang menambah sedap rasa kebab. Jangan pernah melewatkan makan kebab di Turki ya.

2. Es Krim🍦
Salah satu kuliner paling terkenal lainnya adalah es krim. Bukan karena rasa es krimnya yang hampir sama di negara mana pun, tetapi karena atraksi penjual es krim yang keren juga terkadang menyebalkan. Awalnya saya sempat ragu untuk membeli es krim dan udah mempersiapkan diri kalau-kalau nanti bakalan dikerjain sama tukang es-nya. Tapi ide si abang es krim lebih banyak dari persiapan saya, sehingga setiap beli es krim berakhir dengan tangan berlepotan, hidung kena es krim, dan abang tukang es tersenyum nakal sambil mengedipkan mata😉. Oke bang, untung abang ganteng😍.
Abang es krim sedang melakukan atraksi
Silahkan es krimnya 🍦
Kalian sudah pasti akan dikerjain sama tukang es di Turki. Awalnya saya kira orang tua seperti Mama tidak akan dikerjain karena kali aja mereka takut kualat😆. Tapi nggak ngaruh, Mama juga jadi korban dikerjain, hihihi😂. Jadi, nggak usah marah-marah ya kalau dikerjain, anggap saja keisengan yang tidak akan kalian temukan lagi di negara lain.

3. Turkish Delights 🍮
Awalnya saya agak bingung, apaan ya Turkish Delight? Sampai sepupu saya di Abu Dhabi yang baru saja pulang dari Turki bilang kalau Turkish Delight adalah cemilan manis sebagai teman minum teh di Turki. Kalian akan menemukan berbagai macam jenis Turkish Delights dengan berbagai macam rasa dan harga.
Aneka Turkish Delights
Mau yang mana?
Yang paling menyenangkan kalau masuk ke toko Turkish Delights adalah karena kita bisa mencicipi makanan tersebut beraneka macam. Bahkan penjualnya terus-menerus menawarkan kita untuk mencoba makanannya. Biasanya saya suka mencicipi baklava dan salah satu kue lagi yang seperti berisi kacang merah dilapis pastry (lupa namanya). Hanya saja Turkish Delights ini terlalu manis, jadi kadang cepet merasa eneg kalau udah nyobain beberapa macam (ya iyalah eneg udah kenyang soalnya😅).

4. Pretzel dan Wallnut 🍪
Apakah kalian tau Pretzel? Pretzel adalah roti panggang yang berbentuk simpul khas Eropa. Kalau di Indonesia, mungkin kalian tau gerai roti Auntie Anne's yang menjual jenis roti yang sama. Di Istanbul, Pretzel banyak sekali dijual sebagai jajanan di jalanan dengan harga murah sekitar 2 Lira. Kalau mau menambah selai Nutella, harga Pretzel menjadi 4 Lira. Kebanyakan penjaja Pretzel di jalanan tidak bisa bahasa Inggris sampai-sampai kami harus meminta tolong orang lain yang terlihat bisa bahasa Inggris untuk menerjemahkan rasa apa yang kami mau beli. Kalau mau rasa nutella, tinggal tunjuk aja ke stoplesnya.
Penjaja kue anak remaja
Yang sering saya temukan di jalanan selain Pretzel adalah kacang Wallnut. Kacang ini nggak ada di Indonesia dan ukurannya lumayan besar. Saya lupa di New Zealand ada apa nggak tapi yang pasti rasanya kalau dibakar enak banget, nggak keras ketika digigit sehingga untuk gigi berkawat seperti saya aman. Apalagi pedagangnya udah mencelupkan kacang dengan coklat, sehingga rasanya semakin mantap👍. Kalau tidak salah harganya sekitar 5 Lira untuk 10 kacang Wallnut.
Kacang wallnut berbalut coklat
Jangan sampai melewatkan jajan di jalanan kalau berkunjung ke Turki ya. Lumayan untuk menahan lapar sampai makan berat.

5. Steak
Saya sempat menyantap beberapa steak di Turki dan kurang suka dengan bau steak sapi. Rasanya juga agak aneh di lidah. Agak sulit mendeskripsikan rasa steak sapi, tapi yang pasti setiap mengordernya, selalu mengecewakan. Ada rasa sepet gimana gitu di lidah. Padahal, kebab sapi enaknya minta ampun. Makanya saya agak heran kok steak sapi nggak enak ya? Jadi harus dicampur dengan sambal teri agar menetralkan rasa aneh di steak. Kalau saya lebih suka steak ayam karena nggak terlalu bau dan gurih.
Steak sapi nggak enak
6. Starbucks 
Setiap mampir ke sebuah negara, Starbucks adalah satu tempat wajib yang saya kunjungi. Bukan apa-apa, karena biasanya saya suka membelikan oleh-oleh tumbler atau mug untuk para sahabat saya. Saya sendiri tidak mengoleksi barang-barang starbucks tapi suka banget mencicipi rasa Green Tea Latte atau Chocolate Latte bikinan setiap negara. Paling mantap emang Starbucks di Dubai deh, super duper enak rasanya.
Mug
Mug lagi
Kalian bisa lihat sendiri bentuk-bentuk mug yang ada di Istanbul. Nggak ada tumbler yang dijual  di Istanbul seperti sewaktu saya ke New Zealand.

7. Aneka Dessert 🍰
Eropa memang surganya dessert (makanan pencuci mulut) mulai dari puding, cake, dan berbagai macam lainnya. Saya suka mampir ke toko dessert untuk melihat hiasan kue yang cantik-cantik banget dan menggiurkan. Jangan tanya rasanya yang super duper enak dan manis. Kalau sering-sering makan dessert disini, bisa diabetes😂.
Dessert cantik-cantik😍😍
Kebanyakan dari dessert harganya mahal untuk sepotongnya, sekitar 10-30 Lira. Jadi nggak bisa sering-sering beli karena takut kantong bolong dan diabetes *ngeles😂.

8. Mavera Restaurant
Satu-satunya resto mewah yang sempat saya kunjungi di Istanbul dalam rangkaian tur Selat Bosphorus adalah Mavera. Duh kalau membandingkan harga secangkir kopi disini bisa mendapatkan 20 kue Pretzel. Tempatnya memang sangat bagus dengan interior mewah, pelayanan super duper baik, WIFI kencang, dan pemandangan indah.
Kopi Mavera
Resto ini berada di atas bukit sehingga kita bisa melihat kota Istanbul secara 180 derajat. Karena berada di ketinggian, tempat ini juga lebih dingin dan berangin dari tempat-tempat lain di Istanbul. Kalian bisa duduk santai di Resto Mavera sambil mengobrol dengan keluarga dan menikmati keindahan kota Turki. Kalau berkunjung ke Resto di malam hari, kita bisa sekalian menikmati lampu-lampu kota Istanbul yang berkelap-kelip indah.
Pemandangan dari jendela resto
Baiklah, cukup sekian tulisan saya mengenai kuliner di Istanbul. Sudah hampir semua tentang Turki saya tuliskan nih. Sudah saatnya pulang ke negara asal. Di postingan berikutnya, saya akan bercerita tentang perjalanan pulang ke Indonesia. Sampai jumpa!

Beberapa foto dari kamera Iphone 8 plus, Gopro 6 Black Edition, dan kamera Fujifilm Willy Sebastian (Instagram : willyarrows).

Follow me

My Trip