Salah satu alasan ke Kuala Lumpur tahun baru kemarin adalah karena tiket pesawat dari Banda Aceh ke Jakarta langsung atau transit Medan sangatlah mahal. Saya saja terpaksa memanfaatkan poin-poin atau special privilege yang sudah ditabung di beberapa website untuk bisa membeli tiket pulang dari Jakarta ke Lhokseumawe. Kalau tidak salah, tiket ke Lhokseumawe itu nyaris 1.8 juta menggunakan Lion Air dan saya dapat diskon sehingga harga yang harus dibayar adalah sekitar 1.5 juta. Lupa persisnya berapa tapi menurut saya ke Lhokseumawe seharga 1.5 juta itu normal.
Bagaimana dengan tiket kembali ke Jakarta? Waktu itu harganya sekitar 1.9 juta dari Banda Aceh pakai Lion Air. Batik sekitar 2.8juta dan Garuda 3.3juta. Saya hanya bisa tepok jidat 🤦♀️kalau harganya semahal itu. Sudah sama dengan tiket pesawat ke Asia Timur atau ke Australia sekali jalan dengan durasi perjalanan diatas 5 jam dengan maskapai full board. Saya mulai memutar otak, bagaimana caranya agar pulang ke Jakarta dengan tiket agak murah sedikit. Akhirnya saya memutuskan untuk lewat Kuala Lumpur. Kebetulan poin Airasia saya banyak dan saya hanya membayar sekitar 1 juta berdua sudah sama bagasi dan kursi (saya suka beli kursi di Airasia biar nggak dapat duduk terlalu jauh dibelakang). Akhirnya saya (diharuskan) tahun baruan di Kuala Lumpur dan ini untuk pertama kalinya.
Nah, di bulan Desember 2018 kemarin, Traveloka sedang promosi besar-besaran untuk fitur Traveloka Pay Later. Saya awalnya cek tiket dari Kuala Lumpur ke Jakarta, tapi jamnya nggak ada yang pas (terlalu pagi dan terlalu malam). Akhirnya karena ada panggilan meeting ke Bandung, saya memutuskan untuk naik Malindo Air ke Bandung menggunakan PayLater diskon Rp. 750rb. Total yang saya bayar untuk pesawat full board berdua tetap sejutaan saja. Murah sekali kan? Hitung-hitung, total dari Banda Aceh ke Bandung hanya 1 jutaan perorang dan bisa menikmati tahun baruan di negara orang.
Tanggal 31 Januari 2018, saya naik pesawat ke Kuala Lumpur dengan membawa bagasi 20 kg. Perjalanan ini terkesan seperti mau transit ke negara lebih jauh karena bawa koper gede, padahal cuma pulang ke Jakarta doang😅. Disini saya baru merasa kerepotan bawa koper gede kalau cuma transit doang. Untung pergi dengan teman cowok bernama Efan, jadi bisa dibantuin angkat koper. Seperti biasa kalau ke luar negri pasti banyak yang menitip ini itu dan saya biasanya mau beliin. Jadi setelah mendarat, makan sebentar, lalu pergi ke Mitsui Outlet untuk belanja. Hari itu bus ke Mitsui penuh banget dan kita kesulitan memegang koper yang kalau mobil berbelok, kopernya kabur😆. Jadi harus dipegangin karena takut kena orang nanti. Setelah turun di Mitsui, kita bisa menitip koper dan ransel di luggage storage dengan gratis. Huff, akhirnya ringan juga bawaan kita.
Setelah selesai belanja, keribetan kita kembali lagi. Kali ini penumpang bus agak sepi, jadi bisa duduk di dekat pintu masuk. Tapi koper tetap harus dipegangin biar nggak kabur. Kita kembali ke bandara untuk kemudian naik bus ke KL Sentral. Selama dalam perjalanan saya tidur karena sudah kecapekan keliling-keliling Mitsui Outlet.
Sesampai di KL Sentral, saya lupa-lupa ingat dimana Hotelnya sehingga harus bertanya pada petugas. Ada petugas yang tau jalan, ada yang salah kasih tau juga dan membuat saya bolak-balik (jadi menghabiskan waktu). Yang ribet kalau bawa koper besar adalah apabila harus naik eskalator. Saya sampai menemukan cara untuk bawa koper plus tentengan ketika menaiki eskalator. Saya nggak bisa memegang atau bersandar di dinding eskalator karena tangan kiri dan kanan sudah penuh. Jadilah berfokus supaya tetap seimbang.
Sempat bertanya dengan orang lokal dimana posisi hotel saya.
"Excuse me, do you know where's My Hotel at KL Sentral?"
"Your hotel?"🤔
Saya tertawa. Nama hotel ini emang agak ambigu😄.
"No, no. I mean, the name of the hotel is My Hotel at KL Sentral," sambil menunjukkan bookingan di tiket.com
Alhamdulillah ternyata hotelnya super dekat dengan KL Sentral dan jalanannya juga rata. Jadi nggak memberatkan ketika harus menggerek koper. Sesampai di hotel, rasanya ingin melempar koper dan tentengan yang meribetkan saya. Baru lega rasanya. Saya mandi, shalat, lalu keluar lagi setelah magrib untuk makan. Tidak lupa membawa kamera karena saya berharap bisa memotret kembang api. Destinasi pertama adalah Mall NU Sentral karena mau makan Nando's dulu. Mall ini juga banyak banget SALE dan saya sempat nongkrong agak lama disana. Setelah makan dan belanja, kami pulang ke hotel sebentar untuk menaruh barang, ambil sweater (karena gerimis), baru naik monorail ke Pavilion KL.
Kalian tau, monorail kala itu penuhnya minta ampun. Dari KL Sentral sih kosong karena pemberhentian pertama. Tapi di stasiun selanjutnya, orang yang naik rame banget😱. Sampai-sampai saya kesulitan keluar stasiun. Bukit Bintang juga sudah seperti lautan manusia. Jangankan kendaraan bermotor, kita jalan kaki aja udah susah banget bergerak dengan leluasa. Semua Mall dan toko juga sudah tutup dan rencana saya mau jajan di Pavilion sirna. Saya langsung merasa salah besar merayakan tahun baru di KL. Saya mengajak Efan langsung jalan ke KLCC karena suasana Pavilion sudah kacau balau. Orang ramai, berisik, banyak yang teriak-teriak sambil meniup terompet, dan saya mulai sakit kepala melihat situasi begitu. Teman-teman Efan yang semula pada janjian di Pavilion, udah hilang di lautan manusia. Kalau Efan hilang dan dia nggak daftar paket data, lebih pusing lagi saya 'nyarinya😵.
Kita jalan kaki diantara orang-orang yang berisik meniupkan terompet. Pusing banget sebenarnya, tapi saya sedang berusaha santai saja. Kalau kita nggak santai, bisa-bisa habis energi untuk bete. Di jalan juga saya beli air minum, supaya nggak kehausan karena keringat terus keluar karena jalan kaki. Sesampai di KLCC, WOW banget penuh manusia😱. Ada pentas musik, tapi mendekat ke panggung itu ide yang buruk. Kita sudah berusaha mendekat ke kolam, tapi nggak berhasil sama sekali. Jadi hanya bisa duduk di taman melihat orang-orang sibuk berpesta dan meniup terompet. Rasanya pusing sekali dan saya hanya bisa diam saja. Mau ngobrol sama Efan, tapi muka dia lebih bete lagi daripada saya😣. Pohon-pohon di sekitar taman KLCC menurut saya bakalan mengganggu penglihatan kalau ingin menonton kembang api deh. Akhirnya saya mengajak Efan berdiri di dekat pintu keluar saja supaya kalau acara usai, kita bisa cepat keluar, dan juga lebih leluasa melihat kembang api.
Tepat pukul 12 malam, kembang api ditembakkan ke langit. Saya langsung kaget tapi bahagia seketika. Ntah kenapa, saya suka banget dengan kembang api. Dulu sempat menonton di Disneyland Jepang dan saya merasa jadi orang paling bahagia di dunia. Rencananya mau menikmati menit-menit awal kembang api dulu, baru kemudian ngambil kamera di ransel. Sayangnya, kembang api di KLCC cuma berlangsung 5 menit. UDAH SEGITU DOANG😨😨😨😨. Kamera aja belum sempat dikeluarin, eh acara sudah selesai. Saya jadi merasa kecewa berattt😖😖😖. Sewaktu saya datang ke KL di bulan November pas acara Deewali, kembang api berlangsung satu jam dan saya sangat bahagia. Lha, ini?
![]() |
Ngambil foto dari kamera hp aja |
![]() |
Kembang api kedua |
Pesta bubar dan orang-orang mulai berjalan pulang. Alhamdulillah masih lumayan tertib tapi kita jadi bingung mau jalan ke arah mana. Semua monorail sudah tidak beroperasi, Grab nggak ada yang mau angkut, taksi nggak ada yang mau di stop, dan kaki sakit karena jalan terus. Otak mulai nggak bisa berpikir jernih tapi saya tetap berusaha santai. Kita jalan ke tempat yang agak sepi atau ke depan hotel, berharap ada taksi yang mangkal dan kita bisa menawar harga. Proses berjalan itu juga menghabiskan pikiran dan energi, termasuk menguji kesabaran karena harus mendengar keributan orang-orang bernyanyi-nyanyi dan suara terompet bersahut-sahutan. Belum lagi ntah harus berapa kali berjalan memutar untuk menjauh dari keramaian.
Alhamdulillah akhirnya dapat taksi juga yang sedang mangkal di pinggir jalan. Duduk di taksi tuh rasanya enak banget karena pinggang seakan-akan mau copot. Belum lagi keringat sudah bercucuran. Menurut data di Iphone saya, malam itu saya sudah berjalan 20rb langkah. Pantas kaki ini agak nyut-nyutan. Tapi saya memang sudah terbiasa jalan jauh jadi sakit segitu masih okelah. Sepatu yang dipakai juga enak. Yang kasihan si Efan yang sepertinya baru kali ini jalan kaki sejauh dan sebanyak itu. Sesampai di hotel saya mandi, lalu langsung tidur.
Besok paginya, keribetan terulang lagi karena kami harus kembali ke bandara dengan koper besar dan saya tetap menenteng belanjaan walaupun hanya satu plastik saja. Sesampai di tempat bus, koper besar dimasukkan ke dalam bagasi bus lebih awal, jadi mengurangi keribetan. Kami datang kecepatan ke terminal bus KL Sentral dan berdiri di samping bus untuk menunggu jadwal keberangkatan. Tanpa sadar, ternyata orang-orang malah mengantri di belakang kita untuk masuk ke dalam bus. Jadi merasa aneh sendiri, padahal berdiri di samping bus juga bukan karena mau membuat antrian😂.
![]() |
Koper dan ransel kita |
![]() |
Sarapan di Kopi Time |
Selama perjalanan ke bandara saya tidur. Setelah sampai, kita cek in, sarapan di Kopi Time seperti biasa, lalu proses imigrasi. Fiuhhh akhirnya selesai juga keribetan, kelelahan, dan kecapekan di Kuala Lumpur. Kapok nggak nyari kembang api? Enggak juga sih. Tapi mungkin suatu hari di negara lain lagi. Saya sampai di Bandung, cek in hotel Grand Preanger di Braga, lalu tidur dari sore sampai Magrib. Awalnya memilih hotel ini karena mau foto-foto di jalan Asia Afrika tapi kondisi tubuh hayati terlalu lelah. Tidur lebih baik🛌🏼.
Sebenarnya dari dan ke Banda Aceh transit di Kuala Lumpur sudah biasa saya lakukan. Selain karena memang lebih murah, terkadang saya memang baru saja pulang dari negara mana dan mau ketemu Mama sejenak di Aceh, sebelum kembali ke Jakarta. Fenomena kenaikan tiket domestik sekarang ini yang membuat transit di KL jadi alternatif paling dipilih oleh warga Aceh atau Medan. Memang lebih murah, tapi kalau yang nggak terbiasa akan sedikit kesulitan. Apalagi kalau harus pindah bandara seperti saya. Banda Aceh ke KL itu akan mendarat di KLIA2 karena menggunakan maskapai Air Asia, sedangkan Malindo Air (seperti saya ke Bandung) harus melalui bandara KLIA1. Kalau kalian bawa koper kecil, ada shuttle bus dari KLIA2 ke KLIA1 gratis. Atau kalau mau naik KLIA Ekspres (kereta) harus membayar 2 RM tapi lebih enak buat yang bawa koper gede karena aksesnya pakai lift dan nggak harus angkat koper masuk kereta. Pintu kereta dan peron selisihnya hampir tidak kelihatan, sehingga koper tinggal di dorong saja. Kalau saya, kereta udah pernah, bus juga udah pernah, mau bawa koper gede atau kecil semua udah pernah dilakukan.
Semoga ada solusi untuk permasalahan tiket domestik ya. Saya masih berhutang 15 provinsi lagi belum dijelajahi di Indonesia. Sampai jumpa!
0 comments:
Posting Komentar